BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha

BAB I PENDAHULUAN. nilai material dan nilai formal. Nilai material adalah nilai-nilai penerapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan aspek yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan cara perbaikan proses pembelajaran. mencapai tujuan tersebut, tidak selalu cocok pada semua siswa.

9. Masalah matematika sintesis adalah suatu soal matematika yang memerlukan. kemampuan dalam menggabungkan unsur pokok ke dalam struktur baru.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Hal ini juga tak dapat dipungkiri terjadi karena peran

BAB IV HASIL PENELITIAN. SMP Islam Walisongo Mojokerto dengan mengambil kelas VIII A sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama secara efektif. Sumber daya manusia yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran matematika. Menurut NCTM (Kesumawati, 2008: 231) matematik dalam konteks di luar matematika.

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRETED READING AND COMPOSITION

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya penguasaan IPTEK. Akan tetapi, masih banyak siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. dasar sampai pendidikan menengah,bahkan hingga perguruan tinggi. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kekayaan yang tidak mungkin dicapai jika tidak ada kebiasaan dan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Menyelesaikan soal cerita matematika merupakan keterampilan yang. matematika SD, SMP, SMA dan sederajat.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan. depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Serlly Oktaviana Prodi Pendidikan Matematika Universitas Nusantara PGRI Kediri 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil

Deliwani Br Purba Guru SMP Negeri 1 Bangun Purba Surel :

Penanaman Konsep Bilangan Real Melalui Tugas Terstruktur

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, ditambah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar matematika yang telah diterima siswa. konsep dengan soal untuk aspek penilaian yang lain. Indikator-indikator

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh sesuatu informasi agar saling memahami satu sama lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini sangat memerlukan adanya peningkatan kemampuan siswanya dalam membaca permulaan.

Pemahaman Siswa terhadap Konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

BAB I PENDAHULUAN. dan teori kurikulum berbasis kompetensi (Kunandar, 2013,h.33). Kurikulum. berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

PENINGKATAN MOTIFASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PLUS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari konsep-konsep yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Hanif,2013

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1. Kemampuan Guru Dalam Pengelolaan Kelas

I. PENDAHULUAN. Fokus kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dan siswa

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar tersebut, sudah dapat dipastikan pengetahuan-pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Andina Pernatawaty,2014 PEMBELAJARAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan itu sendiri merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sengaja dan

PENINGKATAN PEMAHAMAN MENGHITUNG PERKALIAN DENGAN MEDIA BENDA-BENDA TERDEKAT PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KRANGGAN TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Wonosari

I. METODE PENELITIAN. dari 22 siswa perempuan dan 10 siswa laki-laki. Tingkat kemampuan belajar. orang siswa. Penentuan kelompok berdasarkan tes awal.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai alat

KOMPARASI PROSES DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA YANG MENERAPKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN TIPE TPS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PALOPO

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting yaitu era globalisasi yang membutuhkan sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. ditemui dalam masalah sehari-hari 1. Selain itu matematika adalah sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkup persekolahan. Suherman mendefinisikan pembelajaran adalah proses

Awaludin Fitra Prodi Teknik Informatika STMIK Pelita Nusantara Medan, Jl. Iskandar Muda No 1 Medan-Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. didik dengan tujuan membentuk kepribadian unggul, yaitu kepribadian yang bukan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai hasil penelitian yang

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendekatan pengajaran, yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah

STRATEGI MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENCARI KATA DAN ISTILAH. Daryuni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

Baharuddin Dosen Prodi Pendidikan Matematika Universitas Tadulako

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar erat kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan pada

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN. lanjut. Namun usaha itu belum menunjukkan perubahan yang signifikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengajaran yang banyak menggunakan verbalisme atau ceramah

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW DAN STAD PADA POKOK BAHASAN HIMPUNAN. (Di SMP Muhammadiyah 14 Boyolali) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. abstrak dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masih

METODE DISKUSI KELOMPOK MODEL KEPALA BERNOMOR SEBAGAI INOVASI METODE PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SMP DALAM MENANGGAPI PEMBACAAN CERPEN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha untuk membimbing

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII.1 SMPN 7 Kubung dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud, Standar Penilaian Pendidikan ( Jakarta: Permendikbud No66, 2013), hal 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu dasar yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah SMP N 3 Bayat memiliki permasalahan dalam pembelajaran membaca

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Untuk menghadapi perkembangan zaman dan informasi diperlukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu kearah yang lebih baik secara utuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru sebagai tenaga kependidikan memiliki tugas untuk melaksanakan proses

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. Seorang pendidik memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas setiap

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini, masih banyak ditemui sistem pembelajaran di sekolah yang masih didominasi oleh guru. Dengan demikian, guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Metode ceramah banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, bisa menjangkau semua siswa dan dapat dilakukan cukup di dalam kelas. Popham & Baker 1 menjelaskan bahwa setiap penyajian informasi secara lisan dapat disebut ceramah. Penyajian ceramah yang bersifat formal biasanya berlangsung selama 45 menit maupun yang informal yang hanya berlangsung selama 5 menit. Dalam model pembelajaran yang berpusat pada guru hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme 2 dan miskonsepsi.dalam pembelajaran, seorang guru terkadang secara tak sadar menjadi penganut verbalisme dan menjelaskan sesuatu secara verbal. Hal ini terjadi apabila guru terlalu banyak atau hanya menggunakan kata-kata dalam menjelaskan isi pesan, memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang diperlukan. Situasi seperti ini dengan mudah dapat mengganggu 1 Sunarto, Pengertian Metode Ekspositori, http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/#comment- 2436, di akses pada 8 April 2014 pukul 09.45 W.I.B 2 Mushlihin al-hafizh, Pengertian Verbalisme Dalam Pembelajaran,http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-verbalisme-dalam pembelajaran.html,di akses pada 8 April 2014 pukul 09.55 W.I.B 1

2 konsentarsi belajar peserta didik, apalagi bila kata yang digunakan banyak yang terasa asing atau di luar pengetahuan peserta didik. Sifat pengalaman, tingkat kemahiran bahasa, dan kosakata yang ada sangat mungkin tidak sama bagi semua peserta didik. Sifat verbalisme menjadi merusak, apabila guru kurang memahami keadaan latar belakang pengalaman peserta didiknya dan meneruskan cara penyajiannya, maka peserta didik akan cepat menjadi bosan dengan pelajaran itu. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, sehigga ceramah sering dianggap siswa sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi, walaupun secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental siswa sama sekali tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya melayang 3 ke mana-mana, atau siswa mengantuk, itu disebabkan oleh karena gaya bertutur guru tidak menarik. Dalam Ceramah guru menyampaikan materi, dan siswa menerima bahan jadi. Untuk mengikuti pembelajaran model seperti ini, kebanyakan siswa tidak mempersiapkan diri terlebih dahulu. Kebanyakan siswa datang ke sekolah tanpa bekal pengetahuan, seperti wadah yang masih kosong melompong. Aktivitas belajar siswa pun cenderung individual. Artinya siswa menyelesaikan seluruh persoalan belajar berdasarkan contoh yang diberikan oleh guru. Keadaan yang demikian merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya miskonsepsi bahkan kegagalan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Apalagi bagi siswa yang memiliki tingkat kemampuan belajar rendah. Ditambah lagi jika materi yang dipelajari adalah mata pelajaran matematika yang sifatnya abstrak dan sering dianggap susah. Pembelajaranya membosankan, menegangkan, banyak tugas, dan akhirnya menyebabkan siswa kesulitan menerima materi tersebut. Salah satu materi pembelajaran dalam matematika yang dianggap sulit ialah SPLDV. 3 Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu pendidik dan Tenaga kependidikan, Depdiknas. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya, (Jakarta : Depdiknas. 2008), hal.14

3 Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyerap pembelajaran dalam pokok bahasan SPLDV, hal ini dapat terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Suroso 4 dalam penelitiannya menemukan bahwa daya serap siswa hanya mencapai 59,57 %. Menurut Bahrullah 5 dalam penelitiannya yang dilakukan di SMU YP- PGRI Makassar mendapatkan bahwa : kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal terapan SPLDV terletak hampir di setiap langkah penyelesaian, yaitu pada penentuan apa yang diketahui, pada pembuatan model matematika, pada penyelesaian model matematika dan pada pernyataan jawab akhir soal. Ada kemungkinan dalam salah satu kesulitan siswa pada materi SPLDV ialah seringnya guru menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran. Namun pada metode ceramah, seringkali guru melupakan prinsip komunikasi dalam pembelajaran. Hal inilah yang dapat menyebabkan miskonsepsi dalam pembelajaran Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yaang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi, bagaimanapun selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan (guru) ke penerima pesan (siswa). Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh. Sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada 4 Saputro,Waluyo Abu, Tesis : Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Kelas II SLTP. (Surabaya : Pascasarjana Unesa,2004), hal. 3 5 Ibid hal.4

4 proses penyampaian, maka prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses komunikasi 6. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati 7 menunjukkan penyebab miskonsepsi pada siswa adalah : a) salah dalam menjelaskan definisi persamaan dan sistem persamaan linear dua variabel,b) tidak dapat memberikan contoh bentuk persamaan linear dua variabel dengan benar,dan c) salah dalam membuat model matematika. Sedangkan faktor yang disebabkan oleh guru adalah sebagai berikut a) metode mengajar hanya ceramah dan meminta anak untuk mencatat, b)tidak mengoreksi pekerjaan rumah yang salah, c)tidak mengungkapkan kemungkinan miskonsepsi yang dapat terjadi pada materi yang di ajarkan. Berdasarkan masalah yang peneliti ungkapkan di atas, terbukti bahwa penting sekali upaya untuk menghilangkan miskonsepsi yang terdapat pada siswa yang harus dilakukan oleh guru. Karena jika miskonsepsi terhadap materi Persamaan Linear dua Variabel pada jenjang SMP ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi miskonsepsi yang lebih parah saat siswa mempelajari materi selanjutnya yang masih berkaitan dengan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel seperti Program linear dan Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel pada saat siswa berada di jenjang SMA. Dengan ini peneliti bermaksud mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut dengan mengadakan penelitian. Penelitian tersebut berjudul Analisis Miskonsepsi Siswa Dan Faktor Penyebabnya Pada Pokok Bahasan SPLDV Di SMPN 2 SIDOARJO 6 Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu pendidik dan Tenaga kependidikan, Depdiknas. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya, (Jakarta : Depdiknas. 2008),hal.32 7 Luluk Setiyowati, Tesis :Analisis Miskonsepsi Siswa dan Faktor Penyebab Pada Materi Program Linear di SMA Negeri 2 Mojokerto, (Surabaya : Pascasarjana unesa, 2013), hal. 86

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan penelitian ini adalah : 1. Miskonsepsi apa sajakah yang dialami siswa kelas VIII di SMP negeri 2 Sidoarjo pada materi SPLDV? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya Miskonsepsi siswa kelas VIII di SMP negeri 2 Sidoarjo pada materi SPLDV? C. Tujuan 1. Untuk mendeskripsikan Miskonsepsi apa sajakah yang dialami siswa kelas VIII di SMP negeri 2 Sidoarjo pada materi SPLDV. 2. Untuk mendeskripsikan Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya Miskonsepsi siswa kelas VIII di SMP negeri 2 Sidoarjo pada materi SPLDV. D. Manfaat Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Dapat memberikan informasi kepada guru matematika dan pengelola sekolah mengenai miskonsepsi dan faktor-faktor penyebab miskonsepsi yang dialami siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel agar miskonsepsi tersebut dapat dihilangkan. 2. Dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai wacana tentang analisis miskonsepsi yang di alami siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. E. Definisi Operasional Variabel Untuk menghindari penafsiran yang berbeda dan mewujudkan kesatuan pandangan dan kesamaan pemikiran, maka perlu didefinisikan istilah yang digunakan dalam penelitian ini yakni : 1. Miskonsepsi. Miskonsepsi yang di alami siswa yang dimaksud di penelitian ini adalah :

6 a. Siswa tidak mampu mengenali perbedaan antara PLDV dan SPLDV. b. Terdapat miskonsepsi dalam mengenali SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel. c. Terdapat miskonsepsi dalam membedakan akar dan bukan akar pada SPL dan SPLDV. d. Terdapat miskonsepsi dalam menjelaskan arti kata dan pada solusi SPLDV. e. Siswa tidak mampu menentukan penyelesaian SPLDV dengan metode subtitusi. f. Siswa tidak mampu menentukan penyelesaian SPLDV dengan metodeeliminasi. g. Siswa tidak mampu menentukan penyelesaian SPLDV dengan metode grafik. h. Siswa tidak mampu menyelesaikan System Persamaan Non Linear Dua Variabel menggunakan bentuk SPLDV. 2. Faktor penyebab miskonsepsi Faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi dalam penelitian ini diantaranya : a. Faktor dari guru. b. Faktor dari siswa. c. Faktor dari teman siswa. d. Faktor dari buku dan teks.