BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel penelitian, dengan tetap memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner ini diuji validitas dan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data pada penelitian tentang Faktor-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta. Hipotesis yang akan diuji dalam uji validitas ini adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Padukuhan Geblagan, Tamantirto,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Mahasiswa Aktif Jenjang Strata 1 (S1) Angkatan 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan teknik total sampling. Penelitian ini dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. menentukan obyek-obyek penelitian yang akan diteliti dan besarnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. serta untuk menghindari kesalahn intepretasi. Instrumen diuji kepada 26

Dian Rahayu Muliani D3 Farmasi Politeknik Medica Farma Husada Mataram ABSTRAK

Lampiran 1. Lembar kuesioner penelitian yang sudah valid

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA KUTA MBELIN KECAMATAN LAU BALENG KABUPATEN KARO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan siswa perempuan kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga. Dalam penelitian ini

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (remaja). Instagram sekarang banyak sekali bermunculan akun-akun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah pemirsa iklan obat bebas di televisi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum PKU

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah guru pembimbing dan siswa kelas XI di SMA

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. adalah komorbiditas pada pasien hemodialisa. Kualitas hidup diukur setelah 2

BAB III METODE PENELITIAN. group design with pretest posttest. Penelitian ini dilakukan untuk melihat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. instrumen dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. I. Data Pribadi : Tami Fediani Tempat/ Tanggal Lahir : Pekanbaru/ 15 Februari 1991

Hubungan Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN

!"#!$%&"'$( Kata kunci : Pengobatan sendiri, Indonesia Sehat

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN KOTA TANGERANG.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB III METODE PENELITIAN. pertanyaan penelitian, yang harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Obat. Written by bhumi Thursday, 15 March :26 -

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

III. METODE PENELITIAN. Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA BASAWANG KECAMATAN TELUK SAMPIT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI PENGOBATAN INFEKSI

III. METODE PENELITIAN. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas X SMA Al-azhar 3

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berjumlah 60 orang, untuk karyawan divisi keuangan berjumlah 20 orang dan

BAB III METODA PENELITIAN. 1. Ditinjau dari tujuan yang akan dihadapi yaitu mengetahui hubungan. hubungan antara variabel (Nursalam, 2003)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2000). Untuk hasil r hitung pada penelitian dapat dilihat pada kolom Corrected

III.METODE PENELITIAN. atau menjelaskan hubungan, perbedaan, atau pengaruh satu variabel dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah dekriptif kuantitatif non eksperimental bersifat

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. metodologi dari konsep serta menyusun hipotesis; c) membuat alat ukur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kesehatan. Subjek penelitian ini adalah konsumen produk hijau. Pemilihan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh mana suatu instrumen dapat menjalankan fungsinya (24). Uji validitas berkaitan dengan ketepatan atau kesesuaian alat ukur terhadap konsep yang diukur, sehingga alat ukur benar-benar dapat mengukur apa yang perlu diukur. Uji reliabilitas adalah uji untuk menunjukkan sejauh mana tingkat konsisten pengukuran dari suatu responden atau sejauhmana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interprestrasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Pada uji reliabilitas menggunakan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha (24). Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas sebanyak 2 kali dan memodifikasi pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Kuesioner pertama dari 28 soal pertanyaan yang terdiri dari 19 pertanyaan pengetahuan dan 9 pertanyaan sikap penggunaan yang terdapat dalam kuesioner, setelah di uji validasi terdapat 5 pertanyaan yang tidak valid dari 19 pertanyaan pengetahuan dan 2 pertanyaan yang tidak valid dari 9 pertanyaan sikap penggunan yang nilai P > 0,10. Peneliti menyusun kembali kuesioner dengan memodifikasi pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan kalimat yang lebih dimengerti oleh masyarakat yang kemudian di lakukan lagi terhadap 30 responden yang berbeda. Pada uji validitas dan reliabilitas yang kedua diperoleh semua pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner valid, dengan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,721 di mana dapat dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach Alpha lebih dari 0,6 (22). Dengan demikian jumlah item tentang pengetahuan sebanyak 19 pertanyaan dan 9 pertanyaan tentang penggunaan yang akan digunakan dalam penelitian ini. 29

30 Tabel 4.1 Uji Validitasi Pertanyaan Sikap Penggunaan Antibiotik Dengan α=10% No pertanyaan Koefisien Korelasi Sig. (2-tailed) Keterangan 1 0,469 0,009 Valid 2 0,383 0,036 Valid 3 0,608 0,000 Valid 4 0,608 0,000 Valid 5 0,707 0,000 Valid 6 0,514 0,004 Valid 7 0,690 0,000 Valid 8 0,404 0,027 Valid 9 0,529 0,003 Valid Tabel 4.2Uji Validitasi Pertanyaan Pengetahuan Antibiotik Dengan α=10% No Pertanyaan Koefisien Korelasi Sig. (2-tailed) Keterangan 1 0,590 0,001 Valid 2 0,445 0,014 Valid 3 0,317 0,088 Valid 4 0,319 0,085 Valid 5 0,605 0,000 Valid 6 0,394 0,031 Valid 7 0,357 0,053 Valid 8 0,626 0,000 Valid 9 0,343 0,064 Valid 10 0,336 0,069 Valid 11 0,566 0,001 Valid 12 0,467 0,009 Valid 13 0,380 0,038 Valid 14 0,320 0,084 Valid 15 0,452 0,012 Valid 16 0,637 0,000 Valid 17 0,416 0,022 Valid 18 0,342 0,064 Valid 19 0,357 0,053 Valid

31 4.2 Gambaran Karakteristik Responden, Tingkat Pengetahuan dan Sikap penggunaan Antibiotik 4.2.1 Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan di Ngancar Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman sebanyak 85 responden dan Sanggrahan Desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman sebanyak 100 orang. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 185 responden. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.3 No Karakteristik Responden Tabel 4.3 Data Karakteristik Responden Ngancar Sanggrahan 1 Jenis Kelamin Laki Laki 35 43 42,16% Perempuan 50 57 57,84% 2 Usia (Tahun) 18 30 23 51 40% 31-40 18 18 19,46% 41-50 26 16 22,70% 51-60 18 15 17,84% 3 Pendidikan Terakhir Pendidikan Rendah 51 22 40,56% Pendidikan Sedang 29 57 47,78% Pendidikan Tinggi 5 21 14,44% 4 Pekerjaan Bekerja 54 62 62,70% Tidak Bekerja / Ibu 31 38 37,30% Rumah Tangga Berdasarkan data karakteristik responden yang terdapat pada tabel 4.3 akan dijelaskan setiap data karakteristik responden yang diperoleh responden, sebagai berikut : 1. Jenis kelamin Pada tabel 4.3 tampak sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan baik di Ngancar maupun di Sanggrahan dengan jumlah 107 responden (57,84%), sedangkan untuk responden laki-laki hanya terdapat 78 responden (42,16%). Hal ini sesuai dengan data kependudukan di Ngancar, Desa Glagaharjo dan Sanggrahan,Desa Condong Catur bahwa jumlah %

32 penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Responden wanita yang banyak disebabkan karena penelitian dilaksanakan di pagi hari hingga siang hari yang menyebabkan sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (IRT) yang sehari-hari berada dirumah. 2. Usia Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Sanggrahan berada pada rentang usia 18-30 tahun dengan jumlah 51 responden, sedangkan di Ngancar responden paling banyak adalah usia dengan rentang 41-50 tahun. Rentang usia dengan jumlah responden yang paling sedikit adalah rentang usia 51-60 tahun dengan jumlah 33 responden (17,84%). Banyaknya responden di Ngancar dengan usia 41-50 tahun disebabkan penelitian yang dilakukan dari pagi hari hingga sore hari dengan sebagian besar responden Ibu Rumah Tangga yang memiliki rentang usia 41-50 tahun. Di Sanggrahan yang sebagian besar penduduknya adalah mahasiswa dan karyawan swata dengan rentang usia 18-30 tahun. Responden dengan rentang usia 51-60 tahun jarang ditemui karena usia tersebut sudah memasuki lanjut usia yang kebanyakan di usia 51-60 tahun daya tangkap seseorang akan menurun dan kebanyakan di usia tersebut responden sudah tidak dapat membaca. 3. Pendidikan Sebagian besar responden di memiliki tingkat pendidikan rendah (60%) dan sebagian besar responden di Sanggrahan memiliki tingkat pendidikan sedang (57%). Perolehan data mengenai pendidikan responden dalam penelitian ini sesuai dengan data kependudukan di Desa Glagaharjopada tahun 2015 tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah SD dan Desa Condong Catur, pada tahun 2015 tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah SMA/SLTA. Berdasarkan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi bahwa program wajib belajar minimal sembilan tahun merupakan pendidikan minimal atau pendidikan dasar yang meliputi SD sampai dengan SMP. Tingkat pendidikan SMA/SLTA merupakan tingkat pendidikan lanjut. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh infomasi yang berkaitan dengan kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pendidikan dapat mempengaruhi sikap seseorang individu akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk hidup sehat (27).

33 4. Pekerjaan Pekerjaan sangat berkaitan dengan status ekonomi, masyarakat dengan jenis pekerjaan yang memiliki penghasilan tinggi lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Jenis pekerjaan sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah bekerja (62,70%), sedangkan responden yang tidak bekerja (37,30%), karena sebagian besar responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT). Hal ini disebabkan penelitian dilakukan pada hari aktif kerja yakni pagi hari hingga sore hari. 4.2.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik Tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotik. Hasil jawaban responden mengenai pengetahuan tentang antibiotik, dapat kelompokkan dalam tiga tingkat pengetahuan yaitu pengetahuan tinggi, pengetahuan sedang dan pengetahuan rendah. Tingkat pengetahuan tinggi dapat dikatakan responden telah memahami dengan baik tentang antibiotik, tingkat pengetahuan sedang dapat dikatakan responden cukup memahami tentang antibiotik, sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan rendah dapat dikatakan bahwa responden kurang memahami antibiotik. Gambaran tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Data Persentase Tingkat Pengetahuan Responden Tingkat Pengetahuan Rendah Sedang Tinggi n % n % n % Ngancar* 37 43,53 26 30,59 22 25,88 85 Sanggrahan Keterangan (*) adalah daerah pedesaan 22 22 49 49 29 29 100 Berdasarkan tabel 4.4 Diketahui sebagian besar responden di Ngancar (43,53%) memiliki tingkat pengetahuan rendah, sedangkan di Sanggrahan (49%) memiliki tingkat pengetahuan sedang. Sebagian besar responden di Ngancar yang memiliki tingkat pengetahuan rendah adalah responden dengan pendidikan SD, sedangkan di Sanggrahan (22%)

34 sebagian responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah adalah responden dengan pendidikan SMA. Hal ini disebabkan responden terbanyak pada penelitian di Sanggrahan adalah tingkat pendidikan terakhir SMA. Tingkat pengetahuan sedang di Ngancar (30,59%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMP dan di Sanggrahan (49%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMA. Tingkat pengetahuan tinggi di Ngancar (25,88%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir SMA dan di Sanggrahan (29%) yang sebagian besar respondennya dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi. Pendidikan mempengaruhi perilaku, pola hidup, terutama sikap berperan dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang, maka semakin tinggi informasi yang diperoleh seseorang sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang tinggi pula, namun sebagian besar responden di Sanggrahan yang memiliki pengetahuan rendah adalah responden yang pendidikan terakhirnya SMA. Menurut teori pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, karena Pendidikan mempengaruhi cara berfikir serta dalam pngambilan keputusan dan dalam membuat kebijakan di mana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang tinggi, namun tidak semua orang yang memiliki pendidikan rendah akan memiliki pengetahuan yang rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal (9).

35 Tabel 4.5. Item Penilaian Pengetahuan Antibiotik Responden Berdasarkan Jawaban Yang Benar (%) Responden yang Benar Soal Pengetahuan Jawaban Benar Ngancar 92,94 Sanggrahan 1. Antibiotik adalah obat yang dapat membunuh bakteri Benar 87 2. Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati infeksi karena virus Salah 18,82 22 3. Antibiotik dapat menyembuhkan semua infeksi Salah 35,29 63 4. Antibiotik dapat mengurangi nyeri pada tubuh Salah 29,41 31 5. Antibiotik dapat menyembuhkan demam Salah 49,41 56 6. Paracetamol adalah antibiotik Salah 54,12 55 7. Amoksisilin adalah antibiotik Benar 74,12 86 8. Antasida adalah antibiotik Salah 64,71 57 9. Aspirin adalah generasi baru antibiotik 10. Resistensi antibiotik artinya bakteri tidak dapat dibunuh oleh antibiotik 11. Penggunaan antibiotik yang berlebih dapat menyebabkan resisten antibiotik / bakteri menjadi kebal 12. Antibiotik dapat menyebabkan alergi 13. Semua antibiotik tidak memiliki efek samping 14. Antibiotik masih tetap efektif meskipun resep antibiotik tidak dihabiskan 15. Anda dapat menghentikan konsumsi antibiotik ketikasudah sembuh 16. Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati batuk dan demam biasa 17. Antibiotik tidak dapat membunuh bakteri yang biasa hidup di kulit dan usus 18. Jika antibiotik dikonsumsi dibawah dosis yang dianjurkan maka terjadi resistensi antibiotik 19. Jika antibiotik dikonsumsi dua kali lipat dari dosis yang dianjurkan, efek antibiotik akan menjadi semakin kuat Salah 45,88 46 Benar 52,94 68 Benar 75,29 87 Benar 50,59 68 Salah 68,24 78 Salah 65,88 65 Salah 30,59 62 Salah 43,53 46 Salah 52,94 65 Salah 30,59 30 Salah 60 72

36 Pada tabel 4.5 Menunjukkan seberapa besar pengetahuan responden mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang antibiotik. Pada jumlah persentase setiap jawaban di mana Sanggrahan lebih baik pengetahuannya dibandingkan Ngancar. Hal tersebut karena Sanggrahan merupakan daerah perkotaan yang dapat dengan mudah menerima informasi terkait antibiotik dibandingkan Ngancar dan juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Lithuania bahwa responden yang bertempat tinggal di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya pengetahuan tentang antibiotik, sedangkan responden yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta lebih mengetahui antibiotik dan telah menggunakan antibiotik secara rasional. Pada pertanyaan pertanyaan yang sebagian besar responden kurang mengetahui tentang antibiotikakan dibahas dibawah ini. Pengetahuan responden di Ngancar maupun Sanggrahan masih memiliki pengetahuan yang kurang terkait antibiotik dapat digunakan untuk infeksi karena virus. Hal tersebut sebanding dengan penelitian yang dilakukan di New Jersey (70%) dan Malaysia (67,2%) bahwa responden mengira antibiotik dapat digunakan sebagai pengobatan infeksi karena virus. Alasan lain yang menyebabkan masyarakat masih banyak mengira antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan akibat virus karena selama konseling dokter biasa menggunakan istilah kuman bukan dengan istilah mikrobiologi seperti bakteri atau virus (28,29). Kemudian pertanyaan terkait penyakit yang memerlukan antibiotik, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di Ngancar (29,41%) dan Sanggrahan (31%) menjawab antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada tubuh, sedangkan sebagian besar sisanya menjawab antibiotik mampu mengurangi nyeri pada tubuh. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden menjawab antibiotik dapat menghilangkan nyeri pada tubuh (23,28,30,31). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman yang berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat diobati dengan analgetika yaitu obat penghilang rasa sakit yang dapat mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (12). Dapat disimpulkan bahwa antibiotik bukanlah obat untuk

37 menghilangi rasa nyeri pada tubuh, namun kebanyakan reponden mengira antibiotik adalah obat yang mampu menyembuhan segala jenis penyakit. Sebagian besar responden di Ngancar (69,41%) dan responden di Sanggrahan (51%) menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam. Hasil penelitian ini sejalan dengan beebrapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam (23,28). Demam merupakan gejala bukan penyakit, yang merupakan respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi karena mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus atau bisa juga dikarenakan dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Responden yang mengira antibiotik dapat digunakan untuk demam kemungkinan karena kurangnya edukasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien tentang penggunaan antibiotik secara benar (28). Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mampu menjawab dengan benar bahwa amoxicillin adalah antibiotik, sedangkan paracetamol, antasida dan aspirin bukanlah antibiotik, dengan demikian responden di Sanggrahan dan Ngancar sebagian besar sudah dapat membedakan mana antibiotik dan mana yang bukan antibiotik. Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa sebagian besar responden mengetahui contoh obat antibiotik (23,28). Namun masih terdapat sebagian kecil responden yang tidak dapat membedakan mana antibiotik, mana obat yang bukan termasuk antibiotik. Hal ini disebabkan bahwa responden pada umumnya tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan antara antibiotik dengan obat-obatan lainnya yang umum digunakan. Masyarakat lebih akrab dengan nama dagang bukan nama generik, dan jarang mencatat namanama obat yang mereka gunakan, atau tidak mendapatkan informasi yang cukup dari penyedia layanan kesehatan (28). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian responden menjawab dengan benar bahwa penggunaan antibiotik yang berlebih dapat menyebabkan bakteri menjadi lebih kebal. Menurut WHO 2012, ketidaktepatan atau ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama

38 menyebarnya mikroorganisme resisten. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar responden mengetahui penggunaan antibiotik yang berlebih dapat menyebabkan resistensi antibiotik (23,28,32). Sebagian besar responden di Ngancar menjawab bahwa mereka akan berhenti mengkonsumsi antibiotik ketika sembuh. Kebanyakan responden mengetahui bahwa ketika sudah merasa baikan tidak perlu mengkonsumsi antibiotik lagi. Hal ini akan menyebabkan resistensi antibiotik, dimana seharusnya penggunaan antibiotik harus diminum sampai habis walaupun sudah merasa baikan. Penggunaan antibiotik yang tidak habis akan membunuh bakteri yang sensitif dan meninggalkan bakteri yang masih kuat, selanjutnya bakteri yang masih hidup akan menjadi resisten/kebal dan berkembang biak, dan memerlukan antibiotik yang lebih kuat ketika mengalami infeksi berikutnya (34). 4.2.3 Sikap Responden terhadap penggunaan antibiotik Tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran sikap masyarakat selama penggunaan antibiotik. Hasil jawaban responden mengenai sikap dalam penggunaan antibiotik dapat kelompokkan berdasarkan dua tingkatan yaitu sikap positif dan sikap negatif. Responden dapat dikatakan memiliki sikap positif apabila responden menggunakan antibiotik secara rasional selama penggunaan antibiotik, sedangkan responden dikatakan memiliki sikap yang negatif apabila selama penggunaan antibiotik tidak menggunakan antibiotik secara rasional. Gambaran tingkat sikap responden dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Data Persentase Sikap Responden Terhadap Penggunaan Antibiotik Sikap Terhadap Penggunaan Antibiotik Desa Negatif Positif n % N % Ngancar* 53 62,35 32 37,65 Sanggrahan 49 49 51 51 Keterangan (*) adalah daerah pedesaan

39 Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek dan sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku (101). Pada tabel 4.6 Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di Ngancar (62,35%) memiliki sikap yang buruk dalam penggunaan antibiotik, sedangkan di Sanggrahan (51%) memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik. Sebagian besar responden di Ngancar yang memiliki sikap negatif dalam penggunaan antibiotik adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah, sedangkan responden di Sanggrahan yang memiliki sikap yang negatif adalah responden dengan tingkat pendidikan sedang. Responden di Ngancar yang memiliki sikap yang positif adalah responden dengan tingkat pendidikan rendah, sedangkan responden di Sanggrahan yang memiliki sikap yang positif adalah responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Seseorang akan melakukan tindakan karena adanya pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Salah satu yang diperlukan agar dapat berbuat sesuatu adalah mempunyai pengetahuan. Sikap yang dilandasi dengan pengetahuan akan lebih baik dibandingkan sikap tanpa pengetahuan yang baik tentang antibiotik. Responden dengan sikap yang positif harus dipertahankan agar tidak terjadi peningkatan resistensi antibiotik yang dikarenakan penggunaan obat yang salah sedangkan, responden dengan sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik perlu diberikan informasi yang baik tentang penggunaan antibiotik yang rasional (10). Tabel 4.7 Item Penilaian Sikap Responden Terhadap Penggunaan Antibiotik Ngancar Sanggrahan Pernyataan Sikap Tidak Tidak Setuju Setuju Setuju Setuju 1. Ketika demam, saya mengkonsumsi anibiotik 59 (69,41) 26 (30,59)* 51 (51) 49 (49)* agar cepat sembuh 2. Saya harap dokter dapat meresepkan antibiotik untuk penyakit demam biasa 54 (63,53) 31 (36,47)* 46 (46) 54 (54)*

40 Lanjutan tabel Pernyataan Sikap 3. Saya akan berhenti mengkonsumsi antibiotik ketika merasa lebih baik. 4. Jika anggota keluarga saya sakit yang penyakitnya sama dengan saya, saya akan memberikan antibiotik yang saya punya 5. Biasanya saya menyimpan antibiotik dirumah sebagai persediaan jika ada yang sakit 6. Saya akan menggunakan antibiotik sisa ketika saya sakit 7. Saya tidak perlu ke dokter untuk mendapatkan resep jika saya sudah mengetahui antibiotik yang sesuai dengan penyakit saya 8. Saya akan mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan instruksi penggunaan obat yang ada di label 9. Biasanya saya akan melihat tanggal kadaluarsa dari antibiotik sebelum mengkonsumsinya Keterangan (*) adalah sikap yang positif. Ngancar Setuju Tidak Setuju Sanggrahan Setuju Tidak Setuju 46 (54,12) 39 (45,88)* 49 (49) 51 (51)* 38 (44,71) 47 (55,29)* 30 (30) 70 (70)* 38 (44,71) 47 (55,29)* 48 (48) 52 (52)* 14 (16,47) 71 (83,53)* 23 (23) 77 (77)* 23 (27,06) 62 (72,94)* 16 (16) 84 (84)* 73(85,88)* 12 (14,12) 85 (100)* - 97 (97)* 97 (97)* 3 (3) 3 (3) Pada tabel 4.7 Menunjukkan sikap masyarakat yang tepat mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang sikap dalam penggunaan antibiotik. Sikap responden dalam penggunaan antibiotik di Sanggrahan lebih baik dibandingkan sikap di Ngancar. Hal tersebut karena Sanggrahan merupakan daerah perkotaan yang sebagian besar responden telah menggunakan antibiotik secara rasional. Pada pertanyaan yang sebagian responden menunjukkan sikap yang kurang tepat akan dibahas di bawah ini.

41 Responden di Ngancar dan di Sanggrahan menunjukkan sikap yang buruk terkait penggunaan antibiotik ketika demam dengan tujuan agar cepat sembuh. Tetapi beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar responden tidak menggunakan antibiotik ketika demam (7,28,30). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pentingnya pendidikan masyarakat yang ditujukan kepada sikap masyarakat dalam penggunaan antibiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat (35). Hal ini karena kebanyakan reponden mengira antibiotik adalah obat yang mampu menyembuhan segala penyakit. Oleh karena itu, pentingnya pasien di edukasi mengenai perbedaan antara infeksi virus dan bakteri dan memberikan nasehat untuk tidak menggunakan antibiotik sebagai pengobatan penyakit karena virus (23). Sebagian besar responden di Ngancar (63,53%) dan responden di Sanggrahan (46%) setuju menggunakan antibiotik untuk menyembuhkan demam. Demam merupakan gejala bukan penyakit, yang merupakan respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi karena mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus atau bisa juga dikarenakan dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. Responden yang mengira antibiotik dapat digunakan untuk demam kemungkinan karena kurangnya edukasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien tentang penggunaan antibiotik secara benar (28). Sebagian besar responden di Ngancar (55,29%) dan responden di Sanggrahan (70%) tidak setuju memberikan antibiotik yang mereka punya ketika ada keluarga mereka yang penyakitnya sama dengan mereka. Namun masih ada sebagian kecil responden setuju memberikan antibiotik yang mereka punya untuk keluarga yang penyakitnya sama dengan mereka. Alasan responden tidak membeli lagi antibiotik dengan resep dokter dan langsung memberikan kepada keluarga yang penyakitnya sama adalah karena mereka dapat menghemat waktu dan uang. Pada pertanyaan tentang penggunaan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahui antibiotik untuk penyakitnya, sebagian besar responden di Ngancar (72,94%) dan di Sanggrahan (84%) menjawab tidak setuju

42 menggunakan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahui antibiotik untuk penyakitnya, namun masih terdapat sebagian kecil masyarakat yang menggunakan antibiotik tanpa resep dokter meskipun mengetahu antibiotik untuk penyakitnya. Masyarakat tidak seharusnya menjadi dokter atas dirinya sendiri, karena diagnosa masyarakat terhadap dirinya sendiri belum tentu benar dan dosis serta jenis antibiotik yang dipilih juga belum tentu benar, seperti penggunaan antibiotik untuk penyembuhan gejala flu seharusnya tidak perlu karena flu bersifat self limiting (36). Dalam penelitian ini responden di Ngancar (100%) dan responden di Sanggrahan (97%) menunjukkan sikap yang positif untuk melihat tanggal kadaluarsa dari obat tersebut sebelum menggunakannya, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Malaysia (92,2%), di Nigeria (93,3%) bahwa mereka akan melihat tanggalkadaluarsa dari antibiotik sebelum menggunakanya (23,28). Informasi masa kadaluarsa suatu obat sangat penting untuk menjamin obat hingga tanggal yang tertera pada kemasan, obat masih terjaga potensi dan keamanannya bila digunakan dan dikonsumsi sehingga hasil yang diperoleh tetap optimal. 4.3 Hubungan Karakteristik Responden terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap penggunaan Antibiotik Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan masyarakat dan sikap penggunaan antibiotik terhadap variabel-variabel yang diteliti. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis uji Chi- Square. Hasil uji tersebut untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan. Gambaran variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan dapat dilihat pada tabel 4.8.

43 Tabel 4.8 Hubungan Karakteristik Rsponden Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Dalam Penggunaan Antibiotik No Variabel yang diukur Sikap Pengetahuan Masyarakat P Penggunaan Value Antibiotik Tinggi Sedang Rendah Positif Negatif 1 Jenis Kelamin Laki laki 21 37 24 37 45 0,526 Perempuan 30 38 35 46 57 2 Usia (tahun) 18 30 20 31 22 34 39 31 40 14 13 8 19 16 41 50 9 16 16 0,566 18 23 51 60 8 15 13 12 24 3 Pendidikan Terakhir Pendidikan Tinggi Pendidikan Sedang Pendidikan Rendah 4 Pekerjaan 24 32 17 45 28 29 37 20 0,031* 51 35 6 6 14 6 20 Bekerja 9 36 61 Tidak Bekerja/ Ibu Rumah Tangga 5 Sumber Informasi 80 26 0,104 2 36 41 56 23 Dokter 34 50 35 60 59 Apotek 3 15 8 7 19 Keluarga 6 1 6 6 7 Teman 5 3 0 0,012* 5 3 TV 2 1 2 2 3 Dll (Internet, Bidan) 1 5 8 3 11 Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10% P Value 0,950 0,349 0,002* 0,484 0,108* Pada faktor pendidikan terdapat hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan masyarakat tentang antibiotik dan sikap penggunaan antibiotik. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat terhadap pengetahuan tentang antibiotik (p=0,031) dan sikap dalam penggunaan

44 antibiotik (p=0,004). Hal ini terbukti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pengetahuan seseorang tentang antibiotik dan semakin baik pula sikap seseorang tersebut dalam penggunaan antibiotik. Pada pendidikan tinggi sedang sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang sedang terkait antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan karena kurangnya informasi antibiotik yang didapat di masyarakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan (7,23,28,30,33). Hal ini sesuai dengan teori bahwa Pendidikan mempengaruhi perilaku, pola hidup, terutama sikap berperan dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang, maka semakin banyak informasi yang diperoleh sehingga semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang (27). Sumber informasi berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat tentang antibiotik (p=0,012), namun tidak berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam menggunakan antibiotik (p=0,108). Sumber informasi yang biasa diperoleh masyarakat biasanya terkait tentang pengetahuan umum tentang antibiotik dan sedikit informasi terkait hal-hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan antibiotik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memilih dokter sebagai sumber informasi terpercaya untuk mengetahui informasi tentang antibiotik, hal ini mungkin setiap masyarakat yang memeriksakan diri ke dokter dan mendapat resep tentang antibiotik akan mendapatkan informasi tentang cara penggunaan antibiotik dari dokter. Sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru (9), di mana dalam penelitian ini sumber informasi yang dimaksud adalah bagaimana cara memperoleh antibiotik, cara penggunaan antibiotik, antibiotik yang sesuai jenis penyakit, dan lain lain. Penggunaan antibiotik harus memenuhi tepat dosis, tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat dan lama pemberian obat, di mana ketika menjalani pengobatan menggunakan antibiotik (dosis dan aturan pakainya) harus dengan resep dokter dan juga penjelasan dari apoteker. Dalam pengobatan penyakit infeksi, pemberian antibiotik perlu diperhatikan dengan serius karena tidak semua penyakit infeksi memerlukan antibiotik. Informasi yang kurang akurat dapat berdampak pada

45 pengobatan, seperti informasi tentang konsumsi obat, durasi yang kurang tepat dapat menyebabkan resistensi. 4.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik Di Masyarakat Ngancar Dan Sanggrahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap penggunaan antibiotik. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis Chi-Square. Hasil uji tersebut untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap sikap penggunaan antibiotik. Gambaran hubungan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan dapat dilihat pada tabel 4.9 dan tabel 4.10. Tabel 4.9 Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik Di Masyarakat Ngancar. Variabel Sikap P Value Positif Negatif Tingkat Pengetahuan Tinggi 18 (21,18%) 4 (4,71%) 0,000* Sedang 10 (11,76%) 16(18,82%) Rendah 4 (4,71%) 33 (38,82%) Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10% Pada tabel 4.9 terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik di Masyarakat Ngancar (p=0,000). Sebagian besar responden (21,18%) dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik, sedangkan sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik (38,82%). Pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan masih kurangnya kesadaran responden terhadap kesehatan dan juga mungkin dikarenakan karena masih kurangnya informasi terkait penggunaan antibiotik yang baik dan benar.

46 Tabel 4.10 Hubungan Antara Pengetahuan terhadap Sikap Penggunaan Antibiotik di Masyarakat Sanggrahan Variabel Sikap P Value Positif Negatif Tingkat Pengetahuan Tinggi 23 (23%) 6 (6%) 0,001* Sedang 20 (20%) 29 (29%) Rendah 8 (8%) 14 (14%) Keterangan (*) adalah hasil yang signifikan pada α=10% Pada tabel 4.10 terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik di masyarakat Sanggrahan (p=0,001), sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki sikap yang positif dalam penggunaan antibiotik (23%) dan responden dengan tingkat pengetahuan rendah sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik (14%). Pada responden dengan tingkat pengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap yang negatif dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin dikarenakan masih kurangnya kesadaran responden terhadap kesehatan dan juga mungkin dikarenakan karena masih kurangnya informasi terkait penggunaan antibiotik yang baik dan benar. Beradasarkan analisis data terkait hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat di Ngancar dan Sanggrahan didapatkan bahwa hasil pengetahuan yang terdapat di Ngancar berpengaruh signifikan terhadap sikap responden dalam penggunaan antibiotik, begitupun juga pada Sanggrahan bahwa pengetahuan masyarakat berpengaruh signifikan terhadap sikap dalam penggunaan antibiotik. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk sikap atau tindakan seseorang. Seseorang akan melakukan tindakan karena adanya pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Salah satu yang diperlukan agar dapat berbuat sesuatu adalah mempunyai pengetahuan. Sikap yang dilandasi dengan pengetahuan akan lebih baik dibandingkan sikap tanpa pengetahuan yang baik tentang antibiotik (8). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi pasti memiliki sikap yang baik dalam penggunaan antibiotik, namun tidak semua responden yang memiliki pengetahuan tinggiakan memiliki sikap yang positif

47 dalam penggunaan antibiotik, hal ini mungkin responden tidak memperdulikan kesehatannya. WHO juga sudah menyampaikan cara pengendalian dan pencegahan agar tidak meningkatkan resistensi antibiotik, di mana penyebab utama dalam resistensi antibiotik adalah penyalahgunaan dan terlalu sering menggunakan antibiotik. Beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi dan membatasi penyebaran resistensi, seperti menghabiskan antibiotik yang diresepkan, tidak berbagi antibiotik dengan orang lain, hanya menggunakan antibiotik yang diresepkan oleh professional kesehatan (dokter), tidak menggunakan sisa antibiotik dan lain lain (37). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak responden yang menggunakan antibiotik yang tidak rasional yang dikarenakan karena kurangnya pengetahuan tentang antibiotik, sehingga dapat menyebabkan peningkatan resistensi antibiotik yang dapat membahayakan tubuh. 4.5 Perbedaan antara pengetahuan dan sikap dalam penggunaan antibiotik di Ngancar dan di Sanggrahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara tingkat pengetahuan masyarakat dan sikap penggunaan antibiotik di Ngancar dan Sanggrahan. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 dengan analisis Mann Whitney. Hasil uji tersebut untuk mengetahui perbedaan antara tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Ngancar dan Sanggrahan. Gambaran perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Ngancar dan Sanggrahan dapat dilihat pada tabel 4.11 dan tabel 4.12 Tabel 4.11 Perbedaan tingkat pengetahuan responden di Ngancar dan di Sanggrahan Variabel Ngancar* Sanggrahan Rendah Keterangan (*) adalah daerah pedesaan Pengetahuan Sedang Tinggi 37(43,53) 26(30,59) 22(25,88) 22(22) 49(49) 29(29) P Value 0,027

48 Pada Tabel 4.11 Terdapat terdapat perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan antibiotik di Masyarakat Ngancar dan Sanggrahan (p=0,027), di mana pengetahuan masyarakat di Sanggrahan lebih baik dibandingkan pengetahuan masyarakat di Ngancar, hal ini karena sebagian besar responden Sanggrahan memiliki pengetahuan yang sedang terkait antibiotik, sedangkan sebagian besar responden Ngancar memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terkait antibiotik. Tabel 4.12 Perbedaan Sikap Dalam Penggunaan Antibiotik Responden Di Ngancar Dan Sanggrahan Variabel Ngancar* Sikap Negatif Positif 53 (62,35%) 32 (37,65) 49 (49) 51 (51) Sanggrahan Keterangan (*) adalah daerah pedesaan P Value 0,070 Pada Tabel 14. Terdapat perbedaan yang bermakna antara sikap dalam penggunaan antibiotik di masyarakat Sanggrahan dan masyarakat di Ngancar (p=0,070), di mana sikap penggunaan antibiotik di Sanggrahan lebih baik dibandingkan Ngancar. Beradasarkan analisis uji Mann Whitney diperoleh perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap penggunaan antibiotik di Ngancar dan Sanggrahan dengan nilai P<0,10 sehinggan H1 diterima. Responden dari Ngancar memiliki tingkat pengetahuan yang lebih rendah dan sebagian besar responden memiliki sikap yang negatif, karena dusun ini berada di pedesaan yang lebih susah untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, dengan fasilitas kesehatan hanya berupa puskesmas, sedangkan Sanggrahan memiliki tingkat pengetahuan tentang antibiotik yang lebih tinggi dan sikap penggunaan antibiotik yang positif, karena dusun ini merupakan daerah perkotaan yang dapat dengan mudah memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Lithuania bahwa responden yang bertempat tinggal di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta

49 kurangnya pengetahuan tentang antibiotik. Sedangkan responden yang bertempat tinggal di perkotaan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi serta lebih mengetahui antibiotik dan telah menggunakan antibiotik secara rasional (8). 4.6 Keterbatasan Penelitian 1. Kuesioner yang digunakan oleh peneliti hanya diukur dengan nilai benar dan salah sehingga dapat memungkinkan timbulnya bias karena responden dapat menebak jawaban namun belum tentu paham jawaban yang sebenarnya. 2. Kurangnya data jenis penggunaan antibiotik yang sering digunakan di masing-masing dusun