BAB II. batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun;

dokumen-dokumen yang mirip
LEGALITAS JUAL BELI TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT : STUDI PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR RINTHUS MANURUNG ABSTRACT

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN LUMBANJULU. Kecamatan Lumbanjulu adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, 2005, Keterpurukan Hukum Di Indonesia (Penyebab Dan Solusinya), Ghalia Indonsia Anggota IKAPI, Makassar.

LAPORAN KINERJA KAB. TOBA SAMOSIR BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIGAOL MARBUN KECAMATAN PALIPI. pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan daerah pemekaran

JENIS PENGADAAN LELANG/SELEKSI E-PURCHASING LANGSUNG (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SAMOSIR DAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMOSIR. 2.1.Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Samosir.

Memastikan Status Tanah Adat dan Hutan Adat di Tanah Batak

RGS Mitra 1 of 14 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN. Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

2.1. DESKRIPSI KECAMATAN BALIGE

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS DI PROVINSI SUMATERA UTARA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENELITIAN Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMOSIR Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Samosir

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 12 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOBA SAMOSIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 15 TAHUN 2000 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOBA SAMOSIR


PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian

P U T U S A N NOMOR : 132/PDT/2012/PT. MDN

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DINAS TATA RUANG DAN PERMUKIMAN TA. 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

P U T U S A N NOMOR: 45/PID.SUS/2012/PT-MDN

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TOBA SAMOSIR TAHUN ANGGARAN 2012

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KABUPATEN SSK. III.1. Aspek Non Teknis

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN LAHAN (BERTAHAP SESUAI PENJUALAN KAVLING)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

P U T U S A N. Nomor : 638/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor : 457/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tgl. Lahir : 54 Tahun / 07 Juli 1958;

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN EMPAT LAWANG DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG BADAN OTORITA PENGELOLA KAWASAN PARIWISATA DANAU TOBA

BUPATI TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR 4 TAHUN 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DESA LABANGKA BARAT DI KECAMATAN BABULU

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR Komplek Perkantoran Simanjalo Desa Sianipar Sihail-hail Balige

Transkripsi:

26 BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB JUAL BELI TANAH PERTANIAN MASIH DILAKSANAKAN BERDASARKAN HUKUM ADAT PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir 51 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai proses, pada akhirnya terwujud menjadi kabupaten baru dengan Undang- undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten DATI II Toba Samosir dan Kabupaten DATI II Mandailing Natal di Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 bertempat di Kantor Gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid atas nama Presiden Republik Indonesia sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon selaku Penjabat Bupati Toba Samosir. Pada saat itu, sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten adalah Drs. Parlindungan Simbolon. Pada awal pembentukannya, kabupaten ini terdiri atas 13 (tiga belas) kecamatan, 5 (lima) kecamatan pembantu, 281 desa dan 19 kelurahan, dengan batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; - Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu; 51 http://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_toba_samosir#sejarah_singkat_kabupaten_toba_ Samosir, diakses pada tanggal 1 Agustus 2013. 26

27 - Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara; - Sebelah Barat : Kabupaten Dairi; Seiring dengan perjalanan pemerintahan jumlah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir ini mengalami perubahan secara bertahap. Pada awal tahun 2002 dibentuk 5 kecamatan baru yakni pendefinitifan 4 (empat) kecamatan pembantu menjadi 4 (empat) kecamatan defenitif dan pembentukan 1 (satu) kecamatan baru. Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ajibata, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kecamatan Uluan, Kecamatan Ronggur Ni Huta dan Pembentukan Kecamatan Borbor yang dimekarkan dari Kecamatan Habinsaran. Kondisi pemekaran kecamatan berlanjut hingga pada akhir tahun 2002, dimana adanya aspirasi masyarakat yang cukup kuat dalam menyuarakan pemekaran Kecamatan Harian menjadi 2 (dua) kecamatan yakni Kecamatan Harian dan Kecamatan Sitiotio sebagai kecamatan pemekaran baru. Kuatnya aspirasi pembentukan kecamatan ini disikapi dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir karena didukung fakta-fakta permasalahan di masyarakat baik kondisi geografis wilayah dan lain sebagainya, hingga akhirnya Pemerintah Kabupaten Toba Samosir menetapkan Keputusan Bupati Toba Samosir tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio mendahului Peraturan Daerah, setelah mendapatkan izin prinsip dari DPRD Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2002. Keputusan Bupati ini dikuatkan dengan penetapan Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio di Kabupaten Toba Samosir. Perkembangan dan pembentukan wilayah tidak sampai disini saja,

28 perubahan-perubahan lain semakin banyak terjadi seperti issu pemekaran kembali Kabupaten Toba Samosir menjadi 2 (dua) kabupaten. Issu ini berkembang seiring dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang pada saat itu. Perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik dimasyarakat menginginkan Kabupaten Toba Samosir dimekarkan kembali menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir (meliputi seluruh kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sebagian pinggiran Danau Toba di Daratan Pulau Sumatera) dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Aspirasi yang berkembang di masyarakat ini tidak menunggu waktu yang begitu lama, hingga pada tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir yang ditetapkan dengan Undangundang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara dan diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004. Sejak peresmian ini, wilayah Kabupaten Toba Samosir berkurang karena seluruh wilayah kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sekitarnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tersebut masuk menjadi Kabupaten Samosir. Sejak tanggal 7 Janurai 2004, Kabupaten Toba Samosir dari 20 kecamatan, 281 desa dan 19 kelurahan mengalami perubahan baik jumlah kecamatan, desa dan kelurahan, jumlah penduduk, luas wilayah, dan batas-batas wilayah secara signifikan

29 yakni menjadi 11 kecamatan 179 desa dan 13 kelurahan. Sedangkan Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan, 102 desa dan 6 kelurahan. Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada Kecamatan Silaen dengan melahirkan Kecamatan Sigumpar sesuai Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004. Banyak alasan yang mempengaruhi terjadinya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, antara lain : kondisi luas wilayah, jarak ke ibukota kabupaten, letak geografis, dikaitkan juga dengan kondisi ketertinggalan dan dorongan keinginan serta tuntutan masyarakat itu sendiri. Ada beberapa hal yang memperlihatkan kuatnya keinginan dan aspirasi masyarakat untuk maju, antara lain terlihat pada masyarakat Kecamatan Borbor dimana permintaan pemekaran diikuti dengan penyerahan lahan lokasi perkantoran dan penyediaan sarana gedung kantor kecamatan baru secara swadaya oleh masyarakat. Kondisi ini dinilai pemerintah sebagai bukti kesungguhan masyarakat yang mendambakan wilayahnya dimekarkan menjadi kecamatan baru. Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melaksanakan pemekaran kecamatan. Dari 11 kecamatan, dimekarkan kecamatan baru yakni Kecamatan Tampahan pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea, dan Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran. Pemekaran ketiga kecamatan baru tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir No. 17 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Nassau, Kecamatan Tampahan.

30 Pada tahun 2008 juga terjadi pemekaran kecamatan karena tingginya aspirasi masyarakat dalam pemerataan pembangunan. Adapun kecamatan yang dimekarkan adalah Kecamatan Parmaksian pemekaran dari Kecamatan Porsea dan Kecamatan Bonatua Lunasi pemekaran dari Kecamatan Lumbanjulu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Pada tahun 2008 juga telah dilakukan pemekaran desa sebanyak 24 (dua puluh empat) desa. Pada tahun 2009 telah ditetapkan pembentukan 28 (dua puluh delapan) desa, sehingga pada saat ini wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan, 13 (tiga belas) kelurahan dan 231 (dua ratus tiga puluh satu) desa. Sehingga batas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir mengalami perubahan menjadi yaitu sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; - Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu; - Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; - Sebelah Barat : Kabupaten Samosir dan Danau Toba. Penduduk asli Kabupaten Toba Samosir adalah suku Batak Toba. Batak Toba merupakan sub suku Bangsa batak. Suku Batak Toba mendiami ke 16 kecamatan di Toba Samosir yaitu Ajibata, Balige, Bor Bor, Habinsaran, Lagu Boti, Lumban Julu,

31 Nassau, Pintu Pohan Meranti, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen, Tampahan, Uluan, Parmaksian dan Bonatua Lunasi. 52 Budaya masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilineal (sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki 53 ). Sistem ini dibangun berdasarkan silsilah atau keturunan marga yang menghubungkan kekerabatan dalam garis laki-laki. Sistem marga mengimplikasikan bahwa setiap kelompok orang yang memiliki asal geonologis yang sama seperti tempat tinggal atau pemukiman yang sama. Marga pada suku bangsa Batak Toba ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. 54 2. Keterangan Singkat Lokasi Penelitian Kecamatan Uluan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir. Uluan dalam bahasa batak disebut pemimpin. 55 Kantor Kecamatan Uluan ini berkedudukan di Sihubak-hubak Desa Lumban Binanga, dengan batas-batas daerah 56 sebelah utara Bonatua Lonasi, sebelah selatan Danau Toba, sebelah barat Danau Toba dan sebelah timur Kecamatan Porsea. Sedangkan jarak Kantor Camat Kecamatan Uluan ke Kantor Bupati di Ibukota Kabupaten Toba Samosir adalah ± 31 Km. 52 Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir, 2010, Buku Putih Sanitasi Kabupaten Toba Samosir, Halaman 118. 53 Eman Suparman, 2011, Hukum Waris Indonesia dalam Perpektif Islam, Adat, dan BW, Refika Aditama, Halaman 41. 54 Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir,Op.Cit,. 55 http://tanobatak.wordpress.com/2009/01/04/siregar-potensi-wisata-yang-terpendam, tulisan Monang Naipospos, dikutip Rabu, 17 Juli 2013. 56 http://tobasamosirkab.bps.go.id/digilib/pub/y13/kcda081/kecamatan Uluan dalam Angka 2013 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, diakses, Rabu, Tanggal 06 Nopember 2013.

32 Dalam asal usulnya tanah di Kecamatan Uluan Toba Samosir adalah tanah berbukit-bukit yang ditumbuhi baik semak belukar maupun pohon-pohon besar. Kemudian tanah tersebut dikuasai dan diusahai dengan cara membuka lahan baik untuk lahan pertanian maupun untuk tempat tinggal, oleh beberapa orang keturunan dari si Raja Batak seperti yang bernama Raja Dolok Saribu, Raja Hasibuan, Raja Manurung, Raja Sitorus, Raja Butar-butar Raja Sirait dan Raja Siregar, Raja Nadapdap. Desa-desa di Kecamatan Uluan yang terdiri dari dusun-dusun yang disebut huta (perkampungan) yang masih tetap dilestarikan seperti Dusun Marom Timur, Huta Lumban Toruan, Sosor Binanga dan lain-lain. Huta berbentuk segi empat dikelilingi oleh bambu atau pohon-pohon besar seperti pohon Hariara (Ara). Di dalam huta ini terdapat 14 (empat belas) rumah (tempat tinggal warga masyarakat) yang saling berhadap-hadapan dengan membentuk barisan 7 (tujuh) sebelah kiri dan 7 (tujuh) sebelah kanan dan ditengahnya halaman digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat seperti upacara perkawinan dan upacara kematian serta digunakan juga sebagai tempat menjemur hasil pertanian seperti padi, kopi, dll. Warga masyarakat Kecamatan Uluan ini masih terus memelihara nilai-nilai kebudayaan suku Batak Toba seperti penggunaan bahasa Batak Toba sebagai komunikasi sehari-hari, pelaksanaan upacara adat Batak Toba seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Dalam sejarah penjajahan Belanda tanah di Uluan merupakan daerah keresidenan bentukan Gubernemen Belanda sekitar 1927-1930 sebagai upaya untuk

33 mempermudah pemerintah Belanda melakukan pengawasan Peradilan Bumi Putra. 57 Saat ini Kecamatan Uluan dipimpin oleh seorang Camat yang diangkat serta diberhentikan oleh Bupati Toba Samosir atas usulan Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir. Pengangkatan Camat Uluan oleh Bupati Toba Samosir atas usulan Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2008 tentang Kecamatan yaitu Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kecamatan Uluan terdiri dari 17 desa. Masing-masing desa dipimpin oleh Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa di Kecamatan Uluan dipilih secara langsung oleh dan dari warga masyarakat secara demokratis melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode. Sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa (selanjutnya disebut Sekdes) dan Perangkat Desa lainnya. Masingmasing Sekdes di Kecamatan Uluan adalah Pegawai Negeri Sipil yang SK pengangkatannya diserahkan oleh Bupati Toba Samosir atas penetapan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Juni 2013. 57 Wawancara dengan Pengetua Adat Desa Marom Pdt.W.J.Sirait, di Desa Marom, Jumat, 21

34 Pemilihan Kepala Desa oleh dan dari warga masyarakat sebagaimana disebut di atas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Uluan ini adalah mayoritas bertani (padi), selaian itu berladang (seperti ubi, jagung, coklat, kemiri, cabe, kopi, jahe, sayur-mayur), beternak (seperti kerbau, babi, ayam, bebek), nelayan, wiraswasta, berdagang, PNS, BUMN, Pensiunan. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk adalah rata-rata SMU atau setingkat dengan itu seperti SMK/STM. Selanjutnya luas wilayah Kecamatan Uluan adalah 109,0 km² sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini. Tabel I : Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2012 (Ha) Nama Desa/Kelurahan Jenis Pengunaan Tanah Jumlah No. Tanah Sawah Tanah Kering Bangunan/ Pekarangan Lainnya 1 2 3 4 5 6 01 Siregar Aek Nalas 20 46 118 16 200 02 Sigaol Barat 25 18 161 146 350 03 Sigaol Timur 30 35 10 275 350 04 Marom 220 185 41 1654 2100 05 Sibuntuon 140 14 26 470 650 06 Dolok Saribu Janji Matogu 30 12 5 303 350 07 Partor Janji Matogu 42 43 18 247 350 08 Parbagasan Janji Matogu 48 18 10 524 600 09 Partoruan Janji Matogu 70 16 12 502 600 10 Parhabinsaran J. Matogu 75 25 13 387 500 11 Luban Binanga 120 18 10 252 400 12 Lumban Holbung 110 5 30 255 400 13 Lumban Nabolon 100 17 30 253 400 14 Dolok Nagodang 120 68 50 362 600 15 Parik 50 22 77 1211 1300 16 Dolok Saribu Lbn Nabolon 60 20 10 260 350 17 Sampuara 50 70 41 1230 1400 Jumlah 1310 632 602 8356 10900 Sumber : Mantri Pertanian Kecamatan Uluan.

35 Kecamatan Uluan terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, maka yang menjadi lokasi penelitian diambil 5 (lima) Desa. 1. Desa Marom Desa Marom adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dengan letak daerah berbatasan dengan : sebelah selatan Desa Sigaol Timur, sebelah utara Desa Sibuntuon, sebelah Barat Danau Toba dan sebelah Danau Toba, Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 6 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Marom adalah tanah yang dikuasai oleh keturunan Raja Mangatur dari Raja Nairasaon yang bernama Raja Sabungan Butar- Butar, Raja Namanjobi Sirait, Raja Parhondor Sirait dan Raja Guguan Sirait. 58 Pengusaan tanah tersebut dengan kesepakatan bersama keempat Raja tersebut di atas. Setelah mendapat tanah bagian masing-masing kemudian membuka perkampungan (huta) sebagai tempat tinggal dan mengusahai lahan tersebut menjadi lahan pertanian serta mengerjakannya secara terus-menerus hingga menjadi hak milik. Hak milik tersebut berlangsung secara turun temurun melalui pewarisan atau hibah. Seiring perkembangan jaman dan keluarnya UUPA status tanah tersebut sekarang disebut dengan tanah hak milik adat. Dilihat pada tabel I di atas, Desa Marom memiliki luas tanah sawah dan tanah kering terluas di Kecamatan Uluan yaitu tanah sawah dengan 220 ha dan tanah kering dengan luas 185 ha. 2013. 58 Wawancara dengan Kepala Desa Marom Wimar Sirait, di Desa Marom, Kamis, 20 Juni

36 2. Desa Sibuntuon Desa Sibunton adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan, dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Marom, sebelah utara Desa Partor Janji Matogu dan Desa Dolok Saribu Janji Matogu, sebelah Desa Parik dan sebelah Timur Danau Toba. Jarak Desa ke Kantor Camat kira-kira 5 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Sibuntuon adalah tanah yang dikuasai oleh keturunan Raja Mangarerak dari Raja Nairasaon bernama Tuan Ria Manurung. 59 Penguasaan tanah tersebut dengan cara membuka lahan pertanian dan mendirikan perkampungan (huta) hingga menjadi hak milik. Kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun melalui pewarisan atau hibah kepada pomparan atau keturunan Tuan Ria Manurung. Status tanah tersebut sekarang ini dikenal dengan tanah hak milik adat. Tanah hak milik adat ini terbagi dua yaitu untuk lahan pertanian disebut tanah hak milik perorangan dan tanah pengunungan yang dikenal dengan nama Tano Dolok Pangantoman disebut hak milik bersama (hak ulayat) milik pomparan (keturunan) Tuan Ria Manurung. Untuk lahan pertanian hak kepemilikan bisa dialihkan atau diperjualbelikan. Sedangkan tanah pengunungan (Tano Dolok Pangantoman) hak kepemilikannya tidak bisa dialihkan atau diperjualbelikan kepada siapapun termasuk menjadi tanah negara. Sebagaimana keluarnya Surat Keterangan Menteri Kehutanan (selanjutnya disebut SK Menhut) No. 44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di 59 Wawancara dengan Kepala Desa Sibuntuon Laurensius Manurung, Jumat, 21 Juni 2013.

37 Wilayah Propinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 Ha (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh hektar) bahwa lahan pengunungan (TanoDolok Pangantoman) ini oleh pemerintah dikategorikan sebagai lahan kosong dan termasuk dalam kawasan hutan. Namun warga masyarakat Desa Sibuntuon memprotes bahwa lahan pengunungan (TanoDolok Pangantoman) bukan lahan kosong karena sejak jaman dulu sebelum Belanda datang menjajah ke Uluan kira-kira tahun 1930 sudah di fungsikan sebagai tempat pengembalaan ternak kerbau dan pengambilan buah Arimonting yang merupakan mata pencaharian warga masyarakat terutama untuk keperluan biaya pendidikan dan sampai sekarang masih difungsikan. Dan akan terus dipertahankan. 60 Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Sibuntuon memiliki luas tanah sawah seluas 140 ha dan tanah kering seluas 14 ha. 3. Desa Partoruan Janjimatogu Desa Partoruan Janji Matogu adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Sibuntuon, sebelah utara Desa Parbagasan Janji Matogu, sebelah Barat Desa Parhabinsaran Janji Matogu dan sebelah Timur Desa Parbagasan Janji Matogu. Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 2,5 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Partoruan Janjimatogu adalah tanah yang dikuasai dan diusahai kemudian menjadi hak milik oleh 2 (dua) orang yaitu bernama 60 Wawancara dengan Pengetua Adat Desa Marom W.J. Sirait dan Pengetua Adat Desa Sibuntuon, Op. Lentina Manurung, Di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.

38 Tuan Sogar Manurung (generasi ke-6 dari keturunan Raja Toga Manurung), dan Raja Hasibuan. 61 Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan atau hibah kepada keturunan masing-masing. Seiring perkembangan jaman kebutuhan akan uang dan tanah semakin dibutuhkan hingga jual beli tanah pun terjadi baik secara jual gadai maupun secara Pate (jual lepas). Pelaksanaan jual beli tanah baik gadai maupun lepas dilakukan terhadap siapapun tidak memandang apakah itu merupakan keturunan si Raja Hasibuan maupun keturunan Tuan Sogar Manurung. Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Partoruan Janji Matogu memiliki luas tanah sawah seluas 70 ha dan tanah kering seluas 16 ha. 4. Desa Dolok Nagodang Desa Dolok Nagodang adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Parik, sebelah utara Desa Dolok Saribu Lumban Nabolon dan Desa Sampuara, sebelah Barat Desa Kecamatan Bonatua Lunasi dan sebelah Timur Desa Lumban Binanga dan desa Parbagasan Janji Matogu. Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 2 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Dolok Nagodang adalah tanah hutan belukar yang diusahai dan dikuasai kemudian menjadi hak milik oleh 5 (lima) orang 62 yaitu bernama Raja Manurung Hutagaol (keturunan kedua Raja Toga Manurung) yang membuka perkampungan yaitu Huta Lumban Gala-gala, Raja Manurung Huta Gurgur (anak pertama Raja Toga manurung) yang membuka 4 (empat) perkampungan (huta) 61 Wawancara dengan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, di Desa Partoruan Janjimatogu, Minggu, 23 Juni 2013. 62 Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013.

39 yaitu Huta Lumban Tonga-tonga, Huta Lumban Padang, Huta Lumban Ginjang dan Huta Paraduan, Raja Sirait membuka perkampungan yang bernama Huta Lumban Silintong, Raja Hasibuan membuka perkampungan yaitu Huta Sosor Silobu, dan Nadapdap membuka perkampungan yaitu Huta Nasuksuk. Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan dan hibah (pemberian). Kelima Raja tersebut di atas dengan membuka perkampungan masing-masing menandakan bahwa tanah di sekitar perkampungan tersebut adalah hak miliknya dan akan berlangsung secara terus kepada keturunannya masing-masing baik melalui pewarisan maupun hibah (pemberian). Sampai sekarang tanah tersebut masih tetap dimiliki oleh keturunan ke lima raja tersebut di atas. Hal ini terbukti bahwa di desa ini tidak mengenal atau belum pernah melakukan jual beli pate (jual lepas), jual beli yang dilakukan adalah jual gadai itupun kepada keturunannya masing-masing. Artinya Keturunan masing-masing ke lima Raja tersebut di atas masih tetap mempertahankan hak milik leluhurnya masingmasing. Sebagai contoh tanah yang dimiliki keturunan dari si Raja Hasibuan tidak boleh disindorkan (digadaikan) kepada keturunan Si Raja Sitorus, demikian juga tanah keturunan manurung tidak boleh digadaikan kepada keturunan si Raja Nadapdap. Untuk pinjaman uang warga di Desa Dolok Nagodang lebih memilih menjaminkan tanah ke pada lembaga Bank. 63 63 Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang, Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013.

40 Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Dolok Nagodang memiliki luas tanah sawah seluas 120 ha dan tanah kering seluas 68 ha. 5. Desa Lumban Holbung Desa Lumban Holbung adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Lumban Binanga, sebelah utara Kecamatan Porsea, sebelah Barat Desa Dolok Saribu Lumban Nabolon dan sebelah timur Danau Toba. Jarak desa ke Kantor Kecamatan kira-kira 3 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Lumban Holbung adalah tanah yang dikuasai dan diusahai kemudian menjadi hak milik oleh Raja Sulangon Sitorus (generasi ke-4 dari Raja Sitorus). 64 Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan kepada anak laki-laki dan pauseang (pemberian tanah kepada anak perempuan karena perkawinan). Di Desa Lumban Holbung sekarang ini sudah melakukan jual beli berupa jual lepas. Jual lepas (pate) di Desa Lumban Holbung dilaksanakan bukan hanya kepada keturunan Raja Sulangon Sitorus tetapi kepada siapapun warga Negara Indonesia. 65 Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Lumban Holbung memiliki luas tanah sawah seluas 120 ha dan tanah kering seluas 68 ha. B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Jual Beli Tanah Pertanian Masih Dilaksanakan Berdasarkan Hukum Adat pada Masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir 64 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013. 65 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.

41 Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penelitian yaitu Desa Marom, Desa Sibuntuon, Desa Partoruan Janjimatogu, Desa Dolok Nagodang dan Desa Lumban Holbung Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dengan wawancara kepada 20 (dua puluh) orang warga masyarakat, 5 (lima) orang Kepala Desa, 2 (dua) orang Pengetua Adat dan Sekretaris Camat Uluan atas rekomendasi Camat Uluan dan pihak BPN Kabupaten Toba Samosir bahwa jual beli dilakukan oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tanpa dihadapan PPAT sebagaimana diharuskan oleh Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor Kebiasaan (tradisi) Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 dalam pelaksanaan peralihan tanah oleh warga masyarakat di Kecamatan Uluan masih dilakukan secara lisan. Namun kira-kita tahun 1980-an berdasarkan peraturan negara jual gadai maupun jual lepas sudah dibuat secara tertulis yaitu dibuat dalam kertas segel yang ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi-saksi dan diketahui Kepala Desa. Pelaksanaan jual beli tersebut terus berlangsung dengan mengikuti peraturan bea meterai yang ada di Indonesia dari meterai teraan dalam surat segel, meterai tempel Rp. 1000, Rp. 2000, Rp. 3000 dan sekarang materai 6000 rupiah. Pelaksanaan tersebut dilakukan menurut 20 orang warga masyarakat sebagai responden mengatakan karena proses pelaksanaannya mudah dan sederhana dengan biaya terjangkau. Maksudnya pelaksanaan jual beli tersebut dapat diikuti atau

42 diterima dengan cara berpikir masyarakat yang masih sederhana, tidak membutuhkan waktu banyak dan biaya hanya untuk pembelian kertas dan materai saja. Sehingga hal ini diterima, ditaati dan dilakukan secara terus hingga menjadi suatu hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Demikian juga penjelasan Rajinus Sirait (selaku pembeli tanah) dan warga masyarakat Randianto Mangara Tua Manurung (selaku penjual dan selaku pembeli tanah), 66 bahwa mereka telah mengetahui peraturan jual beli tanah yaitu berdasarkan akta jual beli yang harus dilakukan oleh/dihadapan PPAT atau akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan Notaris bagi tanah yang belum bersertipikat, namun pelaksanaan jual beli tanah pertanian dilakukan sesuai hukum adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 2. Faktor Tidak Adanya PPAT/PPAT Sementara di Kecamatan Uluan Menurut Benson Sirait bahwa : warga masyarakat tidak melaksanakan peralihan tanah berupa jual beli di hadapan PPAT salah satunya karena tidak adanya PPAT di Kecamatan Uluan. 67 Di lokasi penelitian Camat atau Kepala Desa di Kecamatan Uluan hanya menjabat satu jabatan yaitu sebagai Camat dan sebagai Kepala Desa tidak ada merangkap jabatan PPAT. Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait mengatakan bahwa : 66 Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013 dan wawancara dengan warga masyarakat Randianto M.T.Manurung, di Desa Sibuntuon, Rabu, 26 Juni 2013. 67 Wawancara dengan Sekretaris Desa Marom, Bapak Benson Sirait, di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.

43 Sebelum keluarnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah bahwa Camat sempat merangkap sebagai PPAT. Namun setelah terjadi pemekaran Kabupaten Toba Samosir dari Kabupaten induk yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan berdirinya Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2002 atau definitif tahun 2005, Camat tidak lagi sebagai PPAT. 68 Selanjutnya mantan Camat Uluan (tahun 2006 s/d 2010) Muara Pakpahan mengatakan bahwa Camat atau Kepala Desa diangkat sebagai PPAT Sementara (PPATS) setelah mendapat pendidikan dari pihak BPN dan sejak berdirinya Kecamatan Uluan tidak ada pendidikan dari pihak BPN kepada Camat atau Kepala Desa sehingga Camat atau Kepala Desa tidak ada merangkap sebagai PPATS artinya Camat atau Kepala Desa tidak otomatis karena jabatannya dapat membuat akta peralihan tanah. 69 Demikian Pasal 5 ayat (3) huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan peraturan pelaksana dari pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa : Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, menteri dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tersebut di atas, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk 68 Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013. 69 Wawancara dengan mantan Camat Uluan (2006 s/d 2010) Muara Pakpahan, di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.

44 suatu daerah kerja tertentu. Dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1998, wewenang mengangkat dan memberhentikan Camat sebagai PPAT Sementara dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. 70 Selanjutnya dalam Peraturan Jabatan Pembuat Pejabat Akta Tanah tersebut di atas menyebutkan bahwa : Sebelum menjalankan jabatannya PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di daerah PPAT yang bersangkutan (Pasal 15), dan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, untuk keperluan pengangkatan sumpah jabatan (Pasal 16). PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT. Dengan demikian tidak adanya PPATS di Kecamatan Uluan mengakibatkan warga masyarakat tidak ada melakukan jual beli di hadapan Camat atau Kepala Desa sebagai pejabat pemerintah yang berwenang membuat akta peralihan tanah berupa jual beli di daerah yang belum cukup PPAT. 3. Faktor Tidak Adanya Penyuluhan Hukum Wawancara kepada 20 warga masyarakat sebagai responden bahwa warga masyarakat belum memiliki pengetahuan terhadap fungsi dan wewenang PPAT sebagai pembuat akta dalam peralihan tanah termasuk jual beli. Hal ini dapat dilihat dalam tabel II di bawah ini. 70 Boedi Harsono, Op.Cit., Halaman 678.

45 Tabel II : Pengetahuan Warga Masyarakat terhadap Keberadaan PPAT No. Nama Penjual/Pembeli Umur Pekerjaan Alamat/ Desa Pelaksanaan Jual Beli di hadapan PPAT 1. M. Butar-Butar 56 Tahun Bertani Marom Tidak Tau 2. M. Sirait 35 Tahun Wiraswasta Marom Tidak Tau 3. B. Sirait 42 Tahun PNS Marom Mengetahui 4. A. Butar-Butar 56 Tahun Wiraswasta Marom Tidak tau 5. E. Br. Sirait 74 Tahun Bertani Sibuntuon Tidak Tau 6. R. M.T. Manurung 30 Tahun Tenaga Sibuntuon Mengetahui Honorer 7. R. Manurung 37 Tahun Bertani Sibuntuon Tidak tau 8. B. Manurung 60 Tahun PNS Sibuntuon Mengetahui 9. R. Br. Manurung 43 Tahun Bertani P. Janjimatogu Tidak tau 10. M. Manurung 50 Tahun Bertani P. Janjimatogu Tidak Tau 11. B. Aruan 29 Tahun Bertani P.Janjimatogu Tidak tau 12. M. Manurung 40 Tahun Bertani P. Janjimatogu Tidak tau 13. P. Nadapdap 36 Tahun PNS Dolok Nagodang Mengetahui 14. P. Nadapdap 60 Tahun Bertani Dolok Nagodang Tidak Tau 15. G. Sihotang 54 Tahun Bertani Dolok Nagodang Tidak Tau 16. G. Manurung 69 Tahun Bertani Dolok Nagodang Tidak Tau 17. P. Manurung 53 Tahun Bertani Lumban Holbung Tidak tau 18. E. Sitorus 53 Tahun Bertani Lumban Holbung Tidak Tau 19. J. Sitorus 45 Tahun Bertani Lumban Holbung Tidak Tau 20. G. Sitorus 62 Tahun Pegawai Lumban Holbung Mengetahui Dari tabel II tersebut di atas dapat dilihat bahwa warga masyarakat di lokasi penelitian mayoritas tidak mengenal PPAT. Adapun warga masyarakat yang mengetahui PPAT hanya 25 % (dua puluh lima persen). Mengetahui dalam hal ini bukan mengetahui tugas dan wewenang PPAT sebagai pembuat akta autentik mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Namun mengetahui dalam arti hanya mengenal dengan sebutan Notaris sebagai pembuat akta tanah di daerah perkotaan. Artinya warga masyarakat tidak mengetahui peraturan yang berlaku di Indonesia tentang jual-beli tanah harus dilakukan oleh/dihadapan PPAT.

46 Hal tersebut di atas disebabkan tidak adanya penyuluhan hukum oleh pihak pemerintah seperti pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau tidak ada informasi/perintah dari pihak BPN kepada Camat atau Kepala Desa agar warga masyarakat melakukan jual beli berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh/dihadapan PPAT atau akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan Notaris bagi tanah yang belum terdaftar atau belum ada bukti haknya (sertipikat) seperti Akta Pelepasan Dengan Ganti Rugi atau Akta Pengikatan Jual Beli. Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait, mengatakan bahwa 71 : Kantor Notaris/PPAT sudah ada 3 (tiga) di Kabupaten Toba Samosir dan berkedudukan di Balige. Namun bukan faktor minimnya jumlah Kantor Notaris/PPAT atau mahalnya biaya pembuatan akta jual beli oleh/dihadapan Notaris/PPAT serta jaraknya Kantor Notaris/PPAT yang cukup jauh, menyebabkan masyarakat masih melakukan jual beli tanah pertanian secara di bawah tangan. Selain faktor hukum adat atau kebiasaan juga salah satunya adalah ketidaktahuan masyarakat tentang peraturan tersebut. Sehingga kesadaran hukum bagi masyarakat untuk melakukan jual beli dihadapan PPAT tidak ada. Jika masyarakat sudah mengetahui tugas dan fungsi Notaris/PPAT, namun tetap melaksanakan jual beli di bawah tangan. Disini perlu diteliti lagi apakah karena faktor biaya pembuatan akta jual beli mahal atau karena tidak adanya Notaris/PPAT atau karena jarak Kantor Notaris/PPAT yang jauh ke Kabupaten (kira-kira 31 Km). 4. Faktor Kepercayaan Pelaksanaan jual beli dilakukan oleh warga masyarakat tidak melibatkan Kepala Desa adalah karena saling percaya satu sama lain. Menurut warga masyarakat keterlibatan Kepala Desa dalam jual beli tersebut apabila kepemilikan hak atas tanah 71 Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013.

47 tersebut tidak jelas. Misalnya kepemilikan hak atas tanah tersebut lagi berperkara atau pernah berperkara. Sedangkan menurut Sekretaris Desa Sibuntuon bahwa bagi masyarakat fungsi atau tugas Kepala Desa dalam bidang pertanahan hanya sebagai penyelesaian masalah atau pendamai perkara. 72 Sehingga dalam melakukan jual beli tanah pertanian si pembeli maupun si penjual harus benar-benar mempercayai orang yang mau menjual atau membeli tanah tersebut. Artinya si pembeli mau membeli tanah orang yang benar-benar sudah dikenal atau dipercayai, bahwa tanah tersebut memang milik si penjual. Demikian dalam hal jual gadai si penggadai harus sudah mengenal atau mempercayai bahwa si penerima gadai pasti mengembalikan tanah gadai tersebut bila si penggadai sudah bisa menebusnya kembali. Selain tersebut di atas dalam hukum adat Batak Toba sendiri mengenal suatu umpasa (falsafah) yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat yaitu Togu urat ni bulu toguan urat ni padang, togu hata ni uhum, toguan hatani padan (kuat pun akar bambu lebih kuat akar rumput, kuat aturan hukum namun lebih kuat aturan janji). Artinya warga masyarakat yang ada di Kecamatan Uluan khususnya di lokasi penelitian sangat memegang teguh suatu janji yang mereka lakukan baik janji tertulis maupun lisan. Dalam kenyataannya masyarakat sangat yakin bahwa seseorang yang mengingkari janji yang telah dibuat akan mendapat suatu bala (musibah). 72 Wawancara dengan Sekretaris Desa Sibuntuon, Bapak Forman Manurung, di Desa Sibuntuon, Jumat, 22 Juni 2013.

48 Dengan kepercayaan tersebut maka si penjual dan si pembeli yakin bahwa peralihan tanah tersebut tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. 5. Faktor Kepemilikan Sertifikat Wawancara kepada 20 (dua puluh) orang sebagai responden di lokasi penelitian semua mengatakan belum memiliki sertipikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah pertanian yang dimiliki. Kepala Desa Dolok Nagodang Bapak Binsar Manurung mengatakan : 73 Bahwa pada tahun 2010 pernah ada informasi pelaksaan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dari pemerintah (BPN) untuk pensertifikatan tanah-tanah di Desa Dolok Nagodang tetapi harus memenuhi syarat yaitu 500 (lima ratus) persil atau bidang, namun sampai sekarang hal tersebut tidak terlaksana, apa karena tidak terpenuhi persil tersebut?, informasi dari pihak BPN belum ada untuk kelanjutannya. Demikian juga keterangan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, informasi PRONA pernah ada dari pihak BPN tetapi sampai sekarang belum terlaksana dan belum ada informasi kelanjutannya. 74 mengatakan: 75 Selanjutnya Kepala Desa Lumban Holbung Bapak Maraden Sitorus Bahwa PRONA tidak terlaksanan di Desa Lumban Holbung karena sebelum dilakukan pengukuran terhadap tanah-tanah yang mau didaftar, pihak BPN mengatakan bahwa pendaftaran tanah-tanah tersebut adalah gratis atau tidak dipungut biaya. Setelah pengukuran dilakukan terhadap tanah-tanah warga masyarakat di Desa Lumban Holbung oleh pihak BPN kemudian memberitahukan bahwa untuk mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut dikenakan biaya dari Rp. 73 Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang Bapak Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013. 74 Wawancara dengan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, di Desa Partoruan Janjimatogu, Minggu, 23 Juni 2013. 75 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Bapak Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.

49 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) sampai Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiahh) per satu sertipikat (sebidang tanah). Padahal tujuan penyelenggaraan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah. Selain itu sumber anggaran PRONA adalah dari APBN yang dialokasikan dalam DIPA kantor pertanahan kabupaten maupun kota, pada Program Pengelolaan Pertanahan. Dengan cacatan bahwa : 76 1. Dalam pelaksanaan kegiatan PRONA semua biaya: Biaya Pendaftaran, Biaya Pengukuran, Biaya Pemeriksaan Tanah adalah gratis (pemohon tidak dipungut biaya/bebas biaya, dengan ketentuan semua persyaratan sebagaimana tercantum di atas telah lengkap dan benar. 2. Biaya yang timbul akibat dari persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana di atas menjadi tanggung jawab pemohon/peserta PRONA (tidak bebas biaya). Pemungutan biaya tersebut oleh Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) tersebut di atas membuat warga masyarakat di Desa Lumban Holbung, tidak ada yang setuju sehingga PRONA tersebut tidak terlaksana di Desa Lumban Holbung. Alasan tidak setujunya warga masyarakat adalah karena selain faktor biaya pendaftaran atau sertipikat mahal juga terhadap pengenaan biaya pembebanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setelah terbitnya sertipikat tersebut kemudian. 77 Sedangkan di Desa Marom dan Desa Sibuntuon informasi mengenai PRONA dari pihak BPN ke desa tersebut tidak sampai. Sehingga warga masyarakat belum 76 http://id.wikipedia.org/wiki/badan_pertanahan_nasional, diakses, Rabu, 18 September 2013, pukul 20: 26 WIB. 77 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Bapak Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.

50 mengerti benar arti pentingnya sertipikat yang berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah yang dimilikinya. Menurut Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait bahwa masyarakat sudah mengetahui tentang sertifikat tanah, namun belum memilikinya, hal ini disebabkan karena tidak adanya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya sertipikat tanah sebagai alat bukti hak atas kepemilikan tanah. 78 Menurut warga masyarakat Randianto M.T. Manurung, bahwa : Apabila masyarakat telah memiliki sertifikat tanah kemungkinan besar akan timbul kesadaran masyarakat untuk melakukan jual beli dihadapan PPAT, contohnya di daerah kabupaten yaitu Balige, rata-rata penduduk telah mempunyai sertipikat tanah dan warga masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum jual beli sudah banyak melakukannya di hadapan PPAT. 79 Selanjutnya Riduan Pieter Siahaan A. Pthn mengatakan bahwa dalam pendaftaran tanah secara sistematis di Kabupaten Toba Samosir, terhadap pengukuran tanah pemungutan biaya dilakukan. Namun di Kecamatan Uluan PRONA tidak pernah dilaksanakan karena Uluan termasuk kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 44 tahun 2005. 80 78 Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013. 79 Wawancara dengan warga masyarakat Randianto M.T.Manurung, di Desa Sibuntuon, Rabu, 26 Juni 2013. 80 Wawancara dengan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kabupaten Toba Samosir Bapak Riduan Pieter Siahaan A.Ptnh, di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir, Jumat, 11 Oktober 2013.