BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

dokumen-dokumen yang mirip
2. Title Bagian ini akan ditampilkan setelah bulatan menjadi besar kembali dan peta berubah menjadi judul film Djakarta Tempo Doeloe.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek

Warisan Rezim Prancis di Jawa: Kajian Strategi Militer dan Politik Birokrasi dalam Historiografi Indonesia

STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, agama Kristen dapat dikatakan sebagai agama yang paling luas tersebar

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

2015 PERANAN JAN PIETERSZOON COEN DALAM MEMBANGUN BATAVIA SEBAGAI KOTA PELABUHAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

KEUNGGULAN LOKASI TERHADAP KOLONIALISME DI INDONESIA

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA ( ) SKRIPSI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Pembukaan. Semoga berkenan, terima kasih.

PENGARUH BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN RUANG KOTA SALA SEJAK PERPINDAHAN KRATON SAMPAI DENGAN PELETAKAN MOTIF DASAR KOLONIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Sejarah Penjajahan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan pedesaan merupakan dua sisi mata uang yang saling

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Belanda pada tahun 1619 yang dipimpin oleh Jan Pieterzoon Coen.

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Glodok masa kini yang dikenal sebagai pusat perdagangan elektronik dan salah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Deli. Bandar merupakan sebutan dari masyarakat suku Melayu Deli yang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Multimedia Interaktif Flash Flip Book Pakaian Adat Betawi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

SEJARAH HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara, juga termasuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Salatiga merupakan kota kecil yang berada di lereng gunung Merbabu.

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional

163 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, hambatan dan keterbatasan komunikasi dapat mulai diatasi.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1936 sampai 1939 merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi

KAJIAN POLA STRUKTUR RUANG KOTA LASEM DITINJAU DARI SEJARAHNYA SEBAGAI KOTA PANTAI TUGAS AKHIR. Oleh: M Anwar Hidayat L2D

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB II DATA DAN ANALISA

Oleh Taufik Hidayat, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. Proyek-proyek perumahan, gedung-gedung bertingkat dan pembenahan

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung warganya secara mandiri (Tanpa nama, 2014, diakses dari: http://id.m.wikipedia.org/wiki/kota). Kota dapat dipandang sebagai suatu gaya hidup, sementara pengaruhnya dapat lebih luas dari luas kota itu sendiri, hal inilah yang juga mempengaruhi kontak antar penghuni kota tersebut (Daldjoeni, 1978, hlm. 48). Sementara sebutan untuk pusat kota sendiri timbul karena keberadaan pinggiran kota. Kota dan masyarakatnya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan tersebut seperti yang dijelaskan sebagai berikut : Sejarah pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat turut mempengaruhi perkembangan kota-kota. Dalam perspektif pertumbuhan dan perkembangan kota, dapat dijadikan sebagai sarana untuk melihat berbagai corak dan watak serta ciri-ciri perilaku masyarakat penghuninya (Menno dan Mustamin, 1994, hlm. 13). Pernyataan yang dikemukakan dalam buku Antropologi Perkotaan tersebut memberikan gambaran bahwa masyarakat yang menetap di sebuah kota turut mempengaruhi perkembangan kota itu sendiri. Keberagaman penduduk sebuah kota mempengaruhi ciri khas yang terdapat dalam kehidupan di kota tersebut. Begitu pula kawasan yang disebut sebagai pusat kota, dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik, termasuk sistem pemerintahan, letak geografis, serta sejarah yang menyertainya. Secara fisik, beberapa kota kolonial yang terdapat di pulau Jawa khususnya, memiliki ciri khas yang hampir serupa. Ciri khas fisik tersebut salah satunya berkaitan dengan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh pihak kolonial, seperti yang dikemukakan sebagai berikut :

2 Hal yang menarik pada sistem kolonisasi Belanda di Nusantara terletak pada cara pemerintahannya. Cara tersebut terkenal dengan istilah indirect rule (memerintah dengan cara tidak langsung). Pusat kota kolonial di Jawa pada abad ke-18, pada awalnya terpecah menjadi dua, yaitu pusat pemerintahan pribumi (terletak di alun-alun dengan Kabupatennya), serta pusat pemerintahan kolonial, dengan gedung Residen (untuk ibukota Karesidenan) atau asisten Residen (untuk ibukota Kabupaten). Contohnya seperti Pasuruan dan Banyumas. Kota-kota seperti itu sering disebut Oud Indische Stad (Kota Hindia-Belanda Lama). Pada akhir abad ke-18, kawasan pemerintahan pribumi dan kawasan pemerintahan kolonial Belanda ini diusahakan untuk dijadikan satu. Contohnya adalah Probolinggo, Malang, dan Cianjur. Kota seperti itu sering disebut sebagai Nieuwe Indische Stad (Kota Hindia-Belanda Baru) (Damayanti dan Handinoto, 2005, hlm. 38-39). Pernyataan tersebut menerangkan bahwa penataan suatu pusat kota dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang diterapkan. Hal tersebut juga dapat berimbas pada penataan wilayah kota secara keseluruhan, misalnya pemukiman bagi masyarakatnya. Kota-kota kolonial yang terdapat di Indonesia diantaranya adalah Surabaya, Semarang, Lasem, Malang, Bandung, Batavia, dan lain sebagainya. Sementara itu, salah satu kota yang memiliki peranan penting pada masa kolonial adalah Batavia. Batavia merupakan pusat kegiatan dari VOC (Vereenigde Oost- Indische Compagnie). Sejarahnya yang panjang telah menjadikan Batavia atau yang kini dikenal dengan Jakarta juga sebagai salah satu kota terpenting di Indonesia. Jakarta yang dikenal hari ini merupakan sebuah kota yang sibuk dengan aktifitas lalu lintas serta berbagai kegiatan masyarakatnya. Namun, di setiap sudut kota Jakarta menyimpan rekaman sejarah perjalanannya yang panjang. Jakarta pada masa kolonial dikenal dengan nama Batavia, pada mulanya kota ini menjadi salah satu tempat yang penting bagi sebuah perusahaan dagang milik Belanda, yaitu VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Walaupun begitu, jauh sebelum masa kolonial, Jakarta juga telah mencatatkan sejarahnya. Awal pendiriannya pada abad ke-17, Batavia dibangun di atas reruntuhan Jayakarta dengan ciri khas tata kota Belanda. Sebelum VOC mendirikan Batavia, kota yang terletak di pesisir utara Jawa Barat tersebut bernama Sunda Kelapa

3 yang merupakan salah satu pelabuhan dari Kerajaan Sunda. Pada perkembangannya, nama Sunda Kelapa berubah menjadi Jayakarta dan menjadi kerajaan bawahan dari Kesultanan Banten. Sebagai kerajaan bawahan Kesultanan Banten, Jayakarta memiliki tata kota yang khas. Namun setelah berhasil direbut oleh Jan Pieterszoon Coen, semua yang ada kemudian dimusnahkan, penduduknya menyingkir ke daerah lain atau bertahan di wilayah pedalaman. Mulai saat itu, dibuka babak baru dalam sejarah kehidupan kota Jayakarta yang kemudian diubah namanya menjadi Batavia (Lohanda,2007, hlm. 4). Perubahan nama yang terjadi berulang kali tersebut juga turut mempengaruhi perjalanan sejarah kota Batavia. Batavia, ketika VOC berkuasa memiliki pusat kota di Benteng Batavia yang wilayahnya kini dikenal sebagai Kota Tua Jakarta. Kawasan Jakarta Kota memiliki kualitas tinggi sebagai kota tua dengan struktur paling lengkap di Asia Tenggara (Setiati, dkk, 2009, hlm. 110). Fungsi-fungsi kota, seperti pelabuhan, galangan kapal, pusat pemerintahan, area pemukiman, pasar, gudang atau tempat penyimpanan, dan taman kota sebagai area publik diatur sedemikian rupa. Keindahan penataan kota dan bangunan-bangunan di dalamnya membuat Batavia ketika itu dijuluki sebagai Queen of the East (Ratu dari Timur). Namun, pada akhir abad ke-18, Benteng Batavia tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi para penghuninya akibat permasalahan kebersihan kota yang parah. Benteng Batavia dinyatakan sudah tidak memenuhi syarat lagi sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan, sehingga harus segera dilakukan perluasan wilayah, pusat kota dipindahkan ke bagian selatan (Heuken dalam Novita, 1995, hlm. 5). Setelah pemindahan pusat kota tersebut, maka dimulailah pengembangan kota secara lebih lanjut serta didukung oleh pemerintahan baru yang pada saat itu bukan lagi berada di bawah kekuasaan VOC. Pembangunan wilayah bagian selatan Batavia mulai berlangsung secara serius ketika Herman Willem Daendels menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Batavia (1808-1811). Daendels memerintah secara otoriter dengan pemerintahan yang sentralistik sehingga seluruh unsur birokrasi berada di bawah

4 pengawasannya. Raja Louis menginstruksikan kepada Daendels untuk melakukan reorganisasi militer, pembebasan kerja wajib kopi dan penyerahan wajib, serta mengatasi buruknya kebiasaan hidup di masyarakat, seperti perbudakan dan masalah sanitasi di Batavia (Suroyo, 2012, hlm. 155). Maka pada masa pemerintahannya, Daendels mengambil tindakan dengan memindahkan pusat kota ke Weltevreden sebagai upaya dalam mewujudkan perintah dari Raja Louis tersebut. Pada abad ke-19, pandangan orang-orang Eropa tertuju ke Weltevreden sebagai pusat pemerintahan dan pemukiman yang baru, ke wilayah inilah julukan Ratu dari Timur itu beralih (Blackburn, 2012, hlm. 67). Julukan tersebut berkaitan dengan dibangunnya berbagai sarana pendukung kehidupan sosial yang baru, seperti jaringan komunikasi, sarana transportasi dan kemunculan pabrikpabrik sebagai pendukung kegiatan perekonomian, sistem pemerintahan yang dikembangkan, hingga masalah kebersihan kota yang sangat diperhatikan. Para pendatang dari Inggris bahkan menganggap wilayah ini cukup baik jika dibandingkan dengan koloninya, Singapura dan merupakan kota yang patut dipamerkan di daerah khatulistiwa (Shahab, 2002, hlm. 2-4). Hal tersebut menggambarkan bahwa Weltevreden kembali mengangkat nama Batavia sebagai sebuah kota kolonial yang begitu diperhatikan pembangunannya, terutama dalam hal penataan kota serta keindahannya. R.B. Gribb menyatakan bahwa Batavia merupakan sebuah kota yang multi etnis (Mulyana, 2010, hlm. 5). Berkaitan dengan hal tersebut, Djoko Marihandono (2012, hlm. 142) dalam makalahnya yang disajikan dalam Seminar Internasional Multikultural dan Globalisasi yang diselenggarakan pada 12-13 Desember 2013 di kampus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia menyatakan bahwa Weltevreden dibangun dengan berbasis multikultur. Dasar utama pembangunan Weltevreden adalah memberikan ruang yang sama kepada semua kelompok untuk hidup bersama tanpa menganggap rendah atau bahkan menghilangkan agama atau etnis tertentu.

5 Masyarakat Nusantara pada masa kolonial mengalami suatu pelapisan sosial, dimana keadaan tersebut juga dapat ditemukan pada masyarakat Batavia. Sejak VOC berkuasa di Batavia, masyarakat dibagi atas tiga kelompok yang sekaligus mencerminkan status sosial masing-masing. Kelompok pertama adalah penduduk Eropa yang menduduki kelas tertinggi. Kelompok kedua adalah penduduk yang disebut Timur Asing yang terdiri dari orang-rang Cina, Arab, dan India. Kelompok ketiga sekaligus sebagai golongan penduduk yang paling rendah adalah pribumi (Lubis, 2008, hlm. 65). Kelompok-kelompok sosial tersebut hidup dan menjalankan berbagai aktifitas hidupnya di Batavia. Pemindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden juga menghasilkan tata kota yang baru untuk berbagai sarana prasarana kota yang dibutuhkan. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap timbulnya pemukiman sesuai kelompok masyarakat yang ada dan tentu saja semakin memperlihatkan sekat dalam kehidupan bermasyarakat di Weltevreden dan sekitarnya. Walaupun dengan adanya basis multikultur dalam pembangunan Weltevreden, bangsa penguasa tetap berada dalam kelompok yang paling tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari kawasan tempat tinggal mereka, misalnya di Rijswijk (sekarang Jalan Veteran) dan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda) merupakan kawasan Eropa yang penuh dengan kemewahan. Orang Cina, Arab dan India sebagai pedagang kelas menengah ke atas banyak mendiami daerah Glodok. Sementara orang-orang pribumi tinggal di perkampungan dengan rumah tidak permanen, kumuh dan tersembunyi dari keramaian (Gribb dalam Mulyana, 2010, hlm. 5). Keberadaan wilayah pemukiman tersebut turut mempengaruhi kualitas hidup dari tiap kelompok masyarakat di Batavia. Peneliti berkesempatan melakukan perjalanan di sekitar Jakarta pada akhir tahun 2013 yang lalu. Perjalanan tersebut mengantarkan peneliti melihat beberapa bangunan yang sekilas memiliki gaya bangunan ciri khas Eropa. Bangunan tersebut diantaranya adalah gedung Departemen Keuangan yang dahulunya merupakan bangunan istana Daendels di Weltevreden pada abad ke-19. Kemegahan dan keindahan bangunan peninggalan sejarah yang sampai saat ini

6 masih dapat ditemukan di Jakarta, memungkinkan dilakukannya rekonstruksi terhadap keberadaan Weltevreden pada abad ke-19, walaupun bangunanbangunan tersebut kini tidak lagi menjalankan fungsi seperti ketika awal pembangunannya. Selain bangunan peninggalan kolonial abad ke-19 dengan arsitekturnya yang indah, peneliti juga menemukan sisi lain dari peninggalan sejarah Batavia yang berupa kawasan-kawasan yang memiliki ciri khas sesuai dengan masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut. Seperti yang termuat dalam Ensiklopedia Jakarta (Setiati, dkk, 2009, hlm. 62), di Jakarta terdapat berbagai perkampungan dengan nama dan ciri yang khas, seperti Kampung Cina, Kampung Bali, Kampung Arab, dan lain sebagainya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pengelompokkan sosial secara kolonial masih dapat dilacak melalui keberadaan kampung-kampung tersebut. Sementara di sisi lain, kawasan yang digolongkan sebagai pusat kota lebih memperlihatkan gaya hidup yang mewah dengan keberadaan bangunan yang megah dan berbagai sarana pendukung seperti tempat hiburan dan lain sebagainya. Pelapisan sosial kolonial juga mempengaruhi kehidupan perekonomian pada masyarakat di sekitar Weltevreden yang menjadi pusat kota Batavia pada abad ke- 19. Hal tersebut dapat terlihat dari keberagaman mata pencaharian dan gaya hidup dari masing-masing kelompok masyarakat. Orang Eropa sebagai kelompok yang berada pada lapisan teratas dalam masyarakat Batavia memiliki gaya hidup yang mewah sedangkan orang-orang pribumi atau kelompok yang berada pada lapisan bawah hanya mampu hidup seadanya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal tersebut juga tergambar dalam lingkungan pemukiman yang mereka bangun di sekitar Weltevreden. Perekonomian Batavia sejak abad ke-17 terbantu dengan keberadaan orangorang Cina. Para pekerja terampil dari Cina memberikan kontribusi yang besar. Berbagai kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat kota dapat disediakan oleh para orang Cina dengan berbagai keahlian yang dimilikinya, mulai dari barangkebutuhan seperti makanan dan pakaian, mereka juga terjun pada jasa transportasi

7 dengan menjadi pendayung perahu. Peranan orang cina yang dominan dalam perekonomian, memunculkan anggapan bahwa Batavia pada dasarnya merupakan kota kolonial Cina di bawah perlindungan Belanda (Blackburn, 2012, hlm. 34). Kehidupan sosial ekonomi dalam sebuah tatanan masyarakat suatu kota merupakan hal yang saling berkaitan, begitu pula di Batavia. Bukan hanya orang Cina yang ambil peranan, namun juga kelompok masyarakat lain menduduki sektor-sektor lain pada perekonomian di Batavia. Kajian tentang sebuah kota tidak lengkap rasanya jika tidak juga membahas mengenai kehidupan masyarakatnya. Keberadaan kelompok sosial pada masyarakat kolonial di Batavia juga menjadi hal yang menarik untuk dikaji, terutama dikaitkan dengan pemindahan pusat kota ke Weltevreden pada abad ke- 19. Pembangunan sebuah pusat kota, penataan pemukiman, hubungan sosial antar kelompok masyarakat yang ada, perkembangan perekonomian masyarakat, serta keadaan Jakarta hari ini yang masih merupakan kota dengan keberagaman penduduknya membuat peneliti merasa perlu menuangkan kajian tentang perkembangan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar Weltevreden dalam sebuah penelitian yang berjudul Batavia Baru di Weltevreden : Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19. Abad ke-19 dapat dikatakan sebagai sebuah babak baru bagi Batavia, hal tersebut berkaitan dengan dinamika yang dialami oleh pihak kolonial, baik itu yang berkaitan dengan kehancuran VOC maupun situasi politik di Eropa yang secara langsung maupun tidak, turut mempengaruhi daerah jajahan Belanda. Setelah kejayaannya yang berlangsung cukup lama, akhirnya VOC mengalami kemunduran. VOC mengalami kebangkrutan dan dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Hampir bersamaan dengan itu pula, Belanda kemudian jatuh ke tangan Perancis (Setiati, dkk, 2009, hlm. 27). Pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad ke-19 telah membawa berbagai pembaharuan, khususnya di Batavia, salah satunya adalah dengan kebijakan pemindahan pusat kota dari Benteng Batavia ke Weltevreden. Namun

8 pembangunan tidak berhenti sampai di sana saja, Weltevreden terus berkembang sebagai sebuah pusat kota sepanjang abad ke-19. Keberadaan Weltevreden sebagai pusat kota Batavia pada abad ke-19 juga peneliti anggap dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat, berkaitan dengan sejarah Batavia. Hal tersebut berkaitan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat, dimana ketika disebutkan kata Batavia maka pandangan masyarakat akan langsung tertuju pada wilayah yang saat ini dikenal sebagai Kawasan Kota Tua Jakarta. Penelitian ini diharapkan dapat merubah pandangan tersebut, bahwa sesungguhnya wilayah yang sekarang dikenal sebagai Jakarta Pusat pun merupakan titik terpenting di Batavia, tentu saja tanpa menghilangkan anggapan bahwa peninggalan Batavia terdapat di Kawasan Kota Tua Jakarta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti membatasi kajiannya dalam satu rumusan masalah yaitu Bagaimana perkembangan kota dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Weltevreden dan sekitarnya pada abad ke-19?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti mengidentifikasi rumusan masalah tersebut ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Bagaimana latar belakang pemindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden pada abad ke-19? 2. Bagaimana proses pemindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden pada abad ke-19? 3. Bagaimana pemerintah Hindia-Belanda mengembangkan tata kota di Weltevreden dan sekitarnya pada abad ke-19? 4. Bagaimana kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setelah kepindahan pusat kota ke Weltevreden pada abad ke-19? 1.3 Tujuan Penelitian

9 Berdasarkan pokok pemikiran yang telah disampaikan, menjawab dan memecahkan rumusan masalah yang ada merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh peneliti. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendeskripsikan keadaan wilayah Weltevreden sebelum menjadi pusat kota Batavia pada abad ke-19. 2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan pusat kota Batavia dipindahkan ke Weltevreden pada abad ke-19. 3. Menjelaskan proses pemindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden pada abad ke-19. 4. Mendeskripsikan pengembangan tata kota di Weltevreden dan sekitarnya pada abad ke-19 oleh pemerintah Hindia-Belanda dalam berbagai bidang. 5. Mendeskripsikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat setelah kepindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden pada abad ke-19. 6. Mendeskripsikan perkembangan Batavia hingga awal abad ke-20. 1.4 Manfaat Penelitian Secara umum, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta menambah pengetahuan tentang perkembangan kota dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Weltevreden dan sekitarnya pada abad ke-19. Adapun secara khusus, peneliti berharap dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memperkaya kajian tentang sejarah kota di Indonesia, khususnya tentang Batavia yang menjadi salah satu kota penting pada masa kolonial. 2. Masyarakat kolonial yang masih mengalami pelapisan sosial dapat dijadikan cerminan dalam kehidupan berbangsa di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya. 3. Pelapisan sosial dalam masyarakat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang ekonomi, maka perkembangan ekonomi masyarakat yang dipengaruhi oleh pelapisan sosialnya dapat memberikan

10 gambaran tentang bagaimana perekonomian dibangun atas dasar perbedaan kelas sosial dalam masyarakat. 4. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, pemikiran, serta perbandingan dalam penelitian sejarah selanjutnya. 5. Sebagai tambahan materi pembelajaran di Sekolah Menengah Atas kelas XI yang membahas tentang kolonialisme di Indonesia, sebagaimana terdapat dalam Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, yaitu : 3.1 Menganalisis perubahan dan keberlanjutan dalam peristiwa sejarah pada masa penjajahan asing hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia 3.6 Menganalisis dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini 1.5 Struktur Organisasi Skripsi Penelitian dengan judul Batavia Baru di Weltevreden : Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19 ini terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka dan landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta bagian terakhir yaitu simpulan dan rekomendasi. Selain itu dilengkapi pula dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Bab I Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang penelitian yang peneliti angkat terkait dengan judul penelitian, yaitu Batavia Baru di Weltevreden : Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19. Bab ini juga berisi rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, bab ini mengkaji literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pada kajian literatur ini peneliti

11 memaparkan mengenai konsep-konsep yang digunakan serta tinjauan teoritis yang menunjang penelitian yang peneliti lakukan, yaitu mengenai Batavia Baru di Weltevreden : Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19. Bab III Metode Penelitian, bab ini memaparkan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun skripsi ini, yaitu metode historis. Tahapan yang peneliti lalui dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari, pertama, tahap persiapan penelitian yang meliputi pengajuan tema penelitian, menyusun rancangan penelitian, mengurus perizinan yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, dan bimbingan. Kedua, pelaksanaan penelitian dengan menerapkan metode historis yang meliputi heuristik atau pengumpulan sumber berupa sumber tertulis, arsip, gambar, dan peta, kemudian kritik atau analisis sumber berupa kritik eksternal maupun internal, lalu interpretasi atau penafsiran atas sumber yang telah melalui tahap kritik, dan terakhir adalah historiografi yang merupakan tahapan penelitian sejarah. Selanjutnya, langkah- langkah penyusunan laporan penelitian yang terdiri dari teknik penelitian laporan dan langkah-langkah penyusunan laporan penelitian yang sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar serta pedoman penelitian skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. Bab IV Perkembangan Kota dan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Weltevreden dan Sekitarnya pada Abad ke-19. Pembahasan dalam bab ini merupakan jawaban dari rumusan dan batasan masalah yang telah peneliti tentukan. Pembahasan dalam bab ini akan diuraikan dengan bentukan uraian deskriptif-analitis, tentu saja uraian ini merupakan hasil dari penelitian yang telah peneliti lakukan dari literatur-literatur yang telah peneliti kaji. Pembahasan pada bab ini akan dimulai dengan gambaran mengenai kehidupan Batavia sebagai sebuah kota Kolonial dan Benteng Batavia menjadi pusat kotanya. Kemudian akan dijelaskan pula mengenai wilayah di luar Benteng Batavia ketika berada dalam kekuasaan VOC. Pada bagian ini peneliti akan menjelaskan latar belakang pemindahan pusat kota Batavia ke Weltevreden pada abad ke-19. Latar belakang tersebut mencakup hal-hal yang berasal dari keadaan

12 di kota Batavia itu sendiri, juga yang berasal dari luar namun memberikan pengaruh terhadap Batavia. Pembahasan akan dilanjutkan mengenai proses pemindahan dan pembangunan Weltevreden sebagai pusat kota yang baru menggantikan Benteng Batavia. Pada bagian ini akan diawali dengan berbagai kondisi politik yang dialami oleh Belanda sehingga berpengaruh terhadap wilayah-wilayah jajahannya. Termasuk di dalamnya penjelasan mengenai runtuhnya VOC, gejolak politik di Eropa pada Perang Dunia II, hingga penjelasan mengenai proses pembangunan Weltevreden dalam berbagai aspek yang mulai dirintis sejak Gubernur Jendral Herman Willem Daendels berkuasa di Batavia. Pembangunan yang dimaksud adalah meliputi aspek sosial, ekonomi, pertahanan, dan berbagai infrastruktur penunjang lainnya. Pembahasan selanjutnya merupakan penggambaran mengenai penataan kota Weltevreden oleh pemerintah kolonial yang berkuasa. Hal tersebut tercermin dari penempatan berbagai fasilitas yang terdapat di dalam kota, diantaranya gedung pemerintahan, pusat pertahanan, tempat ibadah, dan lain sebagainya. Gaya kolonial Eropa bukan saja terlihat dari bagaimana Weltevreden dibentuk sedemikian rupa lewat tata kotanya, namun juga terlihat dari gaya bangunan yang terdapat di dalamnya, hal tersebut semakin memperlihatkan suasana Eropa yang kental di pusat kota Weltevreden. Pembahasan terakhir mengenai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang terdapat di sekitar Weltevreden. Hal tersebut juga mencakup keragaman mata pencaharian serta gaya hidup masyarakat di sekitar Weltevreden. Pembahasan ini juga memuat hubungan antar kelas sosial dalam masyarakat di sekitar Weltevreden yang digambarkan salah satunya dengan pemukiman-pemukiman penduduk yang disesuaikan dengan kelompok sosial yang menetap di tempat tersebut. Hubungan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan sosial-ekonomi, hingga percampuran budaya yang mungkin terjadi sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjadi.

13 Bab V Simpulan dan Rekomendasi, bab ini merupakan jawaban atas permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, dimana peneliti memberikan suatu kesimpulan mengenai hasil penelitian Batavia Baru di Weltevreden : Suatu Kajian Historis Pemindahan Pusat Kota pada Abad ke-19. Bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan dari penelitian secara keseluruhan. Simpulan ini menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah yang relevan dengan tema yang diangkat. Sehingga nanti akan memunculkan saran-saran yang direkomendasikan untuk penelitian dan penulisanan karya ilmiah selanjutnya, terutama mengenai permasalah dengan tema yang serupa. Saran juga akan direkomendasikan untuk hal-hal yang berhubungan dengan Kompetensi Dasar pembelajaran sejarah di sekolah.