BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INUNG ISMI SETYOWATI B

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Transkripsi:

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship Theory, Teori Stewardship menjelaskan mengenai situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individual melainkan lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (Ddonaldson, 1989 dan Davis, 1991). Teori ini menggambarkan tentang adanya hubungan yang kuat Antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Etty Murwaningsih (2009) teori Stewardship berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwamanusia dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan manusia merupakan individu yang berintegrasi. Pemerintah selaku stewardship dengan fungsi pengelola sumber daya dan rakyat selaku principal pemilik sumber daya. Terjadi kesepakatan yang terjalin Antara pemerintah (stewardship) dan rakyat (principal) berdasarkan kepercayaan, kolektif sesuai tujuan organisasi. Organisasi sektor publik memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada public dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat (public). Sehingga dapat diterapkan dalam model khusus organisasi sector public dengan teori stewardship. Menurut Putro (2013) teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat Antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Pemerintah akan berusaha maksimal dalam menjalankan

14 pemerintahan untuk mencapai tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apabila tujuan ini mampu tercapai oleh pemerintah maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja pemerintah. 1.1.2 Stakeholder Theory Selain teori stewardship, teori lain yang mendasarkan penelitian ini adalah teori Stakeholder, istilah stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) pada tahun 1963 (Freeman, 1984). Freeman (1984) mendefinisikan bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder teori merupakan sekelompok orang, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap organisasi. Sedangkan Byson (2011) mendefinisikan stakeholder ialah suatu individu, kelompok atau organisasi apapun yang dapat melakukan klaim terhadap sumber daya atau hasil dari organisasi atau dipengaruhi oleh hasil itu. Keberhasilan dalam organisasi publik maupun swasta ialah sejauh mana organisasi tersebut dapat menjamin kepuasan stakeholder utama (masyarakat sebagai stakeholder utama). Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam roda pemerintahan harus menekankan aspek kepentingan rakyat selaku stakeholder (Putro, 2013). Pemerintah harus mampu mengelola kekayaan daerah, pendapatan daerah serta yang berupa aset untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa seluruh

15 kekayaan alam yang dikuasai pemerintah harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. 2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan dasar untuk pembangunan berkelanjutan. Pemerintah dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan memprioritaskan: perbaikan infrastruktur; peningkatan pendidikan; pelayanan kesehatan; membangun fasilitas yang dapat mendorong investasi baik asing maupun lokal; menyediakan perumahan dengan biaya rendah; melakukan restorasi lingkungan serta penguatan di sektor pertania (Saad, 2009) dalam Rizani, dkk, (2011). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang mendorong barang dan jasa yang diproduksikan ke masyarakat bertambah (Sukirno, 2010). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi dari seluruh kegiatan pekonomian di seluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah diproksikan dengan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar untuk mengeliminasi faktor-faktor kenaikan harga. Menurut (Nanga 2001) dalam (Indarti dan Sugiato 2012). pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagi peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan

16 ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita, disini ada dua sisi yang perlu diperhatikan yaitu sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat (Boediono, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 1. Faktor sumber daya manusia, sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. sumber daya manusia merupakan factor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan. 2. Faktor sumber daya alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu pada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembangunan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampuan sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut. 3. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih

17 berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian. 4. Faktor budaya, faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN dan sebagainya. 5. Sumber daya modal, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengelola SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang- barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan pendapatan rutin yang diperoleh dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya.

18 Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. PAD mencerminkan kemandirian suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pendapatan asli daerah setiap daerah berbeda beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD yang lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah dalam (Rizani, dkk 2011). Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli Daerah terdiri dari : 1. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah ( Bambang, 2003). Jenis Pajak Daerah dibagi menjadi 2 yaitu : a. Pajak Daerah Provinsi yang terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

19 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan b. Pajak Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari: 1) Pajak Hotel dan Restoran 2) Pajak Hiburan 3) Pajak Reklame 4) Pajak Penerangan Jalan 5) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang kusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Kesit Bambang, 2003), mendapat balas jasa langsung. Retribusi dibagi atas tiga golongan: a. Retribusi jasa umum b. Retribusi jasa usaha c. Retribusi perizinan tertentu Laba Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Sebagian laba perusahaan daerah merupakan salah satu sumber PAD yang disebut bagian laba BUMD. BUMD dibentuk oleh

20 pemerintah daerah, terdiri dari perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan dan perbankan (bank pembangunan daerah dan bank pasar) dan dibidang lain, seperti jasa air bersih (PDAM), jasa disektor industri, pertanian, perkebunan dan lain-lain. 3. Penerimaan Lain-lain Pengertian penerimaan lain-lain Daerah Kabupaten/Kota adalah penerimaan yang diperoleh Daerah Kabupaten/Kota diluar pajak, retribusi, bagian laba BUMD. Beberapa contoh penerimaan yang termasuk kategori penerimaan lain-lain misalnya penerimaan dan hasil penjualan aset milik Pemerintah Daerah dan jasa giro rekening Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 2.1.5 Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang Dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut : a. Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. b. Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi

21 umum untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. (Prakosa, 2004). Dana alokasi umum merupakan bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui transfer untuk membantu keuangan daerah (PP No. 104 Th. 2000, pasal 15). Transfer dari Pempus penting untuk Pemda dalam menjaga/menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Transfer rmerupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan horisontal antar-daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar-daerah, dan untuk menciptakan stabilisasi aktivitas perekonomian didaerah. DiIndonesia, bentuk transfer yang paling penting adalah DAU dan DAK, selain bagi hasil (revenuesharing). 2.1.6 Dana Alokasi Khusus ( DAK) Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatanpendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. DAK diukur dari

22 jumlah penerimaan DAK yang diberikan oleh pemerintah pusat (Maryati dan Endarwati 2010). Dana alokasi khusus ini dialokasikan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah dibanding kemampuan fiskal daerah secara nasional. Penentuan pemerimaan dana alokasi khusus ini diatur sesuai dengan kriteria penerimaan DAK yang terdapat dalam undang-undang. Sesuai dengan pengertiannya dana alokasi khusus ini dialokasikan untuk mendanai kebutuhan program pemerintah daerah yang sejalan dengan kepentingan program nasional, terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana layanan dasar masyarakat. Dana alokasi khusus sebagai bagian dari pendapatan daerah merupakan suatu bentuk transfer pusat guna mendanai kewenangan yang telah disentralisasikan, yang juga sekaligus mengemban tugas untuk mendukung prioroitas nasional (Lubis, 2010). Secara lebih rinci (Yani, 2008) menyatakan, bahwa dana alokasi khusus dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana yang menjadi ciri khas nasional seperti dibidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintah daerah, serta lingkungan hidup. 2.1.7 Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun bersangkutan yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah. Dalam struktur anggaran daerah dengan pendekatan kinerja, pengeluaran daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, kelompok dan jenis belanja. Belanja daerah menurut organisasi

23 adalah suatu kesatuan penggunaan seperti sekretariat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah lainnya. Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan dan fungsi-fungsi lainnya. Kelompok belanja misalnya belanja administrasi umum, belanja operasi dan biaya pemeliharaan serta belanja investasi. Jenis belanja misalnya belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, dan belanja lain-lain. Belanja daerah dibagi menjadi belanja rutin, belanja investasi, pengeluaran transfer dan pengeluaran tidak tersangka. Belanja Rutin Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset kekayaan bagi daerah, belanja rutin terdiri dari : Belanja administrasi umum : A. Belanja Pegawai B. Belanja Barang C. Belanja Perjalanan Dinas D. Belanja Pemeliharaan E. Belanja operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum Belanja Investasi

24 Belanja investasi adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya. Belanja investasi terdiri dari : a. Belanja Publik : belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Belanja publik merupakan belanja modal yang berupa investasi fisik yang mempunyai nilai ekonomis lebih dan satu tahun dan mengakibatkan terjadinya penambahan aset daerah. b. Belanja Aparatur : belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur. Belanja aparatur diperkirakan akan memberikan manfaat pada periode berjalan dan periode yang akan datang. Pengeluaran Transfer kriteria : Pengeluaran transfer adalah pengalihan utang pemerintah daerah dengan a. Tidak menerima secara langsung imbalan barang dan jasa seperti layak terjadi dalam pembelian dan penjualan. b. Tidak mengharapkan dibayar kembali dimasa yang akan datang, seperti yang diharapkan pada suatu pinjaman. c. Tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan, seperti layaknya yang diharapkan pada kegiatan investasi.

25 Pengeluaran transfer terdiri atas angsuran pinjaman, dana bantuan dan dana cadangan. Pengeluaran Tidak Tersangka Pengeluaran tidak tersangka adalah pengeluaran yang disediakan untuk pembiayaan: a. Kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, kejadian yang dapat membahayakan daerah. b. Tagihan tahun lain yang belum diselesaikan dan/atau yang tidak tersedia anggarannya pada tahun lalu yang bersangkutan. c. Pengembalian penerimaan yang bukan hak nya atau penerimaan yang dibebaskan dan atau di batalkan penerimaannya. 2.2 PENURUNAN HIPOTESIS 2.2.1 Pertumbuhan ekonomi dan Belanja daerah Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang mendorong barang dan jasa yang diproduksikan ke masyarakat bertambah (Sukirno, 2010). Otonomi daerah mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Tetapi, perbedaan kemampuan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dalam mengelola potensi

26 lokalnya dan ketersediaan sarana prasarana serta sumber daya menyebabkan pertumbuhan ekonomi Antara satu daerah dengan daerah lainnya tidak sama. Ketika suatu pemerintah daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik maka belanja yang ada di daerah juga akan ikut meningkat. Penelitian pertumbuhan ekonomi dan belanja daerah telah beberapa kali diteliti oleh banyak peneliti, dan hasil yang mereka dapatkan kurang lebih memiliki pengaruh positif dan signifikan. Hal ini dibuktikan dari penelitian Wertianti dan Dwirandra (2013) yang mendapatkan hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja daerah di Bali. Kemudian terdapat juga hasil penelitian dari Mayasari, dkk (2014) yang mendapatkan hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dibentuklah hipotesisi sebagai berikut : H1 : Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Positif Terhadap Belanja Daerah. 2.2.2 Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah Desentralisasi fiscal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan dengan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakasa dan pemberdaya masyarakat setempat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No 32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan sumbersumber pendapatan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi daerah setempat menjadi bentuk-bentuk kegiatan

27 ekonomi yang mampu menciptakan penerimaan daerah untuk membiayai pembangunan daerah tersebut. PAD merupakan pendapatan rutin yang diperoleh dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. PAD yang dimiliki daerah berbeda-beda, daerah yang memiliki kemajuan industri dan kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD yang besar dibanding daerah lainnya, PAD yang besar ini akan memiliki belanja daerah yang besar juga. Penelitian mengenai Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah telah diuji oleh beberapa penelitian diberbagai daerah di Indonesia dan memiliki banyak hasil. Hal ini dibuktikan oleh peneliti Edwin (2014) yang mendapatkan hasil, pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah di kota Bandung. Hal serupa juga telah diteliti oleh Mayasari, dkk (2014) yang mendapatkan hasil adanya pengaruh positif dan signifikan pendapatan asli daerah terhadap belanja modal. Maka dari itu peneliti menurunkan hipotesis sebagai berikut : H2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal. 2.2.3 Dana Alokasi Umum dan Belanja daerah Pelaksanaan desentralisasi, dimana pemerintah pusat menyerahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah, menimbulkan konsekuensi pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Dana perimbangan ini bertujuan untuk

28 mengurangi kesenjangan fiskal Antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Antara pemerintah daerah itu sendiri. Pendanaan ini untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat yang ada di daerah (UU No. 33/2004). Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang Dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Untuk melakukan pemerataan kemampuan keuangan di setiap daerah pemerintah mengalokasikan dananya untuk melakukan belanja daerah. Semakin banyak dana yang dialokasikan maka belanja daerah akan semakin meningkat. Penelitian mengenai Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah telah diteliti oleh beberapa peneliti di berbagai daerah. Mayasari (2014) mendapatkan hasil, Dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah di kabupaten Buleleng. Dan juga Wisnu (2010) mendapatkan hasil, dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah di Yogyakarta. Maka, peneliti menurunkan hipotesis sebagai berikut : H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Daerah. 2.2.4 Dana alokasi Khusus dan Belanja Daerah.

29 Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatanpendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Dana alokasi khusus ini dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana daerah untuk meningkatkan otonomi daerah. Semakin tinggi dana yang dialokasikan maka semakin tinggi pula belanja daerah. Penelitian mengenai Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah telah banyak diteliti diberbagai daerah. Wisnu (2010) memiliki hasil, dana alokasi khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Dan juga Marzel (2013) memiliki hasil, dana alokasi khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Maka penurunan hipotesisnya adalah : H4 : Dana Alokasi Khusus Berpengaruh terhadap Belanja Daerah.

30