BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk suatu negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu tentang Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maimunah (2006) pengertian flypaper effect adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

3. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/ peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Halim (2004), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Bentuk dan susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu Pendapatan, Belanja dan Pembiyaan. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Menurut Mamesah (1995), APBD dapat didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan

proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud. Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004) adalah sebagai berikut : 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun. Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama dalam pengalokasiananggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public expenditure management (Fozzard, 2001). Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). 2.2 Pengelolaan Pemerintah Daerah dalam Desentralisasi Fiskal Penerapan otonomi daerah/desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan daerah dalam APBD. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dan

dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya. Oleh karena itu, anggaran belanja daerah akan tidak maksimal jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk belanja rutin.pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan. Pendapat ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. 2.3 Pendapatan Perkapita PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Salah satu manfaat data PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan

menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), Gaspersz dan Feony (2003) dalam Adi dan Harianto(2007) indikator pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) atau PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk. Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product (GNP). Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001). Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Hal ini mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Dalam hal ini berkaitan output total (Gross Domestic Product) dan jumlah penduduk karena output perkapita adalah total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan dan jumlah penduduk di pihak lain. Musgrave (1993) menyatakan bahwa pendekatan alternatif penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah antara lain adalah : a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang pribadi dan barang sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan bahwa porsi barang-barang sosial selalu mengalami peningkatan. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efisien menghendaki adanyapeningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross National Product (GNP). b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bisa merupakan suatu penentu utama porsi pengeluaran pemerintah. Perubahan tingkat pertumbuhan populasimenyebabkan perubahan distribusi umur dan kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran seperti kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh sebab itu kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh faktorfaktor seperti mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota baru dan berakibat meningkatnya permintaan fasilitas publik. Menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan Perkapita adalah gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil yang

diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah. PPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP = PPPPPPPPPPPPhuuuuuu JJJJJJJJJJh ppppppdddddddddd tttthuuuuuu 2.4 Pendapatan Asli Daerah Sumber keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber pendapatan asli daerah dan sumber non pendapatan asli daerah. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujaun untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Provinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri. Menurut Halim(2004),Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut UU

Republik Indonesia No 33 tahun 2004 mengenai Perimbangan antara Pusat dan Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Menurut Mardiasmo (2002) Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah,retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 disebutkan bahwasanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah, 2. Hasil retribusi daerah, 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Halim (2007: 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan: a. Pajak Daerah Sesuai UU 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan Pajak Parkir. b. Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek. c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn. 3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang Sah Menurut Nurhaida (2011) pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntasikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro. 3) Pendapatan bunga. 4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. 5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. 6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak. 9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11)Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum. 13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan yang menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat. Semakin

besar Pendapatan Asli Daerah yang diterima, maka semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakannya. 2.5 Dana Alokasi Umum Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. DAU bertujuan untuk menutupi kesenjangan fiskal dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dan pusat serta antar daerah.. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal. Perhitungan DAU memiliki variabel-variabel kebutuhan daerah dan potensi ekonomi daerah. Kebutuhan daerah paling sedikit dicerminkan dari variabel

jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. Sementara potensi ekonomi daerah dicerminkan dengan potensi penerimaan daerah seperti potensi industri, potensi SDA, potensi SDM, dan PDRB. DAU bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana alokasi umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan dana alokasi umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan. 2.6 Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan Belanja Modal adalah Pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, dan aset tak berwujud dan pembangunan serta perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi

semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai, selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. Dengan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor yang berada di daerah akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya Pendapatan Perkapita. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari : 1) Belanja modal tanah 2) Belanja modal jalan dan jembatan 3) Belanja modal bangunan air (irigasi) 4) Belanja modal instalasi 5) Belanja modal jaringan 6) Belanja modal bangunan gedung 7) Belanja modal monumen 8) Belanja modal alat-alat besar 9) Belanja modal alat-alat angkutan 10) Belanja modal alat-alat bengkel 11) Belanja modal alat-alat pertanian 12) Belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga 13) Belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi 14) Belanja modal alat-alat kedokteran 15) Belanja modal alat-alat laboratorium 16) Belanja modal buku/ perpustakaan 17) Belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan 18) Belanja modal hewan, ternak, serta tanaman 19) Belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan.

2.7 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya Adi dan Harianto (2007) yang meneliti tentang hubungan antara dana alokasi umum, belanja modal, pendapatan asli daerah dan pendapatan Perkapita. Penelitian ini menemukan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Perkapita dalam hubungan langsung. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung). Bati (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh belanja modal dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi (studi pada kabupaten dan kota di Sumatera Utara). Variabel dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel independen dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variabel dependen Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan dan parsial Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi,

sedangkan Belanja Modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian tentang Pendapatan Perkapita pernah dilakukan oleh Nurhaida (2011) tentang pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap pendapatan Perkapita dengan belanja modal sebagai variabel intervening di kabupaten/ kota provinsi Sumatera Utara. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 25 kabupaten/kota sebagai sampel dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pajak daerah, retribusidaerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan perkapita melalui belanja modal. Secara parsial hanya variabel retribusi yang berpengaruh signifikanterhadap pendapatan perkapita. Bangun (2009) meneliti tentang pengaruh dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan pendapatan asli daerah terhadap pendapatan perkapita. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAK, DAU dan PAD secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. DAK secara parsial tidak berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. DAU secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap pendapatan perkapita. PAD secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan perkapita.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah penelitian ini mengambil variabel independen bukan dari sisi penerimaan saja yaitu PAD dan DAK, namun ditambah juga dengan memasukkan sisi pengeluaranyaitu Belanja Modal. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Adi dan Harianto (2007) Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Perkapita dalam hubungan langsung. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Perkapita. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung). Bati (2009) Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara) Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pertumbuhan Ekonomi Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara

parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Belanja Modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Pertumbuhan Ekonomi. Nurhaida (2011) Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah terhadap Pendapatan Perkapita dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara. Pajak Daerah, RetribusiDaera h, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, Pendapatan Perkapita dan Belanja Modal. Pajak daerah, retribusidaerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruhsecara simultan dan signifikan terhadap pendapatan perkapita melalui belanja modal. Secara parsial hanya variabel retribusi yang berpengaruh signifikanterhadap pendapatan perkapita Bangun (2009) Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita DAK, DAU dan PAD secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. DAK secara parsial tidak berpengaruh terhadap pendapatan perkapita. DAU secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap pendapatan perkapita. PAD secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan perkapita.

2.8 Kerangka Konseptual Menurut Erlina (2008 : 38) kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Hubungan yang dijelaskan adalah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan juga jika ada variabel yang lain yang menyertainya. Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut: Variabel Independen (X) Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X 1 ) Variabel dependen (Y) Dana Alokasi Umum (DAU) (X 2 ) Pendapatan Perkapita (Y) Belanja Modal (X 3 ) Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

2.9 Hipotesis Penelitian Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris (Sugiyono, 2007:51). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal berpengaruh secara simultan dan parsial Terhadap Pendapatan Perkapita Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.