BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penerimaan negara, dan mendorong produk ekspor.

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang tanpa adanya

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo (2011:1) Terdapat 2 (dua) fungsi Pajakyaitu : pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi-definisi pajak menurut para ahli: Menurut Prof. Dr.P. J. A. Andriani yang telah diterjemahkan oleh R.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. perubahan ketiga dari Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB II BAHAN RUJUKAN

1 dari 4 11/07/ :43

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

BAB II LANDASAN TEORI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

UU NO 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA UU PPN 1984 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak Definisi Pajak

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. namun pada dasarnya pengertian pajak ini adalah sama saja.menurut Rochmat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

Perubahan I : UU No. 11 Tahun 1994 Perubahan II : UU No. 18 Tahun 2000 Perubahan III : UU No. 42 Tahun 2009 PENGERTIAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi saat ini di negara

Pajak Pertambahan Nilai

Account Representative

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

BAB II TELAAH PUSTAKA

TENTANG BUPATI SRAGEN,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Prosedur Prosedur dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan, yang terjadi berulang-ulang. Kegiatan klerikal terdiri dari kegiatan yang dilakukan untuk mencatatat informasi dalam formulir, buku jurnal dan buku besar. Kegiatan tersebut meliputi : menulis, menggandakan, menghitung, memberi kode, mendaftar, memilih, memindahkan dan membandingkan (mulyadi, 2001). Prosedur adalah rangkaian pekerjaan yang harus dilakukan yang biasanya melibatkan beberapa organisasi dalam satu atau lebih bagian organisasi untuk menjamin adanya penanganan yang seragam terhadap transaksi yang terjadi berulang-ulang (N. Lapoliwa dan Daniel S. Kuswandi, 1997). Menurut W. Gerald Cole, Prosedur adalah urutan-urutan suatu pekerjaan, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang sering terjadi (Baridwan). 10

Prosedur adalah Rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan cara bersama-sama. (Azhar Susanto 2007:264). Pada prinsipnya prosedur merupakan rangkaian dari suatu tata kerja yang berurutan tahap demi tahap secara jelas serta menunjukan jalan atau arus yang ditempuh. Penyusunan prosedur harus memperhatikan unsur pengendalian dengan maksud agar melindungi kemungkinan usaha penyalahgunaan fungsi dan wewenang serta kelancaran suatu program. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa: 1. Prosedur adalah suatu urutan dari langkah demi langkah pekerjaan yang berhubungan satu sama lain; 2. Prosedur dapat menetapkan urutan-urutan, tahap rangkaian pelaksanaan yang saling berkaitan diantara seluruh rangkaian kegiatan; 3. Prosedur merupakan urutan aktivitas yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dilakukan secara berulangulang dengan cara sama. B. Pengertian Umum Tentang Pajak Pajak memiliki berbagai definisi, yang ada pada hakekatnya mempunyai pengertian sama. Beberapa pengertian pajak yang di kemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut: 11

1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2000). 2. Menurut prof. Dr.P.J.A. Andiani Pajak adalah iuran kepada kas negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2003). 3. Soeparman Soemahamidjaja, dalam disertasinya yang berjudul Pajak Brdasarkan Asas Gotong Royong (Universitas Padjajaran Bandung 1964) Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hokum guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Munawir, 1992). Dari 3 pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur antara lain: 12

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya bersifat dapat dipaksakan. b. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) di negara yang secara langsung dapat ditunjukan. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak dapat dipungut secara langsung dan tidak langsung. e. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan-pembiayaan negara. C. Fungsi Pajak Fungsi pajak merupakan bagian dari tujuan pajak, sedangkan tujuan pajak berhubungan dengan tujuan negara, dimana tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi dasar landasan tujuan pemerintah. Dimana tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya mengarah pada tujuan masyarakat. Dimana tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bagi bangsa dan negara, sehingga pajak yang dipungut dari masyarakat itu hendaknya dipergunakan untuk kepentingan dan keperluan masyarakat itu sendiri. Meunurut Mardiasmo (2011:1-2) dalam buku Perpajakan Edisi revisi, menuliskan bahwa ada dua fungsi pajak yaitu: 13

1. Fungsi Budgeter Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial ekonomi. Contoh: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsimtif. c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. D. Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokkan menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutannya (Mardiasmo, 2011). 1. Menurut golongannya Menurut golongannya pajak dibagi menjadi 2, yaitu: a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan 14

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak pertambahan nilai 2. Menurut sifatnya Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi 2, yaitu: a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan atas subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungtnya Menurut lembaga pemungutnya pajak dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPH, PPn, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PBB, dan Bea Materai. b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: 1) Pajak daerah propinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan bahan bakar kendaraan bermotor. 15

2) Pajak kabupaten/kota, contoh: pajak hotel dan restoran, pajak hiburan. E. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2003:18) pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara atau system yang dipergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang yaitu: 1. Official Assesment System System ini merupakan merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assesment System: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assesment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 16

3. Withlolding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. F. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada dasarnya merupakan pajak penjualan yang di pungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi. Nilai tambah adalah semua faktor produksi yang timbul setiap jalur peredaran suatu barang seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. Dasar hukum pajak pertambahan nilai tertera pada Undang- Undang Perpajakan Tahun 1983 nomor 8 yang mengatur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), sebagaimana telah beberapa kali diubah, berikut perubahannya yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang- Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. Dan yang dimaksud Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean (didalam negri) yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. 17

Menurut Waluyo (2011), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa didalam negeri (di dalam daerah pabean) oleh orang pribadi atau badan. Adapun karakteristik PPN adalah 1. PPN merupakan pajak tidak langsung Suatu jenis pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Kedudukan penanggung jawab pemungut dan penyetor pajak dengan kedudukan pemikul beban pajak berbeda. 2. PPN merupakan pajak objektif Kewajiban perpajakan di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek. Karakteristik PPN sebagai pajak objektif menimbulkan dampak regresif. Untuk mengurangi regresivitas PPN, dikenallah PPnBM. 3. PPN bersifat multi - stage level PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi barang kena pajak atau jasa kena pajak. Contoh: penyerahan benang oleh perusahaan industri benang ke perusahaan tekstil ke perusahaan garmen, perusahaan garmen ke pedagang besar, pedagang besar ke pedagang eceran dan akhirnya pedagang eceran ke konsumen akhir. 4. Perhitungan PPN menggunakan Indirect Substraction Method Nilai Tambah (Value Added) adalah suatu nilai yang merupakan penjumlahan biaya produksi atau distribusi yangmeliputi penyusutan, bunga modal, gaji yang dibayarkan, sewa telepon, 18

listrik dan pengeluaran lainnya serta laba yang diharapkan.nilai tambah sama dengan harga jual dikurangi harga beli. 5. PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan atas konsumsi dalam negeri. 2. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai lebih menunjukkan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi dari pada nama suatu jenis pajak, dimana mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang dan jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN sudah dikenakan pada setiap tingkat mata rantai jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungut secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu selisih antara PPN masukan dan PPN keluaran untuk menghitung pajak yang terutang, yang terjadi karena adanya transaksi penjualan dan pembelian atas BKP ataupun JKP sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. 19

3. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Mardiasmo (edisi revisi 2009), mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut : a. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak. b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, Wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak. c. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara. d. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). 20

4. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Valentina (2006:4), Subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak 1) Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. 2) Yang mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. 3) Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan adalah Pengusaha Kena Pajak. 4) Bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak. b. Bukan Pengusaha Kena Pajak Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi dapat menjadi subjek PPN. 5. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Mardiasmo (2011) PPN dikenakan atas : a. Penyerahan BKP didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat syaratnya adalah : 1) Barang berwujud yang diserahkan berupa BKP; 21

2) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud; 3) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean dan; 4) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. b. Impor BKP c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat syaratnya adalah : 1) Jasa yang diserahkan merupakan JKP 2) Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean 3) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di adalam Daerah Pabean. f. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. h. Kegiatan Membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. 22

i. Penyerahan BKP berupa yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak. j. Masukannya tidak dapat dikreditkan. 6. Dikecualikan Dalam Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti: 1) Minyak mentah (crude oil) 2) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung masyarakat. 3) Panas bumi. 4) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldsfar), garam batu (halte), granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tars, yorosif, zeolite, basal, dan traktit. 5) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara. 6) Bijih besi, biji timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bouksit. 23

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti : 1) Beras. 2) Gabah. 3) Jagung. 4) Sagu. 5) Kedelai. 6) Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 7) Daging, yaitu daging segar tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/ direbus. 8) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas. 9) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/ atau dikemas atau tidak dikemas. 10) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang tidak dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/ atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayur-sayuran segar dicacah. 24

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau kering. d. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya). 7. Faktur Pajak Menurut Waluyo (2011), Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Menurut Mardiasmo (2011) Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Faktur Pajak dibuat pada : 1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ataupenyerahan Jasa Kena Pajak. 25

3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahan pekerjaan. 4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5. Untuk Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jsa Kena Pajak Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang paling sedikit memuat : 1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP. 2) Nama, alamat, dan NPWP pembelian BKP atau penerima JKP. 3) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga. 4) PPN yang dipungut. PPn BM yang dipungut. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak dan, 5) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Terdapat 3 (tiga) jenis faktur pajak menurut Undang- Undang PPN, yaitu: 1. Faktur Pajak Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar; 2. Faktu Pajak Gabungan dan; 26

3. Faktur Pajak Sederhana 8. Tarif Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tarif yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen) sedangkan Tarif PPN sebesar 0% ditetapkan atas: 1) Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud. 2) Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud. 3) Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP). G. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN = Dasar pengenaan Pajak x Tarif pajak Dasar Pengenaan pajak (DPP) yaitu harga jual (untuk BKP), penggantian (untuk JKP), nilai ekspor/impor (untuk ekspor/impor), nilai lain yang diatur oleh Mentri Keuangan. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disebut SPT Masa PPN. Contoh soal : 1. PKP A menjual tunai BKP kepada PKP B dengan harga jual Rp. 25.000.000,00, PPN yang terutang : RP. 25.000.000,00 x 10% = Rp. 2.500.000,00. 27

PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP A. sedangkan bagi PKP B, PPn tersebut merupakan pajak masukan 2. Seorang mengimpor BKP dari luar daerah pabean dengan Nilai Impor Rp. 15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai : 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 H. Tata Cara Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPN Berikut adalah tata cara pemungutan dan penyetoran PPN, yaitu: a. Bagian Keuangan (Wajib Pajak) yang ditunjuk wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setor Pajak atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP. b. Jika terjadi pajak kurang bayar maka Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak menggunakan SSP ke Bank Persepsi atau Kantor Pos. c. Faktur pajak dibuat sesuai dengan ketentuan dibidang perpajakan. Surat Setor Pajak (SSP) diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan (Wajib Pajak), tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh 28

Kontraktor/Pemegang izin/ pemegang kuasa sebagai penyetor atas nama rekanan. d. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan (Wajib Pajak) harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak. e. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (Tiga): a) Lembar kesatu untuk arsip perusahaan. b) Lembar kedua untuk Rekan pembeli. c) Lembar ketiga untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN. f. SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut: a) Lembar kesatu untuk Wajib Pajak perusahaan. b) Lembar kedua untuk KPPN melalui Bank persepsi atau kantor pos. c) Lembar ketiga untuk Wajib Pajak pihak lain. d) Lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos. e) Lembar kelima untuk dilaporkan WP ke KPP. g. Pada faktur pajak dibubuhi cap Disetor Tanggal.. dan ditandatangani oleh Pemegang Kuasa perusahaan. h. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM. 29

2. Tata Cara Pelaporan PPN Berikut adalah tata cara pelaporan PPN, yaitu: a. Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN. b. Pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. c. Pelaporannya dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 dan SSP lembar ke-5. 30

Gambar 1. Bagan Alir Prosedur Penyetoran PPN PT Bio Takara Bank Persepsi KPP KPPN Rekanan Mulai SSP 2 SSP 4 SSP 2 Membuat FP & SSP FP 1 2 3 FP 3 FP 2 5 4 3 2 1 FP 1 SSP 5 F FP : Faktur Pajak SSP : Surat Setor Pajak F : File SSP 1 31

Gambar.2 Bagan Alir Prosedur Pelaporan PPN PT Bio takara KPP Pratama Purwokerto Mulai FP : Faktur Pajak SSP : Surat Setor Pajak SPT : Surat Pemberitahuan Melengkapi Data Untuk di laporkan FP 3 FP 3 SSP 5 SSP 5 SPT SPT 32