BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Padat Abu Terbang Batubara (fly ash) Abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batubara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozzolanik ( SNI 03-6414-2002). Abu terbang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan agregat buatan dalam campuran beton, bahan tambahan paving block, mortar, batako, beton ringan, dan sebagainya. Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara, yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Roni Ardiansyah, 2010 ) Saat ini fly ash banyak dipakai untuk campuran beton, mengingat fly ash mengandung bahan pozzolan yaitu silikat dan aluminat serta sedikit unsure kalsium. Abu terbang sangat baik digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran mortar karena bahan penyusun utamanya adalah Silikon dioksida (SiO 2 ), alumunium (Al 2 O 3 ) dan Ferrum Oksida (Fe 2 O 3 ). Dengan menggunakan abu terbang sebanyak 20%-30% dari berat semen akan dapat meningkatkan kuat tekan beton (Andoyo, 2006). Dengan mengurangi penggunaan semen berarti dapat
menurunkan biaya material beton. Beberapa kegunaan abu terbang yang lain adalah : 1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan 3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon 4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori 5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen 8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben Dalam SNI 03-6863-2002 spesifikasi abu terbang sebagai bahan tambah campuran beton dibedakan menjadi 3 jenis abu terbang, yaitu : a. Abu terbang jenis N, abu terbang hasil kalsinasi dari pozzolan alam, misalnya tanah diatomite, shole, tuft dan batu apung, biasanya diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses. pembakaran b. Abu terbang jenis F, Abu terbang yang mengandung CaO lebih kecil 10 %, abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis anthrchacite pada suhu kurang lebih 1560 0 C. abu terbang ini memiliki sifat pozzolan. Kadar ( SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 ) > 70 % c. Abu terbang jenis C, Abu terbang yang mengandung CaO di atas 10 %, dan abu terbang (fly ash) yang dihasilkan dari pembakaran ligmit atau batubara dengan kadar carbon ± 60 % atau sub bitumen Kadar ( SiO 2 + Al 2 O 3 + Fe 2 O 3 ) > 50 % Abu terbang memiliki sifat pozzolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan aluminat yang reaktif. Komposisi kimia abu terbang sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Komposisi kimia berbagai jenis abu terbang dan Semen Portland menurut Ratmayana Urip (2003) dalam Andoyo (2006) seperti tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Komposisi berbagai jenis abu terbang dan semen Portland Komposisi kimia Jenis Abu Terbang Semen Jenis F Jenis C Jenis N Porland SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 CaO MgO SO 2 Na 2 O dan K 2 O 51,90 25,80 6,98 8,70 1,80 0,60 0,60 50,90 15,70 5,80 24,30 4,60 3,30 1,30 58,20 18,40 9,30 3,30 3,90 1,10 1,10 22,60 4,30 2,40 64,40 2,10 2,30 0,60 2.2 Limbah Las Karbit Limbah karbit adalah sisa pembakaran karbit yang tidak terpakai. limbah las karbit dapat pula meningkatkan kinerja beton, yang dalam hal ini mempengaruhi karakteristik campuran seperti persen rongga dan ketahanan terhadap deformasi. Komposisi limbah karbit Budiarto (2007) terdapat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Karbit Komposisi kimia Kandungan (%) SiO2 0,50 Fe 2 O 3 0,04 Al 2 O 3 3,20 CaO 72,33 Lain-lain 23,93 Penambahan limbah karbit merupakan upaya untuk meningkatkan unsur kalsium yang diperlukan dalam terjadinya reaksi pozzolanic bila tercampur dengan SiO 2 dalam fly ash. Reaksi pozzolanic merupakan reaksi antara kalsium dengan silikat atau aluminat sehingga membentuk comenting agent berupa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Comenting agent tersebut merupakan suatu massa yang keras dan kaku yang hampir sama dengan proses hidrasi pada Portland Cement.
2.3 Paving Block Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yang digunakan sebagai salah satu alternatif penutup atau pengerasan permukaan tanah. Paving blokc dikenal juga dengan sebutan bata beton (concrete block) atau cone block. Berdasarkan SNI 03-0691 -1996 paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat (pasir) dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton. Sebagai bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah, paving block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan, mulai dari keperluan yang sederhana sampai penggunaan yang memerlukan spesifikasi khusus. Paving block dapat digunakan untuk pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota. Berdasarkan SNI 03-0691-1996 klasifikasi paving Block ( bata beton) dibedakan menurut kelas penggunaannya sebagai berikut : Bata beton mutu A : digunakan untuk jalan Bata beton mutu B : digunakan untuk pelataran parkir Bata beton mutu C : digunakan untuk pejalan kaki Bata beton mutu D : digunakan untuk taman dan pengguna lain Persyaratan mutu untuk masing-masing jenis dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3. Persyaratan Mutu Setiap Jenis Bata Beton Menurut SNI 03-0691-1996 Jenis A B C D Kuat Tekan ( Mpa) Rata-rata Minimum 40 35 20 17 15 12,5 10 8,5 Penyerapan air Rata-rata maks 3 6 8 10 Keterangan : * MPa = mega pascal, 1 MPa = 10 kg/cm 2 (Sumber : SNI 03-0691-1996 ) Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton kelas D atau C yaitu untuk tujuan pemakaian non struktural, seperti untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan beban berat di atasnya. Mutu paving block yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 kg/cm 2 bergantung pada perbandingan campuran bahan yang digunakan. (Anonim, 2005) 2.4 Air Air merupakan salah satu unsur dalam pembuatan mortar. Air sangat mempengaruhi atau mempunyai peranan penting pada prilaku campuran mortar, karena campuran dengan kadar air tinggi dapat mengurangi kekuatan tekan pada sampel paving block. Jumlah air dalam pembuatan paving block harus cukup supaya terjadi rekatan yang benar-benar kuat antara partikel di dalam campuran. Air yang dugunakan dalam pembuatan paving block tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, bahan padat sulfat, klorida dan bahan lainnya yang dapat merusak beton. Dengan kata lain air harus memiliki kotoran-kotoran
yang rendah, tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna, karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas paving block. 2.5 Semen Portland Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis (dapat mngeras jika bereaksi dengan air) dengan gips sebagai bahan tambahan (SK SNI S-04-1989) Semen merupakan bahan pengikat yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam kontruksi beton. Pada dasarnya semen Portland terdiri dari 4 unsur yang paling penting, yaitu : 1. Trikalsiun silikat (C3S) atau CaO.SiO 2 2. Dikalsiun silikat (C2S) atau 2CaO.SiO 2 3. Tricalsium aluminat (C3A) atau 3CaO. Al 2 O 3 4. Tetracalsium aluminoferit (C4AF) atau Al 2 O 3 Fe 2 O 3 Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi dengan air akan menjadi perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Dengan mengubah-ubah kadar masing-masing komponen tersebut, dapat dibuat berbagai tipe semen. Sesuai dengan tujuan penggunaannya, semen Portland di Indonesia dalam SK SNI S-04-1989-F dapat dibagi menjadi 5 tipe, yaitu: a. Tipe I Semen jenis ini digunakan untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Kadar C3S antara 48-52 % dan kadar C3A antara 10 15% b. Tipe II
Semen jenis ini dalam penggunaannya memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Kadar C3S sama besar dengan kadar C3A, yaitu maksimal 8 % alkali rendah c. Tipe III Semen jenis ini dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada fase permulaan setelah terjadi pengikatan. Kadar C3S sangat tinggi dan butirannya sangat halus d. Tipe IV Semen jenis ini dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah, sehingga kadar C3S dan C3A rendah e. Tipe V Semen jenis ini dalam penggunaanya hanya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat Yang paling sering digunakan sebagai perekat pada bangunan adalah Porlant Cement (PC) yang merupakan semen hidraulic tipe I. Keunggulan dari semen Portland ini adalah dapat meningkatkan kekuatan dan mengeras melalui suatu reaksi kimia dengan air yang disebut hidrasi 2.6 Pasir Komposisi kimia pasir dan keadaan geologi mempengaruhi kualitas pasir. Gradasi yang baik dari pasir juga memberikan efek yang penting pada ketahanan mortar. Pasir dengan butiran yang sangat halus tidak praktis untuk kelecakannya, sehingga harus ditambahkan semen untuk mengisi rongga diantara butiran yang halus tersebut, sedangkan mortar yang menggunakan pasir dengan butiran yang besar biasanya lemah karena rongga antar butiran cukup lebar sehingga tegangan tidak dapat menyebar secara merata. Pasir yang digunakan pada campuran mortar dalam penelitian ini adalah pasir dengan partikel lolos ayakan 0,35 mm. Faktor kandungan air dalam pasir juga memegang peranan penting dalam mortar. Pasir dengan kandungan air yang banyak dapat menambah rasio yang
berakibat pada penurunan kekuatan. Hal ini dikarenakan air yang semula menempati rongga menguap bersamaan dengan terjadinya reaksi hidrasi sehingga terbentuk rongga yang dapat meningkatkan porositas paving block. Pasir yang kotor sebaiknya jangan digunakan untuk pembuatan paving block sebab dapat mengurangi daya rekat beton. Berdasarkan Data dari Dinas Pertambangan dan Energi Sumatera Utara, komposisi kimia pasir pada tabel 2.4 Tabel 2.4 Komposisi Kimia Pasir Komposisi kimia Kandungan (%) SiO2 70-75 Fe 2 O 3 0,31 Al 2 O 3 14,73 CaO 0,4 1,1 MgO 0,3 0,7 Lain-lain 2. 7 Pengujian Fisik 2.7.1 Densitas dan Penyerapan Air Untuk pengukuran densitas dan penyerapan air digunakan metoda Archimedes dan dihitung dengan persamaan : Densitas = W b W s ( Wg Wk ) ρ air ( 2.1 ) dimana W s = berat sampel kering ( g ) W b = berat sampel setelah direndam air ( g ) W g = berat sampel digantung di dalam air ( g ) W k = berat kawat penggantung ( g )
berat sampel jenuh berat sampel kering Penyerapan air = x 100 % (2.2) berat sampel kering 2.7.2 Kekuatan Tekan (Compressive Strength) Pemeriksaan kuat tekan mortar dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan mortar dari mortar yang sebenarnya apakah sesuai dengan kuat tekan yang direncanakan atau tidak. Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah ASTM C 270-04 dan ASTM C 780. Alat yang digunakan pada tes uji tekan mortar adalah Hydraulic Compresive Strength Machine tipe MAC-200. Pembebanan diberikan sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai massa (m) Besarnya kekuatan tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dikali percepatan gravitasi ( g = 9,8 m/s 2 dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Secara matematis besarnya kekuatan tekan suatu bahan : F Kekuatan tekan : P = ( 2.3 ) A F maks adalah gaya tekan maksimum ( N ) yang menyebabkan beban hancur F = m x g A = luas penampang ( m 2 ) 2.7.3 Kekuatan Patah ( Flexural Strength ) Kekuatan patah menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal sterss). Persamaan kekuatan patah ( flexural strength ) suatu bahan dinyatakan sebagai berikut :
3 PL Kekuatan patah = 2 2bd dimana P = gaya penekan ( N ) L= jarak 2 penumpuan ( m ) b dan d = dimensi sampel ( m ) ( 2.4 ) b d P dimensi sampel L gambar 2.1 sketsa pengujian kuat patah 2.7.4 Kekerasan Kekerasan dapat didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada permukaannya. Pengukuran Kekerasan dilakukan dengan alat Equatip Hardnessn Tester, hasil pengujian langsung tertera secara digital pada monitor. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil rata-ratanya dalam satuan BHN ( Brinell Hardness Number) yang kemudian dikonversikan ke VHN (Vickers Hardness Number) 2.7.5 Analisa komposisi kimia dengan AAS ( Atomic Absorbtion Spectometry) Untuk menentukan komposisi kimia bahan digunakan metode Spektrofotometri serapan atom atau Atomic Absorption Spectophotometer (AAS). Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Prinsip kerja dari AAS adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Jumlah radiasi yang terserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuannya untukmenyerap radiasi. Bagian-bagian AAS 1. Sumber sinar
2. Sistem pengatoman (Atomizer) 3. Monokromator 4. Detektor 5. Sistem pembacaan