II. TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat pedesaan dan berkembang di hampir seluruh wilayah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Agribisnis komoditi ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prospek Peternakan Domba Secara Nasional Kambing dan domba (kado) mempunyai peran yang sangat strategis bagi kehidupan masyarakat pedesaan dan berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kado mampu berkembang dan bertahan di semua zona agroekologi dan hampir tidak terpisahkan dari sistem usahatani. Pemasaran produk kado sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan warung sate kambing, dan hanya sebagian kecil dipasarkan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Namun hasil ikutannya berupa kulit sangat penting bagi industri kulit skala besar maupun rumah tangga (Balitbang Pertanian, 2005). Fungsi dan peran terpenting lainnya dari ternak ini adalah untuk kepentingan dalam sistem usahatani, serta sosial budaya seperti: qurban dan akikah, seni ketangkasan domba, dan penghasil susu yang berasal dari kambing Peranakan Etawah (PE) atau bangsa (breed) lainnya. Saat ini ternak kado sebagian besar masih diusahakan secara sambilan dengan tingkat kepemilikan sekitar 2-8 ekor/keluarga, walaupun di beberapa daerah seperti Cirebon dan Sumatera Utara ada yang memiliki ternak dengan rata-rata lebih dari 50 ekor. Hal ini disebabkan karena berbagai keterbatasan seperti: modal, sumberdaya lahan dan pengetahuan. Penjualan hasil dilakukan berdasarkan pada kebutuhan peternak saat itu, bukan melalui pertimbangan teknis maupun ekonomis usaha. Harga jual ternak dilakukan berdasarkan kondisi atau tampilan, bukan bobot badan. Fluktuasi harga sangat ditentukan oleh musim dan situasi tertentu misalnya paceklik, dan pada saat menjelang hari raya qurban biasanya harga penjualannya meningkat sangat 15

tinggi. Namun biasanya yang lebih menikmati peningkatan harga pada saat tersebut maupun pada hari biasa adalah pedagang perantara atau pedagang di kota besar. Sistem pemasaran yang masih sederhana dan panjangnya rantai pemasaran merupakan salah satu penyebab tingginya kehilangan bobot badan, dan hal ini merugikan peternak sebagai produsen maupun konsumen yang terpaksa membayar harga yang lebih tinggi. Kontribusi kado dalam memenuhi kebutuhan daging nasional relatif masih kecil, sekitar 3-4 persen. Saat ini permintaan di dalam negeri masih dapat dicukupi oleh produk lokal. Namun terdapat kecenderungan yang nyata bahwa dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan tingginya tingkat urbanisasi, permintaan daging kado cenderung terus meningkat. Kondisi ini harus diantisipasi dengan mendorong investasi agar usaha peternakan kado lebih produktif, efektif dan efisien sehingga mampu memenuhi pasar domestic (Balitbang Pertanian, 2005). Permintaan lain yang diduga akan sangat menarik investor adalah untuk memenuhi kebutuhan ternak qurban dan akikah, serta untuk keperluan pasar ekspor yang sangat menjanjikan. Diperkirakan dalam 10 tahun ke depan sedikitnya ada tambahan permintaan sekitar 5 juta ekor ternak untuk berbagai keperluan. Peluang ini harus direspon sekaligus untuk mengupayakan penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan peternak di Pedesaan, yang pada gilirannya akan memberi kontribusi pada pasokan bahan baku industri kulit dan perolehan devisa, melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang lebih optimal (Balitbang Pertanian, 2005). 16

2.2. Kondisi Peternakan Domba Di Kabupaten Langkat Saat Ini Sentra pengembangan domba di Kabupaten Langkat adalah di desa Sukajadi, Kecamatan Hinai, walaupun secara merata seluruh kecamatan (20 kecamatan) lainnya melakukan pemeliharaan ternak domba juga. Hal ini didukung oleh kebiasaan masyarakat setempat memelihara ternak domba, sementara di desa Sukajadi kemajuan pemeliharaan ternak domba didukung juga oleh keberadaan cabang BPTP (Balai Penelitian Ternak Potong) Gedung Johor, Medan. Produksi daging ternak domba dari 2001-2006 di Kabupaten Langkat terus mengalami peningkatan dengan jumlah produksi rata-rata sebesar 70.546 ton pada tahun 2006. Pertumbuhannya pada tahun 2006 sebesar 2,55% (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Perkembangan populasi domba dari tahun 2001-2006 terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan 2,77 %, dimana tahun 2006 tercatat 58.016 ekor. Bila dibandingkan dengan populasi ternak domba di Sumatera Utara pda tahun 2006 yaitu sebanyak 275.844 ekor, maka Kabupaten Langkat menyumbang sebesar 21% padahal terdapat 25 kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Upaya peningkatan populasi akan menunjukkan keberhasilan yang signifikan jika masyarakat merubah sistem pemeliharaan ke arah intensif dengan memanfaatkan limbah perkebunan yang melimpah yaitu kelapa sawit, tebu, dan kakao. Disamping itu pula masih terdapat ampas pabrik tahu untuk dimanfaatkan karena hampir di setiap kecamatan terdapat pabrik tahu. Tingkat produktivitas domba yang diukur dari perbandingan jumlah populasi dengan produksi daging yang dihasilkan menunjukkan terjadi 17

peningkatan angka produksi per tahun. Pada tahun 2001-2004 tingkat produktivitas 11 kg dan pada tahun 2005 terdapat kenaikan hingga menjadi 13 kg daging per ekor per tahun (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Volume perdagangan produksi ternak berupa daging domba, mencapai rata-rata selama 5 tahun sebesar 70.546 kg pada tahun 2006. Bila asumsi harga per kg daging Rp 40.000,- per kg maka nilai perdagangan domba mencapai Rp 2.821 juta. Nilai perdagangan ini mencapai angka Rp. 225 juta,- per bulan dengan tidak disertakan perhitungan dengan nilai kulit dan tulang. Posisi produksi daging domba Kabupaten Langkat dibandingkan dengan produksi Sumatera Utara, maka sumbangannya mencapai 6%. Populasi dan produksi ternak terutama ternak besar masih rendah. Sampai saat ini Sumatera Utara masih defisit daging lebih kurang 10.000 ton sesuai dengan Standar Pangan dan Gizi Nasional (10,03 kg/kapita/tahun) (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Dengan asumsi permintaan pasar untuk daging domba sebesar 0,7%, maka terdapat permintaan sebesar 70 ton daging. Bila diasumsikan pula setiap ekor domba rata-rata menyumbang 13 kg daging, maka dibutuhkan 5.385 ekor domba di Sumatera Utara. Selain itu masih terdapat pula permintaan daging domba, terutama yang mulai dipenuhi adalah permintaan untuk eksport ke Malaysia. Informasi yang diperoleh dari Dinas Peternakan Sumatera Utara bahwa terdapat permintaan 1 juta ekor domba dari Malaysia dan Arab Saudi namun permintaan ini untuk domba yang berbobot sekitar 40-50 kg (Dinas Perternakan Provsu, 2007). 18

Potensi daya saing dibandingkan dengan daerah lain tidak terlalu berat karena kondisinya hampir sama. Pasar lokal di Provinsi Sumatera Utara sangat terbuka besar. Kegiatan pengembangan domba berprospektif besar dan baik. Bila budaya pemeliharaan dapat diganti menjadi intensif sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, maka ketersediaan pakan menjadi sangat berlimpah berasal dari lokasi areal perkebunan (PTPN, Swasta Nasional, Swasta Asing dan Perkebunan Rakyat). Pada Tabel 1 dan 2 disajikan data luasan perkebunan dan sumber konsentrat yang berasal dari limbah pabrik yang terdapat di Kabupaten Langkat. Tabel 1. Luasan Perkebunan di Kabupaten Langkat Jenis Komoditi Perkebunan Luas (ha) Kelapa Sawit 114.785 Cokelat 10.001 Tebu 4.379 Karet 58.949 Tabel 2. Limbah Pabrik di Kabupaten Langkat Jenis Limbah Pabrik Jumlah (unit) Kelapa Sawit (bungkil inti sawit, solid) 12 Kelapa (bungkil kelapa) 2 Gula (molasses) 1 Tahu (ampas tahu) 40 Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat lagi sumber hijauan yang terdapat di areal yang tidak tertanami di sekitar pemukiman dan ladang/ 19

sawah peternak, dan tepian sungai seperti yang lazim dilakukan masyarakat di Kabupaten Langkat. Pengembangan ternak domba sangat berpengaruh langsung terhadap ketahanan pangan baik secara lokal maupun regional dan Nasional. Sumbangan PDRB daerah dapat langsung dipengaruhi dari kegiatan pengembangan domba tersebut serta langsung menyentuh terhadap kesejahteraan peternak, sebagaimana yang terjadi selama ini yakni peternak akan menjual ternak domba untuk keperluan pendidikan, kesehatan bahkan untuk melaksanakan ibadah haji dan pembangunan rumah. Pengembangan ternak domba dapat mendukung perkembangan industri lainnya, selain dari pada industri pakan ternak dan industri pengolahan daging seperti dendeng dan daging asap serta berpeluang untuk industri pengolahan kulit, tulang, dan darah. Namin sejauh ini kegiatan industri ikutan usaha ternak domba belum terealisasi. Pada pemeliharaan ternak domba di Kabupaten Langkat, terdapat masalah soaial yaitu belum terdapat keinginan yang besar pada para peternak untuk bergabung dalam kelompok. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemajuan peternak itu sendiri. Peternak yang berkelompok, akan lebih cepat mangadopsi kemajuan dalam teknik tertentu, misalnya dalam teknik pemberian pakan, pengolahan urine dan feses menjadi pupuk kandang, serta yang tidak kalah pentingnya penetapan harga jual domba siap potong. Peternak yang berkelompok akan lebih mampu melakukan penawaran, sebaliknya peternak yang tidak berkelompok sangat rentan terhadap tekanan penawaran yang dilakukan pedagang ternak yang datang ke desa-desa (Dinas Perternakan Provsu, 2007). 20

Selain masalah yang disebutkan di atas, terdapat masalah lain yaitu pemeliharaan ternak secara intensif belum menjadi pilihan utama para peternak. Permodalan untuk memperbanyak jumlah ternak yang diusahakan menjadi kendala yang utama yang dihadapi para peternak. Masalah ini menjadi sangat penting, dikarenakan bibit ternak yang berkualitas membutuhkan modal yang lebih besar. Akses ke lembaga keuangan baik formal maupun non formal sangat sulit bagi peternak. Hal ini sangat disayangkan mengingat komoditi ternak domba relatif berbeda dengan komoditi ternak lainnya seperti sapi yaitu domba lebih cepat siklus reproduksinya serta bersifat prolific sehingga pengembalian pinjaman relaif lebih cepat untuk dibayarkan. Bila dilakukan studi perbandingan antara kemampuan peternak yang memelihara sapi dengan yang memelihara domba maka peternak yang memelihara domba umumnya lebih mampu mengembalikan pinjaman pada tenggat waktu yang telah ditentukan. Permodalan yang lemah membuat kepemilikan ternak domba relatif kecil yaitu rata-rata di bawah 10 ekor dimana ternak domba yang berkualitas hanya sekitar 5% sehingga aspek produktivitasnya menjadi terbatas. Pemeliharaan ternak membutuhkan disiplin dan pola pengasuhan agar ternak tumbuh dan berkembang dengan baik. Di masyarakat Langkat pesisir terdapat suatu budaya yaitu lebih menyerahkan kepada alam sehingga perlu dilakukan penyadaran akan masalah ini. Budaya beternak secara intensif masih jarang dilakukan, tetapi melihat gejala penggemukan yang sudah mulai diminati oleh para peternak, maka sistim ini akan terus berkembang dan diperkirakan akan semakin cepat seiring dengan peningkatan pengetahuan. 21

Penerapan teknologi dalam usaha beternak domba belum menunjukkan gejala yang menggembirakan, hal ini dapat dilihat pada 3 aspek penentu keberhasilan produksi di bidang peternakan yakni pakan, genetik, dan manajemen. Peternak sampai sekarang ini masih memberikan pakan umumnya berasal dari hijauan saja dimana lebih banyak diambil dari lokasi perkebunan yang didominasi rumput alam yang mempunyai kuantitas dan kualitas gizi yang rendah. Dari segi genetik, kendala yang muncul adalah masih lebih banyak dipelihara domba lokal (95%) dimana domba lokal mempunyai bobot potong kecil yaitu sekitar 25 kg. Upaya untuk memperbaiki kualitas genetik telah dilakukan dengan dihasilkannya domba Sei Putih, namun dibutuhkan upaya-upaya yang terprogram untuk memperbanyak domba Sei Putih. Domba Sei Putih mempunyai bobot potong jantan sekitar 50 kg. Juga masih ada hasil-hasil persilangan lain yang dilakukan masyarakat secara sederhana yaitu domba Texel dengan lokal serta domba Ekor Gemuk dengan lokal, namun hasilnya belum banyak dikarenakan jumlah bibit sedikit sekali (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Aspek manajemen juga belum optimal dilakukan. Hampir semua peternakan belum melakukan tindakan pengelolaan sebagaimana prinsip-prinsip manajemen. Bahkan para peternak tidak pernah melakukan evaluasi terhadap usaha ternak domba yang digelutinya Pemeliharaan ternak domba lebih pada bersifat tabungan dan sambilan tanpa pernah melihat efisiensi dan efektifitas sumber daya yang diberikan pada usahanya. Beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain tingkat pengetahuan peternak, jumlah tenaga penyuluh, inseminator, atau pelayanan kesehatan ternak, dan minimnya informasi teknologi terbaru yang diterima peternak. Keadaan ini 22

dapat dibenahi apabila peternakan domba yang sekarang ini ditingkatkan dalam bentuk pemeliharaan secara intensif. Kendala lain yang muncul misalnya dari segi kelembagaan baik formal maupun informal. Dinas peternakan baru saja dipisahkan dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Langkat sesuai dengan Peratuiran Bupati Langkat No. 46 Tahun 2008 tanggal 11 Juni sebagai implementasui dari Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007. Kondisi tersebut mengakibatkan alokasi anggaran maupun jumlah tenaga teknis yang memadai masih rendah. Sampai sekarang ini di Kabupaten Langkat belum terbentuk pasar hewan dan pasar sarana produksi ternak, sehingga informasi pasar untuk peternak menjadi terbatas. Kondisi lain yang muncul adalah penanganan pasca panen dan pengolahan produk baik utama maupun hasil ikutan dari peternakan domba belum berkembang dengan baik. Pengolahan yang telah dimulai adalah pengolahan limbah urine dan feses. Urine masih dalam taraf pengumpulan saja, setelah terkumpul lalu dibeli oleh pengusaha untuk diolah menjadi pupuk cair sementara feses telah diolah dengan bantuan starter menjadi pupuk kandang. Permasalahan spesifik pengembangan ternak domba di Kabupaten Langkat adalah pedagang sulit menentukan volume penjualan dikarenakan para peternak hanya melepaskan ternaknya untuk dijual bila ada kebutuhan mendesak. Demikian juga halnya dengan perkembangan industri ikutan dari komoditi ternak domba ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam menumbuhkan berkembangnya usaha ternak domba, antara lain : menempatkan petugas lapangan peternakan untuk melakukan pelayanan dan mendesiminasikan informasi dan teknologi kepada peternak, menyalurkan bibit ternak unggul, mendemonstrasikan 23

berbagai teknologi seperti biogas dari kotoran ternak dan IB, merajang pelepah kelapa sawit untuk pakan ternak. Pemerintah juga mendorong dan menguatkan kelembagaan peternak melalui pembentukan kelompok peternak domba dan pembinaan secara berkesinambungan serta mendirikan pusat-pusat pelayanan bagi usaha ternak domba. Selain itu telah didorong pula untuk ikut sertanya peternak domba Langkat sebagai bagian dari HPDKI yaitu Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia. Namun semua usaha yang telah dilakukan pemerintah ini belum memberi hasil yang memadai dikarenakan luasan daerah pembinaan yang besar sehingga belum sebanding dengan upaya yang diberikan. Pohon industri ternak domba ditunjang oleh tiga akar pohon peternakan yaitu pembibitan (breeding), pakan (feeding), dan manajemen. Aspek pembibitan yang baik memerlukan beberapa input agar tumbuh subur diantaranya aspek reproduksi dan pemuliaan ternak. Beberapa input teknologi dapat diterapkan misalkan untuk aspek reproduksi memerlukan bibit (jantan dan betina) unggul, seman beku unggul, inseminasi buatan, selanjutnya aspek pemuliaan memerlukan program pencatatan, seleksi dan culling, dan perbaikan genetik (kuantitatif dan kualitatif). Aspek pakan merupakan akar tunjang kedua keberhasilan usaha ternak domba. Secara garis besar, pakan dapat dikategorikan dua bagian yaitu hijauan dan konsentrat. Porsi terbesar pakan yaitu hijauan yang dapat berasal dari rumput, legume, dan limbah tanaman pangan seperti jerami dan lainnya. Sumber hijauan utama dapat berasal dari lahan perkebunan dan juga dari lahan pertanian milik 24

peternak. Konsep integrasi ternak dengan perkebunan menjadi hal yang penting untuk diterapkan di sini dengan input teknologi berupa pastura yang baik dan tahan terhadap naungan. Komponen pakan kedua yaitu berasal dari konsentrat (makanan penguat) yang dapat berasal dari industri pengolahan kelapa sawit seperti bungkil inti sawit dan lainnya atau dari industri pengolahan pertanian lainnya seperti dedak padi, ampas tahu dan lainnya. Input teknologi yang diperlukan antara lain teknologi formulasi ransum, mineral, dan feed additive. Akar penunjang ketiga pohon industri adalah budidaya ditingkat peternak, ditingkat swasta, pusat pembibitan (Nucleus Breeding Farm). Pusat pembibitan pada akhirnya dapat menyediakan bibit unggul maupun bakalan unggul, sebaliknya sumber bibit di awal dapat diperoleh dari peternak atau sumber lainnya. Pendirian Nucleus Breeding Farm dapat bermakna secara fisik dalam pengertian mendirikan pusat pembibitan dengan lokasi secara khusus untuk menghasilkan bakalan unggul, atau bermakna non fisik dalam pengertian manajerial dengan tulang punggung pusat pembibitan masyarakat atau kelompok peternak itu sendiri. Pendirian pusat pembibitan secara fisik memerlukan inventasi yang jauh lebih besar dibandingkan pendirian non fisik. Domba siap potong dapat berasal dari perusahaan budidaya baik rakyat maupun swasta (Dinas Perternakan Provsu, 2007). Dahan dan daun pohon industri domba adalah berupa sarana penunjang seperti rumah potong hewan (RPH) dan pasar hewan. Rumah potong hewan merupakan sarana penting untuk menyediakan produk yang memenuhi syarat kesehatan produk, kualitas produk, atau agama (halal). Selanjutnya, adanya aktivitas pasar baik untuk produk maupun sarana produksi peternakan akan 25

meningkatkan aktivitas ekonomi, aksesabilitas peternak, dan berkembangnya sistem informasi pasar dan dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah. Buah pohon industri yang dihasilkan berupa daging, kulit, tulang, serta hasil sampingnya. Produk yang dihasilkan dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga berkembang sumber usaha baru seperti industri pengolahan daging (kaleng, sosis, bakso, dll), industri pengolahan kulit yang dapat digunakan sebagai bahan kulit samak dan lainnya, limbah darah dan tulang yang dapat digunakan untuk pakan ternak. Hasil samping berupa kotoran dapat digunakan sebagai pupuk kandang bagi lahan pertanian atau perkebunan, atau diolah menjadi kompos, atau sebagai sebagai sumber energi yang ramah lingkungan (biogas). Buah produk yang dihasilkan selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga mempunyai peluang besar diekspor mengingat jumlah permintaan ekspor ternak ke Malaysia maupun Saudi Arabia belum pernah mampu dipenuhi. 2.2. Konsep Manajemen Strategi Manajemen strategi didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplemetansikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional untuk mencapai keberhasilan organisasi (David, 2003). Proses manajemen strategi adalah suatu pendekatan objektif, logis dan sistematik untuk menghasilkan berbagai macam keputusan yang bermanfaat demi suksesnya sebuah organisasi. Manajemen strategis menekankan pada kemampuan adaptasi perusahaan atau organisasi terhadap lingkungannya sehingga memberikan kemantapan dan kecepatan organisasi untuk bereaksi menghadapi perubahan-perubahan lingkungan. 26

Menurut Muhammad (2003), komponen-komponen pokok dari manajemen strategi meliputi (1) analisis lingkungan bisnis untuk mendeteksi adanya peluang dan ancaman, (2) analisis profil perusahaan untuk mengidentifikasi adanya kekuatan dan kelemahan, (3) strategi bisnis untuk mencapai tujuan dan perhatian terhadap misi organisasi. Komponen strategi bisnis dikerjakan berdasarkan urutan fungsi pokok manajemen, yakni perencanaan, implementasi dan pengawasan. Ruang lingkup menajemen strategi meliputi tiga kajian utama, yakni formulasi strategi, implementasi dan evaluasi strategi. Formulasi strategi meliputi kegiatan penetapan visi dan misi, kajian internal dan eksternal, rumusan sasaran jangka panjang serta penentuan strategi yang tepat, implementasi strategi antara lain berupa penetapan sasaran tahunan dan alokasi sumber daya, sedangkan evaluasi strategi adalah bagaimana organisasi melakukan pengukuran dan mengevaluasi kinerja (Jauch dan Glueck, 1996). Selanjutnya David (2002) menyatakan proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, sebagaimana diuraikan di bawah ini : 1. Tahap perumusan strategi, rumusan strategi yang diputuskan harus diperhitungkan agar dapat memberikan keuntungan terbesar bagi perusahaan, dengan kegiatan mulai dari pengembangan misi bisnis, memahami peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal serta menetapkan rencana obyektif jangka panjang. 2. Implementasi strategi, adalah merumuskan untuk merubah strategi yang ditetapkan menjadi suatu tindakan manajemen. Kegiatan pada tahap ini 27

meliputi kebijakan obyektif tahunan, pengalokasian sumber daya dan memobilisasi pelaku organisasi. 3. Evaluasi strategi, merupakan tahapan akhir dari manajemen strategi dengan kegiatan utamanya adalah meninjau strategi faktor internal dan eksternal yang dijadikan dasar strategi saat ini, mengukur prestasi dan pengambilan tindakan korektif. Proses manajemen strategik merupakan pendekatan obyektif, logis dan sistematik untuk membuat keputusan dalam sebuah orgasnisasi. Keputusan yang diambil juga harus berpedoman pada keterpaduan intuisi dan analisis serta penyesuaian diri secara efektif terhadap perubahan-perubahan lingkungan eksternal dan internal. Oleh karena itu kegiatan merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi harus bersifat dinamis, dilaksanakan terus menerus dan berkelanjutan. Menurut Umar (2001) berdasarkan tingkatan manajemen, perencanaan dapat dibagi dua yaitu perencanaan strategik dan perencanaan operasional. Perencanaan strategik ditujukan kepada bagaimana manajemen puncak dapat menentukan visi, misi dan strategi organisasi untuk tujuan jangka panjang, sedangkan perencanaan operasional lebih menekankan pada bidang fungsional dari organisasi untuk tujuan jangka pendek. 28