BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BABI PENDAHULUAN. Pada era tahun 1990-an masyarakat dunia telah mengenal film James Bond

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneur (Wirausahawan) secara umum adalah orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang

Psikologi Kelas E 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan senjata ampuh milik mereka yang berprofesi sebagai public relations

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak lepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang

BAB I PENDAHULUAN. telah bermunculan berbagai macam klinik maupun salon yang menawarkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian besar yang sering melakukan adalah kaum wanita dari pada

BAB I PENDAHULUAN. budaya sebagai sosok yang jantan, perkasa, tidak terlalu memperdulikan penampilan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kosmetik sebagian besar didominasi oleh wanita karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jam kerja bisa diatur dengan fleksibel juga potensi penghasilan yang bisa lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang dituntut untuk menjaga penampilannya melainkan kaum pria telah mulai

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara dengan penduduk yang padat. Jumlah keseluruhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Bukan hanya kaum wanita, tapi kaum pria juga membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus mampu memenuhi permintaan konsumen yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semakin majunya zaman, perekonomian, dan teknologi membuat

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman di era modern ini, perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. jasa sampai - sampai ada istilah Pelanggan adalah raja. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas, baik yang merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. memperluas target pasar dan mempertahankan konsumen yang sudah ada.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap perempuan pada dasarnya mempunyai keinginan untuk dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat

BAB I PENDAHULUAN. serasi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2008, p.37) ditinggalkan baik oleh wanita maupun pria. Wanita maupun pria di

BAB I PENDAHULUAN. seakan menjadi prioritas utama selain kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Satu

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG. bisnis ini dimulai dari menganalisa lingkungan eksternal dan lingkungan internal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. negara agraris sedikit demi sedikit bergeser meninggalkan pola kehidupan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Gencarnya iklan pada berbagai produk menjadikan konsumen. mengetahui lebih banyak merek sebagai pilihan produk mereka.

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini gaya hidup masyarakat kota semakin kompleks, dapat kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdirinya beberapa salon terkemuka di Indonesia. Tak jarang para investor asing

KECERDASAN EMOSIONAL PADA PRIA METROSEKSUAL. I.G.A.N. Swistinawati. Program Sarjana, Universitas Gunadarma. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu dan era globalisasi, saat ini dapat terlihat fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. memasuki berbagai bidang yang sebelumnya seakan-akan hanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi kaum wanita. Kecantikan merupakan harta yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengakses informasi melalui media cetak, TV, internet, gadget dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

Makalah. Analisis Studi Kelayakan Bisnis-Usaha Distro. DI Susun oleh : Joko Purnomo

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. serta berpenampilan menarik dilakukan oleh kaum pria.

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Informan kunci : pemilik toko pakaian bekas Bapak Marbun. 1. Produk apa saja yang dijual di toko Bapak?

Skala Kepercayaan Diri Tryout

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku

Bab 2. Data dan Analisa. Data dan informasi yang digunakan untuk analisa dan konsep proyek ini didapat dari

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF PADA PENGGUNA INSTAGRAM BERDASARKAN JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

Pada saat ini banyak sekali bermunculan pusat-pusat kebugaran yang. menawarkan berbagai produk maupun aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

REPRESENTASI NILAI-NILAI METROSEKSUAL DI DALAM MAJALAH MEN S GUIDE. Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Tujuan Permasalahan. Pada dasarnya, alat transportasi di Indonesia terbagi dua, yaitu alat

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN PADA MINIMARKET GALAXY DI BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

Pernyataan Angket 1. Pembelian yang bersifat berlebihan (berfoya-foya) Favourable Unfavourable

BAB I PENDAHULUAN. dengan scrub,facial,serta menggunakan lotion wajah hingga tubuh. Ada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu kondisi yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan baik

BAB I PENDAHULUAN. terus menciptakan sesuatu yang akan membantu dan menunjang kehidupannya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut (Suriasumantri, 1996). Salah satu tindakan yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya adalah dengan berbelanja. Berbelanja telah menjadi suatu kebutuhan. Hampir setiap pusat perbelanjaan di berbagai tempat, dipadati pengunjung. Apakah sekadar mencari hiburan, atau benar-benar mempergunakan waktu berbelanja. Hal ini membuat tren berbelanja berubah dari masa ke masa. Dahulu orang berbelanja karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi. Saat ini orang berbelanja karena berbagai macam sebab, untuk memanjakan diri sendiri, menyenangkan orang lain, membeli sesuatu dengan alasan hari raya, atau karena potongan harga. Bahkan, hanya sekadar gengsi, memperlihatkan dengan status sosial tertentu dapat berbelanja di tempat "X" dan mampu membeli barang dengan merek ternama (Moningka, 2006). Sikap membeli sesuatu sering tidak didasari pada kebutuhan yang sebenarnya. Perilaku yang dilakukan semata-mata demi kesenangan, sehingga 13

menyebabkan seseorang menjadi boros dan dikenal dengan istilah perilaku konsumtif (Widiastuti, 2002). Perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan (Sumartono, 1998). Selanjutnya Mowen dan Minor (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan membeli produk atau jasa tertentu untuk memperoleh kesenangan atau hanya perasaan emosi. Dahlan mendefinisikan yakni suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah yang berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata (dalam Sumartono, 2002). Dahulu, perilaku konsumtif identik dengan para wanita, karena wanita selalu ingin merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Hal ini dilakukan dengan membeli kosmetik, pergi ke salon, dan membeli produk-produk perawatan tubuh. Berbeda dengan pria yang justru gemar berkumpul dalam komunitasnya dan melakukan aktivitas yang menguras keringat. Bahkan pria tidak mengenal deodorant, mereka akan menanyakan kembali apakah deodorant itu? Seiring dengan berubahnya tren yang terjadi di masyarakat dan juga pada akhirnya wanita membawa kebiasaan mempercantik diri ke dalam dunia kerja, sehingga penampilan dijadikan salah satu kriteria dalam penilaian karyawan dan diperhitungkan dalam promosi karir. Tidak mengherankan akhirnya para pria juga mengikuti perilaku wanita dalam hal berbelanja, melakukan perawatan diri ke 14

salon dan membentuk badan yang ideal dengan pergi ke pusat kebugaran (Kartajaya, 2004). Hal ini membuat pergeseran gaya hidup pria saat ini. Pria dituntut lebih memperhatikan penampilan, tak hanya penampilan dirinya sendiri, tetapi juga halhal yang berhubungan dengannya. Kamar pria saat ini tidak identik dengan ruangan yang kumuh. Bahkan jika diperhatikan lebih teliti, kamar pria saat ini sudah jauh lebih rapi, bahkan daripada kamar wanita (Skripsiadi & Aning, 2005). Jika dahulu pria tidak senang berdandan atau berbelanja, karena dianggap hanya menghabiskan uang dan waktu, saat ini pria mulai gemar memanjakan dirinya. Ia mulai merawat sekujur tubuhnya, mulai dari perawatan rambut di salon, melakukan perawatan wajah, manikur-pedikur (perawatan kuku kaki dan tangan), membentuk badan di pusat kebugaran, hingga menggunakan wewangian (Kartajaya, 2004). Gaya hidup pria seperti yang dipaparkan diatas banyak terjadi di kota-kota besar dan tren ini disebut dengan gaya hidup metroseksual. Metroseksual diartikan sebagai sosok yang narsistik (cinta terhadap diri sendiri) dengan penampilan dendi yang jatuh cinta tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi gaya hidup urban. Pria metroseksual identik dengan pria yang suka memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pria metroseksual terdiri dari lelaki muda, yang mempunyai gaya hidup urban yang tinggi, seorang lelaki sejati, berpendidikan tinggi dan sentiasa kelihatan menarik (Kartajaya, 2004). Pria metroseksual akan melakukan berbagai hal agar dirinya terlihat semakin sempurna. Ia rela mengeluarkan uang banyak agar ia menjadi seseorang 15

yang ia inginkan. Bentuk tubuh yang kurang bagus dapat diperbaiki dengan melakukan olahraga di pusat kebugaran, diet dan sebagainya. Bentuk rambut dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan dengan melakukan perawatan di salon. Pria metroseksual betah berjam-jam di salon untuk melakukan perawatan rambut, wajah, sampai menghilangkan bulu-bulu di lengan atau punggung. Layaknya wanita, laki-laki metroseksual paling hobi belanja di mal atau butik, dan suka berkumpul di kafe. Mereka betah berjam-jam jalan-jalan di mal, dan itu dilakukan bukan untuk tujuan berbelanja, tapi lebih pada kesenangan berbelanja. Umumnya pria metroseksual hidup di kota besar dan kosmopolitan, mereka sangat brand-minded dan sangat tahu nama merek yang bagus dan bukan (Skripsiadi & Aning, 2005). Berdasarkan Indonesian Metrosexual Behavioral Survey yang dilakukan MarkPlus&Co, para pria metroseksual ini umumnya paling suka belanja (Yuswohady, 2006). Ketika masuk ke sebuah pusat perbelanjaan, umumnya pria metroseksual belum memiliki ide barang apa yang akan dibeli. Pria metroseksual hanya berjalan-jalan sambil melihat barang-barang yang ada di balik etalase kaca toko. Jika pria metroseksual akan membeli barang itu tergantung pada mood spontan yang muncul pada saat itu. Saat membeli suatu barang baik itu peralatan rumah tangga, mobil atau perangkat elektronik, pria metroseksual lebih memperhatikan masalah fungsionlitas atau estetika. Apakah para pria metrosesksual tersebut dapat menggunakan barang-barang tersebut merupakan bukan suatu masalah yang terpenting para pria metroseksual telah memiliki barang-barang itu terlebih dulu (Kartajaya, 2004). 16

Pria metroseksual mempunyai pengeluaran yang cukup tinggi. Bagi pria metroseksual mengeluarkan uang lima juta rupiah sebulan untuk mendapatkan perawatan tubuh atau hanya untuk membeli setelan jas bukan suatu masalah (Kartajaya, 2004). Untuk hal yang berkaitan dengan mode, konsumen telah mencari informasi dan telah berbelanja terlebih dahulu (Robertson, Zielenski & Ward, 1984) Para pedagang atau penjaja barang-barang termasuk kelompok yang jeli melihat perkembangan ini. Di Indonesia para pemasar secara khusus menciptakan beragam produk mulai dari kosmetik, media, baju, hingga kafe. Pria metroseksual merupakan target para pemasar tersebut karena pria metrosekusal jelas punyak banyak uang dan tidak segan-segan mengeluarkannya demi membeli produkproduk yang diinginkan, berapa pun harganya. (http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0310/25/080628.htm). Di Indonesia tumbuhnya tren metroseksual didahului oleh masuknya produk perawatan dari luar negeri pada tahun 1997. Produk-produk tersebut kemudian banyak ditiru oleh produsen lokal dan sekarang produk pria ini sudah ada di pasaran, dari mulai harga yang murah sampai yang mahal, disesuaikan dengan kemapuan finansial yang ada. Pada awalnya terjadi hanya di kota kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung (Skripsiadi & Aning, 2005). Saat ini kondisi ini telah merambah di kota Medan. Kota Medan merupakan kota yang dinamis, kota terbesar di Sumatera dan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Banyak pusat-pusat perbelanjaan yang terdapat di kota Medan, terutama sekarang mulai dibangun 17

pusat-pusat perbelanjaan yang cukup besar sehingga memudahkan warga Medan untuk berbelanja (dalam Wikipedia). Aktivitas berbelanja yang terlihat di pusat perbelanjaan tersebut tidak saja dilakukan oleh para ibu rumah tangga ataupun wanita bekerja, tetapi juga pada pria khususnya pada pria metroseksual. Perilaku konsumtif pada pria metroseksual dapat tergambar dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap seorang pria metroseksual pada hari Jum at, tanggal 16 November 2007 di satu pusat perbelanjaan di kota Medan. Hari gini, cowok tu harus wangi, rapi, bersih supaya cewek-cewek pada suka. Aku pasti belanja la. Biasanya sih aku belanja perlengkapan-perlengkapan laki-laki, kayak deodorant, body lotion, aftershave, pelembab muka, parfum klo ada yang baru. Baju dan celana juga lo. Beli kaos atau polo shirt. Aku suka beli-beli yang gak perlu kadang-kadang. Nanti niatnya beli apa yang dibeli bisa lebih dari itu, maklum la. Makanya aku suka ke pusat perbelanjaan. Kadang-kadang kalau ada waktu, aku juga suka creambath ke salon atau massage, enak lo, apalagi kalau udah capek di kantor. Lagian kalo kita gak kayak gini sekarang, kita bisa kalah ma cewek-cewek zaman sekarang. Ntar kita gak punya kerjaan lagi kalo gitu Belanja merupakan kata yang sebenarnya sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik di dunia usaha maupun di dalam rumah tangga. Kata yang sama telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu (Tambunan, 2003). Melalui pemaparan masalah diatas maka peneliti ingin mengetahui perilaku konsumtif pria metroseksual di kota Medan. I.B. Perumusan Masalah Dahulu hanya kaum wanita yang identik dengan hobi belanja, melakukan perawatan diri di salon, membeli produk kosmetik dan kecantikan, dan 18

mengetahui merek yang bagus dan bukan. Semenjak banyak wanita bekerja, para pria mulai ingin tampil lebih menarik di lingkungan kerja dan akhirmya penampilan merupakan salah satu kriteria dalam penilaian karyawan. Sehingga membuat para pria sekarang melakukan hal-hal yang dilakukan para wanita. Dari uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku konsumtif pria metroseksual di kota Medan. I. C. Pertanyaan Penelitian Permasalahan utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku konsumtif pria metroseksual di kota Medan dilihat dari indikator-indikator perilaku konsumtif tersebut. I. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku konsumtif pria metroseksual di kota Medan. I. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis yang ingin dicapai adalah memperkaya khazanah ilmu psikologi khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, mengenai perilaku konsumtif pada pria metroseksual di kota Medan. 2. Manfaat praktisnya dapat digunakan bagi bidang pemasaran sebagai dasar menentukan strategi pemasaran untuk perkembangan perusahaan. 19

I. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Bab II Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yang meliputi landasan teori dari perilaku konsumtif. Bab III Metodologi Penelitian Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item, dan reliabilitas serta metode analisis data. 20