Pengembangan Pelat Hollow Core Slab (HCS) sebagai Diafragma Struktur

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EKSPERIMENTAL SAMBUNGAN KOLOM-KOLOM PADA SISTEM BETON PRACETAK DENGAN MENGGUNAKAN SLEEVES

Kinerja Hubungan Pelat-Kolom Struktur Flat Plate Bertulangan Geser Stud Rail dan Sengkang Dalam Menahan Beban Lateral Siklis

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

KAJIAN SAMBUNGAN ANTAR PELAT PRACETAK PADA SISTEM HALF SLAB YANG MENERIMA BEBAN LENTUR

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

Aplicability Metoda Desain Kapasitas pada Perancangan Struktur Dinding Geser Beton Bertulang

DAKTILITAS KURVATUR PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TERKEKANG CINCIN BAJA

PENGARUH PENGGUNAAN WIRE ROPE SEBAGAI PERKUATAN LENTUR TERHADAP KEKUATAN DAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG TAMPANG T (040S)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

TEKNOLOGI APLIKASI BETON PRACETAK DAN PRATEGANG BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

STUDI PERBANDINGAN PERSYARATAN LUAS TULANGAN PENGEKANG KOLOM PERSEGI PADA BEBERAPA PERATURAN DAN USULAN PENELITIAN (166S)

ANALISA TEGANGAN DAN REGANGAN DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU GESER BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

ANALISA PERBANDINGAN BERBAGAI PENAMPANG DINDING GESER KOMPOSIT AKIBAT BEBAN LATERAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Ika Bali 1,2* dan Sadikin 1. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen. S. Parman No.1, Jakarta 11440

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

STUDI KEKUATAN GESER HUBUNGAN PELAT DAN KOLOM (SLAB- COLUMN JOINT) PADA BANGUNAN TINGGI AKIBAT BEBAN SEISMIK

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

VISUALISASI PEMBELAJARAN DESAIN PENULANGAN DINDING GESER DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN DELPHI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH UKURAN BATA MERAH SEBAGAI DINDING PENGISI TERHADAP KETAHANAN LATERAL STRUKTUR BETON BERTULANG

Analisis Perilaku Lentur Balok Beton Bertulang Tampang T Menggunakan. Response-2000

BAB II STUDI PUSTAKA

PENGUJIAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT UJI TEKAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN KAPASITAS LENTUR DAN KAPASITAS TUMPU KONSTRUKSI DINDING ALTERNATIF BERBAHAN DASAR EPOXY POLYSTYRENE (EPS)

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

EVALUASI CEPAT DESAIN ELEMEN BALOK BETON BERTULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN RASIO TULANGAN BALANCED

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UGM KOMPLEKS KINANTI MENGGUNAKAN METODE PRACETAK (PRECAST) DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING FRAME

STUDI DAKTILITAS DAN KUAT LENTUR BALOK BETON RINGAN DAN BETON MUTU TINGGI BERTULANG

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda

PERILAKU LENTUR BETON MUTU TINGGI YANG DIKEKANG DENGAN BAJA MUTU TINGGI

SLOOF PRACETAK DARI BAMBU KOMPOSIT

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

STUDI EKSPERIMENTAL BALOK BETON BERTULANG BERSENGKANG TERTUTUP TEGAK DENGAN PENYAMBUNG KAIT DAN LAS

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN PENGEKANG (BRACING) PADA DINDING PASANGAN BATU BATA TERHADAP RESPON GEMPA

PENGARUH PENEMPATAN PENYAMBUNGAN PADA PERILAKU RANGKAIAN BALOK-KOLOM BETON PRACETAK BAGIAN SISI LUAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

FAKTOR DAKTILITAS KURVATUR BALOK BETON BERTULANG MUTU NORMAL (PEMANFAATAN OPEN SOURCE RESPONSE2000)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Dalam perancangan struktur gedung perkantoran dengan Sistem Rangka Gedung (Building Frame System)

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

ANALISA PERBANDINGAN BERBAGAI PENAMPANG DINDING GESER KOMPOSIT AKIBAT BEBAN LATERAL

Gambar 1 PENGARUH KONFIGURASI BAJA DAN FAKTOR KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS TEKAN KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III. Dimensi bata yang biasa ditemui di lapangan dan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

KAJIAN EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR BALOK PADA SAMBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG ABSTRAK

Bab II STUDI PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

Keywords: structural systems, earthquake, frame, shear wall.

PENGARUH KUAT TEKAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

STUDI KEKUATAN GESER BALOK BETON BERTULANG KOMPOSIT BERINTIKAN BAJA TERHADAP PENGARUH VARIASI DIMENSI PENAMPANG BALOK

SEMINAR TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH : NURUL FAJRIYAH NRP DOSEN PEMBIMBING : BUDI SUSWANTO, ST., MT., Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dan balok perangkainya yang disesuaikan dengan SNI dan SNI 03-

KUAT LENTUR BALOK BETON TULANGAN BAMBU PETUNG VERTIKAL

PERILAKU MEKANIK LEKATAN BETON DAN TULANGAN PADA BETON MUTU TINGGI AKIBAT BEBAN STATIK TESIS

PENGARUH VARIASI LETAK TULANGAN HORIZONTAL TERHADAP DAKTILITAS DAN KEKAKUAN DINDING GESER DENGAN PEMBEBANAN SIKLIK (QUASI-STATIS)

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Perbandingan Analisis Two Way Slab With Beam dengan Flat Slab (Studi Kasus: Coal Yard PLTU Kalimantan Barat)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

PERILAKU GESER DINDING PANEL JARING KAWAT BAJA TIGA DIMENSI DENGAN VARIASI RASIO TINGGI DAN LEBAR (Hw/Lw) TERHADAP BEBAN LATERAL STATIK JURNAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

PERHITUNGAN STRUKTUR STRUKTUR BANGUNAN 2 LANTAI

ANALISIS HUBUNGAN BALOK KOLOM BETON BERTULANG PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD-BALAI KOTA DKI JAKARTA

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

Transkripsi:

Pengembangan Pelat Hollow Core Slab (HCS) sebagai Diafragma Struktur Alexander Lung Angkiriwang Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Email: Hung_chan88@yahoo.com Abstrak Dalam gedung bertingkat, salah satu persyaratan penting untuk menahan beban gempa adalah kemampuan elemen pelat untuk bersifat sebagai diafragma struktur. Sistem pelat HCS yang ada saat ini, baik untuk elemen panel HCS maupun sambungan antara panel HCS masih belum dapat dikategorikan sebagai diafragma struktur. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan baja tulangan yang ada pada panel HCS yang mana masih bersifat 1 arah. Dalam penelitian ini akan dikembangkan prototype panel HCS serta jenis sambungan antara panel HCS sehingga sistem pelat HCS tersebut dapat digunakan sebagai diafragma struktur pada bangunan tinggi. Benda uji berjumlah 6 buah pelat HCS dengan dimensi penampang panjang 1500mm, lebar 1200mm, dan tebal 120mm. Variabel pengujian : gaya geser, regangan pada tulangan, serta mekanisme transfer geser yang terjadi. Hasil pengujian menunjukan bahwa modifikasi terhadapat panel HCS dan sistem sambungannya dapat menahan gaya geser diafragma minimum yang disyaratkan dalam SNI 03-2847-2002. Kata-kata kunci: Pelat HCS, diafragma, regangan, mekanisme transfer geser. Abstract In a high rise building, one of the important term to resist earthquake load is the ability of the slabs element to act as a structure diaphragm. HCS slab system in nowadays, such as HCS panel and connection between HCS panel still cannot be categorized as a structure diaphragm. It can be seen from the availability of the steel reinforcement which can be found in HCS panel with only one way direction. This experiment will develop prototypes of the HCS panel and it s connection so HCS slab system can be use as structure diaphragm in high rise building. Samples of the experiment are 6 pieces of HCS slab with length dimension 1500mm, width 1200mm, and thickness 120mm. Experiment s variables are shear force, reinforcement strain, and shear transfer mechanism. Result of the experiment shows that the modification towards HCS panel and it s connection can resist the minimum diaphragm shear force ad in SNI 03-2847-2002. Keywords: HCS slab, diaphragm, reinforcement strain, shear transfer mechanism.

1. Pendahuluan Dewasa ini kebutuhan akan gedung bertingkat baik untuk perkantoran maupun untuk tempat hunian (apartemen) di Indonesia terus meningkat. Hal ini dilatar belakangi oleh iklim perekonomian Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang. Hal ini yang memicu dewasa ini banyak dibangun gedung-gedung bertingkat dengan tuntutan proses konstruksi yang relatif singkat. Penggunaan sistem beton pracetak dapat menghemat waktu konstruksi jika dibandingkan dengan beton cor setempat. Salah satu sistem beton pracetak yang banyak digunakan dewasa ini adalah sistem pelat HCS (Hollow core slab). Namun permasalahan yang muncul adalah pada sistem pelat HCS yang ada masih belum dapat berperilaku sebagai diafragma struktur, sehingga untuk penggunaannya masih terbatas pada struktur bangunan bertingkat rendah. Untuk dapat berperilaku sebagai diafragma struktur yang kaku, maka sistem pelat HCS harus dapat mentransferkan beban lateral yang bekerja secara merata pada elemen-elemen struktur vertikal penopangnya (Pantazopoulou dan Imran, 1992). Selain itu sistem pelat HCS juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan diafragma struktur yang disyaratkan pada SNI 03-2847-2002. Makalah ini menyajikan hasil modifikasi panel HCS beserta dengan sambungan antara panel HCS, sehingga diharapkan nantinya sistem pelat HCS yang dikembangkan dapat berperilaku sebagai diafragma struktur sehingga dapat digunakan pada bangunan tinggi. 2. Kajian Pustaka Penelitian mengenai sambungan pada pelat pracetak agar dapat berperilaku sebagai diafragma struktur telah banyak dilakukan dewasa ini. Marco Menegotto (2005) melakukan modifikasi pada permukaan beton sambungan dengan membuat pola betuk (shear key) dengan tujuan saat panel pelat pracetak hendak begerak satu terhadap lainnya, akan terjadi mekanisme interlocking antara panel pelat pracetak. Selain itu juga terdapat sambungan dengan menggunakan embedded plate yang sudah terpasang pada panel pelat saat panel pracetak di produksi di pabrik. Dimana kekuatan terhadap gaya geser arah in-plane pelat ditransferkan oleh pelat baja yang disambung satu dengan yang lainnya dengan menggunakan sambungan las. Namun untuk beberapa jenis sambungan yang telah ada, masih tergolong sulit diterapkan di Indonesia, dikaitkan dengan aspek pengerjaan yang mana membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi. Diafragma disini dimaksud saat beban lateral bekerja, sistem pelat dapat berperilaku seperti balok tinggi dalam menerima beban lentur. Dimana terdapat serat atas yang mengalami tekan, dan serat bawah yang mengalami tarik (Gambar 1) (S. Pantazopoulou and I. imran 1992). Tegangan geser yang terjadi di sepanjang bidang pelat harus dapat ditransferkan ke elemen-elemen struktur pendukungnya (kolom dan dinding geser) (Gambar 1). Untuk mendistribusi tegangan-tegangan yang terjadi baik antara sesame panel pelat hingga mencapai elemen-elemen

struktur pendukung ini diperlukan tulangan-tulangan baik arah transversal maupun arah longitudinal pelat, sehingga tegangan yang ada tidak terpusat hanya pada 1 titik saja. Gambar 1. Pemodelan Diafragma 3. Pengembangan Prototype Pelat HCS Pada sistem pelat HCS yang ada, pelat HCS hanya bersifat 1 arah dalam mendistribusikan beban lateral yang terjadi. Hal ini dikarenakan ketersediaan baja tulangan pada panel HCS yang hanya bersifat 1 arah. Selain itu sambungan antara panel HCS yang ada hanya menggunakan mortar pengisi diantara panel HCS, yang mana memiliki kapasitas geser arah in-plane yang relatif sangat kecil. Mengacu pada peraturan yang berlaku (SNI 03-2847-2002 pasal 23) maka dilakukan modifikasi terhadap pelat HCS. Selain itu syarat yang berlaku pada SNI 03-2847-2002 adalah pelat harus bersifat sebagai 1 kesatuan (monolit), sehingga dalam penelitian ini juga akan dikembangkan jenis sambungan sehingga perilaku sistem pelat HCS dapat berperilaku sebagai 1 kesatuan monolit. Untuk menjamin agar gaya geser yang terjadi dapat ditransferkan secara merata pada dua arah saat beban lateral bekerja, maka tulangan harus diletakan pada pada kedua arah pelat (Stephen J. Foster and R. Ian Gilbert, 1996) juga untuk mengakomodir terjadinya adanya efek temperature dan shrinkage pada beton. Tulangan juga harus diletakan secara merata di sepanjang daerah sambungan sehingga gaya geser yang terjadi dapat disebarkan secara merata pada permukaan beton. Pada penelitian ini akan digunakan 2 jenis sambungan, yakni menggunakan sambungan topping off pada daerah sambungan serta penggunaan shear connector pada daerah sambungan. Alasan penggunaan topping off hanya pada daerah sambungan adalah selain lebih mudah jika dibandingkan dengan topping off secara

keseluruhan, juga dapat mengurangi berat struktur, sehingga otomatis beban gempa yang terjadi relatif lebih kecil. Selain menggunakan topping off, juga akan digunakan sistem shear connector yang diletakan dengan arah tegak lurus terhadap bidang sambungan. Alasan penggunaan shear connector ini adalah pada daerah sambungan tulangan yang paling efektif dalam mentrasnferkan beban geser yang terjadi adalah tulangan dengan arah tegak lurus bidang sambungan. Selain itu sambungan ini relatif lebih mudah dan cepat pelaksanaannya jika dibandingkan dengan sambungan yang lain. 4. Program Pengujian Lateral 4.1 Benda uji Benda uji dalam pengujian ini terdiri atas 3 jenis sambungan, masing-masing sambungan memiliki sampel uji sebanyak 2 sampel sehingga total benda uji berjumlah 6 buah (Tabel 1). Parameter yang divariasikan dalam pengujian ini adalah ratio tulangan yang terpasang di sepanjang bidang sambungan panel HCS. Dimana variabel yang dibedakan adalah diameter serta spasi tulangan terpasang. Baja tulangan menggunakan 3 mutu yang berbeda, yakni wire mesh dengan tegangan leleh 600 MPa, tulangan polos d8 dengan tegangan leleh 360 MPa, dan tulangan ulir d10 dengan tegangan leleh 400MPa. Setiap benda uji memiliki dimensi yang sama, yakni panjang 1200 mm, lebar 1500 mm, dan tebal 120 mm (Gambar 2). Tabel 1. Spesifikasi benda uji Specimen Diameter Tulangan (mm) Jumlah Tulangan (n) A s (mm 2 ) F y (Mpa) f'c (Mpa) A c (mm 2 ) ρ Konfigurasi Tulangan HCS-1 6 12 339.12 600 0.002355 M6-100 HCS-2 8 8 401.92 360 35 144000 0.002791111 D8-150 HCS-3 10 3 235.5 400 0.001635417 D10-350

Gambar 2. Tiga Model Specimen Uji 4.2 Test Setup dan Instrumentasi Benda Uji Setting pada pengujian ini bertujuan agar pada daerah sambungan antara panel HCS dapat menerima gaya geser murni (in-plane) untuk pemodelan beban lateral pada struktur sebenarnya. Pembebanan disini bersifat monotonik, yang mana diberikan oleh servocontrolled hydraulic actuator, yang memiliki kapasitas maksimum 1000 kn dan stroke maksimum 100 mm. Tujuan pembebana ini adalah untuk menentukan kapasitas geser maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan HCS. Pembebanan diberikan hingga benda uji mencapai keruntuhan. Sampel benda uji akan di ikat oleh 2 perletakan menggunakan stress bar baik di atas maupun bawah, dengan tujuan untuk memodelkan kondisi ril di lapangan yakni pelat dijepit oleh balok-balok di sekitar pelat. Alat ukur yang digunakan pada studi eksperimental ini berupa strain gauges (alat pengukur regangan) dan LVDT (tranduser perpindahan). Alat ukur LVDT dipasang pada 2 tempat, LVDT 1 dipasang pada hydraulic actuator dengan tujuan untuk melakukan kontrol stroke saat pembebanan, dan LVDT 2 dipasang pada daerah

sambungan dengan tujuan agar dapat mengetahui besar perpindahan (slip) yang terjadi pada daerah sambungan antara panel HCS (Gambar 3). Strain gauge dipasang pada tulangan, dengan tujuan hendak mengamati regangan yang terjadi pada tulangan sewaktu benda uji menerima beban geser, sehingga dapat diketahui kontribusi tulangan dalam menahan geser yang terjadi (Gambar 4). Gambar 3. Pemodelan Diafragma Gambar 4. Letak Strain Gauge pada Specimen 5. Hasil Pengujian Perilaku dari setiap jenis sambungan memiliki karakteristik yang relatif sama. Terdapat sedikit perbedaan pada jenis sambungan 3, dimana tulangan terpasang terlihat memberikan kontribusi langsung dalam menahan gaya geser yang bekerja. Hal berbeda terjadi pada sambungan tipe 1 dan 2 dimana, sesaat setelah mencapai kapasitas maksimum sambungan, sambungan langsung mengalami drop kapasitas geser (Gambar 5). Disini terlihat tulangan tidak memberikan sumbangan dalam menahan gaya geser, terlihat dari bacaan strain gauge yang terpasang dimana relatif tidak meregang (Gambar 6)

Gambar 5. Kurva Perbandingan Perilaku Benda Uji Gambar 6. Kurva Perbandingan Regangan pada Tulangan yang Terjadi

Tabel 2. Tabel Rangkuman Hasil PengujianSpesifikasi benda uji Kode Benda Uji HCS 1 Kode Benda Uji HCS 2

Kode Benda Uji HCS 3 Gambar 7. Perilaku Benda Uji dan Foto pada Akhir Pengujian 6. Analisis Hasil Pengujian Berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi pada specimen uji, dapat dilihat bahwa mekanisme transfer geser yang paling dominan memberikan sumbangan dalam menahan gaya geser yang terjadi adalah mekanisme transfer geser diagonal compression failure( terlihat dengan pola keruntuhan diagonal). Keruntuhan dikatakan Diagonal compression failure jika: 1) Terjadinya kelelehan pada tulangan dengan arah tegak lurus sambungan. 2) Terjadinya keruntuhan pada nodal zone. Pada pengujian ini keruntuhan terjadi pada nodal zone dimana terjadi crushing pada beton (Gambar 7) Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa specimen 2 (HCS 2) memiliki kapasitas terbesar dalam menahan geser inplane pelat. Diliat dari rasio perbandingan antara V terukur /V n dimana pada specimen 2 rata-rata mencapai 2. Hal ini dikarenakan pendetailan yang baik pada daerah sambungan pada specimen 2. Dimana panjang penyaluran yang disediakan memadai, serta pada daerah sambungan beton dicor secara monolit, sehingga transfer geser yang terjadi antara panel HCS yang disambung terjadi dengan baik. Adanya tulangan wire mesh pada daerah sambungan mengakibatkan gaya geser yang terjadi ditransfer secara merata ke dua arah baik arah-x maupun arah-y. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa perilaku dari sambungan yang dikembangkan relatif brittle. Dimana sesaat setelah mencapai kapasitas maksimum sambungan, specimen mengalami drop kapistas hingga mencapai keruntuhan. Tidak terlihat adanya deformasi lateral yang terjadi, hal ini menunjukan bahwa tulangan terpasang tidak mengembangkan kuat lelehnya( terlihat juga dari regangan tulangan dimana relatif sangat kecil). Hal sedikit berbeda terlihat pada jenis sambungan tipe 3 (HCS 3) dimana saat mencapai

kapasitas geser maksimum, sesaat masih terjadi deformasi lateral sebelum akhirnya sambungan mengalami keruntuhan. Deformasi yang terjadi merupakan sumbangan dari tulangan D10 yang terpasang dengan arah tegak lurus sambungan, dapat dilihat dari bacaan strain gauge dimana tulangan D10 yang terpasang sudah mencapai tegangan leleh. 7. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian ekperimen terhadap 6 buah benda uji sambungan antara panel HCS dan analisisnya maka dapat disimpulkan: 1) Panel HCS yang dimodifikasi serta ketiga bentuk sambungan yang dikembangkan memperlihatkan kinerja yang baik sebagai diafragma struktur. Setiap jenis sambungan yang dikembangkan pada dasarnya dapat menerima gaya geser minimum yang disyaratkan pada SNI 03-2847-2002 pasal 23. 2) Berdasarkan hasil analisis dan pengujian, dengan mengamati pola keruntuhan serta mempertimbangkan aspek pengerjaan di lapangan, jenis sambungan yang direkomendasikan untuk digunakan adalah jenis sambungan tipe 3, dimana jenis sambungan ini memiliki pola keruntuhan yang relatif daktail jika dibandingkan dengan sambungan tipe 1 dan 2. Selain itu tipe sambungan 3 juga relatif lebih mudah digunakan, karena hanya berupa tulangan shear connector yang dipasang dengan arah tegak lurus sambungan. 3) Jenis sambungan dengan karakteristik seperti pada sambungan tipe 2 (D8-150) dengan panjang penyaluran yang memadai, serta dicor secara monolit pada daerah sambungan, memiliki kapasitas geser (in-plane) paling besar dibanding jenis sambungan lainnya. 4) Berdasarkan analisis dan pengujian, mekanisme transfer geser yang paling dominan dalam mentransferkan beban geser (in-plane) yang terjadi adalah mekanisme transfer geser akibat diagonal compression. 8. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kepada PT. Beton Elemenindo Perkasa untuk specimen uji dan pendanaan yang diberikan kepada peneliti selama penelitian ini berlangsung. Selain itu juga kepada Laboratorium Mekanika Struktur Pusat Rekayasa Industri Institut Teknologi Bandung, yang telah menyediakan fasilitas pengujian.

9. Daftar Pustaka SNI 03-2847-2002 & S-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Itspress. Surabaya, Indonesia. Maret 2007. SNI 03-1726-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Badan Standardisasi Nasional. 2002. ACI Committee 318. Building Code Requirements for Structural Concrete. American Concrete Institute. Farmington Hills, MI, USA. January 2008. PCI Committee. PCI Design Handbook Precast and Prestressed Concrete. Precast/Prestressed Concrete Institute. Chicago, Illinois, USA. 1992. Macgregor, James G., Wright, James K. Reinforced Concrete Mechanics and Design. Pearson Education, Inc. New Jersey. 2009. Elliot, Kim S. Precast Concrete Structures. Butterworth-Heinemann, Oxford. 2002. Foster, Stephen J., R. Ian Gilbert. (1996) : Design of NonFlextural Members with Normal and High-Strength Concretes, ACI Structural Journal, 93-S1. Hofbeck, J. A., I. O Ibrahim., Alan H. Mattock. (1969) : Shear Transfer in Reinforced Concrete, ACI Journal Proceedings, V-66, No.2,pp. 119-128. Valluvan Raj., Michael E. Kreger., James O. Jirsa. (1999) : Evaluation of ACI 318-95 Shear-Friction Provision, ACI Structural Journal, 96-S53. Jensen Bjarne Chr. (1999) : Applications of Steel-Fibre-Reinforced Ultra-High Strength Concrete, Structural Engineering International 2/99, pp. 143-146. Birkeland Philip W., Halvard W. Birkeland (1966) : Connections in Precast Concrete Construction, ACI Journal Proceedings V. 63, No. 3, pp. 345-368. Bass Robert A., Ramon L. Carrasquillo., James O. Jirsa (1989) : Shear Transfer Across New and Existing Concrete Interface, ACI Structural Journal, 86-S34. Pantazopoulou, S., Imran, I : Slab Wall Connections Under Lateral Forces (1992), ACI Structural Journal, Technical Papper, 89-S48. Hsu, Thomas T.C., Mau S. T., Chen Bin : Theory of Shear Transfer Strength of Reinforced Concrete, ACI Structural Journal, 84-S16. Paulay, T., Design of Ductile Reinforced Concrete Structural Walls for Earthquake Resistance, Earthquake Spectra, V. 2, No. 4, 1986, pp. 783-823.