II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

TINJAUAN PUSTAKA. Masehi, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menghasilkan suatu barang. Pentingnya masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 ANALISIS SITUASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

II. TINJAUAN PUSTAKA Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEBU. (Saccharum officinarum L).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

PENDAHULUAN. Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP:

PENDAHULUAN Latar Belakang

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di lingkungan Internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum. Keberadaan tebu di Jawa telah ada sejak 400 tahun sesudah masehi. Perkembangan tebu di Indonesia selanjutnya tidak terlepas dari seluruh perjuangan bangsa. (Tim Penulis, 2000). Tebu (Saccharum officinarum) termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20%. Air gula inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir. Disamping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah (Setyamidjaja dan Husaini, 1992). Sesuai dengan daerah asalnya tebu sebagai tanaman tropis, maka tanaman tebu dapat tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isotern 20 C yaitu pada kawasan yang berada di antara 39 Lintang Utara dan 35 Lintang Selatan. Pertumbuhan tebu yang optimum dapat dicapai pada suhu 24 C - 30 C (Setyamidjaja dan Husaini, 1992). Sebagai tanaman berbiji tunggal, tebu berakar serabut. Akar ini keluar dari lingkaran-lingkaran akar di bagian pangkal batang. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman yang

tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih dan berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Sedangkan daun tebu merupakan daun yang tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun tanpa tangkai daun (Tim Penulis, 2000). Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah alluvial berat sampai agak berat dengan kandungan kapur yang cukup lebih baik untuk ditanami tebu dibandingkan dengan tanah pasir yang ringan. Walaupun demikian, tanaman tebu akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpasir, dan lempung berdebu (Setyamidjaja dan Husaini, 1992). Menurut Sutardjo (1996), produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya. Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah dan kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini, rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat produktivitas dan rendemen tebu. Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun

sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan rendemen di pabrik. Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan rendemen (Purwono, 2003). 2.1.2. Tinjauan Pengolahan Tebu Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 10 bulan. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian baru dibawa ke pabrik untuk diproses menjadi gula (Anonimous, 2009). Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal (Purwono, 2003). Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa tahap

pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi, pemisahan kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan (Tim Penulis, 2000). Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimus(c), 2010). Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula pasir, prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan air yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk pengendalian dan pengawasan prosesnya (Setyohadi, 2006). Tanaman tebu merupakan salah satu bahan dasar pembuatan gula. Produk olahan pabrikan dalam bentuk gula kristal atau gula putih. Komposisi nira tebu rata-rata mengandung sukrosa (10-11%), air (2%), zat lain bukan gula (74 76%) dan sabut (14%), ini tergantung jenis tebu (Setyohadi, 2006). Bahan baku untuk pengolahan gula yang paling umum digunakan adalah batang tanaman tebu. Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya tersusun

atas unsur karbon (C), hydrogen (H), dan Oksigen (O). Dari sejumlah itu, kirakira 75% diantaranya dalam bentuk air (H2O) dan sisanya dalam bentuk bahan kering. Untuk kepentingan pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap tersusun atas nira tebu dan ampas. Tujuan dari pengolahan tebu adalah untuk memisahkan gula atau sukrosa yang terkandung didalam batang tebu atau umbi tanaman bit gula sebanyak-banyaknya ( Tjokroadikoeoerno dan Baktir, 1984). Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5%. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Gula merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya persentase gula dalam tebu (Tim Penulis, 2000). Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Gula yang kita konsumsi sehari-hari adalah gula kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation white sugar. GKP dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses, untuk Indonesia kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan gula. Kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia (SNI) saat ini pada dasarnya mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS (Superieure Hoofd Suiker), yang pada perkembangannya kemudian mengalami modifikasi dan terakhir SNI 01-3140-2001/Rev 2005 (Kuswurj, 2009).

Berikut ini merupakan kriteria uji syarat mutu gula kristal putih menurut SNI-3140-2001/Rev 2005 adalah sebagai berikut : Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa dalam gula, semakin tinggi polarisasi semakin tinggi kadar gulanya. Batasan minimal kadar pol adalah 99,5 %. Warna kristal dapat dilihat secara langsung dengan mata, secara kualitatif dengan cara membandingkan dengan standar dapat diketahui tingkat keputihan (whiteness) gula. Penggunaan peralatan (spektrofotometer refleksi) diperlukan untuk pengukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam CT (colour type). Semakin tinggi nilai CT semakin putih warna gulanya. Untuk gula GKP kisaran nilai CT sekitar 5 sampai 10. Pada penentuan premi mutu gula warna kristal ini merupakan salah satu tolak ukur utama yang menentukan. Warna larutan gula berkisar dari kuning muda (warna muda) sampai kuning kecoklatan (warna gelap) diukur dengan metode ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), dinyatakan dalam indeks warna. Semakin besar indeks semakin gelap warna larutan. Batasan maksimal indeks warna untuk GKP adalah 300 iu. Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm. Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga terdapat residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2 menjadi kendala untuk konsumsi industri makanan atau minuman, yang biasanya menuntut

bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan di Indonesia adalah 30 ppm. Kadar air adalah jumlah air (%) yang terdapat dalam gula, biasanya batasan maksimal 0,1%. Gula yang mengandung kadar air tinggi cepat mengalami penurunan mutu/kerusakan dalam penyimpanan, berubah warna, mencair dan sebagainya. (Kuswurj, 2009). 2.2. Landasan Teori Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987). Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain.

Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006). Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004). Distribusi nilai tambah berhubungan erat dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja, dan bahan baku. Bila teknologi padat karya yang dipilih, maka proporsi untuk bagian tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi terhadap keuntungan perusahaan. Apabila padat modal, maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu proporsi untuk bagian tenaga kerja lebih kecil. Besar kecilnya imbalan terhadap tenaga kerja tergantung pada kualitas tenaga kerjanya. Apabila faktor konversi bahan baku terhadap produk akhir berubah, maka yang terjadi adalah adanya perubahan kualitas bahan baku atau perubahan teknologi (Sudiyono, 2004).

Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri sehingga mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi. Dalam beberapa peranan pengolahan hasil baik pengolahan hasil pertanian maupun penunjang dapat meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyaknya tenaga kerja, meningkatkan devisa negara, dan mendorong tumbuhnya industri lain (Soekatawi(b), 1999). Pengolahan hasil pertanian menjadi produk agroindustri ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan adalah faktor teknis yang meliputi kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja serta faktor non-teknis yang meliputi harga output, upah kerja, harga bahan baku, dan nilai input selain bahan baku dan tenaga kerja. Faktor teknis akan berpengaruh terhadap penentuan harga jual produk, sementara faktor nonteknis akan berpengaruh terhadap faktor konversi dan biaya produksi (Sudiyono, 2004). Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut : 1. Meningkatkan nilai tambah Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini

menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. 2. Kualitas Hasil Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri. 3. Penyerapan tenaga kerja Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan. 4. Meningkatkan keterampilan Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar. 5. Peningkatan pendapatan Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar. (Soekatawi(b), 1999).

Pada pengolahan hasil pertanian dapat dikatakan juga dengan adanya diversifikasi vertikal yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan (memasukkan) tambahan kegiatan atau perlakuan terhadap komoditas setelah panen., sehingga para petani/produsen bersangkutan dapat memperoleh nilai tambah dari komoditas yang dihasilkan. Melalui kegiatan ini (penyimpanan, pengeringan, pengolahan, pengangkutan) nilai tambah yang semula dinikmati oleh pihak lain (pengolah, pedagang) sekarang diterima oleh petani produsen bersangkutan, sehingga dengan demikian pendapatan petani dapat ditingkatkan (Suryana, 1990). Dalam menjalankan suatu usaha pengolahan hasil pertanian dibutuhkan biaya. Biaya ialah pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau harus dikeluarkan agar dapat diperoleh suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa tentu ada bahan baku, tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak dapat dihindarkan. Tanpa adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan dapat diperoleh suatu hasil (Wasis, 1992). Income statement adalah suatu ringkasan dari pendapatan dan pengeluaran untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai alat kontrol untuk alat evaluasi suatu usaha. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya produksi. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi, maka harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah dan sebaliknya (Soekartawi(a), 1995). Komoditi pertanian dapat juga disebut sebagai barang primer, yang biasanya apabila produksi tinggi maka harga akan turun. Karena harga turun maka pendapatan menjadi berkurang. Apabila agroindustri dikembangkan maka akan

mendapatkan nilai tambah yang tinggi pula, serta dapat meningkatkan permintaan yang lebih besar dari produk pertanian dan sebaliknya. Tidak hanya bentuk primer yang diminta tetapi juga bentuk sekunder sebagai hasil olahan (Saragih, 2001). Agroindustri pengolahan tebu menjadi gula merupakan pengolahan hasil produk olahan sehingga agroindustri adalah bagian dari sub-sistem agribisnis. Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari industri pertanian. Agroindustri pada konteks ini menekankan pada food processing management dalam suatu produk olahan, yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Dalam lingkup agroindustri ini digunakan teknologi untuk mampu memberikan nilai tambah yang relatif tinggi terhadap produk yang dihasilkan (Husodo dkk, 2004). Sebagai contoh aplikasi peningkatan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi produk pertanian dapat dilihat pada industri pengolahan. Pemanfaatan teknologi untuk pengolahan dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : 1. Tahap primer, yaitu output utama yang dihasilkan dalam proses produksi langsung dinikmati oleh konsumen tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. 2. Tahap Sekunder, yaitu produk yang dihasilkan mengalami proses pengolahan tertentu secara tradisional. Pengolahan secara tradisional ini kemudian secara perlahan menjadi lebih maju, kemudian output dari hasil pengolahan itu dikonsumsi.

3. Tahap tersier, yaitu ketika output yang dihasilkan oleh tahap sekunder diolah dengan proses yang lebih canggih sehingga menghasilkan bahan pangan yang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan turunan dari produk tersebut. (Husodo dkk, 2004). Menurut Soekartawi (1999), nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis yang terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kuantitas bahan baku dan input penyerta serta faktor pasar yang meliputi harga jual output, harga bahan baku, nilai input lain dan upah tenaga kerja. Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada dasarnya tidak terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan sistem manajemen yang professional. Besarnya nilai tambah yang tergantung dari teknologi digunakan dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan. Suatu perusahaan dengan teknologi yang baik akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk olahan akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Suryana, 1990). 2.3. Kerangka Pemikiran Tanaman tebu merupakan salah satu produk pertanian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gula. Dalam hal ini pengadaan input yaitu jumlah dan kontinuitas tebu, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan mesin dan ketersediaan teknologi sangat diperlukan dalam pembuatan gula.

Tebu dapat dinikmati dalam bentuk segar dan juga dapat dilakukan proses pengolahan lebih lanjut agar dapat dikonsumsi. Tebu sebagai bahan baku yang diolah akan menimbulkan kegiatan pengolahan tebu yang dilakukan oleh pabrik gula. Pengolahan tebu dapat menghasilkan berbagai macam produk baru yang salah satu hasilnya adalah gula. Kegiatan pengolahan ini memberikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Produksi tebu yang dihasilkan oleh Unit Kebun Sei Semayang ini langsung dikirim ke pabrik gula. Pabrik Gula Sei Semayang merupakan pabrik gula yang mengolah proses pengolahan tebu menjadi gula. Tebu dihasilkan berasal dari produksi sendiri serta tebu rakyat intensifikasi. Nilai tambah dalam pengolahan tebu menjadi gula ini merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai tambah yang diperoleh merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai bahan baku dan input lain yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang dihasilkan dapat memberikan keuntungan yang besar apabila pengolahan yang diberikan dilakukan dengan baik dan menghasilkan suatu produk jadi yang berkualitas baik. Pengolahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang semakin canggih dan modern, serta adanya manajemen dan pemasaran yang baik. Gula merupakan hasil produk utama yang dihasilkan oleh Pabrik Gula Sei Semayang. Pabrik gula ini telah membantu pemerintah dalam menghasilkan gula

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat banyak. Dalam hal ini, harga gula harus dapat dicapai oleh semua orang dan berharap masih memberikan keuntungan bagi pabrik gula itu sendiri. Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut : Tebu Proses Pengolahan Produk Akhir ( Gula ) Nilai Tambah Keterangan : : Menyatakan hubungan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : 1) Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula cukup tinggi.