BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

Perkembangan Sepanjang Hayat

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB II LANDASAN TEORI. Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa dewasa awal telah melewati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERILAKU MEMAAFKAN. semakin menurun motivasi untuk membalas dendam terhadap pelaku

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan agar dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya. Penelitian ini akan menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi. Menurut Arnnet dan Jeffrey Jensen (2007), mahasiswa dapat dikategorikan berada dalam tahap perkembangan emerging adulthood, yaitu berada di rentang usia 18-25 tahun. Ciri dari tahap perkembangan emerging adulthood dapat dibagi menjadi lima, salah satunya yaitu mengeksplorasi identitas diri (identity exploration). Di masa ini individu mulai mengeksplor berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dalam dirinya terutama dalam hal cinta dan pekerjaan. Individu akan mencoba menentukan pilihan hidup yang akan dihadapinya. Individu akan mencoba untuk mulai mencari pekerjaan dan bertemu dengan berbagai macam orang. Individu akan bersosialisasi dengan orang baru di kampusnya atau di tempat ia akan bekerja sehingga akan terdapat ketertarikan pada salah satu temannya tersebut dan pada akhirnya berkomitmen untuk berhubungan lebih intim atau yang sering disebut berpacaran. Vicki (2012) menjelaskan bahwa Romantic Relationship dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang dijalin dengan adanya kontak fisik dan kedekatan emosional terhadap pasangan lawan jenisnya. Hubungan yang romantis diharapkan memberikan kedekatan keintiman, cinta 1

2 dan sexual exclusivity. Bird Melville (1994) mendefinisikan pacaran sebagai pertemuan antara dua orang yang secara khusus diarahkan untuk menjalin komitmen ke arah pernikahan. Oleh karena itu, masa berpacaran adalah masa untuk membangun suatu hubungan yang kuat dengan saling menerima setiap kelebihan dan kekurangan pasangannya. Oleh karena itu, akan terbuka peluang mengalami konflik. Dibutuhkan komitmen yang kuat pada masing-masing pasangan untuk menghadapi konflik tersebut. Duvall dan Miller (1985) menjelaskan bahwa pacaran memiliki banyak fungsi yaitu sebagai hiburan, sebagai kebutuhan untuk menghindari tekanan sosial atau kritik sosial, sebagai sarana untuk mencari pasangan, sebagai kebutuhan untuk memperkenalkan dan membiasakan diri pada pasangan, sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan seksual, dan sebagai sarana komunikasi. Dalam menjalani komitmen tersebut akan terdapat banyak permasalahan. Permasalahan umum yang terjadi diantaranya kurangnya komunikasi, meminta pasangan untuk berubah, masalah orang ketiga, harapan yang tinggi terhadap pasangan, dan pasangan yang posesif (www.viva.co.id mengenai masalah yang sering terjadi dalam hubungan). Banyak kejadian yang terjadi ketika sedang berpacaran seperti pasangan memergoki pacarnya sedang jalan dengan perempuan atau laki-laki lain tanpa sepengetahuannya, salah satu pasangan merasa kurang diperhatikan, pasangan yang terlalu mengekang pasangannya dan tuntutan-tuntutan yang diharapkan terhadap pasangannya. Hal-hal tersebut dapat menimbulkan pertengkaran baik pertengkaran kecil maupun pertengkaran besar. Pertengkaran tersebut dapat mengakibatkan terdapatnya perasaan terlukai oleh pasangan atau terdapatnya luka.

3 Setiap manusia pasti pernah mengalami perasaan terluka karena bertemu dengan banyak orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Ketika sedang berpacaran, individu mencoba untuk mencari kecocokan antara dirinya dan orang lain yang memiliki kepribadian yang berbeda sehingga terbuka kemungkinan terjadinya hurt feeling. Menurut Worthington (2000), remaja dapat merasakan hurt feeling yang diakibatkan oleh transgressor (orang yang melakukan pelanggaran), dalam hal ini luka yang disebabkan oleh pasangan sehingga menyebabkan hubungan dengan pasangan menjadi buruk bahkan menyebabkan berakhirnya hubungan. Hurt Felling dapat di atasi dengan mengembangkan Forgiveness sebagai salah satu strategi untuk mengurangi stress saat menghadapi transgressor (Worthington & Scherer, 2004). Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kasus-kasus tersebut adalah dengan memaafkan orang yang telah menyakiti, dalam hal ini yaitu pasangan. McCullough (1998) mengatakan bahwa memaafkan memiliki hubungan yang positif dengan aspek kesejahteraan psikologis, kesehatan fisik, dan pencapaian keberhasilan. Orang yang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk memaafkan akan mengalami penurunan risiko untuk gangguan ketergantungan nikotin, gangguan penyalahgunaan zat, gangguan depresi, dan beberapa gangguan kecemasan sehingga penting untuk memaafkan transgressor. McCullough (2000; dalam Snyder & Lopez, 2007) menjelaskan Forgiveness sebagai serangkaian perubahan perilaku melalui terjadinya penurunan motivasi untuk menjauhkan diri atau menghindar dari transgressor dan penurunan motivasi untuk membalas dendam serta adanya peningkatan motivasi untuk berteman atau berbuat positif terhadap transgressor. Ketika terdapatnya luka, individu akan memilih untuk memaafkan pasangannya, atau menghindari pasangannya atau membalas dendam terhadap pasangannya. McCullough (2000 dalam Snyder & Lopez, 2007) menjelaskan bahwa tingginya tingkat Forgiveness dapat dilihat dari tiga dorongan

4 terhadap transgressor yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari transgressor (avoidance motivations); rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam kepada transgressor (revenge motivations); dan meningkatnya dorongan untuk berperilaku positif terhadap transgressor (benevolence motivations). Forgiveness tersebut dipengaruhi oleh lima faktor yaitu empati, permintaan maaf, luka, ruminasi dan kedekatan hubungan. Kelima hal tersebut yang akan memengaruhi terjadinya Forgiveness. Dengan memiliki nilai empati, permintaan maaf dan kedekatan hubungan yang tinggi maka akan meningkatkan dimensi Benevolance Motivation. Sedangkan dengan tingginya nilai luka dan ruminasi maka akan menurunkan dimensi Benevolance Motivation. Tinggi rendahnya nilai empati terhadap transgressor, semakin banyak permintaan maaf dari transgressor, semakin dalam dan lamanya luka yang dirasakan akibat transgressor, semakin sering ruminasi yang dilakukan, dan semakin dekat hubungannya akan sangat memengaruhi cepat atau lamanya seseorang akan memaafkan transgressor. Peneliti melakukan survei kepada 10 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X dan mendapatkan hasil bahwa enam orang mengatakan jika sudah memiliki hubungan yang dekat dan berhubungan cukup lama (kurang lebih lima tahun) maka akan lebih mudah memaafkan pasangannya. Sedangkan 3 orang mengatakan untuk memaafkan tergantung dari masalah yang terjadi. Sisanya mengatakan untuk memaafkan pasangannya tergantung situasi dan kondisi perasaannya. Selanjutnya peneliti bertanya tentang apa yang telah dilakukan terhadap pasangannya tersebut. Ternyata enam orang sudah memilih untuk memaafkan pasangannya karena menurut mereka jika terus memikirkan masalah akan membuat sulit untuk meneruskan hubungan dan akan terus menerus bertengkar karena masalah yang sama. Sedangkan empat orang lebih

5 memilih untuk mengindari bermasalah dengan pasangannya karena menurut mereka dengan mereka menghindari membahas permasalah tersebut maka hubungan mereka akan baik-baik saja. Sehingga dari survei awal ini dapat di kategorikan bahwa enam orang memiliki ciri-ciri berada di dimensi Benevolance Motivation, sedangkan sisanya empat orang lebih memiliki ciriciri berada di dimensi Avoidance Motivation. Berdasarkan yang telah dijelaskan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap Dimensi Forgiveness pada 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang ingin dirumuskan pada penelitian ini adalah : seberapa besar kontribusi faktor Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran kontribusi faktor Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya.

6 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dari empati, permintaan maaf, luka, ruminasi dan kedekatan hubungan terhadap Avoidance Motivation, Revenge Motivation, dan Benevolance Motivation mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Menambahkan informasi bagi Psikologi Positif mengenai kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya. Sebagai tambahan informasi bagi ilmu Psikologi Perkembangan yang terkait dengan kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness pada Mendorong peneliti lain untuk mengembangkan dan meneliti lebih lanjut mengenai kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness pada

7 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan masukan dan informasi bagi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya, untuk mengetahui secara umum gambaran mengenai kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness dan dapat juga menjadi bahan evaluasi bagi mereka agar lebih dapat mengembangkan Forgiveness. Memberikan masukan dan informasi kepada dekan, wakil dekan, dosen wali Univesitas X, serta Senat Mahasiswa untuk mengetahui secara umum gambaran mengenai kontribusi faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap dimensi Forgiveness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya sehingga dapat membuat kegiatan yang memotivasi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X agar lebih dapat memaafkan pasangannya. 1.5 Kerangka Pikir Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X berada pada rentang usia 18-25 tahun. Salah satu karakteristik pada umur tersebut adalah mereka mulai mencari jati dirinya baik dalam karir maupun dalam hubungan percintaan. Di usia ini, mereka mulai mencari seseorang yang dapat menemaninya dalam menjalani kesehariannya. Pada akhirnya mahasiswa Fakultas Psikologi akan menemukan orang yang cocok dengan dirinya dan memutuskan untuk berpacaran. Selama masa pacaran, mahasiswa Fakultas Psikologi akan mengalami berbagai permasalahan karena adanya orang baru dalam hidupnya yang harus ia sesuaikan dengan dirinya. Permasalahan tersebut dapat merupakan sebuah masalah kecil seperti lupa memberi kabar atau dapat juga merupakan sebuah masalah besar seperti perselingkuhan. Semua hal dapat saja menjadi permasalahan ketika sedang berpacaran. Saat berpacaran, mahasiswa Fakultas Psikologi

8 harus mulai menyesuaikan diri dengan pasangannya. Terkadang permasalahan tersebut dapat menimbulkan sebuah luka yang disebabkan oleh transgressor (orang yang melakukan pelanggaran) sehingga dibutuhkan pengampunan atau Forgiveness dari mahasiswa Fakultas Psikologi yang mendapatkan luka tersebut. Transgressor dalam hal ini adalah pasangan. McCullough (2000; dalam Snyder & Lopez, 2007) menjelaskan Forgiveness sebagai serangkaian perubahan perilaku berupa terjadinya penurunan motivasi untuk menjauhkan diri atau menghindar dari transgressor dan penurunan motivasi untuk membalas dendam serta adanya peningkatan motivasi untuk berteman atau berbuat positif terhadap transgressor. McCullough (2000; dalam Snyder & Lopez, 2007) membagi menjadi tiga dorongan atau keinginan dari dalam diri yang dimiliki oleh seseorang terhadap transgressor yaitu: Avoidance Motivation, Revenge Motivation, dan Benevolence Motivation. Avoidance Motivation dapat diartikan sebagai dorongan yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi untuk menarik dirinya dari pasangannya. Revenge Motivation adalah dorongan yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi untuk membalas dendam atas perbuatan yang pernah dilakukan oleh pasangannya. Sedangkan Benevolence Motivation adalah dorongan yang dimiliki mahasiswa Fakultas Psikologi untuk berbuat baik terhadap pasangannya. Dari ketiga dorongan yang telah di jelaskan di atas, Benevolence Motivation yang tinggi sangat diharapkan karena dapat meningkatkan Forgiveness dan mengurangi kedua dorongan lainnya yang sifatnya lebih negatif. Dibutuhkan suatu proses yang waktunya tergantung dari kontribusi kelima faktor yang memengaruhi Forgiveness. McCullough (1998) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi Forgiveness yaitu empati, permintaan maaf, luka atau rasa sakit yang ditimbulkan oleh transgressor, rumination (ruminasi) dan kedekatan hubungan mahasiswa Fakultas Psikologi

9 dengan pasangannya. Pertama empati, empati adalah kemampuan mahasiswa Fakultas Psikologi untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman pasangannya. Ketika sedang berpacaran, mahasiswa mungkin saja pernah bertengkar dengan pasangannya. Misalnya masalah cemburu, ketika mahasiswa Fakultas Psikologi mendapatkan laporan dari teman pasangannya bahwa pasangannya sedang berduaan di sebuah restoran dengan perempuan atau laki-laki lain, maka mahasiswa Fakultas Psikologi yang tidak pernah berada di posisi tersebut akan langsung berpikiran negatif bahwa pasangannya selingkuh. Namun jika mahasiswa Fakultas Psikologi mampu memahami berada di posisi pasangannya, maka mahasiswa Fakultas Psikologi dapat berpikir lebih positif bahwa wanita atau laki-laki yang sedang dengan pasangannya adalah teman dekatnya atau bisa saja rekan kerjanya. Dengan pernah berada di posisi pasangan, mahasiswa Fakultas Psikologi akan lebih mudah melakukan Forgiveness daripada mahasiswa Fakultas Psikologi yang belum pernah berada di posisi pasangannya. Empati juga dapat berupa kognitif misalnya mahasiswa Fakultas Psikologi dapat memahami alasan pasangannya memarahinya karena mahasiswa Fakultas Psikologi pernah mengalami hal tersebut ataupun mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki pengetahuan tentang hal tersebut (seperti pernah mendengarkan curhat temannya tentang hal tersebut atau pernah membaca buku mengenai hal tersebut). Dengan adanya sikap empati terhadap pasangannya maka mahasiswa Fakultas Psikologi akan dapat meningkatkan dimensi benevolence motivationnya dan mengurangi 2 dimensi lainnya. Kedua yaitu permintaan maaf, apabila mahasiswa Fakultas Psikologi mendapatkan permintaan maaf dari pasangannya maka ia akan lebih mudah untuk menampilkan perilaku Forgiveness. Dengan adanya permintaan maaf setelah terjadinya pertengkaran (seperti mengakui kesalahannya atau menunjukan perasaan bersalah) maka akan menimbulkan rasa simpati pada

10 mahasiswa Fakultas Psikologi terhadap pasangannya. Sehingga pasangan yang terluka, dapat mengurangi membesarnya permasalahan dan memancing terjadinya perilaku Forgiveness terhadap pasangan. Dengan adanya permintaan maaf dari pasangannya maka mahasiswa Fakultas Psikologi akan dapat lebih meningkatkan dimensi benevolence motivationnya dan mengurangi 2 dimensi lainnya. Ketiga yaitu luka atau rasa sakit yang ditimbulkan oleh pasangan. Semakin dalam luka yang di alami oleh mahasiswa Fakultas Psikologi maka akan semakin sulit pula mereka untuk memaafkan pasangannya. Jadi semakin dalam luka yang dirasakan (seperti adanya kekerasan fisik atau pelecehan seksual) oleh mahasiswa Fakultas Psikologi sebagai akibat dari perilaku pasangannya maka akan semakin sulit mahasiswa Fakultas Psikologi untuk memaafkan pasangannya dan sebaliknya. Semakin ringan luka yang dirasakan (seperti kesalahpahaman) maka akan lebih mudah bagi mahasiswa Fakultas Psikologi untuk memaafkan pasangannya. Dalamnya luka ini akan memengaruhi meningkat dan menurunnya motivasi untuk terjadinya Forgiveness. Semakin dalam luka yang dirasakan maka akan semakin mungkin meningkatnya dimensi avoidance motivation dan revenge motivation karena mahasiswa Fakultas Psikologi yang mendapatkan luka yang cukup dalam akan lebih sulit untuk memaafkan pasangannya sehingga ia akan cenderung memilih untuk menghindari pasangannya atau bahkan melakukan balas dendam terhadap pasangannya. Sedangkan semakin ringan luka yang dirasakan maka akan meningkatkan dimensi Benevolance Motivation karena mahasiswa Fakultas Psikologi akan lebih mudah memaafkan pasangannya. Selanjutnya yang keempat terdapat Rumination, semakin sering mahasiwa psikologi teringat akan permasalahannya dengan pasangannya (seperti teringat saat tidak diinginkan atau mengingat kejadian tersebut membuat menjadi sulit tidur) maka akan semakin sulit pula

11 mahasiswa Fakultas Psikologi untuk melakukan Forgiveness. Ketika kejadian tersebut terus menghantui mahasiswa Fakultas Psikologi, ia akan lebih memilih untuk menghindari pasangannya seperti malas bertemu atau tidak memberi kabar (avoidance motivation) dan mungkin ia akan memikirkan cara membalas dendam atas perbuatan pasangannya tersebut (revenge motivation). Yang terakhir yaitu kedekatan hubungan, semakin dekat mahasiswa Fakultas Psikologi dengan pasangannya maka akan menampilkan rasa empati yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang baru dikenal. Misalnya ketika pasangan marah, maka akan mencoba menganalisis alasan dari pasangan kita marah dengan kejadian-kejadian yang pernah terjadi (seperti pasangan tidak menyukai wanita yang manja sehingga ketika mahasiswa Fakultas Psikologi menampilkan sikap manja di depan pasangannya maka pasangan akan menjadi marah). Dikarenakan mahasiswa Fakultas Psikologi berinteraksi dengan lebih sering dengan pasangannya maka ia mengenal apa yang disukai dan tidak disukai oleh pasangannya. Oleh karena itu akan lebih mudah timbulnya rasa empati. Semakin dekat mahasiswa psikologi dengan pasangannya maka akan meningkatkan dimensi benevolence motivation. Pengabungan dari kelima faktor ini akan menjadi alasan yang menyebabkan seseorang memilih untuk memaafkan atau tidak memaafkan pasangannya. Dari penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui kontribusi dari kelima faktor yang memengaruhi Forgiveness terhadap terjadinya Forgiveness pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X.

Angkatan Lama berpacaran Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X Empati Permintaan Maaf Luka Ruminasi Kedekatan Hubungan 1.1 Bagan Kerangka Pikir Avoidance Motivation Revenge Motivation Benevolance Motivation 12

13 1.6 Asumsi Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X ketika sedang berpacaran berpotensi untuk mengalami konflik dengan pasangannya. Konflik yang dialami mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X dapat menimbulkan luka yang dapat merusak hubungan dengan pasangannya. Salah satu cara untuk memperbaiki hubungan yaitu dibutuhkan Forgiveness. Forgiveness pada mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki tiga dimensi yaitu avoidance motivation, revenge motivation, dan benevolence motivation. Forgiveness tersebut dapat dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu empati, permintaan maaf, dalamnya luka, ruminasi, dan kedekatan hubungan. Kelima faktor Forgiveness tersebut dapat memengaruhi avoidance motivation, revenge motivation, dan benevolence motivation dalam diri mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X terhadap pasangannya. 1.7 Hipotesis Penelitian Terdapat kontribusi yang signifikan antara empati dengan Avoidance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara permintaan maaf dengan Avoidance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara luka dengan Avoidance Motivation pada

14 Terdapat kontribusi yang signifikan antara ruminasi dengan Avoidance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara kedekatan hubungan dengan Avoidance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara empati dengan Revenge Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara permintaan maaf dengan Revenge Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara luka dengan Revenge Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara ruminasi dengan Revenge Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara kedekatan hubungan dengan Revenge Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara empati dengan Benevolance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara permintaan maaf dengan Benevolance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara luka dengan Benevolance Motivation pada Terdapat kontribusi yang signifikan antara ruminasi dengan Benevolance Motivation pada

15 Terdapat kontribusi yang signifikan antara kedekatan hubungan dengan Benevolance Motivation pada