BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kebun berupa lahan sawah beririgasi dengan jenis tanah vertisol. Lahan percobaan seluas 192 m 2. Ketinggian lokasi percobaan 8 mdpl (meter di atas permukaan laut). Kemiringan lahan 1.7 % arah barat. Penelitian dimulai 14 Mei 2010 sampai dengan 3 September 2010, dan pengamatan tambahan untuk total batang 6 bulan setelah tanam (BST) dilakukan pada 29 November 2010. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan standar tanam tebu baru secara manual di lahan sawah (teknik reynoso), mistar skala bacaan ganda, alat uji kelembaban tanah, jangka sorong, dan erlenmeyer 250 cc. Bibit berasal dari Kebun Tebu Giling (KTG). Bibit berupa bagal batang tengah berisi 2 mata dan 3 mata. Bibit dari klon PS 941 nama lainnya PSJT 94-33. Pupuk yang digunakan adalah ZA 6 ku/ha, SP-36 3 ku/ha, dan KCl 2 ku/ha. Metode Penelitian Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama berupa modifikasi bentuk kasuran (A) dengan empat perlakuan yaitu klacen barat, klacen timur, tutup miring, dan tutup datar. Faktor kedua berupa sistem pengeceran bibit (H) dengan dua perlakuan yaitu bagal dua mata kombinasi pola ecer 22+2 dan bagal tiga mata kombinasi pola ecer 20+2. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan ditanam dalam sebuah juringan. Juringan merupakan lubang galian dengan panjang 750 cm, lebar 45 cm, dan kedalaman 30 cm. Jarak juringan satu ke juringan berikutnya disebut jarak pusat ke pusat (PKP). PKP yang digunakan sebesar 100 cm.
Model statistika untuk rancangan yang digunakan adalah: 14 Y ijk = µ + α i + β j + τ k + (ατ) ik + є ijk Y ij = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh faktor modifkasi bentuk kasuran (i= 1, 2, 3, dan 4) β j = Pengaruh kelompok (j= 1, 2, dan 3) τ k = Pengaruh faktor sistem pengeceran bibit (k= 1 dan 2) (ατ) ik = Interaksi antara faktor modifikasi bentuk kasuran dan sistem pengeceran bibit є ijk = Galat percobaan Pengolahan data menggunakan Uji F. Jika hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata ataupun sangat nyata, kemudian dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf 5 %. Selain itu, dilakukan uji analisis korelasi pearson untuk menunjukkan hubungan antar peubah pengamatan. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan menggunakan metode bukaan reynoso dengan perubahan mempertimbangkan situasi lahan dan kondisi tanaman tebu percobaan : a. Persiapan Lahan Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, pematang sawah sebelumnya dibongkar, dan sisa jerami padi pada lahan dibuang. Got Keliling dibuat mengelilingi areal percobaan dengan lebar dan kedalaman 50 cm x 50 cm. Got mujur tidak dibuat dengan pertimbangan luasan areal yang sempit. Got malang lebar dan kedalaman 50 cm x 40 cm. Juringan dengan ukuran lebar, kedalaman, dan panjang masing-masing 45 cm x 30 cm x 750 cm. Jarak dari pusat ke pusat (PKP) 100 cm. b. Penanaman Bibit yang digunakan berupa bagal batang tengah. Pembuatan bagal dilakukan dengan cara batang induk dipotong menjadi tiga bagian yaitu atas, tengah, dan bawah. Bagal batang tengah merupakan bibit yang berasal dari batang induk bagian tengah. Sebelum bibit ditanam, dilakukan pembuatan
15 kasuran di dasar juringan. Kasuran tipe klacen dibuat dengan mencangkul tipis (sasrap) setengah dari lebar dasar juringan sampai terbentuk sebuah saluran drainase. Saluran tersebut dinamakan klacen, sedangkan bagian juringan lainya yang menerima akumulasi tanah sasrapan disebut kasuran. Kasuran juga digunakan untuk meletakkan bibit sebagai media berkecambah. Klacen barat berarti saluran drainase berada di barat dan kasurannya berada di bagian timur, sebaliknya dengan klacen timur. Pada tipe tutup, kasuran dibuat dengan cara menurunkan tanah guludan ke dalam dasar juringan. Tanah guludan merupakan tanah buangan hasil penggalian juringan. Setelah bibit disiapkan dan kasuran sudah terbentuk, bibit ditanam di atas kasuran berdasarkan polanya. Pola ecer 22+2 artinya sebanyak 22 bibit utama ditambah dua bibit ekstra ditanam bersamaan dalam satu juringan. Bibit ekstra ditanam di ujung juringan untuk mendapatkan efek tanaman pinggir. Pola ecer tersebut menggunakan bibit dengan dua mata bibit. Pola ecer 20+2 artinya sebanyak 20 bibit utama ditambah dua bibit ekstra ditanam dalam satu juringan, bibit yang digunakan berisi tiga mata bibit. Bibit ditanam secara mundur (tandur). Pada perlakuan klacen barat, bibit ditanam 15 cm dari dinding juringan bagian timur, pada perlakuan klacen timur bibit ditanam 30 cm dari dinding juringan bagian timur. Pada perlakuan tipe tutup, bibit ditanam di tengah-tengah. Selanjutnya bibit ditutup tanah bersamaan dengan pembentukan permukaan kasuran menggunakan telapak tangan. Klacen barat, klacen timur, dan tutup datar berarti permukaan kasuran sejajar dengan permukaan dasar juringan, sedangkan kasuran tutup miring permukaan kasurannya membentuk sudut lancip terhadap permukaan dasar juringan. c. Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi pemupukan, penyiangan gulma, irigasi, penyulaman, dan turun tanah. Irigasi hanya diberikan saat pembukaan tanah dan saat penanaman sekedar memudahkan penggarapan. Pemenuhan kebutuhan air tanaman tebu sepenuhnya mengandalkan curah hujan. Pemupukan dilakukan dua tahapan. Pemupukan tahap pertama dilakukan saat 3 MST (Minggu Setelah Tanam). Pemupukan tahap kedua dilakukan setelah 8 MST. Pemupukan I pemberian ZA 3 ku/ha dicampur SP-36 3 ku/ha. Pemupukan II
16 pemberian ZA 3 ku/ha dicampur KCL 2 ku/ha. Turun tanah dilakukan 2 kali aplikasi yaitu turun tanah I umur 3 MST. Caranya menurunkan tanah guludan ke dalam juringan setebal 1 / 5 juringan sekedar menutup bibit. Turun tanah II umur 8 MST, tanah guludan diturunkan sampai tebalnya ¾ juringan. Pengamatan Fase Perkecambahan Pengamatan fase perkecambahan untuk peubah kelembaban kasuran dan periode hujan menggunakan sampel pengamatan, sedangkan untuk peubah vigor bibit dilakukan pada seluruh populasi bibit yang ditanam. Peubah yang diamati antara lain : 1. Kelembaban Tanah Kasuran (KK) Kelembaban kasuran diukur menggunakan alat uji kelembaban tanah setiap hari dimulai jam 8 sampai jam 11 pagi. Buckman dan Brady (1969) menyatakan untuk menentukan kelembaban tanah dapat diungkapkan dengan empat metode pokok. Metode tersebut antara lain gaya berat, tegangan, ketahanan, dan neutron. Alat uji kelembaban tanah bekerja berdasarkan metode neutron. Keuntungan pengukuran menggunakan metode ini tidak merusak tanah kasuran. Alat uji kelembaban ditancapkan ke dalam tanah lalu ditunggu hasilnya setelah satu menit. Sampel pengamatan berasal dari 4 lokasi penancapan alat dalam setiap juringan yaitu ujung utara juringan, kuartil pertama juringan, kuartil pertengahan juringan, dan kuartil ketiga juringan. Pengamatan dilakukan 0 sampai 15 HST dengan dua pertimbangan yaitu perkecambahan sudah berhenti saat 16 HST dan turun tanah pertama dilakukan saat 17 HST. Turun tanah meyebabkan tanah kasuran tertimbun, akibatnya bentuk kasuran perlakuan tipe klacen dan tipe tutup menjadi tidak beraturan. Kelembaban kasuran dinilai menggunakan skor 1 sampai 10 (Gambar 4). Skor-skor tersebut dihasilkan oleh alat bukan dari pengamatan subyektif. Semakin tinggi nilai skor yang ditunjukkan alat, semakin tinggi pula
17 kandungan air di kasuran. Jenis tanah lokasi percobaan berupa tanah vertisol. Deskripsi umum setiap angka yang ditunjukkan alat adalah : Skor 10 = Tanah dengan kondisi melumpur sampai tergenang. Skor 9 = Tanah dengan kondisi basah. Tanah yang terinjak kaki akan segera meninggalkan bekas pijakan. Skor 8 = Tanah dengan kondisi lembab. Tanah yang terinjak kaki tidak menimbulkan bekas pijakan atau jejak. Skor 7 = Tanah dengan kondisi kering-lembab. Struktur tanahnya mirip skor 8 tetapi cenderung lebih kering. Skor 6 = Tanah dengan kondisi kering. Retakan terjadi di permukaan tanah dengan jumlah sangat banyak membentuk kepingan pipih. Skor 1-5 tidak terjadi dalam pengujian ini. (a) Skor 10 (b) Skor 9 (c) Skor 8 (d) Skor 7 (e) Skor 6 Gambar 4. Penampakan Visual berdasarkan Skor Tanah 2. Kecepatan Tumbuh Mata Bibit (K CT ) Kecepatan tumbuh mata bibit merupakan tolak ukur vigor kekuatan tumbuh. Bibit yang lebih cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam (etmal) dimulai dari 0 sampai 15 HST. Pengamatan dengan menghitung pertambahan tunas primer yang muncul dari permukaan tanah. Kecepatan tumbuh dihitung menggunakan rumus (Sadjad, 1993) : K CT = 3. Persentase Mata Bibit Busuk (MB) Mata bibit busuk merupakan gejala negatif perkecambahan. Mata bibit busuk sebagai tolak ukur vigor bibit. Pengamatan mata bibit busuk dengan cara
18 mata yang tidak berkecambah dibongkar dan dilihat penyebabnya. Apabila penyebabnya karena mata bibit membusuk, maka dimasukkan dalam hitungan pengamatan ini. Pengamatan ini dilakukan saat 16 HST. 4. Daya Tumbuh (DT) Daya tumbuh merupakan tolak ukur vigor potensial. Penetapan hitungan I dan hitungan II ditentukan berdasarkan kurva persentase perkecambahan harian dan kurva persentase perkecambahan kumulatif (Gambar 5). Persentase Perkecambahan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Hari Setelah Tanam (HST) Perkecambahan Kumulatif Perkecambahan Harian Keterangan : Perkecambahan Kumulatif : y = - 0.0518x 3 + 1.2063x 2-0.316x - 3.6742 (R² = 99.46 %) Perkecambahan Harian : y = - 0.1543x 2 + 2.698x - 2.837 (R² = 65.21 %) Gambar 5. Persentase Perkecambahan Kumulatif dan Perkecambahan Harian Kurva (poligon) persentase perkecambahan harian (Gambar 5) menunjukkan puncak kurva pada hari ke-9, sehingga hitungan I jatuh pada 9 HST. Pada titik balik kurva (ogif) persentase perkecambahan kumulatif yaitu hari ke-15, sehingga hitungan II jatuh pada 15 HST. Daya tumbuh dihitung menggunakan rumus (Sadjad, 1993): 5. Periode Hujan Pengamatan periode hujan dilakukan selama 0 sampai 15 HST yaitu selama fase kritis perkecambahan. Tujuannya mendapatkan jumlah hari hujan riil di
19 kebun percobaan. Caranya dengan menempatkan sebuah tabung erlenmeyer 250 cc sebagai alat penangkar. Erlenmeyer akan terisi air hujan apabila pada hari sebelumnya terjadi hujan. Air hujan yang masuk ke dalam erlenmeyer diamati jam 6 pagi. Setelah dilakukan pengamatan, air hujan dibuang kemudian erlenmeyer dikeringkan kembali menggunakan kertas tissue. Setelah kering, erlenmeyer ditempatkan di lokasi semula untuk pengamatan hari hujan keesokan harinya. Rumus yang digunakan dalam menghitung periode hujan (Tjiptanto, 2009) adalah : Fase Pertunasan Pengamatan fase pertunasan dilakukan pada 13 sampel tunas primer pada setiap satuan percobaan atau sebanyak 22.81 % dari populasi mata bibit yang ditanam. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan kaidah arikunto yaitu berkisar 10 % hingga 25 % populasi. Peubah yang diamati antara lain : 1. Jumlah Daun (JD) Jumlah daun merupakan ukuran vigor bibit. Daun yang masuk dalam hitungan adalah seluruh daun yang terlihat baik yang masih menguncup maupun yang sudah terbuka. Daun yang sudah kering dikupas dari batang dan tidak dimasukkan dalam hitungan. Pengamatan dilakukan saat 2-14 MST. 2. Tinggi Tanaman (TT) Tinggi tanaman merupakan tolak ukur vigor bibit. Tinggi tanaman diukur dari dasar juringan sampai ujung daun tertinggi. Dilakukan saat 2-14 MST menggunakan mistar skala bacaan ganda (Gambar 6) agar tinggi tanaman terhitung utuh termasuk tinggi batang yang tertimbun karena aplikasi turun tanah I dan II. Mistar tersebut dapat dibuat sendiri dengan memberi nomor skala tinggi tanaman tampak 0 sampai 275 cm pada sisi kiri mistar. Sisi kanan mistar diberi nomor skala tinggi tanaman terkubur 0 sampai 50 cm. Tinggi tanaman tampak merupakan tinggi tanaman yang terukur dari permukaan tanah
20 sampai ujung daun tertinggi. Tinggi tanaman terkubur merupakan tinggi tanaman yang terukur dari dalam dasar juringan sampai permukaan tanah. Cara menghitung tinggi tanaman menggunakan mistar skala bacaan ganda mengikuti rumus yang tercantum berikut. Baik mistar skala bacaan ganda maupun rumus manualnya disintesa oleh penulis sendiri. Tinggi Tanaman Utuh = Skala Tinggi Tanaman Tampak + (Kedalaman Juringan - Skala Tinggi Tanaman Terkubur) (a) (b) (c) Gambar 6. Mistar Skala Bacaan Ganda (a) Skala Tinggi Tanaman Tampak (b) Skala Tinggi Tanaman Terkubur (c) Sketsa Mistar Skala Bacaan Ganda 3. Kemampuan Menghasilkan Tunas Sekunder (TS) Anakan tebu merupakan tunas-tunas sekunder yang tumbuh dari pangkal batang tunas primer. Tunas sekunder terinisiasi dari tunas lateral batang primer. Pengamatan dilakukan dengan menghitung anakan yang dihasilkan oleh setiap tunas primer dari tanaman sampel.
21 4. Diameter Batang Bawah (DB) Diameter batang merupakan tolak ukur vigor bibit. Diameter diukur pada ruas batang kedua dari permukaan tanah menggunakan jangka sorong. Dilakukan saat 16 MST, karena pelepah daun yang menempel dan menyelubungi ruas batang kedua sudah terlepas secara alami karena mengering. 5. Total Batang (TB) Pengamatan total batang dengan cara menghitung jumlah seluruh batang yang ada dalam satu juringan. Pengamatan utama dilakukan saat 16 MST dan sebagai pengamatan tambahan saat 24 MST.