TUGAS AKHIR ANALISA PERENCANAAN LIFT PENUMPANG BERKAPASITAS MAKSIMUM 1150 KG MODEL P-17-CO-105 SANYO

dokumen-dokumen yang mirip
LIFT (ELEVATOR) Berikut yang perlu diketahui tentang lift, antara lain : A. Jenis Jenis Motor Penggerak Lift. 1. Motor Gear

JENIS-JENIS LIFT DAN FUNGSINYA

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS MEKATRONIKA SISTEM LIFT

BAB III DASAR PERANCANGAN LIFT

BAB II LANDASANTEORI

BAB II TEORI ELEVATOR

PERANCANGAN LIFT PENUMPANG KAPASITAS 1000Kg KECEPATAN 90M/Menit DAN TINGGI TOTAL 80M DENGAN SISTEM KONTROL VVVF

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN ELEVATOR DENGAN. KAPASITAS 1150 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

Jenis transportasi vertikal. 1. elevator/lift 2. Gondola 3. Dumb waiters

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB III TEORI PENUNJANG. penggerak frekuensi variable. KONE Minispace TM

Program pemeliharaan. Proses pemeliharaan. Staf pemeliharaan. Catatan hasil pemeliharaan

Lift traksi listrik pada bangunan gedung Bagian 2: Pemeriksaan dan pengujian berkala

UTILITAS 02 PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS GUNADARMA

TUGAS BESAR PERANCANGAN SISTEM MEKANIK

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PENGANGKUT PRODUK BERTENAGA LISTRIK (ELECTRIC LOW LOADER) PT. BAKRIE BUILDING INDUSTRIES

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERHITUNGAN ELEVATOR BARANG. gedung.pertama-tama yang harus di hitung adalah spesifikasi teknik.

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

LIFT ELEVATOR & ESCALATOR

PROSEDUR PENYELAMATAN PENUMPANG

BAB II DISKRIPSI BUKA TUTUP PINTU YANG DIBANGUN. Fungsi lift merupakan alat transportasi pada gedung atau bangunan bertingkat

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

BAB II LANDASAN TEORI

MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN TOWER CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 7 TON, TINGGI ANGKAT 55 METER, RADIUS 60 M, UNTUK PEMBANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

BAB IV PEMBAHASAN. objek yang nanti berisi penumpang dan counterweight sebagai pemberatnya. Serta

BAB IV PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR BARANG

BAB II PEMBAHASAN MATERI. dalam setiap industri modern. Desain mesin pemindah bahan yang beragam

Instalasi Listrik II Makalah Instalasi Passenger Lift

MAKALAH ELEVATOR (LIFT) Disusun oleh: Jhon Fetra Sitepu Miftahudin TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB II PEMBAHASAN MATERI. lain, dimana jumlah, ukuran dan jarak pemindahannya terbatas. meningkatkan efisiensi dari aktivitas tersebut.

BAB II TEORI DASAR. Elevator merupakan alat untuk menaikkan dan menurunkan. pada tahun Elevator ini hanya dapat melayani dua tingkat, namun tali

OL E H : ICHA AN DOSEN : E

SIRKULASI (VERTIKAL & HORIZONTAL) PADA BANGUNAN BERTINGKAT.

BAB II PEMBAHASAN MATERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

SISTEM TRANSPORTASI PADA BANGUNAN

SKRIPSI PERANCANGAN BELT CONVEYOR PENGANGKUT BUBUK DETERGENT DENGAN KAPASITAS 25 TON/JAM

RANCANG BANGUN GENERATOR ELEKTRIK PADA SPEED BUMP PENGHASIL ENERGI LISTRIK DENGAN SISTEM PEGAS TORSIONAL

TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

MAKALAH PERAWATAN DAN PERBAIKAN ELEVATOR/LIFT

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR PERANCANGAN, PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PEMBUKA BALL BEARING DENGAN HYDRAULIC JACK 4 TON

TRANSMISI LIFT KAPASITAS 10 ORANG KECEPATAN 1 METER/DETIK MAKALAH SEMINAR PERANCANGAN MESIN

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Pelatihan Ulangan Semester Gasal

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

SKRIPSI ANALISIS KEMBALI BELT CONVEYOR BARGE LOADING DENGAN KAPASITAS 1000 TON PER JAM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap sistem kerja CVT, dan troubeshooting serta mencari

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

Mechanical Engineering Ismanto Alpha's

BAB III ANALISA PERHITUNGAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

TUGAS AKHIR TRANSMISI RANTAI PADA RODA GIGI MAJU-MUNDUR KENDARAAN MOBIL MINI UNTUK DAERAH PERUMAHAN

USAHA, ENERGI & DAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN ROUGH MAKER DIAMETER INTERNAL PIPA POLYPROPYLENE Ø 600


BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar

Liftt traksi listrik pada bangunan gedung Bagian 1: Pemeriksaan dan pengujian serah terima

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

MODUL SSLE 08 : TEKNIK PEMERIKSAAN & UJI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Kompetensi Semester 1

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. Sebuah modifikasi dan aplikasi suatu sistem tentunya membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overhead Crane Overhead Crane merupakan gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA SISTEM PENGEREMAN UDARA PADA RANGKAIAN KERETA PENUMPANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN TURBIN PELTON MINI BERTEKANAN 7 BAR DENGAN DIAMETER RODA TURBIN 68 MM DAN JUMLAH SUDU 12

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang...

RANCANG BANGUN BAGIAN TRANSMISI MESIN KATROL ELEKTRIK (PULI DAN SABUK)

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

TUGAS AKHIR ANALISA PERENCANAAN LIFT PENUMPANG BERKAPASITAS MAKSIMUM 1150 KG MODEL P-17-CO-105 SANYO Diajukan Untuk Memenuhi salah satu syarat untuk meraih Gelar Sarjana (Strata 1) Teknik Mesin Disusun Oleh Nama : Aruzy NIM : 01303-058 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008

LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Aruzy Nim : 01303-058 Tugas : Laporan Kerja Praktek Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri dan tidak menyadur dari karya orang lain, kecuali kutipan kutipan yang diambil dari berbagai buku referensi yang di sebutkan dalam daftar pustaka atau referensi lain. Jakarta, Agustus 2008 Penulis ( Aruzy )

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ANALISA PERENCANAAN LIFT PENUMPANG BERKAPASITAS MAKSIMUM 1150 KG MODEL P-17-CO-105 SANYO Disusun Oleh : Aruzy 01303-058 Laporan ini telah disetujui dan disahkan Oleh : Mengetahui Koordinator Tugas Akhir Dosen Pembimbing ( Nanang Ruhyat ST.MT ) ( Ir. Yuriadi Kusuma, Msc )

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkah, rahmat, dan hidayah-nya sehingga penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul ANALISA PERENCANAAN LIFT PENUMPANG BERKAPASITAS MAKSIMUM 1150 KG MODEL P-17-CO-105 SANYO Tugas ini disusun untuk dapat memenuhi salah satu persyaratan kurikulum sarjana strata satu (S1) di Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. Tugas ini tidak akan dapat terwujud tanpa adanya petunjuk, pengarahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut membantu dalam penulisan Laporan Tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik itu secara moril maupun secara materil. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-nya kepada penulis selama pembuatan Laporan Tugas akhir ini. 2. Kepada Orang tua yang telah memberikan dukungannya baik secara moril maupun materil. 3. Bapak Ir. Yuriadi Kusuma, Msc. Selaku pembimbing Tugas Akhir dan Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana.

4. Bapak Ir. Ruly Nutranta, M.Eng. Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Mercu Buana. 5. Bapak Nanang Rukhyat ST. MT. Selaku Koordinator Sidang Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana. 6. Para Dosen Teknik Mesin dan seluruh karyawan Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana. 7. Mas Budi Laksana, SIP selaku penasehat spritual yang selalu membimbing penulis dan tak segan-segan memberikan orasi-orasinya yang selalu membakar semangat penulis untuk selalu menulis terus sepanjang hayat. 8. Bapak Ir.Sarwono Kusasi Selaku konsultan PT. Fadilat Elevator Rekatama. 9. Bapak Jejen Jaenurih, ST Selaku Teknisi Lapangan PT. Fadilat Elevator Rekatama. 10. Bapak Sugito dan Keluarganya, terima kasih telah memberikan saran dan semangat yang telah diberikan. 11. Kepada teman-teman Jurusan Teknik Mesin Angkatan 2003 yang telah memberikan banyak dukungannya. 12. Serta semua pihak yang tidak bias disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan moril untuk penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Di dalam Penulisan Laporan Tugas Akhir ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang mungkin terjadi baik dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, diharapkan kepada rekan-rekan dari berbagai pihak agar dapat memberikan kritik serta saran yang bersifat membangun. Penulis pun berharap semoga setidak-tidaknya Laporan Tugas Akhir ini dapat membantu dan berguna bagi kita semua pada umumnya. Akhir kata dari penulis Wassalamu alaikum Wr. Wb. Jakarta, Agustus 2008 Penulis

ABSTRAK Pembangunan gedung-gedung bertingkat didaerah kota-kota besar khususnya Jakarta semakin meningkat. Lift penumpang sebagai alat tranportasi vertikal dan sarana bangunan gedung bertingkat sangat dibutuhkan untuk melayani manusia dalam menjangkau antar lantai sehingga meningkatkan produktifitas kerja penghuni gedung. Analisa perencanaan ulang lift penumpang model P-17-CO-105 sanyo ini menggunakan metode literatur dan observasi sehingga diharapkan memudahkan dalam menganalisanya. Lift penumpang ini menggunakan jenis mesin traksi yang mengandalkan gaya gesek antara tali baja tarik dengan roda puli dan dioperasikan menggunakan energi listrik pada sistem pentalian (roping system) 1:1 dengan kapasitas rencana 1150 kg pada kecepatan 105 m/menit. Didalam perencanaan ini didapatkan hal-hal penting seperti daya motor digunakan pada saat kereta dipenuhi dengan kapasitas maksimum (P output ) =15,18 kw, perkiraan kemuluran tali metalik ( ) =51,29mm/tahun, hubungan traksi dinamis(t d ) menunjukan bahwa lift tidak terjadi slip, karena T d = 1,413 Traksi yang diperoleh dari roda puli penggerak ( )=. =1,62. Kata Kunci : lift penumpang model P-17-CO-105 Sanyo,alat tranportasi vertikal.

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i LEMBAR PENGESAHAN..... ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK..... v DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR. x DAFTAR TABEL. xii DAFTAR NOTASI... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang.... 1 1.2. Tujuan Penulisan...... 2 1.3. Pembatasan Masalah 3 1.4. Metode Penulisan... 3 1.5. Sistematika Penulisan... 5 BAB II LANDASAN TEORI..... 6 2.1. Definisi Lift Penumpang Menurut SNI 05-2189-1999... 6 2.2. Perkembangan Lift... 6 2.3. Jenis Penggerak lift Pada Umumnya... 8 2.4. Jenis Lift Dengan Motor Traksi 9 2.4.1. Drum Type Elevator.. 9

2.4.2. Traction Type Elevator.. 10 2.5. Jenis lift dan pengunaannya. 12 2.5.1. Pembagian Jenis Dilihat dari Sudut Muatan. 12 2.5.2. Pembagian Jenis Dilihat Dari Penggunaan.14 2.6. Komponen Utama Lift...15 2.6.1. Kamar mesin (Machine Room).16 2.6.2. Ruang Luncur (Shaft, Hoistway).. 18 2.6.3. Kereta (Car).. 20 2.6.4. Lekuk Dasar (Pit). 23 2.6.5. Lobi Lift (Lift Hall).. 24 2.7. Alat Pengaman dan Cara kerjanya... 24 2.7.1. Alat pengaman di Ruang Mesin.. 25 2.7.2. Alat Pengaman di Ruang Luncur 26 2.7.3. Alat pengaman di Kereta. 27 2.7.4. Alat Pengaman di Pit... 29 2.8. Tali Baja Tarik 30 2.9. Tali Baja Kompensasi. 34 BAB III METODOLOGI PERENCANAAN TEKNIS LIFT... 37 3.1. Prinsip Kerja Lift.... 37 3.2. Cara Kerja Komponen Pengaman.. 37 3.3. Data lift Sanyo model P-17-CO-105.. 40 3.4. Perbandingan berat kereta terhadap kapasitas... 42 3.5. Keseimbangan 42

3.6.Tarikan dan Slip pada lift 43 3.6.1. Gaya gesek 43 3.6.2. Hubungan Traksi. 45 3.6.3. Batas slip dinamis 47 3.7. Penentuan jumlah lembar tali baja tarik lift.. 49 3.8. Kemuluran Tali. 50 3.9. Umur tali.. 51 3.10. Tekanan atau Tegangan... 53 3.11. Kecepatan putar motor.. 55 3.12. Diameter roda puli motor 56 3.13. Efisiensi dan daya. 56 3.14. Tegangan Tekuk Rel Pemandu. 58 3.15. Penentuan Ukuran Rel.. 60 3.16. Penyangga Atau Peredam Lift.. 62 3.17. Gaya Reaksi Penyangga 63 3.18. Kecepatan dan Frekuensi pada Lift.. 66 BAB IVANALISA PERHITUNGAN KOMPONEN LIFT... 68 4.1. Gedung Bertingkat... 68 4.2. Beban Kereta (car)... 68 4.3. Beban Bobot Imbang (counterweight)... 69 4.4. Tali Baja Tarik... 71 4.5. Soket Tirus... 76 4.6. Roda Puli... 80

4.6.1. Roda Puli Penggerak... 80 4.6.2 Puli Penuntun... 83 4.7. Sudut kontak tali ( )... 87 4.8. Hubungan Traksi (Traction Relation)... 88 4.9. Mesin Penggerak Lift... 90 4.10. Rel Penuntun... 92 4.10.1. Pemilihan Rel Penuntun... 94 4.11. Buffer (penyangga/ peredam)... 103 4.12. Governor... 110 BAB V PENUTUP... 112 5.1. Kesimpulan... 112 5.2. Saran.. 113 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 penemu elevator Elisha Graves Otis 6 Gambar 2.2 Lift Geared Elevator. 10 Gambar 2.3 Lift Gearless Elevator... 10 Gambar 2.4 Geared Elevartor... 11 Gambar 2.5 Gearless Elevator.. 11 Gambar 2.6 Lift Traksi geared elevator... 15 Gambar 2.7 Mesin traksi geared (dengan roda gigi) 17 Gambar 2.8 Governor.. 18 Gambar 2.9 Saklar Batas Lintas.. 20 Gambar 2.10 fish plate 20 Gambar 2.11 Safety Gear.. 28 Gambar 2.12 Penyangga Pegas 30 Gambar 2.13 Pintalan (Strand) Tali Baja Tarik.. 31 Gambar 2.14 Kontruksi Tali Baja.. 32 Gambar 2.15 Jenis Tali baja tarik dari segi arah pilinan... 33 Gambar 3.1 Gaya sentrifugal governor.. 38 Gambar. 3.2 alat pengaman kereta. 38 Gambar 3.3 Sistem Pesawat Pengaman Kereta..... 39 Gambar 3.4 Perencanaan Lift Sanyo... 41 Gambar 3.5 Rencana Ruang Luncur 41 Gambar 3.6 posisi roda puli tarik.. 44 Gambar 3.7 sistem pentalian 2:1 44

Gambar 3.8 Potongan roda puli dengan 3 alur ( Groove) bentuk U 44 Gambar 3.9 Bentuk-bentuk alur (groove)... 45 Gambar 3.10 Gaya gesek tali baja tarik dengan roda puli 47 Gambar 3.11 lekuk dasar (pit) 65 Gambar 4.1 Penampang Batang Bobot Imbang... 70 Gambar 4.2 Penyusunan batang bobot imbang.. 71 Gambar 4.3 tali baja jenis seale Type 8 x 19 FC.. 72 Gambar 4.4 Perhitungan soket tirus tali baja tarik 76 Gambar 4.5 perencanaan sistem pertalian 1:1 memeluk satu kali.. 80 Gambar 4.6 puli traksi alur bentuk U dengan undercut... 83 Gambar 4.7 distribusi tekanan spesifik didalam alur bentuk U undercut 84 Gambar 4.8 alur bentuk V pada roda puli traksi 85 Gambar 4.9 perhitungan sudut kontak tali baja tarik. 87 Gambar 4.10 rel penuntun. 95 Gambar 4.11 perhitungan tegangan tekuk. 97 Gambar. 4.12 perhitungan tegangan dan defleksi rel. 100

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbedaan lift motor traksi dengan lift hidrolik.. 8 Tabel 3.1 Faktor Dinamis, Cd (berdasarkan g = 9,80 m/s 2 ) 49 Tabel 4.1 Dimensi Bagian Rel Penuntun 96 Tabel 4.2 Fisik Properti Dari Rel Penuntun 96 Tabel 1 Faktor Keamanan Untuk Tali Baja Tarik dan Tali Baja Governor lampiran Tabel 2 Percepatan Lift Modern Dengan Kendali Kecepatan VVVF lampiran Tabel 3 Batas Patah Tali Baja Tarik 8 x19 FC Seale Dan Regular Lay..lampiran Tabel 5 Nilai Faktor Tekuk Untuk Baja 370 N/mm 2... lampiran Tabel 6 Nilai Koefisien C 1.. lampiran Tabel 7 Nilai koefisien C 2 lampiran

DAFTAR NOTASI SIMBOL KETERANGAN SATUAN Luas Penampang Tali Baja m 2 Luas Kereta m 2 Luas Penampang Metalik Tali Baja m 2 Panjang Undercut mm Bp Batas Putus Tali Maksimal N Cd Faktor dinamis - D Diameter Roda Puli mm D diameter lilitan rata-rata mm d Diameter Tali mm d Diameter kawat pegas mm D luar Diameter luar lilitan mm D dalam Diameter dalam lilitan mm Energi Kinetik Kg.m f Frekuensi Hz Koefisien Friksi Alur - Gaya Pengereman fk Faktor Keamanan - Tegangan Sentrifugal Puli / G Modulus Geser Bahan kg/mm 2 g Gravitasi Bumi m/s 2 gr Rasio Roda Gigi - H Tinggi Ruang Mesin, mm h Tinggi m i System Pentalian - Momen Inersia Polar mm 2 Faktor Tegangan Wahl - k Koefisien Bentuk Alur - Langkah Piston m l cw Lebar Bobot Imbang mm m Massa bandul Kg m bat Beban Satu Batang Bobot Imbang mm Momen Torsi Pegas Buffer Kg.mm Kecepatan Putar Motor Traksi rpm Jumlah Tali Baja Yang Diperlukan - Jumlah Lilitan Yang Aktif - Jumlah Seluruh Lilitan - OH Tinggi Overhead mm

SIMBOL KETERANGAN SATUAN P Tinggi Ruang Pit mm P Jumlah Pole - Tekanan Spesifik Tali N/mm Tegangan Izin Maks Dinding Soket Tirus kg/mm 2 P cw Panjang Bobot Imbang mm Tekanan Izin Spesifik Tali Maksimum N/mm Daya Yang Digunakan kw Beban Bobot Imbang kg Beban Total Dinamis Yang Ditahan Tali Baja Tarik kg Berat Karena Adanya Percepatan kg Beban Kereta Kosong kg Kapasitas Angkat Maksimum kg Beban Statis Tiap Tali kg Beban Total Statis Yang Ditahan Tali Baja Tarik kg Berat Tiap Tali kg r jarak bandul terhadap sumbu pusat m Gaya Maksimal Pada Rel kg R 0 Gaya Reaksi Penyangga Gaya Horizontal t Waktu detik Batas Maksimal Traksi - t Tinggi Bobot Imbang mm T d Traksi Dinamis - Gaya Tarik Tiap Tali N T R Traksi Statis - Tr Tinggi Travel Lift mm T Tegangan Tali Pada Sisi Tegang kg T Tegangan Tali Pada Sisi Kendor kg V Kecepatan Lift m/s l mm 3 V 0 Kecepatan kereta yang menyebabkan gaya sentrifugal m/s Percepatan m/s 2 α Sudut Kontak Tali 0 Sudut Undercut 0 Sudut Tegang 0 Kemuluran Tali Tiap Tahun mm Effisiensi Total - Koefisien Kelangsingan - Koefisien Gesekan Antara Dua Macam Bahan -

SIMBOL KETERANGAN SATUAN Massa Jenis Puli / Tegangan Patah Bahan Soket kg/mm 2 Tegangan Izin Bahan Metalik Tali Baja Tarik N/m 2 Tegangan Tekuk Rel Pemandu / Tegangan Lentur Bahan Metalik Tali Baja Tarik N/m 2 Tegangan Tarik Bahan Metalik Tali Baja Tarik N/m 2 Tegangan Maksimum Pegas / Tegangan Geser Soket Tirus kg/m 2 Sudut 0 Faktor Tekuk - Σ Jumlah Batang Bobot Imbang -

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengubah peradaban manusia terutama dikota-kota besar seperti Jakarta, dampak kemajuan tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya perkembangan teknologi di daerah terpancil. Ini mengakibatkan perpindahan penduduk dari desa ke kota serta pemanfaatan lahan pada kota semakin sedikit. semakin meningkatnya jumlah penduduk sehingga kebutuhan akan lahan sangat terbatas dan lahan yang ada untuk ditempati semakin sempit. Untuk mengatasi kekurangan lahan maka dibangunlah gedung-gedung bertingkat untuk menghemat lahan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kemudian timbul masalah bila gedung semakin tinggi yang terdiri dari beberapa lantai, maka hubungan antar lantai tidak efektif dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lantai demi lantai tidak efisien. Oleh sebab itu dibuatlah alat transportasi vertikal yang efektif dan efisien untuk gedung-gedung bertingkat yang kita kenal dengan nama lift atau elevator. Lift atau elevator ini digunakan untuk transportasi manusia atau barang secara vertikal, yang dilengkapi dengan kereta (car) dan digerakkan dengan motor, bergerak pada rel penuntun tetap yang terletak pada ruang luncur (hoist way) serta dapat dikendalikan sesuai dengan kehendak pemakainya.

Keuntungan yang dapat diperoleh manusia dengan menggunakan sarana elevator ini antara lain : 1. Efisiensi terhadap waktu 2. Meningkatkan poduktifitas kerja 3. Sebagai pengganti anak tangga Elevator ini merupakan hasil perpaduan kerja antara mekanik dengan elektrik, sehingga bentuknya dirancang praktis dan sistem pengotrolnya otomatis. Pada elevator yang digunakan untuk transportasi manusia, kekuatan harus dirancang sekuat mungkin agar penumpang tetap terjaga pada kondisi yang baik. Faktor yang sangat penting adalah faktor kekuatan dari lift agar perbandingan kekuatan lift dan berat barang seimbang. Dari faktor kekuatan tercipta faktor keamanan untuk mengantisipasi kecelakaan yang sering terjadi. Sebagai suatu sistem keamanan dari elevator, sistem buffer (penyangga) harus dirancang secara baik guna meminimalisasikan resiko yang fatal jika sistem-sistem tidak dapat bekerja dengan baik. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan tugas akhir dengan judul analisa perencanaan lift penumpang berkapasitas maksimum 1150 kg antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui dan memahami perhitungan perencanaan lift. 2. Menentukan bahan dan dimensi komponen lift

1.3. Batasan Masalah Pada tugas akhir ini, diperlukan batasan masalah agar pembahasan tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari topik. Pembatasan masalah yang diberikan adalah sebagai berikut: Pembahasan tentang perhitungan beban statis pada tali baja tarik Pembahasan tentang perhitungan dalam penentuan bentuk alur puli yang akan digunakan Pembahasan perhitungan daya motor pada beban statis Pembahasan tentang perhitungan hubungan traksi Pembahasan tentang perhitungan penyangga (buffer) pada beban statis Pembahasan tentang perhitungan pemilihan Rel Penuntun 1.4. Metode Penulisan Metode penulisan yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, antara lain : Metode literatur berdasarkan dari buku-buku referensi dan bahan-bahan kuliah yang di dapat. Metode wawancara, dengan Dosen pembimbing, tenaga ahli dibidang lift. Metode lapangan, dilakukan dengan cara pengamatan langsung tentang lift penumpang di Jakarta.

Diagram Alir Proses Penyusunan Tugas Akhir Start Perumusan Masalah Studi Literatur Studi Lapangan Spesifikasi Lift Penumpang Pengambilan Data Penyusunan dan Penulisan Tugas Akhir Perhitungan Analisa Hasil Perhitungan Kesimpulan End

1.5. Sistematika Penulisan Untuk membahas permasalahan dalam tugas akhir ini dibuat sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini berisi tentang perkembangan, jenis-jenis, dan komponen utama lift sehingga memudahkan dalam menganalisa perencanaan lift yang akan dibuat. BAB III METODOLOGI PERENCANAAN TEKNIS LIFT Dalam bab ini berisikan data perancangan mengenai beban yang diangkat serta teknik dalam perencanaan dari lift penumpang model P-17-CO-105 Sanyo. BAB IV ANALISA PERHITUNGAN LIFT PENUMPANG Dalam bab ini berisikan perhitungan-perhitungan yang berhubungan dengan perancangan lift penumpang terutama pada tali baja (wire rope), puli, bobot pengimbang (counter weight), motor penggerak, rel penuntun dan balok penyangga (buffer) lift dengan kapasitas penumpang maksimal 1150 kg. BAB V KESIMPULAN Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari analisa perencanaan lift. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II Landasan Teori 2.1. Definisi Lift penumpang menurut SNI 05-2189-1999 adalah pesawat Pengangkat atau pengangkut manusia yang digerakkan dengan tenaga listrik baik melalui transmisi tarikan langsung (tanpa atau dengan roda gigi) maupun transmisi sistem hidrolik dengan gerakan vertikal (toleransi 7%) naik dan turun. 2.2. Perkembangan Lift Mulai dari jaman kuno sampai jaman pertengahan dan memasuki abad ke- 1850 13, tenaga manusia dan binatang merupakan tenaga penggerak. Pada tahun telah diperkenalkan lift uap dan hidrolik. Tahun 1852 terjadi babak baru dalam sejarah elevator yaitu penemuan lift yang aman pertama di Dunia oleh Elisha Graves Otis. Gambar 2.1 penemu elevator Elisha Graves Otis

lift penumpang pertama dipasang oleh Otis di New York pada tahun 1857. Setelah meninggalnya Otis pada tahun 1861, anaknya, Charles dan Norton mengembangkan warisan yang ditinggalkan oleh Otis dengan membentuk Otis Brothers & Co. pada tahun 1867. Pada tahun 1873 lebih dari 2000 elevator Otis telah dipergunakan di gedung-gedung perkantoran, hotel, dan department store di seluruh Amerika, dan lima tahun kemudian dipasanglah elevator penumpang hidrolik Otis yang pertama. Era Pencakar Langit pada tahun 1889 Otis mengeluarkan mesin elevator listrik direct-connected geared pertama yang sangat sukses. Pada tahun 1903, Otis memperkenalkan desain yang akan menjadi tulang punggung industri elevator, yaitu elevator listrik gearless traction yang dirancang dan terbukti mengalahkan usia bangunan itu sendiri. Hal ini membawa pada berkembangnya jaman struktur-struktur tinggi, termasuk yang paling menonjol adalah Empire State building dan World Trade Center di New York, John Hancock Center di Chicago dan CN Tower di Toronto. Selama bertahun-tahun ini, beberapa dari inovasi yang dibuat oleh Otis dalam bidang pengendalian otomatis adalah Sistem Pengendalian Sinyal, Peak Period Control, Sistem Autotronik Otis dan Multiple Zoning. Otis adalah yang terdepan di dunia dalam pengembangan teknologi komputer dan perusahaan tersebut telah membuat revolusi dalam pengendalian elevator sehingga tercipta peningkatan yang dramatis dalam hal waktu reaksi elevator dan mutu berkendara dalam elevator.

2.3. Jenis Penggerak lift pada umumnya Dari masa ke masa jenis penggerak pesawat lift telah berkembang dan perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendampinginya atau dipergunakannya. Namun demikian pada umumnya jenis penggerak lift dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu : 1. Lift dengan sistem pengerak hidrolis (hydrolic elevator). 2. Lift dengan sistem penggerak dengan motor listrik (traction type elevator). Meskipun kedua sistem tersebut juga mengalami perkembangan masingmasing, sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pemasangan dilapangan yang dihadapinya. Akan tetapi ada perbedaan pokok dari kedua jenis lift tersebut yang perlu diperhatikan yaitu : Tabel 2.1 Perbedaan lift motor traksi dengan lift hidrolik No Hal yang perlu Lift Motor Traksi Lift Hidrolik diperhatikan 1. Jarak Pelayanan tidak terbatas Terbatas 20 meter 2. Frekuensi Pemakaian Lebih dari 80 start /stop perjam. Pada umumnya 180 start/stop per-jam. Terbatas 80 start /stop perjam 3. Kecepatan Tidak terbatas (1000m/menit) Terbatas (maksimal 90 m/menit)

2.4. Jenis Lift Dengan Motor Traksi Konsep dasar dari lift yang mempergunakan motor traksi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Jenis Tarikan Langsung (Drum Type) 2. Jenis Tarikan Gesek (Traction Drive) 2.4.1. Drum Type Elevator cara operasi lift jenis ini seperti pesawat angkat yang dipakai pada cranecrane pada proyek kontruksi bangunan, dengan menggulung tali baja pada tabung gulung. Pemakaian jenis lift ini pada lift penumpang tidak terlalu populer seperti pada lift traksi jenis motor pully, hal ini disebabkan adanya beberapa keterbatasan dalam pemakaian. Oleh karena itu lift jenis ini hanya dipergunakan untuk lift-lift dengan kapasitas kecil seperti pada lift perumahan (residential elevator) dan (lift pelayan) dumb waiter. Adapun kelemahan tersebut, antara lain : a. Kecepatan yang dapat dicapai secara teknis terbatas ( +/- 15 m/menit) b. Kapasitas angkut terbatas (maksimal 200 kg). c. Penggunaan tenaga listrik lebih boros ( tanpa bobot imbang ). Oleh karena biasanya lift jenis ini mempunyai kecepatan yang rendah ( kurang dari 30 m/menit ) maka jenis motor traksi yang dipakai kebanyakan jenis motor AC (single speed).

2.4.2. Traction Type Elevator Lift jenis ini dapat digolongkan menjadi 2 (dua ) penggolongan, yaitu : a. Dilihat dari segi mesin penggerak langsung atau tidak langsung, dibagi menjadi 2 (dua ) yaitu : a.1 Geared Elevator a.2 Gearless Elevator Gambar 2.2 lift Geared Elevator Gambar 2.3 lift Gearless Elevator

Gambar 2.4 Geared Elevator Gambar 2.5 Gearless Elevator Dilihat dari jenis motor traksi yang dipergunakan dapat menjadi dua (2) jenis, yaitu : b.1 Lift traksi motor AC b.2 Lift traksi motor DC Geared elevator dengan penggerak motor AC geared biasanya dipergunakan pada lift berkecepatan rendah dan sedang. Sebaliknya Gearless elevator dengan penggerak motor DC ( AC VVVF ) dipergunakan pada lift kecepatan tinggi. Kemampuan dari semua jenis tersebut diatas masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing dalam penggunaannya. Namun demikian dengan berkembangnya sistem control yang lebih modern (VVVF = Variabel Voltage Variabel Frequensi yang dilengkapi IPM = Integrated Power Modele, dll). Maka timbul kecendrungan yang kuat untuk menggeser atau mengurangi penggunaan penggerak motor DC pada lift-lift keluaran terakhir dengan kemampuan yang lebih baik dan lebih hemat biaya operasi.

Lift traksi sistem pengendali motor antara lain : a. Geared machine dengan motor AC single speed : 15-30 m/menit b. Geared machine dengan motor AC double speed : 30-45 m/menit c. Geared machine dengan motor AC VVVF : 45-210 m/menit d. Gearless machine dengan motor DC atau AC VVVF : >150 m/menit Pada umumnya lift jenis traksi meletakkan motor traksi dan panel control diatas ruang runcur (hoistway), namun demikian dalam beberapa kasus tertentu penempatan motor traksi dan panel control ada yang diletakkan samping bawah atau disamping atas ruang luncur. Untuk mengatasi masalah dimana ketinggian bangunan yang terbatas, saat ini telah ada lift motor traksi yang tidak memerlukan ruang mesin (machine roomless) yang disebut Spacell yang telah diproduksi oleh Toshiba Elevator dan Kone Elevator. 2.5. Jenis lift dan pengunaannya 2.5.1. Pembagian Jenis Dilihat dari Sudut muatan : Secara umum jenis lift dilihat dari pemakaian muatan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1. Lift Penumpang ( Passenger Elevator) 2. Lift Barang (Freight elevator) 3. Lift Pelayan (Dumb Waiter, lift barang berukuran kecil). Secara teknis lift-lift tersebut tidak jauh berbeda secara prinsip. Namun perbedaan yang nyata dari kedua lift tersebut biasanya dapat kita bedakan pada interior dan perlengkapan operasi dari lift-lift tersebut. Juga pada sistem

pengamanan operasi yang dipasang sebagian besar sama, hanya pada dumb waiter sistem pengamanan operasi yang disediakan lebih sederhana. Perbedaan tersebut akan semakin nyata apabila dibandingkan antara lift barang untuk pabrik (besar) dengan lift penumpang yang dipergunakan didalam gedung-gedung diperkantoran. Lift barang untuk pabrik (sesuai dengan kebutuhan) biasanya dilengkapi dengan pembuka pintu yang lebih besar, baik dipasang dengan pembukaan secara horizontal (terdiri lebih dari dua pintu) maupun yang dipasang dengan sistem pembukaan pintu vertikal (biasanya terdiri dari dua daun pintu atau lebih) Perbedaan lain juga dapat dilihat pada cara penulisan kapasitas muatannya. Kapasitas digerakan pada COP (Car Operation Panel, Operation Panel Board) didalam kereta biasanya dinyatakan dalarn kilogram (kg) atau (Ib) untuk jenis lift barang, sedangkan untuk penumpang sering dinyatakan dalam jumlah orang (persons) atau kombinasi keduanya. Akan tetapi perbedaan tersebut akan menjadi semakin tipis apabila kita bandingkan lift penumpang dan lift barang yang terpasang dalam gedung perkantoran. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar lift barang yang terpasang didalam gedung hunian dipersyaratkan juga untuk dapat mengangkut penumpang atau orang.

2.5.2. Pembagian jenis dilihat dari penggunaan Pembagian jenis lift dilihat dari penggunaannya adalah ; 1. Lift penumpang (Passenger Elevator). 2. Lift perumahan (residence elevator) 3. Lift Pemandangan (Observation Elevator) 4. Service Elevator (passenger-freight elevator). 5. Fireman lift (lift Pemadam Kebakaran). Observation elevator adalah jenis lift penumpang yang sebagian besar pada dindingnya atau pintunya dilengkapi dengan kaca. Sehingga memungkinkan penumpangnya dapat melihat kearah luar. Lift jenis ini biasanya dipasang pada pertokoan atau hotel yang memiliki pemandangan yang bagus.

2.6.Komponen Utama Lift Jenis Tarikan Gesekan Gambar 2.6 lift traksi geared elevator

2.6.1. Kamar mesin (Machine Room) a. panel-panel control : 1. Panel distribusi (Distribution Panel) adalah panel penerima daya listrik dari panel sumber listrik utama dalam bangunan dan diteruskan panel lift. 2. Panel Kontrol adalah terdiri dari satu atau beberapa panel yang berisi PCB dan komputer berfungsi untuk mengatur jalannya lift. 3. Interphone biasanyanya terletak pada panel kontrol lift atau pada lokasi yang mudah dicapai, berfungsi untuk mengadakan komunikasi (dalam keadaan tertentu) antara MR, lift dan ruang katrol. b. Motor Traksi (Traction Motor) : 1. Motor Traksi (Traction Motor) merupakan motor yang menggerakan lift ke arah naik maupun turun. Ada yang dihubungkan langsung dengan roda gigi ataupun tanpa roda gigi. Untuk lift dengan roda gigi biasanya disatukan dengan as yang dapat dipergunakan untuk penyelamatan penumpang dalam keadaan darurat. 2. Rem merupakan tabung rem (Break Drum) biasanya terletak antara motor traksi dan kotak roda gigi (gear box) berfungsi untuk mengerem lift secara mekanikal, pada keadaan normal pengereman pertama biasanya dilakukan secara elektris pada motor.

3. Roda pulli tarik/puli penggerak (Driving Sheave) terletak pada kotak roda gigi atau pada motor langsung, melalui gesekan tali baja (wire rope) merupakan penggerak langsung kereta lift. Gambar 2.7 Mesin traksi geared (dengan roda gigi) c. Governor dan selector : 1. Governor merupakan alat pengaman kecepatan lebih (over speed) yang berhubungan langsung dengan alat pengaman pada kereta dengan kawat baja (wire rope) yang berfungsi pada arah gerak sangkar kebawah. 2. Pita pemilih lantai (Floor Selector) biasanya untuk lift lama peralatan ini biasanya berdiri sendiri akan tetapi untuk lift jenis baru biasanya dipergunakan encoder yang disatukan dengan governor atau

langsung ke as motor traksi. Fungsinya untuk mendeteksi posisi kereta dalam ruang luncur (shaft). Gambar 2.8 governor d. Perlengkapan lainnya: 1. Lampu penerangan. 2. Ventilasi terdiri dari satu atau lebih exhause fan dan grill. 3. Peralatan Pengaman ditempat perkakas khusus untuk pembukaan rem pada motor traksi. Biasanya diletakkan didinding yang mudah dicapai. Untuk lift dengan sistem kontrol komputer biasanya disarankan dilengkapi dengan alat pengatur udara (air conditioning). 2.6.2. Ruang Luncur (Shaft, Hoistway) : Ruang luncur adalah lubang lintasan dimana kereta tersebut bergerak naik dan turun. Lubangi harus merupakan lubang tertutup dan tidak ada hubungan langsung ke ruang diluarnya (kecuali untuk lubang 2 (dua) buah lift yang berdampingan).

a. Ruang luncur (Shaft, Hoistway) merupakan Lubang lintasan kereta lift yang bebas hambatan antara pit sampai pada bagian lantai bawah ruang mesin lift. b. Rel (Guide Rail) adalah profil baja khusus pemandu jalannya kereta (car) dan bobot pengimbang (counter weight), Ukuran rel untuk kereta biasanya lebih besar dari pada rel untuk bobot pengimbang. Terpasang tegak lurus dari bawah sampai keatas. Adapun fungsi rel ada empat yaitu : 1. Sebagai pemandu jalannya kereta dan bobot imbang (counter weight) lurus vertical. 2. Sebagai penahan agar kereta tidak miring saat pemuatan dan akibat beban tidak merata. 3. Sebagai sarana tempat memasang saklar, pengungkit (Cam) dan puli penegang. 4. Sebagai penahan saat kereta dihentikan oleh pesawat pengaman (safety device/gear) c. Sakelar batas lintas (Limit Switch), ada dua jenis sakelar batas lintas untuk pembalik arah (direction switch) dan final switch, biasanya terpasang pada rel kereta, dipasang dibagian atas dan bagian bawah rel berfungsi untuk menjaga agar kereta tidak menabrak pit atau lantai kamar mesin. d. Pelat Bendera (Floor vane) dipasang pada rel kereta yang fungsinya untuk mengatur pemberhentian kereta pada lantai yang dikehendaki dan

mengatur pembukaan pintu pendaratan (landing door). Untuk jenis tertentu landing vane ini ditiadakan dan diganti dengan pulsa detector (encoder) di kamar mesin. e. Pintu pendaratan (Hall Door) terdiri dari beberapa bagian, antara lain : door hanger, door sill dan door panel. Berfungsi untuk menutup ruang luncur dari luar. Pada hall door ini dipasang alat pengaman secara sehingga apabila salah satu pintu terbuka lift tidak dapat dijalankan. Gambar 2.9 saklar batas lintas Gambar 2.10 fish plate 2.6.3. Kereta (Car) : Kereta (Car) adalah kotak dimana penumpang naik dan dibawa naik atau turun. Kereta ini dihubungkan langsung dengan bobot imbang (Couter Weight) dengan tali baja lewat roda puli penggerak di ruang mesin. a. Rangka kereta terdiri dari:

1. Cross head channel atau disebut "car sling", yaitu rangka sebagai tempat tali baja tarik diikat dengan pegas dan baut soket dan dudukan sepatu luncur (sliding guides) atau roda pemandu (roller guides}. 2. Bottom channel, rangka bawah tempat benturan buffer (disebut safety plank). 3. Dua buah tiang tegak kiri dan kanan (up-right channels atau stiels). Keempat bagian tersebut membentuk segi empat kokoh dengan plat baja penguat pada sudut-sudutnya. b. Pintu Kereta (Car Door) terdiri dari beberapa bagian, antara lain: door hanger, door sill, door panel dan mechanisme yang mengatur buka tutup pintu. Berfungsi untuk menutup kereta dari luar. Pada pintu kereta (car door) ini dipasang alat pengaman secara seri sehingga apabila pintu terbuka lift tidak dapat dijalankan. c. COP (Car Operating Panel - Operating Panel Board), ada satu atau lebih COP. Biasanya terletak pada sisi depan kereta (pada front return panel) pada panel tersebut terdapat tombol tombol lantai dan tombol pcngatur buka-tutup pintu. d. Interphone biasanya terletak pada COP (atau pada lokasi yang mudah dicapai) yang berfungsi untuk mengadakan komunikasi (dalam keadaan tertentu ) antara kereta, kamar mesin (Machine Room) dan ruang kontrol gedung.

e. Alarm Buzzer terletak pada COP (OPB). Berfungsi untuk memberi tanda bila lift menerima beban penuh atau tanda-tanda lain. f. Switching Box (biasanya menjadi satu dengan COP) biasanya terletak dibawah COP secara tertutup (yang dapat dibuka hanya dengan kunci khusus) didalamnya terletak tombol-tombol pengatur. g. Floor indicator adalah nomor penunjuk lantai dan arah jalannya kereta. Biasanya terletak di sisi atas pintu kereta (transom) atau pada COP. h. Lampu darurat (Emergency lighting) biasanya terletak diatas atap kereta, fungsinya untuk menerangi kereta dalam keadaan darurat (listrik mati) dengan sumber dari baterai. i. Sakelar pintu darurat (Emergency exit switch) terletak pada pintu darurat diatas kereta. Fungsinya untuk memastikan agar kereta tidak berjalan apabila pintu darurat dibuka untuk proses penyelamatan. j. Sakelar tali baja (Rope switch) terletak diatas kereta pada bagian pengikat tali baja. Fungsinya untuk mematikan lift apabila ada salah satu rope yang kendor atau putus. k. Safety Link adalah mekanisme penggerak alat pengaman (safety device) diatas kereta yang dihubungkan dengan governor dikamar mesin. Berfungsi untuk menahan kereta over speed kebawah (dalam keadaan darurat).

l. Selector switch (untuk lift jenis lama) adalah mekanisme penggerak alat pengaman (safety device) diatas kereta yang dihubungkan dengan selector lift. Berfungsi untuk memberhentikan kereta apabila selector tape mengalami kerusakan (dalam keadaan darurat). 2.6.4. Lekuk Dasar (Pit) Ruangan dibagian bawah dari ruang luncur yang fungsinya memberikan kesempatan kereta untuk menghabiskan tenaga kinetik yang diredam oleh buffer pada saat lift mengalami jatuh ke pit. a. Peredam (Buffer) terletak di dua tempat, satu set untuk kereta dan satu set untuk beban pengimbang. Berfungsi alat penahan kemerosotan kereta atau bobot imbang yang masuk kedalam pit melewati batas seharusnya. Peredam pegas bersifat mengumpulkan energi kinetis saat kereta atau bobot imbang membenturnya, sedangkan peredam hidrolis bersifat menyerap energi kinetis. b. Governor Tensioner merupakan puli berbandul sebagai penegang rope governor, terletak di pit. c. Stop kontak terletak didinding pit bagian depan sebagai sumber daya listrik sebagai penerangan pit pada saat melaksanakan perawatan atau perbaikan. d. Sakelar lekuk dasar (pit switch) terletak didinding pit bagian depan sebagai merupakan sakelar pengaman bagi pekerja yang berada di pit

2.6.5. Lobi Lift (Lift Hall): a. Lobi lift (Lift Hall) adalah ruang bebas yang lerletak didepan pintu hall lift. b. Tombol Lantai (Hall button ) adalah Tombol pemanggil kereta, di hall. c. Sakelar Parkir (Parking switch) biasanya terletak di lobby utama didekat tombol lantai (hall button), berfungsi mematikan dan mcnjalankan lift. d. Sekakelar Kebakaran (Fireman Switch) biasanya terletak di lobby utama disisi atas hall button, berfungsi untuk mengaktipkan fungsi fireman control atau fireman operation. e. Petunjuk Posisi Kereta (Hall indicator) biasanya terletak di transom masing-masing lift. Berfungsi untuk mengetahui posisi masing-masing kereta. 2.7. Alat Pengaman Dan Cara Kerjanya Lift adalah satu-satunya pesawat angkut manusia yang pada saat operasinya tidak dikemudikan atau operasikan langsung oleh manusia sehingga semua penumpang lift sepenuhnya tergantung pada keandalan teknologi dari pada pesawat lift itu sendiri. Oleh karena itu keyakinan akan berfungsinya alat pengaman pada saat operasi merupakan hal yang paling utama. Sebagian besar peralatan pengaman pada lift dipasang secara serial, sehingga apabila salah satu alat tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya seluruh pesawat tersebut akan mati dan tidak dapat dioperasikan sampai dengan

alat pengaman tersebut difungsikan kembali. Adapun peralatan pengaman tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut: 2.7.1. Alat Pengaman Di Ruang Mesin : Alat pengaman diruang mesin dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu : 1. Alat pengaman bersifat listrik. 2. Alat pengaman mekanik. Oleh karena pengecekan alat pengaman bersifat listrik memerlukan kemahiran khusus dan hampir kesemuanya terletak didalam kontrol panel. Sedangkan alat pengaman mekanik diruang mesin, antara lain: 1. Speed Governor: a. Berfungsi untuk mendeteksi kecepatan lebih (arah turun) dan mengaktipkan mekanisme pengaman. Biasanya alat ini diset pada 110 % & 115% dari kecepatan nominal lift. b. Cara kerja Puli governor yang dihubungkan dengan kereta mempunyai sistem bandul yang akan bekerja berdasarkan kecepatan centrifugal akan mengaktipkan suatu mekanisme yang dapat mengunci rope governor sehingga tali baja menarik safety block yang berada dikereta dan menguncinya sehingga kereta terkunci pada rel. Alat ini juga dihubungkan dengan rangkaian kontak listrik yang bekerja) kecepatan 110%.

2. Rem Mekanik (Mechanical Break) : a. Berfungsi untuk memastikan lift berhenti. b. Cara kerja rem ini bekerja berdasarkan pegas yang dipasang pada dudukan sepatu yang cara pembukaannya digerakan oleh motor rem. Semua peralatan pengaman dihubungkan dengan motor rem ini. Pada saat motor traksi maka rem ini bekerja. Untuk membukanya diperlukan peralatan khusus (yang biasanya disediakan di ruang mesin). 2.7.2. Alat Pengaman di Ruang Luncur : 1. Door lock a. Berfungsi untuk mengunci pintu hall. b. Cara kerja alat ini bekerja berdasarkan pegas dan gravitasi dari pengait. Padanya dipasang kontak listrik yang dihubungkan dengan sistem pengaman yang secara seri, kontak tersebut akan selalu pada posisi tertutup apabila dalam keadaan tertutup dan sebaliknya. Cara pembukaan pintu biasanya dengan suatu alat khusus dan dianjurkan tidak sembarang orang untuk mempergunakannya. 2. Limit Switch a. Berfungsi untuk menjaga agar kereta tidak melewati batas lintasan yang di ijinkan pada arah keatas maupun pada arah kebawah. b. Cara kerja alat ini merupakan kontak listrik yang digerakan oleh sentuhan batang pengungkit yang dipasangkan pada kereta, dipasang di dua tempat, yaitu pada main rail dibagian atas (setelah lantai teratas) dan dibagian

bawah setelah lantai terbawah. Alat ini terdiri dari 2 (dua) tingkat, yi. Limit switch pembalik arah dan final limit switch. 2.7.3. Alat pengaman di Kereta : 1. Door lock: a. Berfungsi untuk mengunci pintu kereta. b. Cara kerja tidak seperti pada hall door, penguncian pintu kereta dilakukan pada motor penggerak pintu. Pada alat ini juga dipasang rangkaian kontak listrik dipasang seri dengan alat pengaman yang lain. 2. Door Edge dan Photo Cell a. Berfungsi untuk menghindarkan penumpang terjepit pintu. b. Cara kerja kedua alat ini dipasang pada pintu kereta (tidak selalu dipasang keduanya) yang mempunyai rangkaian kontak listrik yang dipasang seri dengan alat pengaman yang lain. Rangkaian ini akan terputus apabila door edge masuk atau sinar photo cell terputus. Pada kasus tertentu dipergunakan sistem yang mempergunakan medan magnit dll. 3. Over Load Device a. Berfungsi untuk menahan lift agar tidak jalan apabila terjadi muatan lebih. b. Cara kerja alat ini dipasang dibawah atau diatas kereta atau di ruang mesin Juga mempunyai rangkaian kontak listrik yang dipasang seri dengan alat pengaman yang lain. Rangkaian ini akan terputus apabila terjadi beban lebih.

4. Emergency Exit Switch (man hole) a. untuk mengunci motor traksi apabila terjadi proses evakuasi keatas kereta. b. Cara kerja rangkaian kontak listrik dipasangkan pada pintu Kontak akan terputus apabila pintu emergency dibuka. 5. Safety gear a. Berfungsi untuk memberhentikan kereta apabila terjadi kecepatan lebih kearah bawah. b. Cara kerja alat ini dipasang 2 (dua) buah, masing-masing dipasang di bagian bawah kiri dan kanan kereta. Alat ini bekerja berurutan dengan bekerjanya speed governor di ruang mesin. Gambar 2.11 Safety Gear

6. Rope Switch b. Berfungsi untuk rnenahan lift agar tidak jalan apabila ada wire rope yang rusak c. Cara kerja alat ini dipasang diatas kereta atau di ruang mesin, juga mempunyai rangkaian kontak listrik yang dipasang seri dengan alat pengaman yang lain. Rangkaian ini akan terputus salah satu rope kendor atau putus. 2.7.4. Alat Pengaman di Pit 1. Governor pit switch a. Berfungsi untuk memutus rangkaian pengaman apabila governor rope terjadi kelainan. b. Cara kerjanya merupakan rangkaian kontak listrik yang dihubungkan dengan alat pengaman lain. Kontak akan terputus apabila posisi bandul governor tidak memenuhi persyaratan operasi. 2. Buffer (penyangga atau peredam) a. Berfungsi meredam gaya tumbuk (impact) dari kereta atau bobot imbang yang terjatuh menimpa dan membentur buffer, jika alat pengaman terlambat bekerja atau bekerja pada saat kereta telah menjelang lantai terbawah. Pada dasarnya alat pengaman bekerja oleh sebab kecepatan lebih (overspeed) sebesar 115% dari kecepatan nominal. Jika terjadi overspeed pada saat mendekati lantai terminal bawah, maka kereta membentur buffer (penyangga). Oleh karena itu perhitungan langkah peredam (buffer stroke) atas dasar 1,15 V

(V=kecepatan nominal) dan perlambatan sebesar maksimal g (9,8 m/s 2 ), kecuali sesaat benturan, yaitu tidak boleh melebihi dari 2,5 g (24,5 m/s 2 ), menurut ANSI A17.1. b. Cara kerja seperti shock absorber. Gambar 2.12 Penyangga Pegas 3. Compensating Switch : (bila diperlukan). a. Fungsi untuk memutus rangkaian pengaman apabila compensating sheave terja kelainan. b. Cara kerja seperti governor switch. 2.8. Tali Baja Tarik Tali baja tarik khusus untuk lift harus dibuat dari kawat baja yang cukup kuat, tetapi cukup lemas tahan tekukan, dimana tali tersebut bergerak bolak balik melalui roda. Batas patah elemen kawat baja ialah kira-kira 19.000 kgf/cm 2 atau 190 kgf/mm 2 (high content carbon steel).

Konstruksi tali yang khas untuk lift terdiri dari 8 pintalan yang dililitkan bersama, arah kekiri ataupun kekanan dengan inti ditengah dari serat sisal manila henep, yang jenuh mengandung minyak lumas. Tiap-tiap pintalan terdiri dari 19 kawat yaitu 9.9.1, artinyaa 9 kawat diluar, 1 dipusat dan 9 lagi diantaranya. Biasanya 9 elemen kawat baja yang diluar dibuat dari baja "lunak" (130 kgf7mm 2 ) agar menyesuaikan gesekan dengan roda puli dari besi tuang, tanpa rnenimbulkan keausan berlebihan. Konstruksi tali sering disebut atau ditulis 8x19 atau 8 x 9.9.1. FC (fibre core). Pada gambar 2.13 dan gambar 2.14 terdapat beberapaa contoh bentuk konstruksi tali dan arah lilitan. Gambar 2.13 pintalan (strand) atas 19 kawat dan lilitan atas 8 pintalan. Lang lay jika pintalan searah lilitan.

Gambar 2.14 Kontruksi tali baja, a adalah jenis regular 6 x 19 FC, b adalah jenis Warrington 6 x 19 FC, c adalah jenis seale 6 x 19 FC (untuk lift 8 x 19 FC /lebih luwes), d adalah jenis tiller 6 x 6 x 7 FC (dilarang untuk lift) Inti serat sisal dapat juga diganti dengan serat sintetis. Adapun tujuannya hanya sebagai bantalan untuk mempertahankan bentuk bulat tali dan memberikan pelumasan pada elemen kawat. Tali baja yang dilengkapi inti serat diberi kode FC (fibre core), untuk membedakan dengan tali yang dilengkapi inti kawat baja atau kawat besi yang diberi kode IWC (independent wire core). Yang tersebut terakhir tidak memberikan pelumasan dan tidak digunakan untuk lift karena tidak luwes. Dilihat dari segi arah pilinan, tali dibedakan atas 2 jenis yaitu : 1. Regular lay, jika arah pilinan kawat berlawanan dengan arah lilitan dan strand 2. Lang lay, jika arah pilinan kawat sama searah dengan lilitan dan stand.

Gambar 2.15 Jenis Tali baja tarik dari segi arah pilinan Keuntungan dari lang lay ialah kemuluran tali lebih kecil yaitu 0.1 % hanya dibanding dengan regular lay 0.5%. Tekanan pada alur puli lebih kecil sehingga lebih awet dan lebih luwes, tidak mempunyai sifat kaku (menendang) saat mau dipasang. Lang lay dipakai untuk instalasi lift berkecepatan tinggi diatas 300 m/menit, dan jarak lintas diatas 200 m. Lang lay juga lebih tahan terhadap fatigue, tetapi batas patah lebih kecil kira-kira 10% dibanding dengan regular lay. Umpama pada tali berdiameter 13 mm, untuk regular lay batas patah 6500 kgf, sedangkan pada lang lay sebesar kirakira 5800 kgf.

Kabel baja yang merupakan sarana untuk pengangkatan mempunyai sifatsifat yang berbeda dengan rantai, yaitu : Kebaikannya : Tahan terhadap beban kejut. Bila akan putus memperlihatkan tanda-tanda. Berat per satuan panjang adalah kecil. Elastis. Tidak berisik bila digunakan. Dapat digunakan untuk kecepatan angkat yang tinggi. Kejelekannya : Tidak tahan terhadap korosi. Sukar untuk ditekuk-tekuk, sehingga memerlukan drum atau teromol penggulung yang besar. Dapat mulur atau memanjang. Cenderung untuk berputar. 2.9.Tali baja kompensasi Tali baja kompensasi dipasang sebagai pengimbang berat tali baja tarik, terutama pada instalasi lift dengan tinggi lintas lebih dari 35 meter dan lift dengan berkecepatan 210 m/menit keatas. Lift dengan lintas rendah sampai 35 m dan berkecepatan dibawah 210 m/menit menggunakan rantai gelang sebagai pengimbang berat tali baja tarik, terutama dengan alasan ekonomis.

Salah satu manfaat penggunaan kompensasi berat atas tali baja ialah menjaga hubungan traksi T 1 /T 2 konstan sepanjang lintasan. Lonjakan kereta dapat terjadi saat bobot imbang membentur peredam di pit. Oleh karena itu overhead harus diperhitungkan tingginya untuk cukup menampung tinggi ruang aman disamping lonjakan kereta setinggi setengah langkah peredam. Setelah terjadi lonjakan, kereta akan jatuh kembali ke posisi menggantung dengan menimbulkan tegangan dinamis pada tali baja tarik sesaat, setelah lonjakan. Kejutan semacam itu juga dapat terjadi saat pesawat pengaman bekerja yaitu kereta meluncur overspeed kebawah tiba-tiba dihentikan, sehingga bobot imbang melonjak keatas sesaat dan kembali ke kedudukannya menggantung dengan menimbulkan tegangan dinamis pada tali baja tarik. Tali kompensasi mempunyai peranan meredam peristiwa lonjakan tersebut. Untuk mengurangi tegangan dinamis pada tali baja tarik, terutama pada lift berkecepatan diatas 210 m/m, maka dipasang roda teromol di pit sebagai penegang tali kompensasi. Teromol tersebut beralur sesuai dengan jumlah dan besarannya tali kompensasi serta duduk pada rumah yang bebas naik-turun mengikuti ayunan, yang dipandu oleh sepasang rel vertikal. Gerakan ayunan naik-turun rumah teromol tersebut perlu diredam dengan satu atau dua buah shock breaker (sejenis yang digunakan pada kendaraan bermotor) yang diikat pada dasar pit sekaligus sebagai penahan kereta agar tidak atau hampir tidak melonjak. Posisi kereta diujung atas dimulai dari tali kendor atau kecepatan V o = 0, saat bobot imbang membentur penyangga dan terhenti.

Tahapan berikutnya tegangan puncak tali terjadi saat tali baja tarik menahan kereta yang turun kembali dari lonjakan. Jika tali kompensasi tidak dilengkapi dengan teromol penegang yang sesuai, dan peredam dari bobot imbang tidak dilengkapi dengan saklar pemutus arus, maka kereta dapat saja meloncat sampai membentur bagian bawah lantai kamar mesin, yaitu sesaat setelah bobot imbang membentur penyangga. Peristiwa ini sering disebut oleh teknisi lapangan sebagai peristiwa "jatuh keatas"

Bab III METODOLOGI PERENCANAAN TEKNIS LIFT 3.1. Prinsip Kerja Lift Kontruksinya berupa sangkar atau kereta yang dinaikturunkan oleh mesin traksi, dengan mengunakan tali baja tarik, melalui ruang luncur (hoistway) didalam bangunan yang dibuat khusus untuk lift. Agar kereta lift tidak bergoyang digunakan rel pemandu setinggi ruang luncur (hoistway) yang diikat dengan tembok ruang luncur lift. Untuk mengimbangi berat kereta dan bebannya digunakan bandul pengimbang (counterweight), beratnya sama dengan berat kereta ditambah dengan 0,4-0,5 berat beban maksimum yang diizinkan. Hal ini untuk memperingan kerja mesin traksi, karena pada saat kereta dipenuhi dengan beban maksimum, mesin traksi hanya berupaya mengangkat atau menaikkan setengah dari beban maksimumnya. Sebaliknya pada saat kereta kosong, mesin traksi hanya perlu mengangkat atau menaikan setengah dari beban maksimum yang berlebih pada bobot counterweight. 3.2. Cara Kerja Komponen Pengaman Sistem pengaman kereta terdiri dari pengindraan kecepatan lebih disebut governor, tali baja pemutar roda governor, mekanisme penarik alat pengamanan (linkages) dan rem pasak yang disebut safety block. Fungsi governor ialah menjepit tali governor agar berhenti jika terjadi overspeed. Gambar 3.1 memperlihatkan terjadinya penjepitan tali baja governor saat lift melaju melebihi batas tertentu sehingga putaran roda governor menimbulkan

gaya sentrifugal kepada 2 buah bandul yang keluar membentur pengungkit (cam) dan melepaskan kait (tripped) Gambar 3.1 Gaya sentrifugal governor Pada gambar Putaran roda governor searah jarum jam, atas kiri governor, 1 dan 5 bandul terbang yang akan memukul pengungkit 4, melepaskan kait dan menjatuhkan 6, rahang 3 diperkuat dengan pegas menjepit tali bersamaan rahang yang terjatuh, maka tali baja akan berhenti bergerak. Gambar. 3.2 alat pengaman kereta

Gambar 3.3 Sistem Pesawat Pengaman Kereta Tali baja governor merupakan lingkaran tidak terputus dari ujung tuas dikereta, keatas Tali baja governor merupakan lingkaran tidak terputus dari ujung tuas di kereta, keatas melingkari roda governor, turun langsung ke pit melingkari roda penegang, dan kembali keatas diikat pada tuas tersebut. Jika terjadi tripped tali baja dijepit oleh rahang yang jatuh karena kaitannya lepas. Selanjutnya tali yang berhenti, menarik tuas kiri dan kanan, dan melalui rangkaian mekanis menarik keatas lifting rod dan rem pasak (baji) yang berbentuk tirus masuk ke

rumahnya (block) menjepit rel. Dalam keadaan normal, pesawat pengaman tidak mempengaruhi jalannya lift, kecuali jika lift melampaui batas kecepatan tertentu (115 % V). Pesawat pengaman dalam waktu-waktu tertentu paling lambat satu tahun, harus diujl kemampuannya, Pengujian harus dllakukan oleh tenaga ahli atau ahli K3 bidang lift yang telah diangkat oleh Menteri Tenaga kerja 3.3. Data lift Sanyo model P-17-CO-105 Data lift Sanyo model P-17-CO-90 didapat dari katalog Sanyo Elevator (lampiran) sebagai berikut yaitu : Kapasitas : 1150 kg Kecepatan kereta : V = 105 m/menit = 1,75 m/s Ruang luncur (hoistway) : (X x Y) = 2300 mm x 2200 mm Overhead (OH) : 4850 mm Ruang bawah (pit) : P = 2200 mm Kereta (car) : (A x B x T) =1800 mm x 1500 mm x 2100 mm Pintu masuk : w = 1000 mm Ruang mesin : (S x T x H) = 3600 mm x 4000 mm x 2250 mm Gaya tumbuk terhadap bobot imbang : PR 1 = 10650 kg Gaya tumbuk terhadap kereta : PR 2 = 20720kg

Pengoprasian lift Sanyo menggunakan tenaga listrik dengan tegangan AC 380 volt, 3 phase, 50 HZ dengan system variable voltage variable frekuensi (VVVF). Dengan menggunakan mesin traksi gigi reduksi (geared traction machines), system ini tenaga listrik yang digunakan dari PLN sangat kecil yang menjadikan lift sanyo sebagai lift yang hemat energi. Luncur Gambar 3.5 Rencana Ruang Gambar 3.4 Perencanaan Lift Sanyo

3.4. Perbandingan berat kereta terhadap kapasitas Berat kereta kosong harus memenuhi syarat tertentu agar tali tetap tegang, sehingga tidak terjadi slip. Dalam praktek biasanya berat kereta kosong P = 1.8 kali atau bahkan sampai 2.2 kali kapasitas angkat untuk lift berkapasitas diatas 1300 kg. Lift kecil dengan kapasitas dibawah 600 kg berat kereta kosong 1.0 sampai 1.5 kali kapasitasnya. Berat kereta terhadap kapasitasnya sangat mempengaruhi tegangan tali, hubungan traksi, dan mencegah terjadinya slip saat aselerasi dan deselerasi. 41 3.5. Keseimbangan Pengertian keseimbangan ada 2 macam yaitu : a. Static balance ialah keseimbangan badan kereta duduk pada rangka dan landas, yang ditumpu oleh karet isolasi peredam getaran. Bagian ujung atas badan kereta ditumpu dengan rol-rol karet pada sisi kiri-kanan dan bersandar pada rangka kereta (stiles). Jika kereta dalam keadaan seimbang betul, maka rol-rol karet tersebut tidak atau hampir tidak menekan rangka, kecuali jika terjadi getaran. Begitu pula roda luncur pemandu (guide roller) tidak terlalu menekan pada permukaan rel, sehingga hambatan (friction) sangat minim. b. Dynamic balance ialah keseimbangan antara berat kereta kosong ditambah sejumlah beban muatan tertentu (overbalance) terhadap berat bobot imbang, (counterweight). Dengan demikian bobot imbang lebih 41 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004. Hal.19

berat dari pada kereta kosong. Kelebihan bobot imbang tersebut terhadap kereta disebut overbalance. Besarnya overbalance biasanya antara 0,4 sampai 0,5 dari mutan maksimum. Perhitungan berat bobot imbang dengan overbalance 0,5 adalah : = (0.5 ).... 42 3.6. Tarikan dan Slip pada lift 3.6.1. Gaya gesek Kemampuan traksi (traction ability) dari mesin hanya mengandalkan gaya gesek antara tali baja dengan roda puli (traction sheave) dari besi tuang: Besamya gaya gesek ialah selisih antara tegangan pada tali tegang dikurangi oleh tegangan pada tali kendor atau G = T 1 - T 2 (dalam keadaan statis). Faktor yang menentukan kekuatan gaya gesek ialah: a. Dua jenis bahan yang bergesek. Dalam hal ini antara baja dengan besi tuang. Koefisien gesek = 0,11 jika kering, dan 0,09 jika berminyak. Tarikan akan lebih baik jika tali baja tidak berlebihan berminyak. b. Sudut kontak (arc of contact) tali memeluk roda puli. tarikan akan lebih baik jika sudut kontak a = 180 (3.14 radian) dibanding sudut kontak 165 (2.88 radian), yaitu jika mesin menggunakan roda penyimpang (deflector sheave), lihat gambar 3.6 dan gambar 3.7 42 Rudenko, N, Material Handling Equipment, Jakarta : Erlangga, 1996.

Gambar 3.6 posisi roda puli tarik dan Gambar 3.7 sistem pentalian 2:1, roda penyimpang (deflector Sheave) dimana T 1 = ½ (Q p +Q k ), tanpa roda penyimpang α =180 0 (3,14 rad) c. Bentuk alur (groove) dudukan tali pada permukaan keliling roda puli, yaitu ada 3 macam : Alur bentuk V atau disebut flat seating Alur bentuk U atau disebut round seating dan Alur bentuk U dengan undercut dibagian dasar alur. Lihat gambar 3.8 Gambar 3.8 Potongan roda puli dengan 3 alur ( Groove) bentuk U, undercut U/C = 90 0. Maksimal undercut 105 0 (sumber sarwono kusasi Transportasi vertical,2004)

Gambar 3.9 Bentuk-bentuk alur (groove) dudukan tali pada permukaan keliling roda puli Tali baja cenderung akan tergilincir (slip) pada permukaan keliling roda puli tarik, jika gaya gesek G lebih kecil dari selisih T 1 -T 2, atau cenderung akan terjadi geser (creep) oleh karena gaya gesek G dengan T 1 -T 2 Pergeseran tersebut akan berulang-ulang terjadi tiap-tiap saat lift mau berhenti dan mau berangkat, menyebabkan perubahan bentuk alur. 3.6.2. Hubungan Traksi Rumus hubungan traksi (traction relation) batas mulai slip (creep) dalam keadaan statis ialah sebagai berikut: T R = / = e fα 43 Dan rumus besaran gaya gesek adalah : Dimana : G = T 1 -T 2 = T 2 (e fα -1)... 44 43 & 4 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004..hal 15

T R T 1 T 2 = T 1 /T 2 disebut hubungan traksi (traction relation) dalam keadaan statis = adalah gaya pada sisi tali tegang (kg) = adalah gaya pada sisi tali kendor (kg) e = adalah angka dasar logaritma, yaitu 2.718 µ = adalah koefisien gesekan antara dua macam bahan, besi tuang dengan baja 0,09 sampai dengan 0,11 tergantung kering atau berminyak. = adalah sudut kontak (arc of contact) dalam radian, yaitu180 = 3. 14radian k = adalah koefisien bentuk alur atau keadaan permukaan benda yang bergesek f = adalah koefisien friksi antara dua benda yang bergesek, f = µ.k Agar tidak terjadi slip T R = T 1 / T 2 harus lebih kecil dari e fα, dimana e fα disebut traction availability dari (T a ) roda puli T a = e fα 45 Rumus matematik untuk menetapkan besaran faktor k dari alur adalah Sebagai berikut : a. Bentuk alur U dengan undercut β 0 k = 4 x (1 - sin /2) / (π - β - sin β). 46 45 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 17 46 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 17

Besaran k tersebut akan menurun sampai 1.3 setelah terjadi abrasi b. Bentuk alur V dengan sudut K = l / (sin /2) Jika sudut alur V... 47 Gambar 3.10 Gaya gesek tali baja tarik dengan roda puli penggerak 3.6.3. Batas slip dinamis a. Jika T 1 / T 2 lebih besar dari e fα, maka akan terjadi geser (slip) antara roda tarik yang berputar dengan tali baja, berarti kereta dengan beban nominal penuh muatan tidak dapat diangkat atau bobot imbang tidak mau turun walaupun roda puli tetap berputar. Usahakan T 1 / T 2 lebih kecil 20% dari batas slip statis (e fα ). 47 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 17

b. Dalam perencanaan T 1 / T 2 harus paling sedikit sama dengan 0.8 kali e fα (atau 80%) karena adanya gaya dinamis saat perlambatan dan percepatan. Dengan demikian, maka saat terjadi percepatan (lift berangkat) dan perlambatan (lift mau berhenti) tidak terjadi slip. T RD = C d x T R.. 48 Dimana : T RD adalah hubungan traksi dinamis C d adalah faktor dinamis (dynamic constant) C d = (1 + a/g) / (1 a/g) 49 a adalah percepatan g adalah percepatan gaya tarik bumi = 9,81 m/s 2 agar tidak terjadi slip (geser) saat lift dengan beban nominal mengalami percepatan dan perlambatan, maka C d x (T 1 /T 2 ) harus lebih kecil dari atau sama dengan e fkα T Rd =C d.t R T a... 50 Dimana Ta = e fα disebut sebagai batas maksimal traksi yang dapat diperoleh dari roda puli. 48 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 17 49 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 18 50 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 8

Tabel 3.1 Faktor Dinamis, Cd (berdasarkan g = 9,80 m/s 2 ) NO Percepatan, a (m/s 2 ) C d =( 1 + a/g) / (1 a/g) 1/C d 1 0,8 1,180 0,85 2 0,9 1,203 0, 83 3 1,0 1,228 0,82 4 1,1 1,225 0,80 5 1,15 1,268 0,79 6 1,2 1,281 0,78 7 1,25 1,290 0,77 3.7. Penentuan jumlah lembar tali baja tarik lift Jumlah lembar tali dihitung dengan rumus : = ( )( )... 51 dimana : n adalah jumlah lembar tali (dibulatkan keatas) f k adalah faktor keamanan, lihat daftar lampiran adalah berat kereta kosong (kg) adalah kapasitas nominal atau muatan penuh adalah berat sendiri dari tali baja (kg) Bp adalah batas patah tali baja (kgf atau N) i adalah faktor system pentalian atau roping 51 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 26

g adalah gravitasi bumi m/s 2 3.8. Kemuluran Tali Tali baja akan mengalami kemuluran yang nyata selama tahun pertama operasi lift, kemudian tali akan tetap stabil atau mungkin mengalami kemuluran yang sangat kecil, sampai suatu ketika diatas 5 tahun terjadi kembali kemuluran nyata oleh sebab beberapa elemen kawat telah patah dan diikuti susutnya diameter tali. Kemuluran awal adalah akibat konstruksi tali. Pintalan dari beberapa kawat, dan lilitan yang dipuntir mengelilingi inti serat berusaha akan "duduk" secara alami setelah dikenakan beban tarik. Biasanya maksimal kemuluran tahap awal ialah 0.6 % dari panjang tali. Kemuluran elastisitas dapat dihitung dengan rumus Hooke, sebagai berikut: = E. atau = / E 52 Dimana adalah tegangan tarik dalam N/mm 2 = ( + ) g /A t dan A t adalah luas metalik tali baja. E adalah modulus elastisitas dari tali baja bernilai dari (0,7 1,0) x 10 5 N/mm 2 adalah kemuluran relatif tali atau regangan = δ / 1 o 53 dimana 1 o adalah panjang tali awal dan 52 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 27 53 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 28

δ adalah kemuluran tali absolute (elastic rope elongation), dalam mm. 3.9. Umur tali Tali baja mempunyai umur kegunanan (useful life). Panjang umur menghasilkan kerja yang memuaskan tergantung hal-hal berikut ini: a. Cara pentalian (roping) atau jumlah tekukan selama dioperasikan. Sistem pentalian (roping) 1 : 1 lebih awet dibanding 2:1, lebih-lebih jika mesin dipasang dibawah, umur lebih pendek oleh sebab arah tekukan yang berlawanan. b. Tekanan atau tegangan (dalam kgf per tali) pada keliling roda puli dan hubungannya dengan kecepatan. c. Diameter roda puli (traction sheave) dan diameter roda lain yang dilalui tali, (umpama car sheave dan cwt sheave pada 2 : 1 roping) dan bentuk alur. d. Diameter roda puli minimal 40 kali diameter tali walaupun dalam praktek 50-60 kali. e. Keseragaman tegangan dari tiap-tiap lembar tali (penyetelan tegangan dilakukan 2 kali setelah selesai pemasangan selang waktu kira-kira satu minggu). f. Jenis konstruksi tali dianjurkan dengan jumlah minimal lilitan (strands) ialah 8 agar cukup lemas atau luwes (flexible). Material elemen kawat luar yang langsung kontak dengan alur roda dari "baja lunak", dimana luas kontak 8 pilinan lebih baik.

g. Jumlah start stop per hour (SPH), dan perjalanan lift naik turun mempengaruhi jumlah frekuensi tekukan tali. Untuk bangunan kantor batas yang dapat diterima ialah 180 SPH, untuk perumahan/ruko 80 SPH. h. Besaran hubungan traksi (traction relation) terhadap batas slip dan besaran aselerasi i. Lingkungan (corrosive environment) dan pemeliharaan. j. Cara penanganan (handling), cara penyimpanan dan pelumasan anti karat. Dalam perencanaan, maka tali minimal harus dapat berguna selama 5 tahun, sedangkan roda puli dapat berumur melebihi 10 tahun. Dalam kenyataan banyak roda puli berumur sampai 20 tahun, dan banyak tali baja berumur kurang dari 5 tahun. Umur kegunaan tali (useful life) sangat bergantung pada jam "terbang" atau jam operasinya

3.10. Tekanan atau Tegangan Tegangan yang terdapat pada tali baja dalam keadaan terbebani karena tarikan dan lenturan (tegangan kombinasi) dapat dihitung dengan rumus : Σ = = +... 54 Dimana : : tegangan patah tali (N/mm 2 ) : faktor keamanan tali : Tegangan total tali(n) : luas penampang tali(mm 2 ) : diameter kawat penyusun tali baja(mm) : modulus elastisitas tali(n/mm 2 ) : diameter puli (mm 2 ) salah satu penentu umur tali adalah besarnya tekanan atau tegangan per lembar tali pada roda puli, maka perlu adanya pembatasan besarnya tekanan tersebut. agar tali menjadi awet, seperti yang diharapkan oleh kontraktor instalasi lift. Rumus tegangan tali adalah sebagai berikut : T t T 1 / n... 55 Dimana : T t T 1 adalah batas wajar tegangan (kgf/tali atau N/tali) adalah tegangan total tali pada sisi kereta dengan kereta 54 Zainuri,ach muhib. Mesin Pemindah Bahan,Yogyakarta: Andi Yogyakarta,2006 55 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 32

bermuatan nominal(kgf atau N). n adalah jumlah lembar tali Tekanan atau tegangan tali dapat disebut "specific pressure", p, satuan dalam N/mm 2. Besaran spesific pressure atau tekanan spesifik dari tali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1. Untuk alur bentuk U dengan under-cut β radian, adalah P =.. / 2. Untuk alur bentuk V dengan sudut 56 P =.., / Dimana, : P = besaran tekanan spesifik tali ( N/mm 2 ) T =Q P +Q k +Qt adalah gaya statis pada tali tegang dalam ( N ) n adalah jumlah lembar tali d adalah diameter tali (mm) D = diameter roda puli (mm) β = sudut under-cut (radian) Qt = berat tali baja 56 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 33

Menurut BS5655 besaran p atau tekanan spesifik dari tali dibatasi tidak lebih =,.... 57 Dimana : P maks : tekanan spesifik tali N/mm 2 V : kecepatan tali dalam m/s. 3.11. Kecepatan putar motor Dimana : =120 (1 ).. 58 N : Kecepatan motor (rotation per menit, rpm) F : Frekuensi sumber tenaga listrik (Hz) P : Jumlah pole, biasanya =4 s : slip atas kecepatan putar medan magnet terhadap putaran motor, biasanya 3% untuk motor-motor sinkron atau 13% saat lift keatas dengan beban penuh. 57 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 33 58 Kusasi, Sarwono. Kendali operasi Kerja, Jakarta,2001.hal.3

3.12. Diameter roda puli motor D =... 59 Dimana : D : diameter roda puli motor (m) V : kecepatan lift (meter/menit) N : kecepatan putar motor (rpm) gr : gear ratio 3.13. Efisiensi dan daya Efisiensi sistem lift terdiri dari beberapa unsur efesiensi subsistem : Efisiensi tarikan = ± 0.90 Efisiensi mesin = ± 0,95 mesin tanpa gigi reduksi (gearless machine) = ± 0,55 s/d 0,80 menggunakan transmisi gigi reduksi (geared machine, yaitu worn gear atau helical gear). Efisiensi motor = ± 0,97 (3% hilang sebagai heat loss). Efisiensi tranmisi gigi reduksi (reduction-gear) adalah sebagai berikut : a. Roda gigi ulir / cacing (worn gear) efisiensinya tergantung jumlah gigi ulir 1. Dengan satu gigi ulir = ± 0,55 2. Dengan dua gigi ulir = ± 0,60 3. Dengan tiga gigi ulir = ± 0,75 b. Roda gigi helical (helical gear) = 0,8 59 Kusasi, Sarwono. Kendali operasi Kerja, Jakarta,2001.hal.5

Cara menghitung efisiensi total system lift : =.. 60 Dimana = efisiensi total system berikut : Daya atau power output dari system instalasi dapat dirumuskan sebagai =. ( ).. 61 Dimana : P Q p OB η : daya yang digunakan ( kw) = kapasitas nominal lift (kg) = kecepatan nominal lift (m/menit) = efisiensi total system = η. η. η 6120 = angka konversi kg.m/menit ke kw 1. kw = 6120 kg m/menit 1hp = 4562 kg m/menit, atau = 0.746 kw 60 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 39 61 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 40

3.14. Tegangan Tekuk Rel Pemandu Dalam SNI 03.2190 revisi 1999, ada 3 macam rumus-praktis menentukan ukuran rel, masing-masing untuk 3 macam jenis pesawat pengaman yang bekerja oleh sebab over speed, yaitu: 1. Pesawat pengaman mendadak (instantaneous), saat mana terjadi perlambatan kurang lebih 40 m/s 2, terjadi tegangan tekuk. T =25 +... 62 2. Pesawat pengaman agak luwes (captive roller), saat mana terjadi perlambatan kurang lebih 20 m/s 2 terjadi tegangan tekuk. T =15 +. 63 3. Pesawat pengaman berangsur (gradual clamp), saat mana terjadi perlambatan 10 m/s 2 (kira-kira sama dengan gravitasi), maka terjadi tegangan tekuk. T =10 + /. 64 : Tegangan tekuk dizinkan maksimal 140 N/mm 2 untuk rel baja liat (ductile), mutu Fe370 atau = 170 N/m 2 untuk baja mutu Fe430. + : Bobot berat kereta ditambah beban kapasitas nominal, dalam kg : Faktor tekuk (buckling factor), korelasi dengan (L/r), yaitu koefisien kelangsingan (ratio of slenderness), 62 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 43 63 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 43 64 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 43

dimana L : jarak rentang braket dan r : radius girasi penampang rel. Ar : Luas penampang atau irisan rel, dalam mm 2. besaran dan ukuran rel untuk bobot imbang lebih kecil daripada rel untuk kereta dan jarak rentang braketnya sebaiknya sama untuk rel kereta maupun untuk rel bobot imbang. Jika di maksudkan untuk ketahanan akibat getaran gempa bumi, maka jarak braket maksimal 2.5 m. Jika bobot imbang dilengkapi juga dengan pesawat pengaman, maka ukuran relnya dan jarak rentang braketaya sama dan sesuai dengan rel pemandu kereta. Salah satu ujung rel "dimatikan" (diikat) dengan struktur bangunan. Biasanya ujung rel paling bawah yang dimatikan di dasar pit (supported rails). Sebaliknya untuk lift kecil dan kecepatan rendah, ujung atas rel yang dimatikan, atau ikut di cor beton lantai kamar mesin (suspended rails) dan ujung bawah berjarak kira-kira 10 cm dari dasar pit. Kedua ujung jalur rel tidak boleh dimatikan sekaligus pada struktur bangunan, agar rel tidak bengkok atau berubah bentuk jika terjadi pergeseran relatif posisi bangunan (building compression) terhadap rel. Cara mematikan ujung rel pada struktur dapat dengan fixed clip pada rel dengan braket. Ujung lain dari jalur rel bebas tidak meyentuh bagian bawah lantai kamar mesin, yaitu pada sistim supported rails. Atau tidak menyentuh dasar (pit) pada sistim suspended rail. Biasanya berjarak kira-kira 10 cm dari dasar pit. Catatan :

a. Jarak rentang braket boleh lebih pendek (lebih dekat) dari pada ketentuan dalam layout drawing dari pabrikan. Tetapi tidak boleh lebih renggang 3.15. Penentuan Ukuran Rel Penentuan ukuran rel dan jarak rentang braket menggunakan rumus besaran tegangan tekuk (EN80.1), sebagai berikut: a. Rumus Γ =15 + / dalam satuan N/mm 2 dengan pesawat pengaman type lebih luwes (captive roller). b. Rumus Γ =10 + / ; jika pesawat pengaman type berangsur dimana, Γ harus lebih kecil atau sama dengan Γ yang diizinkan ( Γ Γ ). Dimana : : berat kereta plus peralatan (kg) : beban nominal atau contract capacity (kg) Ar : luas penampang atau irisan rel (mm 2 ) : faktor tekuk (buckling factor); korelasi dan (lamda)lihat daftar untuk baja mutu Fe370 (lampiran) : koefisien kelangsingan (ratio of slenderness); = Dimana : L r : jarak rentang antara dua braket yang berjejer (mm). : radius putaran (radii of gyration) dari penampang profil rel,

= : momen inersia terkecil dari rel, (mm 4 ), lihat daftar lampiran. Pada saat pesawat pengaman (jenis berangsur) bekerja maka terdapat gaya vertical F pada rel dan menimbulkan gaya horizontal R 1 pada rel, dapat dihitung dengan rumus : =. g ( + )/... 65 dimana : k : faktor tumbuk berkisar 3-5 g : gaya gravitasi bumi 9,81 m/s 2 Qk dan Qp : masing-masing berat kereta dan kapasitas nominal dalam kg n : jumlah jalur rel Rumus gaya horizontal yang menimpa rel akibat bekerjanya pesawat pengaman ialah =. /10... 66 dimana : : gaya vertical pada rel (N) : DBG (Distance Between Guides atau rail gauge) dari rel(mm) H : jarak vertical antara dua sepatu luncur pda stiles (upright channel) 65 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 50 66 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 51

3.16. Penyangga Atau Peredam Lift penyangga (buffer) berfungsi menahan gaya tumbuk (impact} dari kereta atau bobot imbang yang terjatuh menimpa dan membentur penyangga, jika pesawat pengaman terlambat bekerja, atau bekerja pada saat kereta telah menjelang lantai terbawah. Panjang langkah penyangga, jika penyangga tertekan penuh oleh kereta bermuatan penuh atau oleh bobot imbang, dihitung minimal atas dasar gaya tarik bumi. a. Untuk kecepatan lift s/d 60 m/menit, ditetapkan langkah minimal sama dengan dua kali jarak perhentian akibat gaya tarik bumi, yaitu 1 2 V02 /g dan digunakan penyangga pegas (pengumpul energi tumbukan). Jika V 0 = 1.15 V, maka panjang langkah; dimana g = 9,81 m/s 2, L = 2 x 1 2 (1,15 x V)2 / g... 67 b. Untuk kecepatan diatas 60 m/menit, ditetapkan minimal sama dengan jarak perhentian gaya berat bumi = l/2 V0 2 /g, dan digunakan penyangga hidrolis atau disebut peredam karena bersifat penyerap energi tumbukan, jika V 0 = 1.15 V, maka panjang langkah, dimana g = 9,81 m/s 2, L = ½ (l,15.v) 2 /g... 68 Dimana : 67 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 55 68 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 56

L V : panjang langkah penyangga (m) : kecepatan lift (m/s) 3.17. Gaya reaksi Penyangga Gaya reaksi R 0 atas gaya tumbuk (impact force) pada penyangga oleh kereta atau bobot imbang yang "jatuh bebas" dan membentur penyangga besarnya ditetapkan oleh BSI5655 (EN 81.1) tidak boleh lebih dari 40 (P + Q) Newton. Rumus gaya reaksi: R 0 40 ( + ).. 69 Inilah jumlah gaya reaksi yang harus dapat ditahan oleh lantai beton dasar pit. Gaya reaksi awal penyangga R 0 (N), besarnya hanya bergantung dengan kecepatan lift saat membentur torak atau piston yaitu V 0 sebesar 115% kecepatan nominal (V), atau V 0 = 1,15. V Secara sederhana gaya reaksi tersebut mengikuti turunan rumus dari Newton. R 0 = m (g + a 0 )... 70 Dimana : m Qk : Qk + Qp (kg) : berat kosong kereta (kg), Qp : muatan maksimal (kg) g : gravitasi bumi (9,8 m/s 2 ) a 0 : percepatan awal (m/s 2 ) saat terjadi benturan 69 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 56 70 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 57

sehingga R 0 = (Qk + Qp) (g + a 0 ) Jarak awal piston turun dapat dihitung dengan rumus (g + a 0 ) = (1.15 V) 2 / 2s, atau = 1 (,. ) 2....... 71 Kemudian setelah terjadi benturan, langkah piston selanjutnya mengalami perlambatan sebesar 9.8 m/s 2, sampai terhenti. Jika kecepatan lift tersebut telah diredam menjadi V maka langkah piston selanjutnya ialah: 1 ( ) 2... 72 Sehingga jumlah langkah peredam (Lt) = L + S 71 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 58 72 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 59

Gambar 3.11 lekuk dasar (pit) Catatan : a. Panjang langkah peredam (buffer stroke) kereta dan bobot imbang sama; tidak dibeda-bedakan, walaupun massa kereta yang jatuh menimpa peredam sebesar ( + ) kg dan yang menimpa peredam bobot imbang lebih kecil, yaitu Z = ( + 0.45 ) kg. Langkah peredam hanya bergantung dari kecepatan saat kereta atau bobot imbang menimpanya. b. Kedalaman pit sangat tergantung dari langkah peredam dan tinggi silinder serta tinggi penguat atau pendukung silinder (buffer stand). Kadangkadang buffer stand sengaja dibuat tinggi untuk memperoleh ruang aman minimal 0,6 m yang dipersyaratkan oleh peraturan dan SNI. c. Ruang aman (refuge space) ada dua, yaitu didasar pit dan dibagian teratas ruang luncur, dibawah lantai kamar mesin. Jika bobot imbang jatuh bebas

membentur peredam, maka kereta akan melonjak keatas tetapi masih tersisa 0.6 m bagi teknisi jongkok dengan arnan diatas atap kereta. Tinggi overhead bagian teratas ruang luncur dihitung dari permukaan Iantai teratas ialah jumlah tinggi rangka kereta dengan peralatan diatasnya, ditambah runby, ditambah langkah peredam, ditambah lonjakan kereta (1/2 langkah) dan terakhir ditambah ruang aman (refuge space). 3.18. Kecepatan dan Frekuensi pada lift Pada instalasi lift yang menggunakan kendali kecepatan VVVF (Variable Voltage Variable Frequency} dapat bebas direncanakan diameter puli dari minimal 40 sampai 60 kali diameter tali baja. Batas minimal diameter puli yang diizinkan SNI ialah 40 kali diameter tali baja, akan tetapi hal ini cenderung memperpendek umur tali. Oleh karena itu perencanaan diameter puli diarahkan 55 sampai 60 kali diameter tali, dengan cara memilih besaran frequency dan jumlah pole. perhitungan Frekuensi pada Gearless dan geared Machine dengan rumus sebagai berikut: =. ( )... 73 Dimana, : kecepatan putar (radial speed) dari puli atau as motor (dalam rpm) D : diameter puli (m) 73 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004.hal 68

: 3,14 : frekuensi (Hz) dari motor AC : slip (3%) P : jumlah pasangan pole

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN KOMPONEN LIFT SANYO Model P-17-Co-105 4.1. Gedung Bertingkat Tinggi gedung = 7 lantai Tinggi tiap lantai = 4000 mm Tinggi Travel lift,tr = 4000 mm x 7 lantai = 2800 mm Tinggi Overhead, OH = 4850 mm Tinggi ruang mesin, H = 2250 mm Ukuran hoist way, (X x Y) = 2300 mm x 2200 mm Tinggi ruang pit,p = 2200 mm 4.2. Beban Kereta (Car) Diketahui : kapasitas angkat maksimum, Q p = 1150 kg, beban rata-rata perorang = 68 kg/orang, maka untuk lift sanyo P-17-CO-105 dapat mengangkut maksimal 17 orang. Luas kereta, : 1800 mm x 1500 mm = 2.700.000 mm 2 = 2,7 m 2 Luas rata-rata perorang = =, = 0,158 =,

Beban kereta kosong harus memenuhi syarat tertentu agar tali tetap tegang, sehingga tidak terjadi slip. Dalam praktek biasanya berat kereta kosong, =1,8-2,2 x kapasitas angkat(q p ) 34 Maka diasumsikan beban kereta kosong: = 2 x 1150 kg = 2300 kg 4.3. Beban Bobot Imbang (Counterweight) Beban bobot imbang direncanakan terbuat dari besi cor kelabu dengan massa jenis = 7190 kg/m 3 FC 35 JIS G 5501 Beban bobot imbang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Diketahui : Kapasitas angkat maksimum, = 1150 kg Berat kereta kosong, =2300 Over balance (OB) = 0,5 (sumber N, Rudenko) Maka didapat beban bobot imbang dengan menggunakan persamaan = (0.5 ).. 74 =2300 + (0,5 1150 ) = 2875 kg Volume bobot imbang, V cw : = = / 74 Rudenko, N, Material Handling Equipment, Jakarta : Erlangga, 1996. Hal. 357

= 0,400 m 3 = 400 x 10 6 mm 3 Direncanakan : Panjang bobot imbang, P cw = 1000 mm Lebar bobot imbang, l cw = 200 mm Beban satu batang bobot imbang, m bat = 25 kg (dapat diangkat 2 orang) Beban bobot imbang ( ) = 2875 kg Maka tinggi bobot imbang (t cw ) Gambar 4.1 penampang batang bobot imbang t = ( ) ( ) t = ( ) ( ) =, Jumlah batang bobot imbang, Σ Σ = = =115 batang Maka tinggi tiap batang bobot imbang adalah : t =, =, Untuk mempermudah pemasangan,bobot imbang ini dibuat dari batangbatang besi cor, yang pada kedua ujungnya dibuat alur untuk mempermudah dalam pengikatannya, seperti yang terlihat dalam gambar 4.2

Gambar 4.2 Penyusunan batang bobot imbang 4.4. Tali Baja Tarik Spesifikasi tali baja yang digunakan jenis seale regular lay Type 8 x 19 FC = 152 kawat baja + 1 inti serat sisal (tali berpelumas yang memberikan pelumasan pada elemen kawat) Diameter tali, d = 13 mm Berat tali baja tarik = 0,58 kg/m Batas putus tali maksimal, Bp = 63700 N Faktor keamanan, fk = 9,5 Percepatan, = 0,80 m/s 2 System pentalian, i = 1:1 Gravitasi bumi, g = 9,81 m/s 2

Gambar 4.3 tali baja jenis seale Type 8 x 19 FC Jumlah tali baja yang diperlukan dalam perencanaannya : = ( )( ) 75 =9,5 ( ), =5,04 6 h ( Periksa berat tali ( ) =6 38 0,58 =132,24 Berat inersia (berat karena adanya percepatan dari keadaan diam sampai mencapai kecepatan normal) adalah =... 76 =,, 0,80 / =291,85 Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan normal adalah 75 Kusasi, Sarwono. Transportasi Vertikal Dasar Perencanaan Teknis Pesawat Lift, Jakarta : Mediatama Saptakarya, 2004. 76