BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar yang sama dengan telepon tetap kabel, namun dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah banyak pemanfaatan tanaman obat Indonesia untuk menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

BAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam

I. PENDAHULUAN. adanya peningkatan glukosa darah di atas nilai normal (Balitbang. Kemenkes RI, 2013). Menurut International Diabetes Federation (IDF),

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah budaya sosial di seluruh dunia. 1 Data Survei Sosial Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini kehidupan mulai beranjak kembali kepada obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi alkohol telah menjadi bagian dari peradaban manusia selama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan telepon seluler atau biasa disebut handphone hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

BAB I PENDAHULUAN. milyaran sel-sel neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan. proses proliferasi pada sel saraf otak (Sloane, 2003).

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kadar HDL dalam darah (Linn et al., 2009). Dislipidemia sebagian besar (hingga

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang

BAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross

PENDAHULUAN. semua orang menginginkan hal yang serba instan, termasuk makanan yang cepat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. LAIs. Golongan antipsikotik tipikal adalah antidopaminergik yang bekerja sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kanker ginekologi perempuan. Kanker ovarium dapat terjadi akibat faktor

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ivo Hofia Nasren, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rata-rata Fluktuasi Berat Badan Mencit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe)

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia kini semakin tertuju pada salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas hidup seseorang yaitu gangguan pendengaran. Berdasarkan data yang dilansir oleh World Health Organization (WHO), dikisarkan 360 juta (5.3%) jiwa di dunia menderita gangguan pendengaran, dimana 328 juta (91%) adalah orang dewasa dan 32 juta (9%) diderita oleh anak-anak. Disimpulkan bahwa peningkatan prevalensi gangguan pendengaran berbanding lurus dengan laju pertambahan usia (Kemenkes,2013). Permasalahan yang sama juga terjadi di Indonesia, didapati kelompok usia 75 tahun ke atas (36,6%) menduduki posisi tertinggi prevalensi gangguan pendengaran, kemudian dilanjutkan oleh usia 65-74 tahun (17,1%) ; usia 55-64 tahun (5,7%) ; usia 45-54 tahun (2.3%). Sedangkan kelompok usia 5-14 tahun dan 15-24 tahun memiliki angka prevalensi terkecil yakni masing-masing 0,8%. Dari data tersebut Provinsi Sumatera Utara (2,6%) menduduki posisi 10 besar provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gangguan pendengaran tertinggi (Riskesdas,2013). Kebisingan merupakan polutan lingkungan yang memiliki efek secara global. Tentu saja hal ini berdampak khusus pada kualitas kesehatan individu, terutama di negara-negara industri. Menurut hasil penelitian mengenai gangguan pendengaran akibat bising (GPAB), stres oksidatif diyakini menjadi kausa utama yang mampu menimbulkan gangguan pada telinga sehingga berdampak buruk pada kualitas hidup seseorang (Seidman&Standring, 2010). Kerusakan yang timbul lebih sering mengenai kedua telinga, bersifat tidak dapat kembali ke keadaan semula, serta semakin memburuk bila terpapar bising secara kontinu (Metidieri et al.,2013).

2 Gejala utama yang dikeluhkan oleh penderita GPAB adalah kesulitan dalam hal komunikasi sehingga mengganggu kehidupan sosialnya. Ketidakmampuan dalam menentukan sumber suara, lokasi, dan jarak dari sumber suara menjadi suatu keterbatasan yang bermakna bila dialami oleh seseorang dengan profesi yang berhubungan dengan penyelamatan dan keamanan. Sehingga gangguan pendengaran dapat berdampak buruk pada individualjuga melibatkan keluarga dan komunitas sosialnya (Hong et al.,2013). Menurut The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) intensitas bising yang diizinkan bagi seseorang yang tidak menggunakan alat pelindung pendengaran adalah 90dB selama 8 jam. Akan tetapi untuk intensitas bising 90dB, di Brazil hanya diperbolehkan selama 4jam dan waktu 8jam hanya diizinkan jika intensitas bising mencapai 85dB (Metidieri,2013). Di Indonesia ketetapan intensitas bising yang termasuk kategori aman adalah 85dB selama 8 jam per hari atau setara dengan 40jam seminggu (Bashiruddin,2010). Paparan bising yang berlebihan dari ambang batas aman memicu terjadinya stres oksidatif pada organ pendengaran. Sel rambut terluar koklea menjadi kehilangan integritasnya terhadap spiral ganglional neuron. Perubahan anatomi juga dialami oleh neuron auditori piramidal dimana dijumpai pemanjangan dendrit dan penurunan densitas tulang belakang di apeks dan basal lapisan neuron piramidal II-III dan V-VI di daerah korteks. Penilaian status redoks koklea menunjukkan peningkatan produksi superoksida dan lipid peroksidase di sel rambut dan spiral ganglional neuron (Fetoni et al.,2013). GPAB merupakan penyakit yang dapat dicegah. Upaya deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan audiometri secara berkala memiliki peranan penting dalam menjaga kualitas pendengaran, terutama pada pekerja di lingkungan yang memiliki tingkat kebisingan tinggi. The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) juga menetapkan beberapa program konservasi bagi pekerja di lingkungan bising dengan intensitas diatas 85dB untuk waktu yang lebih dari 8 jam yaitu pengawasan paparan bising secara berkala, pengawasan

3 teknisi dan administrasi, alat proteksi pendengaran, evaluasi melalui audiometri, serta program edukasi dan pelatihan (Hong et al.,2013). Sound Hearing 2030 merupakan program penanggulangan gangguan pendengaran rancangan WHO yang diresmikan pada 4 Oktober 2005. Dalam menanggapi program tersebut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia membentuk Komite Pusat Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT). Salah satu strategi yang menjadi prioritas utama adalah penguatan advokasi, komunikasi, dan sosialisasi dengan semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan pendengaran sehingga tujuan mengurangi prevalensi gangguan pendengaran sebesar 90% pada tahun 2030 dapat diwujudkan (KNPGPKT,2008). Berbagai program konservasi yang bermaksud untuk mencegah terjadinya GPAB sudah seharusnya dilaksanakan secara maksimal. Tentu saja bila program tersebut berjalan secara optimal, maka penurunan prevalensi pun bukanlah merupakan hal yang mustahil. Sementara itu, kurangnya fungsi kontrol oleh pihak-pihak yang berwenang menimbulkan kendala pada upaya pelaksanaan program-program tersebut misalnya, di lingkungan pemadam kebakaran, proyek pembangunan, dan industri pertanian. (Hong et al.,2013). Pemanfaatan potensi dari berbagai sektor diharapkan dapat mendukung upaya pencegahan GPAB, termasuk dalam melibatkan sumber daya alam. Sebagai negara yang dikenal kaya akan hutan hujan tropis, Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa dan sudah seharusnya menjadi ladang ilmu bagi para akademisi. Garcinia mangostana atau lebih sering dikenal dengan sebutan buah manggis, sangat mudah dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Biasanya buah ini lebih sering dijadikan sebagai panganan sehat dan kulitnya dimanfaatkan sebagai pewarna alami (Valadez et al.,2009). Xanthone merupakan kandungan utama yang terdapat pada kulit Garcinia mangostana. Setelah melalui proses isolasi, dapat diidentifikasi beberapa jenis turunan xanthone yaitu α-mangostin, β-mangostin, γ-mangostin, dan gartanin.

4 Mangostin merupakan senyawa yang paling banyak dipelajari karena mempunyai banyak aktivitas farmakologis, selain memiliki efek antiinflamasi juga sebagai analgetik, antioksidan, antitumor, dan efek vasorelaksan. Saat ini pemakaian produk ekstrak buah-buahan dan sayur-sayuran semakin digemari untuk digunakan sebagai pencegahan berbagai kondisi gangguan kesehatan. Hal ini disebabkan karena produk organik lebih dapat ditoleransi oleh tubuh walaupun dalam konsentrasi yang tinggi (Reanmongkol & Wattanapiromsakul,2008). Pada penelitian in vitro, γ-mangostin bekerja sebagai COX-inhibitor kompetitif. Aktivitas penurunan kuantitas lipopolisakarida yang menginduksi ekspresi gen COX-2 juga dapat dijumpai pada penelitian tersebut. Proses ini tentu sangat mempengaruhi peranan ekstrak Garcinia mangostana sebagai antiinflamasi (Reanmongkol & Wattanapiromsakul,2008). Hal yang serupa juga ditemukan dalam peranan α-mangostin sebagai antiinflamasi. Zat aktif ini mampu menurunkan aktivitas IL-1, mitogen-activated protein kinase (MEK), c-jun N- Terminal Kinase (JNK), Extracellular signal-regulated kinase (ERK), signal transducer and activator of transcription 1 (STAT-1), dan activator protein 1 (AP-1) (Orozco et al.,2013). Aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit Garcinia Mangostana juga melibatkan kandungan polifenolik seperti epikatekin dan tannin. Kandungan ini memperlihatkan efek yang sensitif terhadap radikal bebas. Kinerja yang sama juga ditunjukkan oleh mangostin. Disimpulkan bahwa ekstrak berbahan pelarut air memiliki efek antioksidan lebih baik dibandingkan dengan ekstrak berpelarut etanol (Ngawirhunpat et al.,2010). Mekanisme antioksidan spesifik juga ditunjukkan oleh α-mangostin. Kemampuannya untuk mencegah proses peroksidasi lipid yang dipengaruhi oleh ROS semakin menguatkan potensinya dalam mencegah disfungsi pada mitokondria sel. Beberapa jenis toksin peroksida seperti: FeSO 4, asam quinolat, dan asam 3-nitropropionat telah diujikan pada hewan coba dan diteliti bagaimana peranan antioksidan yang diberikan. Terbukti bahwa α-mangostin mampu

5 menetralkanradikal bebas tersebut dan menimbulkan efek proteksi secara luas (Valadez et al.,2009). Pengembangan potensi xanthone dalam menghambat proses karsinogenesis mengalami banyak kemajuan. Kemampuannya untuk bisa menginhibisi targettarget molekuler pada sel tumor termasuk kinase, COX, ribonukleotida reduktase, dan DNA polimerase, penghentian siklus sel, menekan laju proliferasi, menghambat metastasis, invasi, dan adesi, serta menginduksi proses apoptosis dan differensiasi menjadikannya istimewa dalam hal pemanfaatan sebagai antikanker. Turunan xanthoneyang memiliki aktivitas antikanker merupakan golongan tetraoksigen dengan dua unit C5 pada cincin A dan C (Shanet al.,2011). Rattus norvegicus digunakan sebagai hewan coba karena memiliki struktur telinga yang mirip dengan manusia, sehingga dapat digunakan sebagai model penelitian. Selain itu jenis tikus ini juga mempunyai kesamaan >70% gen dan sekuensnya, maka studi mengenai ketulian genetik dapat dilakukan (Haryuna, 2013). Efek proteksi ekstrak kulitgarcinia mangostana terhadap paparan bising sampai sekarang belum banyak diteliti. Pemeriksaan sel rambut luar koklea dengan menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM) diperkirakan dapat menilai pengaruh antar dua perlakuan tersebut secara kualitatif. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulitgarcinia mangostana terhadap organ korti tikus putih yang terpapar bising dan diperiksa melalui SEM. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pemberian ekstrak kulitgarcinia mangostanadengan paparan bising secara terus menerus pada upaya pencegahan kerusakan organ korti koklea?

6 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pemberian ekstrak kulitgarcinia mangostanadengan paparan bising secara terus menerus sebagai proteksi dari kerusakan organ korti koklea. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Membuktikan ekstrak kulitgarcinia mangostana dapat mencegah kerusakan organ korti koklea. 2. Menilai perbedaan secara kualitatif kerusakan organ korti koklea akibat paparan bising tanpa diberi ekstrak kulitgarcinia mangostana dengan paparan bising yang diberi ekstrak kulitgarcinia mangostana. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan penjelasan mengenai perbedaan kerusakan organ korti koklea secara kualitatif akibat paparan bising tanpa diberi ekstrak kulitgarcinia mangostana dengan paparan bising yang diberi ekstrak kulitgarcinia mangostana. 2. Apabila berhasil dilakukan pada hewan coba, diharapkan ekstrak kulitgarcinia mangostana bisa menjadi salah satu topik yang dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan. 3. Memberi informasi kepada pengampu kebijakan dan masyarakat untuk memanfaatkan ekstrak kulitgarcinia mangostana sebagai salah satu pilihan untuk meminimalisasi kerusakan sel rambut luar koklea pada kejadian GPAB.