PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT 7 RESORT SUMBAWA BARAT SOP PELAKSANAAN PENYELIDIKAN

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Bagian Kedua Penyidikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

Jl. Sultan Muhammad Salahudin Panda-Bima,

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) PENYELIDIKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PEMANGGILAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN TUGAS KRING RESERSE KRIMINAL POLRES LOMBOK TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Tentang

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

Transkripsi:

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR Selong, 15 Januari 2015

2 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang a. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri; b. Kepolisian Resor Lombok Timur merupakan salah satu Instansi Pemerintahan di Kabupaten Lombok Timur yang merupakan Kesatuan Negara Republik Indonesia sebagai pengemban dan penanggung jawab dibidang keamanan disegala bidang serta tempat dan tujuan warga masyarakat untuk meminta perlindungan dari berbagai permasalahan kehidupan bermasyarakat; c. Didalam pelaksanaan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat serta penegak hukum, maka Polres Lombok Timur sampai tingkat Pos Polisi memiliki peran yang sangat strategis terutama yang berkaitan dengan pemeliharaan kamtibmas maupun kerawanan penanggulangan kejahatan yang ada di wilayah Lombok Timur dalam rangka mendukung terwujudnya tujuan akhir dari Sistem Keamanan yaitu terciptanya rasa aman bagi masyarakat; d. Pada memelihara keamanan ketertiban umum situasi permasalahan di lingkungan masyarakat sangat beragam seperti kejahatan maupun tindak pidana konvensional yang sering terjadi di masyarakat sehingga diperlukan suatu terobosan-terobosan yang kreatif sehingga dapat meminimalisir serta sehingga perlu dipersiapkan sistem pengungkapan kasus di kepolisian yang humanis,tegas dan profesional serta tidak melanggar hak asasi manusia khususnya

3 dalam pengungkapan kasus yang ada di wilayah Polres Lombok Timur; e. Guna melindungi harkat dan martabat manusia serta mempertahankan kewibawaan kepolisian sebagai penegakan hukum maupun pengungkapan kasus yang terpadu maka Kepolisian Resor Lombok Timur khususnya fungsi Satuan Reserse Kriminal perlu mengeluarkan prosedur tetap yang mengatur tentang sistem pengungkapan kasus tindak pidana dan kejahatan konvensional dimana dalam hal ini fungsi Satuan Reserse Kriminal bekerja sama dengan fungsi Satuan Sabhara (Team Elite) untuk melakukan tindakan represif sebagai bentuk penegakan hokum yang ada di wilayah Polres Lombok Timur. 2. Dasar a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; c. Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana; d. Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian; e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 12 tahun 2009, tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri 3. Maksud dan tujuan a. Maksud Standar Operasional Prosedur ini sebagai pedoman bagi setiap anggota Polri khususnya anggota Satuan Reskrim dan Team Elite Sabhara yang ada di Polres Lombok Timur dalam rangka melaksanakan tugas di bidang represif di wilayah hukum Polres Lombok Timur sehingga terciptanya keamanan dan ketertiban umum.

4 b. Tujuan Tercapainya kesamaan langkah dan cara bertindak setiap anggota Polri khususnya anggota Satuan Reskrim dan Team Elite Sabhara dalam rangka melaksanakan tugas di bidang represif di wilayah hukum Polres Lombok Timur dari gangguan keamanan ketertiban umum guna menciptakan rasa aman, nyaman dan tertib. 4. Rangkaian Kegiatan SOP TAHAP PENYELIDIKAN a. SOP Pelaksanaan Penyelidikan PERSIAPAN 1) Kegiatan penyelidikan dapat dilaksanakan antara lain: a) Pengamatan. b) Wawancara. c) Pembuntutan. d) Penyamaran. e) Mengundang / memanggil seseorang secara lisan / tertulis tanpa paksaan / ancaman guna menghimpun keterangan. f) Merekam pembicaraan terbuka / tanpa seijin yang berbicara. g) Tindakan lain menurut keterangan ketentuan perundang undangan. 2) Terhadap perkara yang secara nyata telah cukup bukti pada saat Laporan Polisi dibuat, dapat dilakukan sidik secara Iangsung tanpa melalui penyelidikan (Dalam hal perkara tertangkap tangan). 3) Kegiatan penyelidikan dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan penyidikan. 4) Penyidik membuat rencana kegiatan penyelidikan dan kebutuhari anggaran penyelidikan sesuai dengan hasil Gelar Perkara.

5 5) Penyidik membuat admmstrasi penyelidikan yang memuat: a) Surat Perintah Tugas b) Surat Perintah Penyelidikan c) Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan yang memuat: Nama Tim Penyidik, Nomor Telepon (HP), dan alamat e- mail. 6) Penyelidikan dilaksanakan dalam waktu: a) Perkara Ringan dan Sedang, dalam waktu maksimal 14 (empat belas) hari. b) Perkara Sulit dan Sangat Sulit, dalam waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari. 7) Pemanggilan dalam rangka penyelidikan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara : secara lisan (langsung atau melalui telpon) atau secara tertulis. 8) Pemanggilan secara lisan harus memperhatikan: a) Disampaikan secara sopan b) Tidak boleh memaksakan kesediaan pihak yang di panggil c) Penentuan waktu dan tempat data m pelaksanaan pemanggilan, serta pemberian keterangan berdasarkan kesepakatan antara petugas dengan pihak yang dipanggil. d) Tidak boleh ada paksaan atau ancaman kepada pihak yang di panggil, sebelum melakukan pemanggilan secara lisan harus meminta ijin kepada atasan penyelidik / penyidik. 9) Pemanggilan secara tertulis dilakukan melalui surat undangan dengan memperhatikan: a) Data m bentuk surat biasa. b) Mencantumkan nama dan alamat pihak yang diundang. c) Penjelasan singkat perkara yang sedang diselidiki. d) Maksud dan tujuan undangan e) Mencantumkan nama dan alamat yang mengundang.

6 f) Pencantuman tempat dan waktu pelaksanaan pemanggilan dan atau tempat pemeriksaan. g) Pernyataan bahwa apabila pihak yang dipanggil tidak bisa hadir pada waktu tempat yang direncanakan, dapat menentukan alternatif tempat dan waktu pelaksanaannya. h) Pernyataan bahwa pelaksanaan pemeriksaan tergantung kepada kesediaan pihak yang diundang tanpa disertai catatan sanksi apabita pihak yang diundang tidak bias hadir atau diperiksa. 10) Dalam melaksanakan penyelidikan, penyidik / penyelidik dilarang: a) Dilaksanakan tanpa alasan yang syah. b) Melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan. c) Menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan diluar proses hukum atau secara sewenang-wenang untuk mendapatkan informasi atau keterangan. d) Memberitakan atau memberitahukan rahasia penyelidikan kepada orang yang tidak berhak. e) Melakukan penyelidikan untuk kepentingan pribadi secara melawan hukum. f) Melaksanakan penyelidikan di luar wilayah hukum penugasannya, kecuali atas seijin atasan yang berwenang dan dilengkapi dengan surat perintah penyelidikan dan surat ijin jalan keluar wilayah hukum yang diberikan oleh atasan atau pejabat yang berwenang atau atas seijin pejabat di wilayah hukum dimana dilakukan penyelidikan. 11) Penyidik/Penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, bertanggung jawab kepada Atasan Penyidik dan diawasi oleh Perwira Pengawas Penyidik. 12) Apabila waktu yang telah ditentukan sudah terlampaui, namun penyidik/penyelidik belum dapat menentukan adanya peristiwa pidana dan belum mendapatkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, maka penyidik / penyelidik dapat meminta perpanjangan waktu kepada Perwira Pengawas Penyidik.

7 13) Terhadap kegiatan penyelidikan diluar wilayah hukum, harus dilengkapi dengan Surat Perintah Penyelidikan dan Surat Ijin Jalan dan Atasan Penyidik. b. SOP Laporan Hasil Penyelidikan 1) Penyidik dapat melakukan penyelidikan guna memastikan bahwa Laporan Polisi yang diterima dan ditangani oleh penyelidik / penyidik merupakan tindak pidana yang disarankan untuk diteruskan dengan tindakan penyidikan melalui mekanisme Gelar Perkara 2) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) sekurang-kurangnya berisi laporan tentang waktu, tempat, kegiatan, hasil penyelidikan, hambatan, pendapat dan Saran, kemudian ditandatangani oleh ketua tim penyelidik. 3). LHP atas dasar Laporan Polisi dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan: a) Tindakan penghentian penyelidikan dalam hal tidak ditemukan informasi atau bukti bahwa perkara yang diselidiki bukan merupakan tindak pidana. b) Tindakan penyelidikan tanjutan dalam hal masih diperlukan informasi atau keterangan untuk menentukan bahwa perkara yang diselidiki merupakan tindak pidana. c) Peningkatan kegiatan menjadi penyidikan dalam hal hasil penyelidikan telah menemukan informasi atau keterangan yang cukup untuk menentukan bahwa perkara yang diselidiki merupakan tindak pidana. 4) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) dilaporkan kepada atasan penyidik paling lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya masa penyelidikan. 5) Penyidik dalam melakukan giat lidik atas Laporan Polisi yang diterima harus melakukan mekanisme tahapan kegiatan penelitian, penyelidikan dan lidik yang statusnya bisa ditingkatkan menjadi sidik setelah melakukan gelar perkara. 6) Penyidik dapat melakukan penyidikan atas Laporan Polisi yang ditangani harus didukung dengan adanya keterangan keterangan dan para saksi

8 yang dilakukan riksa dan disertal bukti pendukung yang ada hubungannya dengan perkara tersebut 7) Dan penjalanan proses penyidikan, penyidik harus memberitahukan hasil perkembangan penyidikan yang dilakukan penyidik (SP2HP Format A3) kepada pelapor sehingga pelapor mengetahui perkembangan perkara yang dilaporkan oteh pelapor. c. SOP penerbitan SP2HP Hasil Penyelidikan 1) Hasil penyelidikan diinformasikan kepada pelapor melalui SP2HP dengan ketentuan waktu: a) SP2HP perkara ringan / sedang selambat lambatnya : 14 hari; b) SP2HP perkara sulit / sangat sulit selambat-lambatnya: 30 hari. 2) SP2HP hasil penyelidikan berisi tentang: a) Format SP2HP Al, berisi pemberitahuan kepada pelapor terkait tentang waktu penyelidikan yang dibutuhkan penyelidik. b) Format SP2HP A2, berisi pemberitahuan kepada pelapor bahwa perkara tidak dapat ditingkatkan menjadi penyidikan. 3) Penyidik mengirimkan kepada pelapor dan membuatkan bukti penerimaan SP2HP Hasil Penyelidikan dan pelapor. 4) Hasil Penyelidikan didatakan melalui e-spp / SPPKP yang diisi oleh penyidik/penyelidik.

9 PELAKSANAAN SOP Penangkapan 1) Penyidik dapat melakukan penangkapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ditentukan oleh sekurang - kurangnya adanya Laporan polisi ditambah 1 (satu) barang bukti atau 1 (satu) alat bukti, sebagai berikut: a) Saksi b) AhIi c) Surat d) Petunjuk 2) Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan: a) Tersangka telah dipanggil 2 (dua) kati berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar. b) Tersangka diperkirakan akan melarikan diri. c) Tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya. d) Tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti. e) Tersangka diperkirakan akan mempersulit penyidikan. 3) Penangkapan terhadap 1 (satu) orang tersangka menggunakan surat perintah penangkapan yang identitasnya tercantum didalamnya. 4) Penyidik dapat lakukan penangkapan terhadap seseorang yang terdaftar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan setiap pejabat berwenang untuk buat Sprint Penangkapan. 5) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan adalah Kasat Reskrim. 6) Dalam melaksanakan penangkapan penyidik wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

10 a) Keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan bobot ancaman b) Senantiasa menghargai, menghormati hak-hak tersangka yang di tangkap c) Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka, terhadap tersangka yang di tangkap di perlakukan sebagai orang yang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di Pengadilan d) Penyidik/petugas yang melakukan Penangkapan wajib untuk: (1). Memberi tahu / menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas polri (2). Menunjukkan Sprin Penangkapan kecuali dalam keadaan tertangkap tangan (3). Memberitahukan alasan penangkapan (4). Menjelaskan tindak pidana yang di persangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan (5). Menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberi tahu kepada orang tua atau wali anak yang di tangkap segera setelah penangkapan (6). Senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang di tangkap dan memberi tahu hak-hak tersangka berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum serta hak-hak lainnya sesuai yang di atur dalam KUHAP. (7). Dalam hal orang yang di tangkap tidak memahami I tidak mengerti bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka orang tersebut berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa di pungut biaya. 7) Dalam hal orang asing di tangkap, penangkapan tersebut segera diberi tahukan kepada kedutaan atau misi diplomatik negaranya 8) Dalam hal perempuan yang di tangkap petugas / penyidik wajib memperhatikan perlakuan khusus sebagai berikut:

11 a) Sedapat mungkin di tangkap dan di periksa oleh petugas perempuan atau petugas yang berperspektif gender b) Diperiksa diruang pelayanan khusus c) Perlindungan hak privasi untuk tidak di publikasikan, mendapat perlakuan khusus dipisahkan penempatannya dan ruang tersangka laki-laki d) Penerapan prosedur khusus untuk perlindungan sebagai perempuan 9) Penyidik atau petugas wajib membuat Berita Acara (BA) Penangkapan yang berisi: a) Nama dan identitas yang melakukan penangkapan b) Nama dan identitas yang di tangkap c) Tempat tinggal dan waktu penangkapan d) Alasan penangkapan dan atau pasal yang disangkakan e) Tempat penahanan sementara selama dalam masa penangkapan f ) Menjaga keadaan kesehatan Tersangka yang ditangkap. 10) Penyidik / petugas yang melakukan penangkapan wajib: a) Menyerahkan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka dan mengirimkan tembusan kepada keluarganya. b) Wajib memeriksakan kesehatan terhadap tersangka. c) Terhadap tersangka dalam keadaan luka parah, penyidik wajib memberikan pertolongan kesehalan dan membuat Berita Acara tentang keadaan Tersangka. d) Dalam hal tertangkap tangan penyidik harus segera melaksanakan pemeriksaan paling lama 1 x 24 jam guna menentukan perlu tidaknya dilakukan penàhanan

12 Dalam hal segala tindakan represif yang berkaitan dengan pengungkapan kasus maupun penangkapan Resor Lombok Timur dimana dalam hal ini Team Opsnal Reskrim Polres Lombok Timur dan Team Elite Sat Sabhara Polres Lombok Timur berpedoman teguh pada SOP yang sudah ada, di dalam setiap kegiatannya Team Opsnal Sat Reskrim dibackup dengan Team Elite Sabhara sehingga dapat memperkuat dan memecahkan suatu kasus dengan mudah. 5. Pengawasan Dan Pengendalian 1. Pengawasan dan Pengendalian dilakukan dengan melibatkan fungsi Sat Reskirm dan Sat Sabhara dengan peran pengawas penyidik maupun perwira pengendali didalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP). 2. Sistem pelaporan secara berkala dalam proses penyelidikan dan pengungkapan kasus sebagai indikator keberhasilan kinerja anggota Reskrim dan Sabhara dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. 6. Penutup Pedoman Standard Operation Procedure (SOP) tentang Sistem Pengungkapan Kasus Sat Reskrim Dengan Team Elite Sat Sabhara Polres Lombok Timur ini dibuat guna dipedomani dan dilaksanakan dalam menciptakan situasi yang kondusif aman dan tenteram di Kabupaten Lombok Timur. Selong, 15 Januari 2015 KEPALA KEPOLISIAN RESOR LOMBOK TIMUR HERI PRIHANTO, S.iK AKBP NRP 72050481