BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kronik di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.

BAB I PENDAHULUAN. pada organ dan fungsi pernafasan, salah satunya hidung. Dimana hidung

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di

PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. penelitian telah banyak di kembangkan untuk mengatasi masalah-masalah penuaan.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas fungsional sehari-hari. Dimana kesehatan merupakan suatu keadaan bebas

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ringan atau berat sehingga dalam proses penyembuhan pasien. buruk dari rawat inap atau long bed rest.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin mengancam penurunan kualitas manusia jika tidak segera

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan.

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. lain olahraga dan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Dalam olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial masyarakat dan bangsa bertujuan untuk. memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. individu untuk memenuhi kebutuhan gerak yang fungsional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan reformasi pembangunan kesehatan masyarakat adalah. meningkatkan tingkat derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN MWD DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP DENGAN TENS DAN LATIHAN ISOMETRIK QUADRISEP TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA OA LUTUT

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB I. punggung bawah. Nyeri punggung bawah sering menjadi kronis, menetap atau. sehingga tidak boleh dpandang sebelah mata (Muheri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Negara-negara Eropa. Di Amerika

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BEDA PENGARUH TERAPI INFRA RED DENGAN PARAFFIN BATH TERHADAP PENGURANGAN NYERI AKIBAT REMATOID ARTRITIS JARI-JARI TANGAN

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

PENGGUNAAN & EFEK LISTRIK PADA PERMUKAAN TUBUH. Arif Yachya

BAB I PENDAHULUAN. NPB lebih kurang 15% - 20% dari populasi, yang sebagian besar merupakan NPB

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

Prinsip Kerja Ultrasound Therapy

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN ET CAUSA MYOGENIK DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. otot, perubahan postur, sedemikian rupa sehingga mengakibatkan penekanan atau

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat. Nyeri punggung bawah sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur kondisi udara dengan mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru-paru, pengatur humidikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imulogi lokal. Dalam hal imunologi lokal, hidung dan sinus paranasal merupakan organ yang berperan penting sebagai garis terdepan pertahanan tubuh pada saluran nafas bagian bawah terhadap mikro organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kedua organ ini seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya. Kedua organ tersebut memiliki daya pertahanan yang disebut spesifik dan non spesifik. (Higler PA,1997. Passali. Soetjipto D & Wardani Rs,2007) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang pembangunan di segala bidangnya termasuk pesat, pembangunan tersebut memberikan manfaat positif maupun dampak negatif. Manfaat positif tentu meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan tetapi dampak negatif yang merugikan masyarakat merupakan hal serius yang harus kita tangani bersama. Dampak yang merugikan ini adalah polusi udara atau pencemaran lingkungan seperti asap dari kendaraan bermotor, asap pabrik, asap rokok dan lain sebagainya. Hal tersebut akan menimbulkan gangguan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.

Masalah kesehatan akibat pencemaran lingkungan dan polusi udara diantaranya akan menyebabkan gangguan pada sistem dan organ pernafasan, salah satu organ tersebut adalah hidung. Dimana hidung merupakan salah satu panca indera yang mempunyai fungsi untuk penciuman dan jalur bagi udara untuk masuk dan keluar dari paru-paru. Dimana udara yang kotor atau polusi udara di lingkungan kita dapat memicu ataupun merangsang terjadinya peradangan hidung dan akan terjadi penyumbatan pada saluran pernafasan yang sering disebut dengan sinusitis. Sinusitis tidak hanya terjadi gangguan jalan nafas dan menumpuknya lendir, melainkan yang paling utama yaitu menimbulkan nyeri. Sinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa sinus paranasal yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri, maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis, sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI Tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus ke -25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.87 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan bagian THT RSCM mendapatkan penyakit hidung dari 7 provinsi. Data dari divisi rinologi departemen THT RSCM Januari Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasient rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis.

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan klinis, dibantu pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan sering secara konservativ dengan pengobatan medikamentosa empirik dan bisa meningkat dengan tindakan operatif pada kasus dengan komplikasi atau pada kasus kronis yang gagal dengan pengobatan medica mentosa. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah ireversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi atau polifoid. Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medica mentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor prediposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga mempermudha terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna. Fisioterapi menurut kepmenkes 1363 tahun 2001 adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa fisioterapi dapat memulihkan fungsi tubuh penderita sinusitis yang mengalami gangguan radang pada rongga hidung. Dengan menggunakan modalitasnya. Sedangakan pengobatan pada sinusitis antara lain dengan medikamentosa yaitu dengan obat-obatan antibiotik, analgetik dan dengan fisioterapi. Dengan adanya gangguan nyeri pada daerah sinus maksilaris, maka penulis ingin membandingkan Efektifitas intervensi modalitas fisioterapi antara Ultrasound dengan Micro Wave Diathermy terhadap penurunan nyeri pada kasus sinusitis maksilaris kronik. Karena ultrasound merupakan suatu modalitas phonophoresis dengan menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi dengan frekuensi > 20.000 Hz ( Prentice, 2003). Ultrasound adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gelombang suara dengan gerakan mekanis membentuk gelombang longitudinal dan berjalan melalui medium tertentu dengan frekuensi yang bervariasi. Jika gelombang US masuk ke dalam jaringan maka efek yang diharapkan adalah efek biologis. Oleh karena adanya penyerapan tersebut maka semakin dalam gelombang US yang masuk maka intensitasnya semakin berkurang. Gelombang US diserap oleh jaringan dalam berbagai ukuran tergantung pada frekuensi rendah yang penyerapannya lebih sedikit dibanding dengan frekuensi tinggi. Jadi ada ketergatungan antara frekuensi, penyerapan dan kedalaman efek dari gelombang US. Dari efek biologis diharapkan munculnya

efek thermal terhadap pengurangan nyeri, yang akan berpengaruh terhadap saraf sensorik yang akan menimbulkan pengaruh efek sedative pada ujung saraf efferent II dan IIIa dimana akan diperoleh pula efek terapeutik berupa pengurangan nyeri yang dikarenakan akibat blokade aktifitas nociseptor pada PHC melalui serabut saraf tersebut. Pada system vascular terjadi proses vasodilatasi pada jaringan karena efek heating sehingga sirkulasi darah menjadi lancar. Serta peningkatan permeabilitas sehingga system pembuangan bisa berdifusi menembus membrane. Pada saat energy suara dirubah menjadi panas peristiwa ini menyebabkan peningkatan gerakan molekuler dan jumlah energi yang dirubah tergantung kepada jenis molekul dan frekuensi/panjang gelombang dari ultrasound. Adapun tujuan pemberian Ultrasound pada kondisi sinusitis maksilaris kronik adalah meningkatkan permeabilitas membrane, mempercepat regenerasi, mengencerkan lendir yang menumpuk di rongga hidung sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan radang. Micro Wave Diatermy (MWD) merupakan suatu pengobatan menggunakan stressor fisis berupa gelombang energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. MWD merupakan gelombang elektromagnetik yang diapancarkan secara radiasi sehingga sedikit terpengaruh oleh sifat dielektrik jaringan, sehingga medan listrik tidak terpusat pada benda metal/dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh atau permukaan menonjol yang menonjol meskipun akan cepat terasa panas.

Pengurangan nyeri oleh penerapan MWD diperoleh dari efek panas melalui perbaikan sirkulasi darah dan metabolism pada daerah maksillaris. Panas akan meningkatkan temperature jaringan sekitar. Akibat meningkatnya temperature tersebut akan terjadi reflek vasodilatasi pembuluh darah dan kenaikan sirkulasi darah. Pada tahap selanjutnya akan terjadi dilatasi arteriol yang terjadi akibat peningkatan metabolism dalam jaringan, serta peningkatan aliran darah dan kapiler. Dengan peningkatan aliran darah dan kapiler maka oksigen, nutrient antibody dan leukosit akan meningkat. Maka dengan peningkatan temperature peningkatan metabolisme jaringan, peningkatan aliran darah kapiler, perbaikan sirkulasi darah maka akan terjadi penurunan spasme otot sehingga nyeri berkurang. Selain hal tersebut, panas secara langsung dapat memperbaiki fleksibilitas jaringan ikat, akibat dari menurunnya viskositas jaringan sehingga stimulus nyeri berkurang. Adapun tujuan pemberian Micro Wave Diathermy pada kondisi sinusitis maksilaris kronik adalah Untuk relaksasi otot-otot pernapasan dan memperlancar sirkulasi, meningkatkan vasomotor sehingga meningkatkan vasodilatasi serta mengurangi nyeri. B. Identifikasi Masalah Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Adanya pembengkakan di kompleks ostiomiatal yang disebabakan oleh infeksi mengakibatkan terjadinya pembengekakan selaput lendir dan gangguan pergerakan rambut halus / silia di sinus. Keadaan ini

memungkinkan kuman-kuman / bakteri berkembang di dalam sinus sehingga terjadi proses peradangan. Sinusitis dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Dalam menentukan suatu kondisi dan intervensi pada pasien sinusitis maksilaris kronik, maka diperlukan adanya suatu analisa dan sintesa yang benar dan tepat dalam mengumpulkan suatu data.. Masalah fisioterapi yang biasa di keluhkan oleh penderita sinusitis maksilaris kronik biasanya dapat berupa adanya tekanan nyeri akibat tekanan yang ditimbulkan oleh jaringan yang meradang pada ujung-ujung saraf di dinding dalam sinus. Dimana lokasi nyeri ini kerap kali khas untuk sinus yang terinfeksi seperti: sinusitis frontalis yang menyebabkan nyeri dahi atau sakit kepala, sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri di pipi yang mungkin menyebar ke gigi rahang atas, sinus ethmoidalis menyebabkan nyeri diantara mata atau jembatan hidung, dan sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri di belakang mata, di puncak kepala atau di sepanjang tengkuk (Lindbaek 2007). Dalam menentukan suatu kondisi dan intervensi pada pasien sinusitis maksilaris kronik, maka diperlukan adanya suatu analisa dan sintesa yang benar dan tepat dalam mengumpulkan suatu data. Untuk menilai nyeri dan hidung tersumbat yang dialami oleh penderita sinusitis maksilaris kronik, maka dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) serta di dukung dengan pemeriksaan lainnya, seperti palpasi dan perkusi untuk mengetahui nyeri di tempat yang terkena sinusitis. Selain itu agar dapat membantu dalam

menentukan suatu prognosa dan diagnosa yang tepat maka dapat ditunjang dengan menggunakan test laboratorium X-ray dan CT-Scan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka identifikasi permasalahan peneliti adalah Perbandingan efektitifitas antara UltraSound dan MWD terhadap penurunan nyeri pada kasus Sinusitis maksilaris Kronik. C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya materi pembahasan, maka peneliti terbatas pada Perbandingan Efektifitas Intervensi Ultrasound dengan Micro Wave Diathermy terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Sinusitis Maksilaris Kronik. D. Rumusan Masalah 1. Apakah Intervensi Ultrasound dapat mengurangi nyeri dan kasus sinusitis maksilaris kronik? 2. Apakah Intervensi Micro Wave Diathermy dapat mengurangi nyeri pada kasus sinusitis maksilaris kronik? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui perbandingan pengaruh efektifitas pengurangan nyeri antara Ultrasound dan MWD pada kasus sinusitis maksilaris kronik.

2. Tujuan Khusus : Untuk mengetahui perbedaan efek jangka panjang terapi Ultrasound dibandingkan dengan MWD pada kasus sinusitis maksilaris kronik terhadap pilihan intervensi efek samping dan tingkat kekambuhan. F. Manfaat Penelitian Bagi institusi pelayanan, peneliti berharap dalam praktek dilapangan kita dapat menerapkan modalitas Ultrasound pada kasus sinusitis kronis disesuaikan dengan dasar ilmiah dan patologi. Bagi institusi pendidikan, diharapkan mahasiswa sebagai calon fisioterapis dapat mengambil manfaat untuk dijadikan dasar penelitian yang lebih mendalam dimasa yang akan datang. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang Ultrasound dan MWD tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kasus sinusitis.