BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak. Masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Siswa sebagai remaja perlu dipersiapkan untuk menjadi orang dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Fitriati Endah Aryaning F

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB V HASIL PENELITIAN. Berdasarkan data valid kepercayaan diri remaja dan prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. gambaran pengalaman psikososial remaja yang tinggal di panti asuhan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan

PERAN ORANG TUA DAN PENGASUH DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA BERPRESTASI DI PANTI ASUHAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dialami pada waktu tertentu oleh tiap individu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB V HASIL PENELITIAN

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri memegang peranan yang sangat penting dalam meraih kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang terdapat di dalam dirinya. Menurut Desmita (2002), rasa percaya diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima keyakinan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Rasa takut menerima kegagalan, berhadapan atau berdampingan dengan orang hebat yang memiliki keunggulan-keunggulan, sering membuat orang merasa rendah, kalah dan minder. Anak asuh kerap menganggap diri sendiri sebagai anak dengan label anak-anak yang perlu dikasihani. Artinya, label yang muncul secara internal dan juga didukung oleh pandangan lingkungan sosialnya menjadikan anak asuh harus tarik ulur dalam menilai dirinya sendiri. Kadang yang menjadi pertanyaan, bagaimana sebenarnya anak asuh tersebut memandang dirinya sendiri? Lantas apa usaha yang dilakukan untuk mengurangi stres dan tekanan perasaan? Apakah hal tersebut akan berpengaruh terhadap interaksi sosialnya? Lalu apabila keadaan yang individu tersebut inginkan tidak seperti kenyataan yang ada, apa yang akan dilakukanya? 1

2 Menurut Hurlock (2000) terdapat dampak negatif panti asuhan terhadap pola perkembangan kepribadian anak asuhnya, dimana anak tidak dapat menemukan lingkungan pengganti keluarga yang benar-benar dapat menggantikan fungsi keluarga yaitu: terbentuknya kepribadian anak yang inferior, pasif apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan, sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. disamping itu anak menunjukan perilaku yang negatif, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan, dan lebih egosentrisme. Penelitian yang cukup komprehensif mengenai anak panti asuhan dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga kesehateraan sosial anak (Jufri, 2009) Penelitian tahun 2006 dan 2007 dengan dukungan dari UNICEF dilakukan di enam provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku; termasuk satu panti percontohan milik Kemensos di Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan gambaran yang komprehensif tentang kualitas pengasuhan di Panti SosialAsuhan Anak (PSAA) di Indonesia; menunjukkan bukti dan analisis yang diperlukan untuk mendukung kebijakan dan standar yang tepat dan efektif untuk anak-anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif, serta menyediakan pengetahuan dan kapasitas bagi mitra-mitra utama untuk melakukan asesmen dan membangun basis untuk mengembangkan sistem pengaturan PSAA. Beberapa temuan inti dari penelitian tersebut adalah: a. Panti Sosial Asuhan Anak lebih berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan akses pendidikan kepada anak daripada sebagai lembaga alternatif terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat diasuh oleh orangtua atau keluarganya.

3 b. Anak-anak yang tinggal di panti umumnya (90%) masih memiliki kedua orang tua dan dikirim ke panti dengan alasan utama untuk melanjutkan pendidikan. c. Berdasarkan tujuan panti ke arah pendidikan, anak-anak harus tinggal lama di panti sampai lulus SLTA dan harus mengikuti pembinaan daripada pengasuhan yang seharusnya mereka terima. d. Pengurus panti tidak memiliki pengetahuan memadai tentang situasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti, dan pengasuhan yang idealnya diterima anak. Selanjutnya penelitian Jufri (2009) pada 60 anak dari enam panti di Kalimantan Barat dan Maluku menyatakan sisi kehidupan yang dianggap menyenangkan diantaranya adalah banyak teman sedangkan yang menyedihkan umumnya adalah karena terpisah jauh dari keluarga, makanan yang buruk, keharusan bekerja di panti dan aturan yang ketat. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kehidupan mereka di sekolah. Selain menjadi impian semua anak yang terlibat dalam penelitian, sekolah juga menghadapkan mereka pada kekhawatiran tentang masa depan. Umumnya anak-anak mencemaskan kondisi setelah mereka menyelesaikan SLTA. Keterbatasan dukungan pada saat mereka berada di panti, ketidakdekatan dengan keluarga dan kehilangan teman di lingkungan rumah serta panti saat harus keluar panti, membuat anak-anak bingung dan cemas. Kepercayaan diri menjadi salah satu permasalahan yang dialami anak panti asuhan. Berdasarkan hasil survey awal melalui pengisian skala kepercayaan diri pada 50 anak Panti Asuhan Nurul Huda Gowongan Kartasura pada 14 Desember 2011 diketahui ada 1 orang (2%) memiliki kepercayaan diri sangat rendah, 9 orang (18%) memiliki kepercayaan diri rendah, 19 orang (38%) memiliki kepercayaan diri sedang dan 21 orang (42%) memiliki kepercayaan diri tinggi. Hasil survey tersebut menunjukkan masih

4 cukup banyak anak panti yang memiliki kepercayaan diri rendah. Informasi dari salah satu pengasuh panti juga mengeluhkan beberapa anak asuhnya yang kerap melanggar peraturan panti, terlibat konflik dengan penghuni lain, misalnya menutup diri dari lingkungan sosial & sulit menyesuaikan diri, minder dan kurang percaya diri. Rendahnya kepercayaan diri pada anak panti asuhan dapat disebabkan beberapa faktor. Menurut Anthony (2002) kepercayaan diri remaja dapat dipengaruhi oleh; konsep diri, keadaan fisik, pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalaman hidup. Kepercayaan diri dapat ditentukan pula oleh pengalaman-pengalaman yang dialami sejak kecil. Menurut Lauster (2001) kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Pengalaman yang mengecewakan paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri, lebih-lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang penghargaan. Berkaitan dengan kondisi anak panti, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hartini (2001) pada beberapa panti asuhan, dengan menggunakan alat test 16 PF terungkap beberapa kondisi psikologis anak panti sebagai berikut: terdapat 76% pada faktor A, individu cenderung bersikap kaku, dingin, keras kepala, suka bersitegang, dan menjauhkan diri dari orang lain, ia tampak kaku berhubungan dengan orang lain. 77% pada faktor B, individu cenderung lambat dalam mempelajari hal-hal baru. 56% pada faktor L, individu cenderung punya sifat curiga, tidak percaya dan sangsi terhadap halhal yang ada diluar pikirannya. Seringkali ia terlibat dengan egonya sendiri, ia sama sekali kurang menaruh perhatian pada orang lain. 57% pada faktor Q2, individu memiliki temperamen independent, orang yang biasa memiliki cara-cara sendiri dan mengandalkan kekuatan sendiri. 52% pada faktor Q3, individu cenderung menunjukkan kesulitannya

5 dalam penyesuaian sosialnya. 56% pada faktor G pada wanita, individu cenderung lebih mudah dipengaruhi orang lain. Ia cenderung ragu-ragu dalam menetapkan tujuan hidupnya sendiri. Weinberg dan Gould (Zauderer, 2008) menyatakan salah satu sumber yang dapat meningkatkan kepercayaan diri pada seseorang adalah persepsi diri. Persepsi akan diri sendiri lah yang menyebabkan rasa percaya diri itu muncul atau bahkan hilang. Jika seorang terlanjur mempunyai persepsi yang tidak baik terhadap dirinya, maka rasa percaya diri juga akan berangsur-angsur menghilang. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mempunyai persepsi yang positif terhadap dirinya. Ditambahkan oleh Vallet (1995) munculnya kepercayaan diri yaitu apabila individu dapat belajar memahami dan mengenali diri sendiri dengan mencatat sebanyak mungkin aspek positif yang dimiliki serta menerima diri sendiri secara apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan. Penelitian tentang konsep diri antara lain telah dilakukan Partosuwido (Nashori dan Palupi, 2009), yang menemukan korelasi signifikan antara konsep diri, pusat kendali, dan penyesuaian diri. Penelitian konsep diri pada remaja juga pernah dilakukan oleh Andayani dan Afiatin (1997), hasilnya menunjukkan terdapat hubungan positif antara konsep diri, harga diri, serta kepercayaan diri remaja Pelatihan konsep diri menjadi intervensi untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja panti asuhan, karena melalui pelatihan konsep diri diberikan berbagai macam pengetahuan dan pengalaman yang terkait erat dengan usaha memaksimalkan potensi diri secara positif khususnya dalam berhubungan dengan lingkungan sosial dan keharmonisan diri pribadi. Dari pelatihan remaja diharapkan mampu berinteraksi dan

6 berkomunikasi secara langsung dengan orang lain, mampu mengenali kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Secara psikologis hal ini dapat dilihat dari bagaimana individu tersebut memandang konsep dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan diri tentang diri sendiri, dengan demikian, anak asuh akan mempunyai gambaran mengenai dirinya secara positif sehingga dapat bergaul secara baik dengan lingkungan. Uraian di atas melatarbelakangi penulis tertarik untuk membuat model pelatihan berbasis konsep diri dengan nama pelatihan kori. Pelatihan kori merupakan merupakan kependekan dari konsep diri. Pelatihan ini disusun berdasarkan teori Calhoun dan Acocella (2006) menggunakan aspek: a) pengetahuan tentang diri, dengan indikator: mengenal diri sendiri, menunjukkan setiap orang punya karakter berbeda, menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain; b) Pengharapan mengenai diri dengan indikator : individu mengetahui cara meningkatkan pengenalan dan pemahaman tentang diri sendiri; dan c) Penilaian tentang diri sendiri, dengan indikator individu yakin bahwa masalah dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik serta mencegah individu berputus asa. Dengan dengan demikian diharapkan adanya perubahan positif pada sikap dan perilaku berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri pada anak-anak panti asuhan dengan indikator yakin dengan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis. B. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang di atas maka pelatihan konsep diri sangat penting bagi para penghuni panti asuhan agar terbentuk konsep diri yang positif dan mendukung kepercayaan diri. Merujuk pada dasar berpikir di atas maka rumusan masalah pada

7 penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh pelatihan kori terhadap kepercayaan diri pada remaja panti asuhan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan kori terhadap kepercayaan diri pada remaja panti asuhan. D. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi dan data-data empiris bagi kepentingan akademis khususnya mengenai pengaruh pelatihan kori terhadap kepercayaan diri pada remaja panti asuhan. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: a. Bagi anak-anak atau remaja panti asuhan. Penelitian ini memberikan gambaran informasi bagaimana kondisi kepercayaan diri para penghuni panti secara umum, dan secara khusus bagai peserta, pelatihan ini diharapkan program pelatihan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri melalui pelatihan kori. b. Bagi pengasuh panti asuhan, khususnya di Panti Asuhan Nurul Huda Gowongan Kartasura penelitian ini diharapkan menjadi salah satu usaha untuk mengurai dan menyelesaikan permasalahan kepercayaan diri yang dialami para penghuni panti. Penelitian ini juga sebagai wacana pemikiran bagi pengasuh untuk mengatasi permasalahan kepercayaan diri salah satunya dengan meggdakan pelatihan konsep diri. c. Bagi peneliti selanjutnya. Sebagai bahan pemikiran dan pengembangan pada penelitian yang sejenis, khususnya mengenai pelatihan kori dan kepercayaan diri.

8 E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai konsep diri dan kepercayaan diri pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain yang relevan dengan tema ini antara lain dilakukan oleh Wima dkk (2005) menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial. Mendukung hasil penelitian tersebut Murmanto (2007) mengemukakan pemahaman konsep diri positif pada siswa perlu dilaksanakan oleh orang tua maupun guru dengan penuh tanggungjawab sehingga individu dapat meraih masa depan yang lebih baik. Guna mencapai konsep diri yang positif, belajar dinamik serta pembelajaran partisipatif adalah metode dan teknik yang sesuai diterapkan di sekolah, karena siswa ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran sejak awal perencanaan, strategi pelaksanaan hingga evaluasi pembelajaran. Nurtini (2000) dari hasil penelitian dengan alat test psikologi 16 PF yang dikenakan kepada 97 anak-anak panti yang tersebar di empat panti asuhan di Surabaya, menunjukkan deskripsi bahwa anak-anak panti asuhan sangat kaku dalam berhubungan sosial dengan orang lain dan sebagian besar dari individu mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonalnya, cenderung punya sifat curiga, tidak percaya, dan sangsi terhadap hal-hal yang ada di luar pikirannya, seringkali terlibat dengan egonya sendiri, memiliki pandangan-pandangan sendiri, dan kurang menaruh perhatian pada orang lain. Apollo (2005) melakukan penelitian dengan judul hubungan antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan karakteristik yaitu berusia 16-17 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan prestasi belajar siswa.

9 Knightley dan Whitelock (2006) pada penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pengembangan konsep diri dan harga diri pada orang dewasa terkait dengan proses pembelajaran secara integral. Andriani (2005) pada penelitian tentang minat profesi pendeta dan konsep diri dengan prestasi akademik. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsep diri berkorelasi positif terhadap prestasi akademik. Oktaviana (2005) pada penelitiannya menyatakan adanya hubungan yang sangat signifikan antara penerimaan diri terhadap ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri SLTPN 10 Yogyakarta, sebagaimana dinyatakan oleh penelitian ini, dapat diuraikan sebagai berikut. Remaja dalam perkembangannya seringkali prihatin selama bertahun-tahun di awal masa remaja. Hal ini disebabkan oleh kesadaran akan adanya reaksi sosial terhadap adanya perubahan tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku, sebagai akibat perkembangan seksual sekunder yang dialami remaja putri. Keprihatinan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam penerimaan diri remaja.