BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
|
|
- Yulia Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Anatomi Sistem Pendengaran Telinga merupakan organ pendengaran yang menjadi salah satu indra khusus pada manusia. Memahami struktur telinga secara keseluruhan dapat membantu kita dalam menilai suatu keadaan abnormal, menegakkan diagnosis, serta penatalaksanaan yang tepat (Harkin & Kelleher, 2011). Secara umum telinga dapat dibagi menjadi 3 regio utama yaitu: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Pada bagian terluar terdapat daun telinga (pinna) dan lubang telinga luar (external acoustic meatus). Struktur daun telinga menyerupai bentuk oval dan sisi lateralnya merupakan daerah cekung yang tidak beraturan dengan memiliki beberapa lekukan menonjol yang disebut helix. Tulang rawan adalah materi penyusun dominan dari daun telinga, selain otot, ligamen, dan jaringan fibrosa. Daerah yang memanjang hingga membran timpani disebut lubang telinga luar dengan karakteristik panjang sekitar 4cm dari tragus, berbentuk seperti huruf S, dilapisi oleh kulit, mempunyai kelenjar serumen, dan seperti tabung silindris. Daerah ini sebagian dibentuk oleh kartilago, sedangkan sisi yang lebih medial disusun oleh tulang. Dijumpai penyempitan pada bagian ujung saluran ini yang mana membentuk daerah miring atau disebut sebagai sulkus timpanikus. Di tempat tersebut menempel suatu membran yang dinamakan membran timpani telinga (Gray, 2000). Regio tengah dari telinga atau lebih dikenal sebagai kavum timpani terdiri dari membran timpani, tuba eustachius serta tiga buah tulang pendengaran yaitu malleus, inkus, dan stapes yang masing-masing membentuk suatu persendian sinovial (Harkin & Kelleher, 2011). Suatu membran yang tipis dan semitransparan, berbentuk oval dengan bagian atas lebih luas daripada bagian bawah, posisi oblik terhadap kedudukan dasarnya dinamakan sebagai membran timpani. Sisi medial dari membran ini menjadi tempat perlengketan manubrium
2 8 malleus, adapun sisi lateralnya yang berbentuk cekung dikenal sebagai umbo. Tulang-tulang kecil penyusun kavum timpani merupakan kelompok tulang yang dapat membentuk gerakan berupa getaran yang dihantar dari membran timpani dengan bantuan otot-otot di kavum timpani. Posisi tulang pendengaran malleus, inkus, dan stapes terbentuk sedemikian rupa sehingga menyusun pola persendian yang khas. Sendi yang dibentuk oleh inkudomalleolar adalah sendi pelana yang diarthrosis, akan tetapi hubungan inkudostapedial dibentuk oleh sendi yang enarthrosis(gray, 2000). Keistimewaan dari telinga terdapat pada kedudukan fungsi gandanya, tidak hanya dapat digunakan sebagai fungsi pendengaran, telinga juga mengatur fungsi keseimbangan tubuh manusia. Organ-organ sensori tersebut berada di bagian telinga dalam, yang dibentuk oleh kanalis semisirkularis yang mampu mendeteksi pergerakan angular dan makula untuk pergerakan linear. Secara garis besar fungsi keseimbangan juga dipengaruhi oleh kerja otot, sendi, tendon, dan ligamen yang saling memberikan respon sinergis terhadap stimulus dari organ lain, misalnya mata(harkin & Kelleher, 2011). Gambar 2.1. Anatomi Telinga (Harkin & Kelleher, 2011) Anatomi Koklea
3 9 Susunan koklea terdiri dari tulang berbentuk saluran melingkar yang simetris dan berisi cairan. Panjang keseluruhan saluran tersebut berkisar 3-4 cm dan koklea terletak di petrous pyramid pada tulang temporal. Secara keseluruhan koklea dikelilingi oleh tulang yang keras dan kapsul otik. Tulang tersebut terdiri atas susunan trilamellar, dengan modifikasi oleh tulang rawan dan kandungan mineral yang tinggi sehingga meningkatkan kekakuan pada tulang labirin. Hal ini sangat mempengaruhi penyaluran getaran suara dari tulang-tulang pendengaran agar tidak diserap oleh tulang temporal. Membran basilaris dan membran reissner membagi saluran koklea menjadi beberapa ruangan yaitu skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Perilimfe adalah cairan yang berada di dalam skala vestibuli dan timpani. Cairan ini terhubung dengan cairan serebrospinal melalui cochlear aqueduct dan dengan apeks koklea melalui helikotrema, sedangkan pada skala media diisi oleh cairan endolimfe yang sebagian besar komposisinya adalah kalium (Andersen, et al., 2012). Tabel 2.1. Komposisi Cairan Koklea KOMPONEN ENDOLIMFE SKALA VESTIBULI SKALA TIMPANI Na (mm) 1, K (mm) ,2 Ca (mm) 0,023 0,6 1,3 HCO 3 (mm) Cl (mm) Protein (mg/dl) ph 7,4 7,3 7,3 Sumber: (Gillespie,2006; Haryuna,2013)
4 10 Membran basilaris terdiri atas susunan serat elastik yang menyerupai seperti trampolin, membran ini terletak diantara modiolus dan dinding lateral. Susunan kolagen, proteoglikan, dan fibronektin dijumpai pada matriksnya. Bagian basis membran tersebut sempit dan memiliki ketebalan sekitar 0,1mm, sedangkan apeksnya memiliki struktur yang lebih tebal yakni 0,5 mm. Terdapat ligamen spiralis yang menguatkan (anchor) posisi membran basilaris pada bagian lateral kapsul otik. Ligamen ini juga berfungsi untuk suplai dan drainase cairan perilimfe, hal tersebut dapat berlangsung karena ligamen spiralis mampu mengatur keseimbangan ion melalui gap junction dan pompa Na + /K + -ATPase (Andersen, et al., 2012). Lapisan sel epitel pada skala media dan sel mesotelial pada skala vestibuli disebut sebagai membran reissner, membran ini membentuk sebuah sawar antara dua cairan yang berbeda komposisi ion penyusunnya. Membran reissener menjaga fungsi homestasis dan distribusi cairan. Integritas dari membran ini penting untuk pendengaran karena dapat menjaga potensial dari endokoklea (+80mV). Stria vaskularis terdiri dari tiga jenis sel yaitu: sel marginal, sel intermediate, dan sel basal. Ketiga jenis sel tersebut merupakan jaringan yang memiliki metabolisme tinggi berbentuk anyaman kapiler dan terletak diantara skala media dan membran reissner. Peranan penting dari stria vaskularis adalah fungsi pengaturan dari potensial endokoklea (Andersen et al., 2012). Matriks ekstraseluler yang dapat menyebabkan pergerakan dari stereosilia saat getaran dihantarkan ke koklea disebut sebagai membran tektorial. Komposisinya terdiri dari kolagen tipe II dan tipe IX yang tidak bercabang dan kolagen tipe V yang bercabang. Matriks penyusunnya menyerupai gel disebabkan karena terdapat beberapa jenis glikoprotein, misalnya tektorin dan otogelin (Andersen et al., 2012).
5 11 Gambar 2.2. Anatomi Koklea (Despopoulos & Silbernagl, 2008) Keistimewaan fungsi koklea sebagai organ pendengaran dipengaruhi karena adanya struktur organ korti yang terletak di membran basilaris koklea. Penyusun organ korti adalah sel-sel mekanoreseptor yang terdiri dari satu baris sel rambut dalam dan tiga sampai empat baris sel rambut luar. Terdapat sekitar sel dan sel masing-masing untuk sel rambut dalam dan sel rambut luar. Sel-sel rambut dikelilingi oleh beberapa sel penyokong yang memperkuat hubungan selsel rambut dengan membran basilaris. Sel merupakan sel pillar yang mengandung susuran filamen tubular (tonofibril) sehingga membentuk saluran dari organ korti. Terdapat juga kumparan rambut-rambut halus pada daerah apikal dari reseptor sel sensori yang disebut sebagai stereosilia. Posisi stereosilia pada membran tektorial adalah berpasangan sehingga getaran dari membran basilar menyebabkan defleksi dari kumparan rambut. Gerakan tersebut tidak berjalan secara seragam untuk keseluruhan sel-sel rambut sepanjang koklea spiral, dikarenakan membran ini
6 12 semakin menyempit dan agak kaku pada bagian dasarnya akan tetapi pada daerah yang mendekati apeks saluran koklea, membran basillaris menjadi lebih lebar (Andersen et al., 2012). Sel rambut dalam merupakan sel sensori aferen primer dalam proses pendengaran yang memiliki stereosilia di daerah basal dan 100 di apeksnya. Inervasi sel rambut luar diambil alih oleh neuron di spinal ganglion, dimana maksimal terdapat 15 serabut saraf untuk tiap-tiap sel rambut dalam. Secara keseluruhan densitas inervasi aferen adalah serabut saraf/mm. Masingmasing terminal saraf membentuk sinaps dengan satu sel rambut luar. Serabut terminal eferen hanya membentuk sinaps dengan dendrit aferen, sehingga hanya sedikit dari serabut terminal eferen yang mencapai sel rambut dalam (Andersen et al., 2012). Pada sel rambut luar sangat sedikit dijumpai serabut saraf aferen atau serabut saraf basilaris. Pada bagian bawah sel rambut luar ditemukan serabut spiral luar yang berorientasi pada serabut saraf dari kelompokan antara sel deiter, tersusun atas neurokanalikuli yang memiliki ketebalan 0,1 µm. Beberapa serabut saraf eferen melalui kumparan sel ini. Jumlah serabut saraf spiral meningkat pada daerah apeks yaitu sebanyak 300. Basis sel rambut luar, terdapat ujung saraf aferen yang kecil. Hal tersebut memungkinkan untuk terjadi sinkronisasi antara serabut spiral luar dengan organ korti dalam merespon stimulus pendengaran (Andersen et al., 2012). 2.2 Fisiologi Pendengaran Gelombang suara yang ada dilingkungan akan ditangkap dan dikumpulkan oleh telinga luar untuk seterusnya dihantarkan menuju telinga tengah melalui membran timpani. Getaran yang disebabkan oleh gelombang suara tadi akan menggerakkan membran timpani, selanjutnya diikuti oleh pergerakan tulangtulang pendengaran. Muskulus stapedius yang menempel pada bagian posterior
7 13 stapes akan berkontraksi pada suara yang kuat dan secara efektif akan menurunkan frekuensinya saat gelombang ditransmisi ke telinga dalam, hal ini bertujuan untuk menjaga keutuhan organ-organ pendengaran. Pada manusia rentang pendengarannya adalah Hz dan mencapai 10 oktaf (R.Baiduc et al,.2013). Gambar 2.3. Transmisi Suara ke Koklea (Despopoulos & Silbernagl, 2008) Mekanoelektrik Transduksi Koklea Stimulus pendengaran akan dihantarkan dari stapes dan foramen ovale menuju telinga dalam atau koklea. Perpindahan stimulus ini berlangsung secara mekanik karena getaran yang dihantarkan oleh tulang-tulang pendengaran akan ditangkap oleh cairan yang berada di dalam koklea, sehingga menghasilkan gelombang disepanjang membran basilaris. Tonotopik adalah sifat mekanik dari membran basilaris yangmana bila mendapat rangsangan-rangsangan dengan berbagai frekuensi berbeda akan menghasilkan getaran gelombang maksimal pada
8 14 lokasi tertentu di membran basilaris. Frekuensi tertinggi gelombang bunyi dapat dideteksi di daerah yang sangat dekat dengan stapes. Kecepatan dan panjang gelombang yang masuk melalui oval window secara kontinu akan semakin mengalami penurunan ketika merambat di koklea, sedangkan amplitudo dari gelombang tersebut mencapai nilai maksimal (Despopoulos & Silbernagl, 2008). Gambar 2.4. Stimulasi Sel Rambut (Despopoulos & Silbernagl, 2008) Pergeseran antara membran basilaris dan membran tektorial yang disebabkan oleh getaran di saluran koklea akan mendorong pergerakan stereosilia di sel-sel rambut luar. Gerakan searah dari stereosilia yang pendek menuju stereosilia yang paling tinggi akan mengaktifkan tip link (Despopoulos & Silbernagl, 2008). Tip link merupakan jalinan filamen aktin yang terdapat di ujung stereosilia (Gillespie, 2006 ; Haryuna, 2013). Proses aktivasi tersebut akan merangsang kanal kation mekanosensitif di membran stereosilia untuk terbuka
9 15 sehingga terjadi peningkatan konsentrasi K + (Despopoulos & Silbernagl, 2008). Hal ini akan memicu pergerakan ion K + dan Ca 2+ menuju membran dan sel-sel rambut luar akan memendek sehingga timbul proses depolarisasi. Sel rambut dalam terhubung dengan saraf aferen dan saat proses depolarisasi berlangsung, glutamat akan dilepaskan dan sinyal auditorik akan ditransmisikan menuju otak (R.Baiduc et al,.2013). Terbukanya kanal K + tension-dependent (KCNQ4) di perilimfe, maka proses repolarisasi pada membran berlangsung. Aliran ion K+ yang keluar akan ditangkap oleh K-Cl kotransporter (KCC4) di sel penyokong dan selanjutnya di resirkulasi melalui gap junction yang terdapat di stria vaskularis. Gerakan defleksi dari stereosilia yang mendekati modiolus, ekstensi dari sel rambut luar, serta penutupan dari kanal transduksi mekanoelektrik menandakan terjadinya hiperpolarisasi di koklea (Despopoulos & Silbernagl, 2008). 2.3 Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) Definisi Bising adalah suatu bunyi yang tidak dikehendaki, bersifat mengganggu, serta secara fisik berupa susunan bunyi yang kompleks dan tidak beraturan (Seidman, 2010). Klasifikasi bising menurut Buchari (2007) dapat dibedakan menurut sifat dan spektrum frekuensi bunyi, yakni: 1. Bising Kontinu yang memiliki spektrum frekuensi yang lebar. Karakteristiknya terbatas pada intensitas 5dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. 2. Bising Kontinu yang memiliki spektrum frekuensi yang sempit. Bersifat tetap pada frekuensi tertentu seperti 500, 1000, dan 4000Hz. 3. Bising Intermitten yang digambarkan sebagai bising dengan periode tenang. Bising jenis ini tidak secara terus menerus terjadi, terdapat fase tenang diantaranya.
10 16 4. Bising Impulsif yang karakteristiknya berlangsung sangat cepat, bersifat mengejutkan dengan intensitas bunyi lebih dari 40 db. 5. Bising Impulsif Berulang memiliki mekanisme yang sama dengan bising impulsif, akan tetapi jenis ini berlangsung secara berulang-ulang. Gangguan pendengaran akibat bising adalah bentuk menurunnya fungsi pendengaran sensorineural, disebabkan oleh paparan bising yang merusak sel rambut koklea. Paparan bising berulang dan sering tidak disadari akan berakumulasi sehingga menambah risiko terjadinya GPAB (Boger et al,.2009). Jumlah kejadian GPAB semakin meningkat seiring dengan fenomena krisis ekonomi dan penurunan kualitas kehidupan manusia (Li et al,.2011). Munculnya efek perubahan struktur organ pendengaran yang diakibatkan oleh kasus ini, menimbulkan banyak spekulasi berbeda dan hipotesis yang berkembang, salah satunya adalah teori stres oksidatif (Fetoni et al,. 2013). Banyak literatur yang mengatakan bahwa durasi dari pajanan bising sangat berhubungan dengan onset dari GPAB. Merujuk kepada WHO (World Health Organization), masalah-masalah kesehatan yang dapat disebabkan oleh pajanan bising berulang dalam durasi yang lama adalah stres oksidatif pada organ pendengaran, peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan kontraksi otot, peningkatan produksi adrenalin, iritabilitas, stres, insomnia, serta kecemasan. Fenomena tersebut berdasarkan studi epidemiologi sering ditemukan pada pekerja-pekerja yang memiliki jam kerja yang lama dengan tingkat kebisingan lingkungan kerja yang tinggi seperti pabrik besi, pabrik tekstil, pabrik bahan kimia, transportasi umum, dan industri yang memiliki tingkat bising yang tinggi (Boger et al,.2009). GPAB merupakan penurunan fungsi pendengaran yang bersifat progresif, biasanya dimulai dari frekuensi 3, 4, dan 6 khz dan berlanjut hingga 0,25 khz. Peristiwa ini bisa mencapai rentang plateu kira-kira selama tahun (Metidieri et al,.2013). Sebagai klinisi sangat penting untuk kita membedakan kejadian GPAB dengan kejadian patologi telinga lainnya, hal yang patut diingat adalah
11 17 efek dari bising yaitu menyebabkan trauma akustik, perubahan ambang batas pendengaran secara temporer, serta menurunnya fungsi pendengaran (Maia, 2006 ; Metidieri et al,.2013). Kunci utama untuk menurunkan kejadian GPAB adalah mencegah munculnya kerusakan yang ditimbulkan oleh bising yang lama dan berulang. Proses evaluasi yang dilakukan secara berkala mulai dari perekrutan pekerja dan dalam masa bekerjapun harus dilakukan, upaya ini bertujuan untuk memonitoring bila muncul tanda-tanda kecendrungan GPAB di tempat kerja. Analisa harus dilakukan secara hati-hati agar pekerja yang terjaring evaluasi GPAB dapat di rehabilitasi dengan tepat. Aksi yang tepat sasaran untuk mengontrol jumlah bising di lingkungan merupakan langkah preventif yang sangat disarankan untuk dilakukan oleh pemegang kebijakan di tempat-tempat yang rawan dengan paparan bising berfrekuensi tinggi (Metidieri et al,.2013). Tabel 2.2. Bising NR (Noise Reduction)-15 Bising (db) Pajanan Maksimum/Hari 85 8 jam 86 7 jam 87 6 jam 88 5 jam 89 4 jam 30 menit 90 4 jam 91 3 jam 30 menit 92 3 jam 93 2 jam 40 menit
12 jam 15 menit 95 2 jam 96 1 jam 45 menit 98 1 jam 15 menit jam menit menit menit menit menit menit menit menit Sumber: (Metidieri et al,. 2013) Menurut National Institute of Safety and Health (NIOSH), untuk pencegahan GPAB dimulai dari membatasi intensitas waktu paparan terhadap tingkat bising yang tinggi. Pada tingkatan bising yang mencapai intensitas 85 db, waktu pajanan yang diperbolehkan maksimal adalah 8 jam. Penurunan setengah durasi waktu pajanan sebanding dengan peningkatan tiap 3dB intensitas bising. Faktor-faktor lain juga diyakini dapat memperburuk kondisi dan keparahan GPAB yaitu: terpapar bahan kimia berbahaya, intoksikasi obat-obatan, merokok, penyakit kardiovaskuler, gangguan ginjal, serta gangguan imunitas tubuh. Faktor genetik juga berperan penting dalam munculnya GPAB, tidak semua orang yang
13 19 terpapar intensitas bunyi yang tinggi menderita penyakit ini, beberapa peneliti meyakini bahwa terdapat beberapa varian genetik yang terlibat (Philips et.al., 2010). Cedera pada telinga dalam yang disebabkan karena trauma bising dapat menyebabkan pergeseran ambang batas pendengaran yaitu secara sementara atau temporary treshold shift (TTS) dan permanent treshold shift (PTS). Pada TTS kondisi GPAB dapat reversibel dalam waktu jam. Akan tetapi TTS yang dialami oleh anak usia muda akan mempercepat resiko munculnya ketulian. Kehilangan pendengaran ringan (15 20 db) pada penderita GPAB jenis PTS tidak terlalu memiliki dampak yang signifikan terhadap aktivitas harian, akantetapi secara umum bisa mengganggu bila melakukan percakapan di lingkungan yang ramai. Pada tingkatan yang lebih parah, gangguan yang terjadi bisa melibatkan kelainan persepsi bicara dan ketulian (Oishi & Schacht, 2011) Stres Intraseluler Stres lingkungan yang dipicu oleh intensitas bising yang tinggi akan menimbulkan respon tubuh untuk mempertahankan diri atau lebih sering disebut sebagai heat shock response (HSR), salah satunya melalui sintesis protein asing heat shock protein (HSP). Protein ini merupakan jenis molekul chaperon yang pada keadaan fisiologis berfungsi untuk melindungi protein dari proses denaturasi akibat stres, sintesis dan transport protein (Gong et al., 2012). Terdapat beberapa jenis HSP yang telah diidentifikasi, yakni: HSP 60, HSP 70, dan HSP 90, yangmana secara keseluruhan memiliki peranan penting dalam aktivasi makrofag dan limfosit (Tsan & Gao, 2009). HSP 70 merupakan protein chaperon yang berperan dominan dalam menjaga fungsi kontrol sel. Bila terdapat stimulasi akustik yang berlebihan, maka koklea akan menginduksi pembentukan HSP untuk melindungi koklea dari kerusakan. Salah satu molekul yang membantu dalam hal pelepasan HSP adalah geranylacetone (Konings, 2009). Proses transkripsi gen HSP melibatkan aktivasi heat shock factor 1(HSF-1). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme pengaktifan HSF-1
14 20 yaitu kesalahan dalam pelipatan protein sel, kelainan homeostasi sintesis protein, dan perubahan potensial redoks intraselular akibat stres. Akantetapi proses ini dapat diinhibisi bila HSF-1 telah berikatan dengan HSP-70 dan HSP-90 dan mencapai kadar tertentu di dalam darah. Pada keadaan patologis dimana terjadi peningkatan pada ekspresi HSP-70 dan HSP-90 akan mengakibatkan pemberhentian ekspresi gen heat shock. Keterlibatan jalur fosforilasi juga mampu menghambat aktivasi HSF-1 melalui mekanisme umpan balik via jalur protein kinase (Haryuna, 2013). Terbentuknya radikal bebas reactive oxygen species (ROS) akibat paparan bising intensitas tinggi merupakan akibat dari stres metabolik dan mekanik dari telinga yang memicu terjadinya kerusakan sel. Pada umumnya, pembentukan ROS akan diikuti dengan aktivasi sinyal apoptosis dan kematian sel (Oishi & Schacht, 2011). ROS yang telah berinteraksi dengan DNA, protein, dan lemak akan merangsang respon HSF dan pelepasan HSP-70. Protein yang telah teroksidasi oleh ROS akan berkompetisi dengan HSF-1 untuk mengikat protein chaperon (Gong et al,. 2012). ROS mampu bertahan 7-10 hari setelah pajanan bising yang lama dan menyebar dari daerah basal organ korti, sehingga menimbulkan kerusakan yang luas. Salah satu kemampuan radikal bebas yang merugikan tubuh adalah kemampuan membuat vasokonstriksi. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh kandungan peroksidase lemak yang bersifat vasoaktif, misalnya isoprostan. Apabila terjadi pada koklea, tentu saja akan mengurangi aliran darah dan mengganggu proses perfusi jaringan (Oishi & Schacht, 2011). Kerusakan juga dialami khususnya oleh sel rambut luar diakibatkan terjadinya peningkatan kadar Ca 2+ secara tiba-tiba setelah mendapatkan rangsangan akustik secara berlebihan. Berlebihnya kadar Ca 2+ mampu merangsang apoptosis dan kematian sel yang independen terhadap pembentukan ROS. Calcineurin merupakan golongan Ca 2+ atau calmodulin dependen protein fosfatase yang aktif setelah terpapar bising dan juga bisa mengaktifkan mitochondria-mediated cell death pathway via Bcl-2 associated death promoter (BAD) di sel rambut luar. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan sel berasal
15 21 dari segi neurotransmitter yang terlibat. Produksi glutamat di sel rambut dalam yang berlebihan dapat memicu timbulnya eksotoksisitas yang merusak sinaps di serabut saraf auditori (ganglion spinal). Adanya perubahan pada sensitivitas akustik setelah pajanan bising intensitas tinggi dapat menurunkan ekspresi dari reseptor glutamat (AMPA) (Oishi & Schacht, 2011). Gambar 2.5. Stres Oksidatif (Silbernagl & Lang, 2010) Pengaruh Bising terhadap Organ Pendengaran Kerusakan yang disebabkan karena paparan bising intensitas tinggi (>130dB) tidak hanya dijumpai pada sel rambut, melainkan juga terjadi pada membran reissner, memban tektorial dan sel-sel penyokong. Penumpukan radikal bebas dan neurotransmitter di cairan perilimfe dan endolimfe mengakibatkan degenarasi sel saraf auditori dan kerusakan jaringan, khususnya telinga dalam. Stereosilia merupakan struktur jaringan yang sangat rentan mengalami kerusakan
16 22 secara mekanik bila terpapar stres yang kontinu. Kelelahan metabolik dapat timbul akibat kerja mitokondria untuk menghasilkan energi secara berlebihan dan meningkatnya produksi vakuola retikulum endoplasma akibat rendahnya sintesis protein. Perubahan struktur pada sel rambut luar terjadi ketika diberi paparan bising 130 db selama 1jam. Hal serupa juga ditemukan pada serabut aferen yang mengalami pembengkakan akibat hipoksia dan peningkatan jumlah granul lisosom. Paparan yang berat akan merangsang sinyal apoptosis sehingga sel akan degenerasi secara keseluruhan. Pada keadaan fisiologis, sel stereosilia secara utuh tersusun di membran tektorial. Hubungan antar sel membentuk persilangan pada ujungnya dan mengokohkan posisi sel rambut luar. Trauma akustik yang diterima oleh sel ini mengakibatkan kerusakan struktur, sehingga posisinya bisa terlepas dari membran tektorial. Filamen aktin yang terdapat di ujung stereosilia mengalami denaturasi dan menjadi kaku (Harrison, 2012). Pengamatan lebih baik dilakukan pada daerah 10-30mm dari foramen ovale atau tingkap bundar. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut frekuensi suara 3-6kHz diterima dan gambaran kerusakan dapat dengan mudah dijumpai setelah terpapar bising (Maltby, 2005). Gambar 2.6 Sel rambut luar normal (a) dan sel rambut luar setelah diberi paparan bising (Harrison, 2012)
17 23 Salah satu mekanisme yang terlibat dalam proses perubahan struktur organ pendengaran akibat trauma akustik adalah mekanisme hidrodinamika. Sebaran gelombang bunyi dari pajanan bising akan dijumpai di membran basilaris secara merata dan radial, sehingga terjadi regangan sepanjang tepi ligamentum spiralis yang memicu timbulnya fleksi pada membran tersebut. Ketiadaan struktur yang menompang daerah tengah membran spiralis menghasilkan getaran yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah lain. Padahal pada daerah yang sama banyak ditemukan bagian basal sel rambut, sehingga kerusakan struktur setelah mendapat pajanan bising intensitas tinggi tidak dapat dielakkan (Haryuna, 2013). 2.4 Garcinia mangostana Garcinia mangostana atau yang lebih dikenal dengan sebutan manggis adalah salah satu jenis buah-buahan yang banyak tumbuh di wilayah Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, dan Thailand. Buah ini termasuk jenis tumbuh-tumbuhan tropis yang kaya akan nutrisi dan rasa. Manfaat yang dimilikinya tidak terbatas pada daging buahnya saja, akantetapi sejak zaman dahulu pemanfaat kulit Garcinia mangostana telah banyak dilakukan, misalnya untuk pengobatan tradisional (Xu et al.,2014). Menurut Tjitrosoepomo (1994), dalam taksonomi Garcinia mangostana diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Guttiferanales : Guttiferae
18 24 Genus Spesies : Garcinia : Garcinia mangostana Linn. Gambar 2.7.Garcinia mangostana (Shibata et al,. 2011) Sifat Kimia, Fisika, dan Zat Aktif Saat ini penelitian mengenai potensi dari ekstrak kulit Garcinia mangostana sangat berkembang pesat. Beberapa studi berhasil membuktikan bahwa ekstrak tersebut memiliki potensi sebagai antimikroba, antiproliferatif, antioksidan dan antiinflamasi. Kesimpulan tersebut didasari atas hasil studi fitokemikal yang menemukan beberapa zat aktif seperti xanthone, flavonoid, dan vitamin c (Ngawhirunpat et al,. 2010). Manfaat xanthone juga dibuktikan dalam pengembangan potensinya sebagai antidiabetes. Zat aktif yang terkandung dalam kulit Garcinia mangostana ini dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus percobaan yang dikondisikan untuk mengidap penyakit diabetes mellitus tipe II. Hal ini bisa terjadi karena xanthone dapat menetralkan radikal bebas sehingga bisa mencegah kerusakan pada sel β pankreas akibat proses oksidasi (Pasaribu et al,.2012).
19 Manfaat xanthone Pada ekstrak kulit Garcinia mangostana terdapat lebih dari 68 jenis xanthone, akantetapi α-, β-, dan γ-mangostin, garcinon E, 8-deoxygartanin dan gartanin adalah konstituen yang banyak dikembangkan (Xu, 2014). Diantara semua golongan xanthone, α-mangostin merupakan zat aktif yang kadarnya paling banyak ditemukan pada ekstrak non-polar. Karakteristik dari α-mangostin adalah tidak larut dalam air dan memiliki perbedaan tingkat kelarutan pada pelarut nonpolar (Ngawhirunpat et a,. 2010). Kemampuan antioksidan menjadi potensi utama dari zat aktif α-mangostin. Diketahui bahwa α-mangostin dapat menurunkan kadar oksidasi LDL yang dipicu oleh radikal bebas, menurunkan konsumsi tocopherol sel, mampu menghambat oksidasi karena anion peroksinitrit (Valadez et al ). Upaya menghambat aktivitas peroksidasi lemak adalah mekanisme utama sebagai antioksidan, hal ini dapat terjadi karena secara tidak langsung ROS memulai lipid peroksidasi sebagai prekursor untuk molekul oksigen bebas dan OH (Ngawhirunpat et al,. 2010). Gambar 2.8. Struktur Kimia Xanthone (Shan et al,.2011)
20 26 Kandungan α-mangostin (C 24 H 26 O 6 ) yang diekstrak dari kulit Garcinia mangostana juga menunjukkan peranannya dalam mempengaruhi siklus sel dan proses apoptosis pada sel kanker. Jaras yang mengatur proses apoptosis dibedakan menjadi dua jalur yakni jalur ekstrinsik yang dieksekusi oleh caspase-8 dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria dengan caspase-9 sebagai eksekutornya. Pada retikulum endoplasma terdapat caspase-12 yang bisa mengubah arah sinyal dari jalur pro-survival ke pro-apoptosis, sedangkan caspase-3 adalah eksekutor terakhir dalam rangkaian proses apoptosis. Pemberian α-mangostin setelah 24 jam terbukti meningkatkan kadar caspase-3, caspase-8, caspase-9, dan sitokrom c. Selanjutnya melalui jalur mitokondria atau instrinsik, sitokrom c akan berikatan dengan apoptosis protease activating factor-1 (Apaf-1) dan caspase-9 akan teraktifkan (Shibata et al,. 2011). Adanya hubungan antara jalur inflamasi dengan karsinogenesis meningkatkan rasa keingintahuan peneliti dalam mengetahui lebih lanjut efek dari α-mangostin. Beberapa tahapan penelitian mendapatkan bahwa zat aktif α- mangostin dapat menurunkan ekspresi gen LPS-induced inflammatory dari TNF, IL-1b, IL-6, IL-8, monosit kemoattraktan protein-1, Toll-like receptor-2 (TLR-2), secara keseluruhan efek hambatan tersebut dipengaruhi oleh keterlibatan mitogenactivated kinase (MAPK), c-jun NH2-terminal kinase (JNK), extracellular signalrelated kinase (ERK), p38, activator protein (AP)-1, dan NF-κB (Shan et al.,2011). Efek proteksi yang dijumpai pada ekstrak kulit Garcinia mangostana juga dikonfirmasi oleh Sattayasai (2013) yang melakukan percobaan efek proteksi ekstrak kulit Garcinia mangostana terhadap kultur sel yang diberi toksin β- amiloid peptida. Kadar ROS dan aktivitas dari caspase-3 dapat diturunkan oleh ekstrak tersebut. Hasil yang konsisten dengan percobaan sebelumnya juga ditemukan pada percobaan yang menggunakan toksin H 2 O 2. Zat kimia yang dapat memicu proses apoptosis tersebut secara signifikan dapat dicegah oleh ekstrak Garcinia mangostana. Data tersebut berhasil menunjukkan potensi efek proteksi yang kuat dari ekstrak kulit Garcinia mangostana.
21 Dosis Terapi xanthone Pemberian α-mangostin selama 6 hari dengan dosis 200mg/kg menunjukkan efek proteksi terhadap enzim lipid peroksidase dan berperan sebagai antioksidan terhadap kerusakan yang mempengaruhi infark miokardiak pada tikus (Ibrahim et al., 2014). Ekstrak Garcinia mangostana yang diberikan pada tikus mencapai 84 hari dengan dosis 50 sampai 500 mg/kg tidak menampakkan efek toksisitas yang signifikan. Hasil tersebut juga dikuatkan melalui percobaan dengan memberikan ekstrak secara intragastrik dengan dosis 2 5 gr/kg berat badan. Penelitian yang dipublikasikan ini menyatakan bahwa pada dosis tersebut tidak dijumpai toksisitas, mortalitas, bahkan efek samping pada laju pertumbuhan tikus (Sattayasaiet al., 2013). Penelitian pada tikus selama 14 hari, dimana tikus diberikan α-mangostin dengan dosis 20 mg/kg/hari melalui bantuan alat pompa osmotik mini memiliki efek klinis yaitu peningkatan efek apoptosis yang signifikan pada tikus yang dikondisikan menderita tumor payudara. Hal ini berkaitan dengan peningkatan ekspresi caspase-3 dan caspase-9 dan penekanan aktivitas siklus sel yang dimediasi oleh mitokondria sehingga fase G1 dan fase S dari siklus sel dapat diberhentikan (Shibataet al., 2011). Penelitian mengenai ekstrak Garcinia mangostana menunjukkan bahwa toksisitas Garcinia mangostana tidak signifikan. Pada tikus yang diberikan ekstrak secara oral dengan dosis 1-3 gr/kg berat badan dan diobservasi setiap jam untuk 24 jam pertama dan setiap hari untuk 14 hari berikutnya, tidak memberi perubahan pada aktivitas dan mortalitas. Pemeriksaan darah dan serum juga dilakukan untuk dilihat secara biokimia dan analisis enzim. Tidak ada efek yang berubah pada penampilan klinis, pertumbuhan, konsumsi makanan dan air, berat
22 28 organ, pemeriksaan histopatologi, serta pemeriksaan hematologi bila sampel dibandingkan dengan kontrol (Priya et al., 2010). 2.5 Scanning Electron Microscope (SEM) SEM adalah salah satu mikroskop elektron yang memiliki resolusi lebih tinggi bila dibandingkan dengan mikroskop optik. SEM bekerja dengan cara menembakkan elektron pada permukaan obyek dan menangkap elektron sekunder yang dipantulkan kembali dari segala arah, serta menentukan derajat pantulan yang berintensitas tinggi untuk menangkap sinyal kemiringan obyek. Gambaran yang ditangkap oleh detektor pada SEM dapat diolah melalui suatu komputer khusus. Bayangan yang jelas digambarkan oleh SEM minimal berukuran 0,5 nm namun, bila ukurannya lebih kecil maka bayangan yang tampak akan tidak jelas. Permukaan obyek yang diamati haruslah mampu untuk memantulkan elektron sekunder ke detektor SEM, biasanya kekhasan ini dimiliki oleh logam. Pada obyek yang bukan termasuk jenis logam, maka sebelum diamati terlebih dahulu sediaan dilapisi oleh logam pelapis misalnya emas. (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Sinyal elektron yang dipantulkan oleh obyek dinamakan elektron sekunder yang akan diterima oleh scintillator. Sinyal ini akan dikonversikan menjadi sinyal foton (cahaya tampak) kemudian dihantarkan menuju Photon Multiplier Tube (PMT) yang akan mengonversikan kembali sinyal tersebut menjadi elektron. Lingkungan pemeriksaan SEM haruslah merupakan suatu lingkungan yang terisolasi atau vakum, hal tersebut bertujuan agar elektron tidak menyebar ke udara. (Zhou et al., 2007).
23 29 Gambar 2.9. Scanning Microscope Electron (Nano, 2014) Pengamatan yang bertujuan untuk melihat struktur mikro-morfologi membutuhkan alat yang dapat menghasilkan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi. Bila dibandingkan dengan mikroskop optik, kelebihan yang mendasar dari SEM adalah kemampuan pembesaran gambarnya. Penggunaan SEM dapat menggunakan pembesaran mencapai 2x10 5 kali. Hal ini dipengaruhi oleh panjang gelombang de Broglie dari elektron. Diketahui bahwa elektron mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dari gelombang optik, sehingga resolusi gambar akan semakin tinggi apabila kita menggunakan panjang gelombang yang pendek (Nasution, W., et al., 2013).
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia kini semakin tertuju pada salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas hidup seseorang yaitu gangguan pendengaran. Berdasarkan data yang dilansir
Lebih terperinciTelinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
Lebih terperinciSENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh
SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka
Lebih terperinciMembahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.
_Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya
Lebih terperinciBIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,
BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen
Lebih terperinciFrekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20
Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat badan lahir merupakan berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan
Lebih terperinciTinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot
Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Akan tetapi, masih belum diketahui efek sampingnya (Pasaribu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar yang sama dengan telepon tetap kabel, namun dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Handphone adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon tetap kabel, namun dapat dibawa ke mana-mana (portable,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pendengaran merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia yang memungkinkan manusia dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam ilmu kedokteran,
Lebih terperinciNeuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015
Neuromuskulator Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015 STRUKTUR SARAF 3/12/2015 2 SIFAT DASAR SARAF 1. Iritabilitas/eksisitaas : kemampuan memberikan respon bila mendapat rangsangan. Umumnya berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan telepon seluler atau biasa disebut handphone hampir
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penggunaan telepon seluler atau biasa disebut handphone hampir menjadi kebutuhan primer setelah kebutuhan pangan, papan dan sandang. Handphone tidak hanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran
Lebih terperinciJARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN
JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam. kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hormon testosteron merupakan bagian penting dalam kesehatan pria. Testosteron memiliki fungsi utama dalam proses spermatogenesis dan pembentukan karakteristik seksual
Lebih terperinciTahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23
Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan
42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat pengaruh perbedaan suhu dan tingkat waktu kematian terhadap kemampuan pergerakan silia cavitas nasi hewan coba post mortem. Penelitian
Lebih terperinciOtot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan
MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga
54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).
53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak akar Acalypha indica Linn. dari tiga sediaan menunjukkan hasil rendemen yaitu, 1,85 %, 2,4 %, dan 1,9 %. 4.2. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan. berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sel Leydig merupakan sel berbentuk poligonal dan berukuran besar, terletak di interstisial testis (Ross & Pawlina, 2011). Machluf et al. (2003) menyatakan bahwa sel
Lebih terperinciPengertian Mitokondria
Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau labirin terdiri
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.
Lebih terperinciPENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp
PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp tanggal upload : 23 April 2009 FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Data World Heart Organization menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan the post test only control group design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit
Lebih terperinciPENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK. Kuntarti, SKp
PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh yang bekerja dalam rentang normal Tubuh individu pengorganisasian biologis sel yang
Lebih terperinciSistem Saraf Tepi (perifer)
SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Survei yang dilakukan oleh Multi Center Study (MCS) menunjukkan bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran atau tuli merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di seluruh negara di dunia. Gangguan pendengaran adalah hilangnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi
Lebih terperinciORGANISASI KEHIDUPAN. Sel
ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah
Lebih terperinciPENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK
PENGANTAR FISIOLOGI, HOMEOSTASIS, & DASAR BIOLISTRIK Kuntarti, SKp, M.Biomed PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari fungsi biologis tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah
Lebih terperinciJARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA
JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebisingan 2.1.1. Bunyi dan Sifatnya Suma mur (1996) menyatakan bahwa bunyi adalah rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan, manusia menghabiskan sebagian besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas (Gibney et al., 2009). Menurut World Health
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol disebut juga etil alkohol atau alkohol yang merupakan sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tak berwarna. Etanol merupakan jenis alkohol yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.
73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat saat ini cenderung memiliki kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang aktivitas fisik, kurang olah raga, kebiasaan merokok dan pola
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Batasan istilah Trauma akustik adalah kerusakan sistem pendengaran akibat paparan energi akustik yang kuat dan mendadak seperti pada ledakan hebat, dentuman atau tembakan senjata
Lebih terperinciAlat Indera Manusia 1. Mata Bulu mata Alis mata Kelopak mata 2. Telinga
Alat Indera Manusia 1. Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata
Lebih terperinci1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum
39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap perubahan histologi kelenjar mammae mencit betina yang diinduksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik Cihateup termasuk kedalam jenis unggas air yang memiliki sifat fisiologik terbiasa dengan air dan kemampuan thermoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas-unggas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka kebutaan diseluruh dunia sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi oksidasi nitrat oksida (NO) atau reaksi reduksi senyawa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten
Lebih terperinci12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN
YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian
Lebih terperinciFISIKA MEDIK PROSES PENDENGARAN
FISIKA MEDIK PROSES PENDENGARAN Lili Irawati TINJAUAN PUSTAKA Bagian Fisika Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas email : lili.irawati@gmail.com Abstrak Suara yang didengar telinga manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh karena adanya kontraksi otot
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Nama dari diabetes melitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, diabere yang berarti siphon atau tabung yang mengalirkan cairan dari suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah mengenal kehidupan di tempat tinggi sejak ribuan tahun lalu. Secara alami telah terjadi proses adaptasi fisiologis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) memperkirakan
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi pada tahun 2030 jumlah penyandang diabetes mellitus di dunia mencapai 388 juta dan di Indonesia mencapai sekitar 21,3 juta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN
BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.
BAB V PEMBAHASAN STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. Mekanisme diabetogenik STZ adalah alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitroourea yang mengakibatkan kerusakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat herbal telah lama dipraktikkan di seluruh dunia. Diperkirakan sebanyak 75 80 % masyarakat di negara berkembang dan 25 % di negara maju menggunakan obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tendon merupakan salah satu bagian dari sistem muskulotendinous yang memiliki fungsi utama memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat menghasilkan
Lebih terperinci