BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014

Kemampuan berpikir analitis mahasiswa dalam pembelajaran menggunakan model inkuiri bebas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi tantangan-tantangan global. Keterampilan berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Henita Septiyani Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melya Dwi Gardiantari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUA N A.

Gambar 3.1. Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif sebagai Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai Metode Sekunder

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Model Pembelajaran Kreatif-Produktif Dalam pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Hasil Belajara Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

Pengaruh Pembelajaran Matematika Menggunakan Strategi Inkuiri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk pemikir yang jauh lebih baik dari makhluk hidup

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dicky Fauzi Firdaus, 2015

Efektivitas Model Pembelajaran Fisika Berbasis Guided Inquiry dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemandirian Belajar Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mencakup tiga segmen

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Laela Ngasarotur Risfiqi Khotimah Partono Pendidikan Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

O X O Pretest Perlakuan Posttest

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2 No.2 pp May 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode pre experimental (Sugiyono, 2009).

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar ISSN Vol. 8. No.2 Juli 2016 Hal

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu berubahnya sistem pembelajaran dari teacher centered menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 SURABAYA PADA MATERI LAJU REAKSI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

Integrated Science Worksheet Pembelajaran IPA SMP Dalam Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

Penggunaan Inquiry Lab dalam Pembelajaran IPA Berbasis Inquiry Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa

Machthumah et al., Penerapan Metode Inkuiri Terbimbing...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

PENGARUH PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PEMECAHAN MASALAH SAINS ANAK KELOMPOK B

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi

PENGARUH METODE INKUIRI DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR LISTRIK STATIS DALAM PEMBELAJARAN IPA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Endi Rohendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

Unnes Physics Education Journal

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational Statistic, USA), menunjukkan bahwa prestasi sains Indonesia di tingkat SMP pada Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) masih rendah. Pada tahun 2003, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ke-38 dari 46 negara, sedangkan pada tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke-35 dari 48 negara dengan 65% siswa berada di bawah standar (low benchmark) kemampuan yang diujikan. Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMP negeri di Kota Bandung dengan cara mengujikan soal-soal fisika TIMSS, ternyata siswa masih memiliki kelemahan pada beberapa aspek, meliputi: understanding simple information (24,0%); theorizing, analyzing and solving problems (42,7%); dan reasoning and analysis (38,0%). Jika dikaitkan dengan taksonomi domain kognitif Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan krathwohl, maka siswa masih memiliki kemampuan rendah pada aspek memahami, menerapkan dan menganalisis. Pengolahan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.3. Berkaitan dengan hal tersebut, Cartono dan Nuryani (2007: 76) menyatakan bahwa inti permasalahan lemahnya kemampuan sains siswa Indonesia umumnya disebabkan oleh: guru kurang melatih keterampilan bernalar atau berpikir, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi. Soal-soal yang diberikan oleh guru 1

2 pada saat ulangan juga kurang menuntut siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Rudi (2008: 1) menambahkan, Pembelajaran fisika saat ini ternyata masih bersifat teacher center sehingga tidak semua siswa bisa terlibat dalam pembelajaran. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua masalah utama yang menyebabkan rendahnya domain kognitif sains siswa, yaitu: proses pembelajaran sains belum menempatkan siswa sebagai subjek belajar; guru kurang melatihkan keterampilan bernalar atau berpikir dan soal-soal evaluasi pembelajaran juga belum dirancang untuk dapat menguji keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Salah satu model pembelajaran yang mampu melatihkan kemampuan berpikir (intelektual) siswa adalah inkuiri. Teori belajar yang menjadi dasar dari pembelajaran inkuiri adalah teori belajar kontruktivistik, yakni siswa membangun sendiri pengetahuaannya. Model pembelajaran inkuiri ternyata menjadi inti proses pembelajaran sains di negara Singapura yang merupakan juara pertama pada bidang sains TIMSS sejak tahun 1995 hingga 2007. Menurut National Science Education Standards (NAS) USA (Wenning, 2004: 1) pembelajaran inkuiri didefinisikan sebagai The activities of students in which they develop knowledge and understanding of scientific ideas, as well as an understanding of how scientists study the natural world. Sedangkan menurut Sanjaya (2010: 196) pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses mencari dan menemukan sendiri jawaban sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Piaget, bahwa pengetahuan itu akan bermakna

3 manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Pembelajaran inkuiri memiliki tiga ciri utama, yaitu: menempatkan siswa sebagai subjek belajar, siswa diarahkan untuk menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan dan mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis. Ketiga ciri utama ini dibangun melalui beberapa tahap pembelajaran, antara lain: Orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan. (Sanjaya, 2010: 201). Sebuah penelitian yang dilakukan Towndrow telah berhasil mempromosikan pembelajaran inkuiri melalui strategi pembelajaran science reflective journal writing. Mereka meyakini bahwa strategi ini dapat menjadi kunci dalam mempromosikan inkuiri pada pembelajaran sains tingkah menegah, reflection can play a key part in promoting inquiry in middle-level science students learning. (Towndrow, et al., 2008: 279). Pembelajaran inkuiri diawali dengan munculnya masalah, dan masalah yang dipertanyakan biasanya dimunculkan sendiri oleh guru. Akan tetapi menurut Towndrow, strategi pembelajaran ini mampu melatih siswa agar dapat mengidentifikasi sendiri permasalahan yang hendak dimunculkan tersebut. Strategi pembelajaran ini memungkinkan siswa melakukan dua hal, antara lain: merekam pengalaman belajar mereka sendiri dan melakukan analisis dengan cara memikirkan pertanyaan yang ingin ditanyakan berkaitan dengan pengalaman laboratorium mereka. Tahap pengajuan pertanyaan memiliki peranan yang sangat penting di dalam proses pembelajaran inkuiri, karena by asking questions, the teacher

4 assists the student in using his mind. (Sund dan Trowbridge, 1973: 109). Bahkan standar proses kurikulum negara USA dan Singapura menempatkan tahap mengidentifikasi dan mengajukan pertanyaan di posisi pertama pada proses pembelajaran inkuiri. Dengan lengkapnya kemampuan berinkuiri siswa maka ia akan lebih mudah dalam memahami konten sains secara utuh. Setiap pertanyaan yang diajukan juga akan berdampak nyata terhadap domain kognitif siswa yang dibangun, sebagaimana diungkapkan oleh Sund dan Trowbridge (1973: 115) Questions requiring responses from the higher levels of the hierarchy are more desirable because answering them involves more critical and creative thinking and indicates a better understanding of the concepts. Oleh karena itu, penelitian ini memilih model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi terkait strategi pembelajaran alternatif yang dapat digunakan oleh guru fisika SMP pada model pembelajaran inkuiri di kelas. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini diberi judul: Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Strategi Science Reflective Journal Writing dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP. B. Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP?

5 Rumusan masalah ini dapat dikembangkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain: 1. Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP di kelas eksperimen? 2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran tradisional dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP di kelas kontrol? 3. Manakah yang lebih efektif, penerapan model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing di kelas eksperimen atau pembelajaran tradisional di kelas kontrol dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP? C. Batasan Masalah Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Efektivitas dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pengertian perubahan prestasi belajar pada saat sebelum dan sesudah pembelajaran yang kualifikasinya ditentukan berdasarkan rata-rata skor gain ternormalisasi menurut Hake (1998). 2. Prestasi belajar siswa merujuk kepada taksonomi domain kognitif Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan krathwohl yang dikaitkan dengan standar kompetensi KTSP materi yang berlaku di sekolah. Domain kognitif tersebut meliputi: mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), menerapkan (C 3 ), menganalisis (C 4 ), menilai (C 5 ) dan menciptakan (C 6 ).

6 D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui keefektifan penerapan model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP di kelas eksperimen. 2. Mengetahui keefektifan pembelajaran tradisional dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP di kelas kontrol. 3. Mengetahui manakah yang lebih efektif, penerapan model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing di kelas eksperimen atau pembelajaran tradisional di kelas kontrol dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMP. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi terkait strategi pembelajaran fisika alternatif yang dapat digunakan di SMP untuk mempromosikan model pembelajaran inkuiri tingkat menengah dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa. F. Variabel Penelitian Menurut Hatch dan Farhadi (Sugiyono, 2009: 60) Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Adapun menurut Fraenkel dan Wallen (1993: 46) A variable is a concept a

7 noun that stands for variation within a class of objects, such as chair, gender, eye color, achievement, motivation, or running speed. Terdapat dua istilah variabel yang sering dibahas di berbagai literatur, yakni istilah variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). An independent variable is presumed to have an affect on, to influence somehow, another variable. The variable that independent variable is presumed to affect is called the dependent (or outcome) variable. (Fraenkel dan Wallen, 1993: 50). Berdasarkan penjelasan di atas maka variabel bebas di dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing dengan variabel terikatnya adalah prestasi belajar fisika siswa SMP. G. Definisi Operasinal 1. Model pembelajaran inkuiri dengan strategi science reflective journal writing didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan oleh siswa sendiri. Tahapan pembelajaran yang dilakukan, meliputi: tahap orientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan. Untuk melatihkan kemampuan bertanya siswa maka setiap akhir pembelajaran siswa menulis sebuah Science Reflective Journal (SRJ) mengenai tiga hal, yaitu: sesuatu yang kupelajari hari ini di kelas,

8 pertanyaan-pertanyaan yang kumiliki hari ini dan hal-hal yang memicu ketidaksuksesan belajarku di kelas hari ini. Keterlaksanaan pembelajaran diamati melalui lembar observasi. 2. Peningkatan prestasi belajar siswa didefinisikan sebagai perubahan kemampuan kognitif siswa sebelum dan setelah melaksanakan pembelajaran. Domain kognitif tersebut merujuk kepada taksonomi domain kognitif Bloom yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl, meliputi: mengingat (C 1 ), memahami (C 2 ), menerapkan (C 3 ), menganalisis (C 4 ), menilai (C 5 ) dan menciptakan (C 6 ). Indikator peningkatan prestasi belajar siswa dapat diketahui melalui selisih antara nilai posttest dan pretest. Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar tersebut adalah tes dalam bentuk pilihan ganda.