BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun (Anggraini, 2007)

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA)

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Definisi dan Jenis Bencana

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Berilah tanda silang (X) huruf a, b,c, atau d pada jawaban yang paling tepat!

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Seminar Lokakarya Nasional Geografi di IKIP Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

Definisi dan Jenis Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pulau Jawa merupakan pulau yang mempunyai penduduk paling padat di Indoensia. Kepadatan penduduk ini dipengaruhi oleh kondisi pulau Jawa yang subur dan keindahan alamnya. Kepadatan penduduk dalam tanah yang subur dan indah, juga terdapat potensi negatifnya yaitu peristiwa bencana. Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di beberapa tahun terakhir. Hampir setiap tahun bahkan bulan selalu terjadi bencana terutama saat musim penghujan.bencana yang paling sering terjadi pada musim penghujan adalah bencana banjir, tanah longsor dan angin ribut yang banyak mengakibatkan korban jiwa dan harta benda. Bencana banjir merupakan peristiwa yang sering terjadi yang diakibatkan oleh luapan sungai maupun genangan air. Banjir merupakan salah satu bencana yang menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda dan menyebabkan kerugian ekonomi, terutama pada negara-negara sedang berkembang (Gambar 1.1) (UNDP, 1999 dalam Anggraini, 2007). Di Asia, diperkirakan lebih dari 50 juta orang tinggal di wilayah perkotaan yang terletak di daerah rawan bencana banjir. Gambar 1.1 Kejadian Bencana Alam di Asia Tahun 1975-2002 (Anggraini, 2007) 1

Pemicu terjadinya bencana banjir adalah berkurangnya luasan hutan dan tingginya curah hujan pada suatu wilayah. Hal tersebut akan mengakibatkan siklus air lebih pendek dan meningkatnya aliran permukaan. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berfungsi utama sebagai pengatur siklus air dan siklus hara mengalami penurunan fungsi dan kualitas yang sangat besar. Pada tahun 2005 pemerintah telah menetapkan 62 DAS dalam kondisi kritis dengan 17 DAS diantaranya berada di Pulau Jawa (Departemen Pekerjaan Umum, 2006). Alih fungsi lahan kawasan hulu dan buruknya sistem tata kelola air merupakan penyebab banjir. Alih fungsi lahan akan berpengaruh terhadap kemampuan resapan air. Air yang harusnya dapat meresap ke dalam tanah, namun air tersebut menjadi aliran permukaan yang mengalir menuju sungai. Selain itu perubahan penggunaan lahan akan meningkatkan proses erosi pada wilayah perbukitan dan akan berakibat semakin tingginya sedimentasi sungai. Dengan tingginya proses sedimentasi, maka kemampuan sungai dalam menampung air akan berkurang dan akibatnya akan terjadi luapan air atau dikenal dengan banjir. Secara umum banjir merupakan peristiwa tergenangnya daratan yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan saluran air dalam menampung volume air. Luapan air sungai tersebut akan merusak kondisi lingkungan yang berada di sekitar alur sungai. Apabila di sekitar alur sungai banyak dimanfaatkan oleh manusia, seperti untuk persawahan maupun permukiman, maka akan mengakibatkan kerugian yang tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan kajian tentang potensi bahaya banjir sebagai salah satu kegiatan awal dalam mengendalikan bencana banjir. Peta kerawanan banjir yang disusun dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan penanganan bencana dan juga penataan ruang wilayah. Bentuklahan merupakan karakteristik wilayah yang dapat diketahui berdasarkan proses geomorfologi yang terjadi pada suatu wilayah. Proses geomorfologi yang terdapat pada suatu wilayah akan menghasilkan jenis bentuklahan tertentu. Berdasarkan prosesnya, maka jenis bentuklahan dapat digunakan untuk mengenali potensi bencana yang terjadi pada suatu wilayah. Bentuklahan berupa dataran banjir, rawa dan dataran rendah merupakan 2

bentuklahan yang mudah terkena banjir. Berdasarkan kondisi tersebut, maka bentuklahan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menentukan wilayah-wilayah yang berpotensi terkena banjir. Maka analisa bentuklahan merupakan fokus utama dalam menentukan potensi banjir masa lalu dan masa yang akan datang. 1.2.Perumusan Masalah Sub daerah aliran sungai Sileng terletak di sebagian Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Sungai Sileng merupakan anak sungai Progo yang berhulu di pegunungan Menoreh. Secara geomorfologi wilayah penelitian lebih didominasi dataran yang dikenal dengan dataran Borobudur. Menurut Murwanto 2009, dataran Borobudur merupakan dataran bekas rawa yang pada sisi selatan dibatasi oleh pegunungan Menoreh. Bukti keberadaan rawa ini adalah terdapatnya material lempung hitam yang terseimngkap pada lembah sungai dimana salah satunya dalah sungai Sileng. Rawa tersebut kemudian mengering karena dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan tektonik yang berkembang di sekitar dataran Borobudur. Kawasan Borobudur merupakan kawasan wisata internasional yang banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Karena merupakan wilayah wisata maka pada kawasan ini banyak terdapat penginapan dan homestay yang sebagian terletak di pinggir sungai Sileng seperti di Desa Candirejo. Masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Sileng banyak memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. Maka apabila terjadi kerusakan lahan pada daerah aliran sungai Sileng akan berpengaruh terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar sungai ini. Berdasarkan kondisi fisik sub das Sileng yang mempunyai topografi yang terjal hingga datar dengan luas wilayah yang sempit (Gambar 1.2), maka kemungkinan wilayah ini mempunyai aliran air yang deras dan cepat kering. Menurut informasi masyarakat setempat apabila terjadi hujan yang deras maka akan terjadi banjir dengan air berwarna coklat dan mengalir cukup deras hingga menghanyutkan jembatan yang ada, namun tidak terjadi luapan air sungai. 3

Gambar 1.2. Perbukitan Menoreh yang terjal merupakan bagian dari sub das Sileng Berdasarkan kondisi yang terletak pada sub daerah aliran sungai Sileng, maka pertanyaan penelitian yang muncul terkait dengan kerawanan banjir adalah; a) Bagaimana kondisi bentuklahan dan karakteristik banjir di sub das Sileng? b) Bagaimana hubungan antara bentuklahan dengan kerawanan bencana banjir di sub DAS Sileng? 1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud menyusun peta kerawanan banjir di Daerah Aliran Sungai Sileng, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penyusunan peta kerawanan banjir ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui sebaran bentuklahan di sub DAS Sileng; 2. Menganalisis hubungan antara bentuklahan dengan kerawanan bencana banjir di sub DAS Sileng. 4

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai informasi untuk mengenal daerah yang mempunyai potensi bencana banjir; 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana banjir. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Pengertian Bencana Pemahaman umum dari istilah-istilah seperti bahaya (hazard), bencana (disaster) dan fenomena alam (natural phenomena) diperlukan sebagai dasar manajemen bencana. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dibagi menjadi tiga macam yaitu bencana alam, bencana non alam, bencana sosial. Fenomena alam merupakan proses klimatologis, hidrologis, atau ekologis ekstrim yang tidak menimbulkan ancaman apapun terhadap orang-orang atau properti, misalnya satu longsor besar pada satu area yang tidak berpenghuni merupakan suatu fenomena alam bukan suatu bahaya, karena tidak melibatkan kerugian manusia di dalamnya. Perlunya membuat satu perbedaan antara bahaya dan bencana, serta untuk mengenali pengaruh dari bahaya terhadap bencana merupakan tolok ukur untuk mengetahui kerentanan masyarakat. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, 5

klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 1.5.2. Kerawanan Menurut Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 2007, rawan bencana adalah kondisi atau karekteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, sosial, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Sedang menurut Sutikno, 1994, kerawanan adalah tingkat kemungkinan suatu obyek bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur, pelayanan atau daerah geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak bencana atau kecenderungan sesuatu benda atau makhluk rusak akibat bencana. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya kerawanan bencana pada suatu wilayah. 1.5.3. Banjir A. Pengertian Banjir Banjir merupakan fenomena alamiah yang merupakan cerminan terganggunya keseimbangan alamiah (Lemmens, 2006). Ketidakseimbangan pasokan dan luaran air yang dapat menimbulkan banjir dipengaruhi oleh faktor lereng, penutup lahan, tanah serta jumlah, intensitas hujan yang tinggi dan durasi hujan. Pengertian banjir yang lainnya dikemukakan oleh Lockwood (1987) banjir adalah meluapnya air sungai dan menggenangi daerah yang relatif lebih rendah terutama sekitar sungai tersebut. Luapan sungai tersebut terjadi karena adanya debit sungai yang besar, sehingga saluran sungai tidak mampu menampung debit tersebut, atau dengan kata lain kapasitas tampung saluran sungai terlampaui. Kedua pengertian tersebut mempunyai makna yang sama, banjir timbul karena 6

saluran sungai tidak dapat menampung jumlah air yang masuk dari aliran permukaan yang berasal dari curah hujan dengan intensitas yang tinggi. B. Karakteristik Bencana Banjir Berdasarkan kondisi fisik suatu wilayah, banjir mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pemahaman akan karakteristik banjir diperlukan untuk mengetahui mekanisme banjir dan mengetahui kebijakan yang dapat diterapkan pada tipe-tipe banjir yang berbeda-beda. Pada umumnya, banjir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu banjir akibat meluapnya sungai dan hujan lebat. a. Banjir Akibat Meluapnya Sungai Banjir jenis ini terjadi akibat kapasitas saluran/sungai tidak mampu menampung debit air yang ada, sehingga air meluap keluar melewati tanggul sungai. Daerah yang terkena banjir jenis ini biasanya adalah daerah sekitar (kanan/kiri) sungai yang letaknya cukup rendah atau merupakan dataran banjir. Kondisi yang sama dapat terjadi di perkotaan. Banjir di daerah perkotaan biasanya disebabkan oleh kapasitas saluran drainase/saluran air yang ada tidak mampu menampung lagi air hujan seiring dengan pertumbuhan kota. Banjir dapat juga terjadi di daerah hilir sebagai akibat hujan deras di bagian hulu, hal ini terjadi akibat karakteristik DAS tersebut (kelerengan, karakteristik tanah dan batuan, penutup lahan, dan sebagainya) atau karena telah rusaknya sistem hidrologis di bagian hulu, jenis ini dikenal juga sebagai banjir kiriman. b. Banjir Lokal Akibat Hujan Lebat Banjir lokal adalah banjir yang disebabkan oleh tingginya curah hujan dalam periode waktu tertentu (intensitas hujan tinggi) yang dapat menggenangi daerah relatif rendah (ledokan). Jenis banjir ini dapat terjadi pada daerah ledok/cekungan fluvial yang memiliki kelembaban tanah tinggi sehingga pada waktu terjadi hujan lebat, air tidak dapat meresap ke dalam tanah dan tidak mudah teratuskan. Dapat pula terjadi pada daerah ledok di perkotaan yang memiliki 7

persentase penutup lahan terbangun (permukiman) yang tinggi sehingga peresapan air sangat berkurang dan pengatusan tidak dapat berlangsung dengan baik. Banjir lokal dapat pula terjadi pada kaki perbukitan yang miring hingga landai. Dengan tingginya hujan yang jatuh di daerah tersebut, aliran permukaan tinggi dan menggenangi daerah yang dilaluinya dalam waktu relatif pendek tetapi dengan daya rusak yang tinggi. Banjir ini dikenal dengan banjir bandang (flash flood) seperti yang terjadi pada banjir bandang di Jember tahun 2005. Meyer (2003), mengklasifikasikan banjir menjadi tiga tipe, didasarkan pada lokasi dan kecepatan alirannya. Berikut dijelaskan lebih rinci mengenai ketiga tipe banjr tersebut. (1) Banjir Sungai Banjir sungai merupakan akumulasi dari jumlah run off atau jumlah total air yang mengalir dalam suatu aliran sungai (Fetter, 1998 dalam Meyer, 2004), biasanya terjadi musiman dalam sistem sungai. (2) Banjir Bandang Karakter dari banjir bandang ialah kecepatan air yang sangat tinggi baik dalam ketinggian maupun alirannya. Banjir bandang merupakan banjir yang paling bahaya (Meyer, 2004) karena dengan kecepatan aliran yang tinggi dalam waktu yang singkat tidak memungkinkan adanya peringatan dan persiapan. Banjir bandang biasanya terjadi akibat jebolnya tanggul atau bendungan, dan pada daerah bersalju akibat mencairnya salju di sungai-sungai. Penyebab alami banjir bandang, banjir sungai adalah curah hujan yang tinggi terkait dengan pola-pola cuaca musiman, sedang penyebab non alami banjir adalah manipulasi manusia terhadap batas air, saluran drainase dan dataran. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya banjir antara lain aliran air yang cepat dari hulu ke hilir yang terjadi akibat hujan dan kemiringan lereng yang tinggi, permeabilitas tanah yang rendah, jebolnya tanggul dan bendungan, serta terhambatnya akses air di sungai akibat tersumbat oleh gundukan pasir (hasil sedimentasi). 8

(3) Banjir Pantai (rob) Banjir yang berasal dari pantai terkait dengan gelombang pasang tinggi yang terjadi baik karena siklon tropis, ombak tsunami, gelombang badai, maupun pasang tinggi air laut. C. Penyebab Bencana Banjir Asian Disaster Prepareness Center (2006) membagi penyebab banjir menjadi tiga faktor, yaitu faktor meteorologis, hidrologis, dan manusia. Secara terinci penyebab banjir adalah sebagai berikut ; 1. Faktor Meteorologis Kebanyakan banjir disebabkan oleh ekstrim, intens dan durasi hujan yang panjang yang biasanya disebabkan oleh : a) hujan lama; b) siklon; c) topan, badai, dan gelombang pasang. 2. Faktor Hidrologis Banjir juga dapat disebabkan oleh tingginya run off (limpasan air), yang disebabkan oleh: a) mencairnya salju dan es, b) lapisan tanah kedap air, c) tanah yang sudah jenuh air, d) minimnya infiltrasi tanah, dan e) erosi lahan. 3. Faktor Manusia Banjir dapat disebabkan baik oleh alam maupun aktivitas manusia, seperti: a) pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga banyak terdapat lahan kedap air; b) penggunaan lahan-deforestrasi, pertanian yang intensif, kontrol banjir yang tidak terencanakan; 9

c) kurangnya kesadaran akan lingkungan hidup, pembuangan sampah pada badan sungai; d) urbanisasi; e) perubahan iklim, pengaruh pemanfaatan CFC (Chloro Flouro Carbon) yang tinggi. Menurut Seyhan dalam Paimin (2006), banjir disebabkan oleh faktor sebagai berikut; a) Meteorologis Faktor meteorologis akan terkait dengan kondisi presipitasi atau hujan yang meliputi jumlah, intensitas dan sebarannya. b) Karakteristik DAS Faktor karakteristik DAS terkait dengan kondisi topografi, tanah, geologi, vegetasi (penutupan lahan dan pada saluran) dan kerapatan drainase. c) Manusia Faktor manusia terkait dengan struktur hidrolik, keteknikan pertanian dan urbanisasi. Secara hidrologis banjir disebabkan oleh banyak faktor, antara lain intensitas hujan yang sangat tinggi, perubahan koefisien aliran/limpasan air hujan, perubahan alur sungai. Hujan lebat merupakan salah satu penyebab banjir, yang dapat menyebabkan debit sungai meningkat dan memungkinkan untuk meluap. Selain itu, hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi secara lokal berperan penting terhadap terjadinya banjir. Subandriyo (1996), mengkaji mengenai kerentanan banjir dengan pendekatan unit bentuklahan. Sumber penyebab banjir adalah curah hujan yang cukup tinggi, penggundulan hutan di bagian atas, gradien sungai kecil, pengaruh air laut pasang surut, jenis tanah yang memiliki daya infiltrasi kecil. Jumlah curah hujan dengan intensitas tinggi merupakan faktor timbulnya banjir, kondisi lahan merupakan tingginya aliran permukaan sehingga debit sungai tidak dapat tertampung oleh sistem sungai sehingga terjadi luapan dan genangan. 10

Daerah yang menjadi sasaran luapan adalah dataran banjir, cekungan aluvial, genangan terjadi karena tanah telah jenuh air sehingga tidak terjadi resapan. 1.5.4. Prediksi Bencana Banjir Menurut Paimin 2006, prediksi banjir bergantung pada pola musim, kapasitas saluran drainase, identifikasi lereng. Peringatan lebih baik dilakukan sebelumnya untuk banjir musiman, tetapi hanya beberapa menit sebelumnya dalam kasus dampak badai, banjir bandang, atau tsunami. 1.5.5. Faktor-Faktor yang Memberikan Kontribusi Terhadap Kerentanan Menurut Paimin 2006, faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kerentanan banjir adalah sebagai berikut; a. lokasi tempat hunian yang ada pada dataran (endapan) pada bantaran sungai; b. kurangnya kesadaran akan bahaya banjir; c. pengurangan daya serap tanah (erosi, penggunaan beton); d. bangunan-bangunan dan pondasi yang tidak tahan terhadap banjir. e. elemen-elemen infrastruktur yang berisiko tinggi, stok pangan dan tanaman yang belum dipanen yang tidak terlindungi; f. kapal-kapal nelayan dan industri kelautan; g. kurangnya informasi kejadian banjir; 1.5.6. Dampak banjir Dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir adalah sebagai berikut (Paimin, 2006): 1). Kerusakan fisik : bangunan yang rusak karena hanyut, yang menjadi kebanjiran, runtuh, pengaruh dari puing yang mengapung. Tanah longsor karena tanah sudah jenuh air. 2). Korban dan kesehatan umum : kematian karena hanyut; kemungkinan munculnya wabah malaria, diare, infeksi virus, penyakit kulit. 11

3). Cadangan air : kontaminasi sumur dan air tanah, kemungkinan tidak tersedia air bersih. 4). Tanaman pangan dan cadangan makanan : panen dan stok pangan mungkin hilang karena banjir; binatang ternak, alat-alat pertanian dan bibit mungkin hilang. 5). Kerusakan lingkungan : daerah yang terlanda banjir menjadi rusak, memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya untuk memperbaikinya. 6). Aktifitas perekonomian terganggu : kegiatan ekonomi, arus barang dan jasa tidak lancar. Bentuklahan Zuidam dan Cancelado (1985), menjelaskan bahwa kajian utama geomorfologi adalah bentulahan yang mencakup empat aspek utama, yaitu: (a) morfologi, yang mengkaji masalah bentuk atau seluk-beluk permukaan bumi, baik morfografi yang sifatnya pemerian atau deskriptif, maupun morfometri yang sifatnya kuantitatif atau ukuran; (2) morfogenesis, yang mengkaji berbagai proses geomorfologi yang mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun panjang, baik proses oleh tenaga endogen mapun eksogen; (3) morfokronologi, yang mengkaji masalah evolusi pertumbuhan bentuklahan, urutan, dan umur pembentukannya, dikaitkan dengan proses yang bekerja padanya; dan (4) morfoaransemen, yang mengkaji hubungan geomorfologi dengan lingkungannya, yaitu hubungan dengan unsur-unsur bentanglahan lainnya, seperti batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan. Pada suatu bentuklahan dapat terbentuk tidak hanya satu proses geomorfologi tetapi dapat lebih. Perbedaan dari berbagai bentuklahan tersebut dicirikan oleh keadaan relief, material (batuan/tanah, struktur) dan proses geomorfik. Terbentuknya suatu bentuklahan berjalan lambat dan membutuhkan proses yang lama. Karena proses yang berjalan lambat dan terus-menerus, maka proses geomorfik yang berkembang saat ini dapat digunakan untuk mengetahui proses yang berkembang di masa lalu, maka kondisi lingkungan dan geografi masa lalu juga dapat diketahui dari kondisi geomorfologi masa kini. 12

Kajian geomorfologi lebih menekankan pada genesis bentuklahan hubungannnya dengan material penyusun bentuklahan dan proses-proses geomorfik yang bekerja sehingga mengubah bentuklahan. Perubahan permukaan Bumi diakibatkan oleh adanya proses geomorfik yang bekerja baik dari dalam (tenaga endogen) maupun dari luar (tenaga eksogen). Tenaga endogen dapat dicontohkan seperti aktivitas gunungapi dan tektonik sehingga menghasilkan perubahan struktur geologi dan geomorfologi. Tenaga eksogen dapat dicontohkan berupa air yang mengalir (fluvial), gelombang dan arus air laut (marine), angin (eoline) dan es mencair (glasial). Bentuklahan atas dasar proses genetiknya dapat diklasifikasikan menjadi sembilan yang meliputi bentuklahan asal proses struktural, volkanik, denudasional, solusional, fluvial, marin, eolian, glasial dan antropogenik. 1.6. Kerangka Pemikiran Teoritik Kejadian bencana banjir tergantung pada kondisi daerah aliran sungai pada suatu wilayah. Daerah aliran sungai merupakan suatu sistem pola aliran permukaan yang didalamnya teridiri dari bagian hulu hingga hilir sungai. Hulu sungai merupakan tempat ditangkapnya air yang kemudian dialirkan menuju hilir sungai. Apabila bagian hulu sungai tidak mampu menyimpan air hujan maka secara langsung akan mengalirkannya ke hilir dan dapat mengakibatkan bencana banjir. Namun selain hujan kondisi bentuklahan yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai juga berperan terhadap proses terjadinya banjir. Bentuklahan merupakan bentukan permukaan bumi yang disebabkan oleh faktor atau proses alamiah yang berasal dari endogen maupun eksogen. Terbentuknya suatu bentuklahan disebabkan suatu tenaga yang prosesnya berulang-ulang sehingga memberikan ciri dan karakter yang berbeda-beda. Bentuklahan yang mempunyai kecenderungan banjir merupakan daerah-daerah yang memiliki kondisi yang rendah dengan lereng cekung. Bentuklahan marin dan bentuklahan fluvial dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut. Bentuklahan marin secara materi penyusun memiliki material penyusun yang bersifat porus, sehingga permeabilitas sangat cepat akan tetapi banjir yang yang terjadi pada bentuklahan 13

marin pada umumnya terjadi karena adanya pasang. Bentuklahan fluvial merupakan suatu bentuklahan yang baik untuk permukiman karena kondisi kemiringan yang landai, suplai air yang memadai dengan air tanah yang baik. Iklim mempunyai penbgaruh kuat terhadap terjadinya bencana banjir. Iklim dalam hal ini hujan merupakan input air yang selanjutnya akan mengalir di permukaan. Besarnya banjir pada suatu daerah aliran sungai tergantung pada besarnya air yang dialirkan pada daerah aliran sungai tersebuit. Besarnya air yang turun pada suatu wilayah dapat diketahui berdasarkan karakter iklim yang dapat diperoleh dari data curah hujan. Curah hujan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap besarnya air yang turun pada wilayah tersebut. Apabila hujan cukup besar sehingga mengakibatkan sungai tidak mampu menampung aliran air, sehingga berpotensi terjadi bencana banjir. Aktivitas manusia mempunyai peran terhadap kerawanan banjir. Hal ini dikarenakan dengan adanya aktivitas manusia akan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan. Semakin banyaknya manusia yang merubah lahan akan berpegaruh terhadap kemampuan infiltrasi sehingga ketika terjadi hujan, maka akan menjadi aliran permukaan dan dapat mengakibatkan banjir. 14

Daerah Aliran Sungai Klimatologi Bentuklahan Aktivitas Manusia Curah Hujan Karakteristik Banjir Kerawanan Banjir berdasarkan Bentuklahan Gambar 1.3. Kerangka Teori Penelitian 15