BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit diabetes melitus (DM). DM merupakan penyakit metabolik kronis yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. al.(2008) merujuk pada ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. dibutuhkan atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. setelah India, Cina dan Amerika Serikat (PERKENI, 2011). Menurut estimasi

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh ENY SULISTYOWATI J

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta dan diprediksikan meningkat hingga 1,5 miliar pada tahun Lebih dari

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus.

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu


BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENDAMPINGAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN SELF-CARE PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN RESIDENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB I PENDAHULUAN.

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang masih dialami Indonesia saat ini adalah penyakit diabetes melitus (DM). DM merupakan penyakit metabolik kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan atau karena penggunaan yang tidak efektif dari insulin atau keduanya, ditandai dengan tingginya kadargula dalam darah atau hiperglikemi (Soewondo, 2006). Poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan gula darah sewaktu 200 mg/dl dan gula darah puasa 126mg/dL merupakan gejala klasik yang dialami pasien dengan diagnosa diabetes melitus (PERKENI, 2011). American Diabetes Association (ADA) (dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2012) mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1 (akibat defisiensi insulin), diabetes melitus tipe 2 (akibat resistensi jaringan terhadap insulin), diabetes melitus gestastional (diabetes yang dialami wanita pada saat kehamilan) dan diabetes melitus tipe lain. Jumlah penderita DM tipe 1 hanya sekitar 5-10%, penderita terbanyak adalah DM tipe 2 mencapai 90-95% dari total kasus (ADA, 2012). Angka kematian DM tipe terus-menerus meningkat sebanyak 36,4 % selama 7 tahun, dari 1,1 juta pasien yang meninggal dunia 2005, meningkat menjadi 1.5 juta pasien meninggal dunia pada tahun 2012 (WHO, 2006; WHO, 2014). Dilaporkan bahwa lebih dari 80 % kematian diabetes terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO memproyeksikan bahwa diabetes akan menjadi 7 penyebab utama kematian pada 1

2 tahun 2030. Pada tahun 2025 diperkirakan sebanyak 15% hingga 20% penduduk di Asia Tenggara akan menderita Toleransi Gula Terganggu (TGT) atau diabetes melitus (WHO, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang bagian Asia Tenggara, laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013) prevalensi penderita DM pada tahun 2007 sebesar 1,1% dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 2,1%. Provinsi D.I Yogyakarta, D.K.I Jakarta, dan Sulawesi Utara masuk dalam tiga besar prevalensi DM tertinggi dengan nilai prevalensi 2,6% untuk DIY, yang kemudian diikuti oleh D.K.I Jakarta dengan nilai prevalensi 2,5% dan Sulawesi Utara 2,4% (Riskesdas, 2013). Diabetes melitus juga termasuk 10 besar penyakit pada Puskesmas di Provinsi DIY Januari sampai dengan Desember 2011 (Dinas Kesehatan DIY, 2012). Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Kabupaten Sleman tercatat 18.210 kasus di tahun 2010, menurun pada tahun 2012 yaitu sebanyak 18.131 kasus yang kemudian meningkat menjadi 23.806 kasus di tahun 2013 (Profil Kesehatan Dinkes Sleman, 2014). Puskesmas Depok III merupakan salah satu puskesmas dengan penemuan kasus terbanyak, tahun 2012 ditemukan sebanyak 537 kasus, tahun 2013 sebanyak 921 kasus pada tahun 2014 pasien DM tipe 2 masih mengalami peningkatan menjadi 1.224 kasus tercatat (Putri, 2014). Dari hasil studi pendahuluan didapatkan data jumlah pasien DM Tipe 2 rawat jalan yang tercatat melakukan kontrol ke puskesmas di tahun 2015 selama bulan April hingga September berjumlah 841 kunjungan dan sekitar 140 kunjungan setiap bulannya dengan kasus baru 2-4 pada

3 pasien perempuan dan 2-7 pada pasien laki-laki. Sedangkan, jumlah pasien yang tercatat di Puskesmas Depok 3 Sleman sebanyak 185 pasien. DM dikenal sebagai lifelong disease atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan selama rentang hidup penderitanya. Maka dari itu diperlukan perawatan/pengelolaan yang holistik, karena apabila tidak ditangani secara tepat dapat menimbulkan dampak yang luas bagi pasien dan keluarga. Salah satu dampaknya, potensi resiko komplikasi meningkat dan dapat mengakibatkan kematian (Sutandi, 2012). Pengelolaan DM dapat dilakukan dengan cara penatalaksanaan kadar glukosa darah, pemberian insulin, dan/atau agens hipoglikemik oral, penatalaksanaan diet, kontrol berat badan, dan pengaturan aktivitas dimana hal ini telah menjadi fokus pengobatan pada sekitar 16 juta jiwa penderita diabetes di Amerika Serikat (Marelli, 2007). Penatalaksanaan DM ini sejalan dengan self-care yang diperlukan untuk menormalkan kadar glukosa darah dan menurunkan nilai mortalitas dan morbiditas DM tipe 2 (Diabetes Control and Complication Trial Research Group, 1993). Pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam melakukan self care merupakan salah satu faktor pendukung untuk mengontrol komplikasi DM tipe 2. Self care menunjukkan perilaku mandiri individu, bersifat universal dan terbatas pada diri sendiri (Weiler & Janice, 2007). Menurut Yin Xu (2008), seorang yang mampu melakukan self care diabetes dengan baik dan teratur, akan memberikan dampak positif pada kualitas hidup pasien diabetes karena meliputi tindakan kontrol terhadap kadar gula darah dan pencegahan

4 terhadap risiko komplikasi (Xuet al, 2008). Pasien memiliki tanggung jawab terhadap perawatan dirinya sendiri, namun pasien seringkali tidak diajarkan keterampilan perawatan diri yang diperlukan untuk pengelolaan di rumah dan komunitas (Wallace et al,. 2009). Menurut Masayo Ogawa (2011) pasien diabetes tipe 2 di Jepang memiliki kemampuan perawatan diri yang sangat baik, bahkan pasien diabetes yang menderita schizophrenia tidak memiliki perbedaan kebiasaan merawat diri yang signifikan dengan pasien diabetes yang normal (Ogawa et al., 2011). Sedangkan tingkat perawatan diri dan kepatuhan pengobatan pasien diabetes tipe 2 di Saudi Arabia masih tergolong rendah (ALAboudi et al., 2012). Perawatan diri adalah masalah multifaset didefinisikan dalam berbagai cara dan telah dianalisis dalam kaitannya dengan sejumlah faktor. Banyak faktor eksternal dan internal mempengaruhi perawatan diri (Räsänen et al., 2014). Menurut Chung- Mei (2007), faktor internal yang tergolong faktor predisposisi (mempengaruhi) ketaatan perawatan diri yaitu demografi (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan), pengetahuan tentang patologi diabetes, efikasi diri, dan psikologi. Dari semua faktor internal tersebut efikasi diri merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi ketaatan perilaku perawatan diri. Faktor eksternal terbagi menjadi dua yaitu faktor yang memperkuat (dukungan keluarga dan pengobatan), dan faktor pendukung (edukasi pasien, lingkungan, kontrol glikemik, serta kualitas hidup) (Chung-Mei, 2007). Self - care merupakan hal penting dalam kehidupan pasien yang mengalami penyakit seumur hidup seperti DM, namun hal ini sering dilupakan oleh perawat.

5 Fokus penatalaksanaan diabetes merupakan komponen perawatan diri diabetes yang telah terangkum dalam kuesioner the Summary of Diabetes Self Care Activities (SDSCA) yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui gambaran perawatan diri pasien diabetes melitus tipe 2. Dari hasil wawancara dalam studi pendahuluan dengan petugas kesehatan di Poli Umum Puskesmas Depok 3 Sleman, diketahui belum ada program khusus untuk pasien DM yang rawat jalan. Pasien melakukan kontrol sebulan sekali namun jadwal pengambilan obat dilakukan setiap 15 hari sekali dan jadwal tiap pasien berbeda. Edukasi tentang perawatan diri diberikan hanya setiap kasus baru diketahui dan pada pasien yang sudah bertahun-tahun menderita diabetes selalu diberikan edukasi tiap kunjungan, jika gula darah meningkat barulah pasien di rujuk ke bagian gizi. Dari evaluasi sampai saat ini ada beberapa pasien yang kualitas hidupnya masih tergolong baik, akan tetapi masih banyak pasien yang tidak taat dalam pola hidup dan perawatan dirinya sehingga banyak kualitas hidup pasien DM yang tidak terkontrol atau memburuk. Self care yang teratur bagi penderita DM sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas hidup serta mencegah atau mengurangi komplikasi. Kasus DM Tipe 2 terbanyak di Yogyakarta salah satunya ditemukan di Puskesmas Depok 3 Sleman Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran diabetes self care activities pada pasien penderita DM tipe 2 di Puskesmas Depok 3 Sleman, Yogyakarta.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini Bagaimana gambaran diabetes self-care activities pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum : Mengetahui gambaran diabetes self-care activities pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui gambaran diet atau pola makanpada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta b. Mengetahui gambaran aktivitas fisikpada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta c. Mengetahui gambaran penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulinpada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta d. Mengetahui gambaran pemeriksaan gula darahpada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta e. Mengetahui gambaran perawatan kakipada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta

f. Mengetahui gambaran perilaku merokok pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bagi perkembangan pendidikan keperawatan terkait dengan pengelolaan pasien DM di wilayah kerja Puskesmas 3 Depok Sleman, Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan peneliti tentang gambaran diabetes self-care activities pada pasien penderita diabetes melitus tipe 2 b. Bagi Pasien Memberikan informasi tentang gambaran diabetes self-care activities pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Depok 3 Sleman, Yogyakarta c. Bagi Puskesmas Menambah pengetahuan tentang gambaran diabetes self-care activities pasien yang diharapkan menjadi data tambahan untuk mengembangkan pola perawatan diri pasien diabetes melitus tipe 2 serta monitoringnya dalam aktivitas sehari-hari d. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan tentang gambaran diabetes self-care activities pasien diabetes melitus tipe 2 dalam aktivitas sehari-harinya.

8 e. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang serupa ditemukan oleh peneliti, yaitu: 1. Penelitian tentang Pengaruh Diabetes Self Management Education Dalam Dischage Planning Terhadap Self Care Behaviour pasien diabetes melitus tipe 2 oleh Rondhianto tahun 2012. Rancangan penelitian menggunakan quasi experiment dengan non randomized control group pretest posttest design. Kelompok perlakuan diberikan penerapan DSME dalam discharge planning. Kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan (mendapatkan discharge planning sesuai yang dilakukan di ruangan). Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan self care behavior yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan p value 0,000. Penelitian ini juga menjadi salah satu pertimbangan rumah sakit dalam menyusun discharge planning dengan menggunakan konsep DSME. 2. Penelitian Raisa Faida Kafil tahun 2011 yang berjudul Gambaran Dukungan Keluarga dan Perilaku Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus Dalam Pengelolaan Kadar Glukosa Darah Di Klinik Dokter Keluarga Korpagama Sleman. Penelitian deskriptif eksploratif kualitatif ini mengambil data dari 6 responden dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) dengan pedoman

9 interview tidak terstruktur dan pertanyaan open-ended. Analisis data dilakukan dengan metode Colaizzi. Hasil penelitian ini menunjukkan dukungan informasional, instrumental, emosional, dan penghargaan merupakan gambaran dukungan keluarga pada pasien DM. Sedangkan, gambaran perawatan diri pasien DM terdiri atas pengelolaan diet, aktivitas, pengobatan, serta pemantauan kadar glukosa darah. 3. Penelitian dengan judul Hubungan Self-Care Dengan Kontrol Glikemik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Klinik Dokter Keluarga oleh Ulfa Nurul Fatimah pada tahun 2014. Penelitian non-eksperimental dengan rancangan crosssectional ini memiliki 30 sample pasien penderita diabetes melitus tipe 2. Teknik purposive samping digunakan untuk menentukan jumlah sample. Penelitian ini menggunakan kuesioner the Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) dan analisis menggunakan chi-square. Hubungan yang signifikan antara penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin dengan gula darah puasa (p=0,020) merupakan hasil penelitian ini. Namun tidak terdapat hasil yang signifikan antara aktivitas fisik dan perawatan kaki dengan gula darah puasa (p >0,05). Item aktivitas fisik, penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin, dan perawatan kaki tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan gula darah 2 jam pp (p > 0,05). 4. Penelitian Yessy Mardianti Sulistria tahun 2013 yang berjudul Tingkat Self-Care Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Penelitian ini menggunakan kuesioner the Summary of Diabetes Self-Care

10 Activities (SDSCA) dan menggunakan teknik kuota sampling. Metode penelitian non-eksperimental ini dengan cara observasi deskriptif. Penelitian pasien self care rawat jalan di Puskesmas Kalirungkut Surabaya ini menunjukkan bahwa pada aktivitas self care mengenai pengaturan pola makan (diet), olahraga dan dalam terapi sudah cukup baik. Sedangkan, pengukuran kadar gula darah dan perawatan kaki masih kurang baik. 5. Chung-Mei Ouyong pada tahun 2007 melakukan penelitian cross-sectional yang berjudul Factors Affecting Diabetes Self-Care among Patients with Diabetes Melitus Type 2 in Taiwan. Tahap pertama meneliti frekuensi perilaku diet untuk mengetahui efek demografi, karakteristik psikologi dan lingkungan. Dari total 185 pasien DM orang Taiwan yang berumur > 40 tahun dan sudah 2 tahun mengalami DM, menggunakan kuesioner buatan peneliti hasilnya 90% pasien diatur pola diet nya oleh caregiver, 85% yang memiliki prilaku diet dengan porsi yang sama hampir setiap waktu, dan hanya 22% yang menerapkan konsep hitung karbohidrat dan pencatatan diet secara rutin. Tahap kedua menggunakan kuesioneer Factors Affecting Diabetes Self-Care (FADSC), Physical Component Summary (PCS), Mental Component Summary (MCS), World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), dan Problem Areas in Diabetes (PAID). Menggunakan teknik analisis logistik regresi dengan instrument Spearman rank, hasilnya ada hubungan signifikan antara FADSC dengan WHOQOL. Tahap ketiga peneliti mengkaji karakteristik latar belakang pasien dengan 5 item aktivitas perawatan diri. Hasilnya 79% pasien melakukan pengobatan, aktivitas fisik, dan mengatur pola

11 diet, tetapi hanya 38% melakukan perawatan kaki, dan hanya 20% yang melakukan cek gula darah secara rutin. Hal ini menunjukkan tidak ada faktor yang secara langsung mempengaruhi ketaatan pasien terhadap semua pilar aktivitas perawatan diri. 6. Penelitian Haejung Lee tahun 2009 yang berjudul Self-Care, Self-Efficacy, Glycemic Control of Koreans with Diabetes Melitus ini menggunakan kuesioneer International Physical Activities Quesioneer (IPAQ), Diabetes Self Care Activities Measure Scale (SDSCA) dan Diabetes Management Self-Efficacy for patient with type 2 Diabetes. Total sampel sebanyak 175 Pasien dari Korea dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Analisis menggunakan SPSS WIN 10.0 dan χ2-test dan t-tests digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasilnya sebanyak 45% pasien yang mendapat perawatan spesialis dari rumah sakit dan 55% mendapat perawatan umum di pusat kesehatan publik. Partisipan yang mendapat perawatan spesialis mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta tingkat perawatan diri, efikasi diri, dan kontrol glikemik yang lebih baik dibanding dengan partisipan yang mendapatkan perawatan secara umum. 7. Penelitian dengan judul Hubungan Self Care Diabetes Dengan Kualitas Hidup Pasien Dm Tipe 2 Di Poliklinik Interna Rumah Sakit Umum Daerah Badung tahun 2014 oleh Inge Ruth S. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif nonekperimental dengan menggunakan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian ini merupakan pasien DM tipe 2 di RSUD Badung yang berusia 33-85 tahun dengan teknik Purposive Sampling didapatkan jumlah 85 pasien. Instrumen

12 penelitian yang digunakan adalah SDSCA untuk mengukur aktivitas perawatan diri dan WHOQOL-BREF untuk mengukur kualitas hidup. Hasilnya dengan menggunakan uji statistik parametris : Product Moment didapatkan hubungan yang signifikan yang kuat antara aktivitas perawatan diri dengan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus tipe 2 (r = 0,601, p value = 0,000). Kontribusi self care diabetes dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat dilihat dari R 2 yaitu 0,361 yang menunjukkan self care mempengaruhi kualitas hidup sebesar 36%.