BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-

dokumen-dokumen yang mirip
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keluarga tanaman bunga-bungaan yang paling besar. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

INVENTARISASI DAN SEBARAN ANGGREK HUTAN DI PATTUNUANG, KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah salah satu genus Anggrek terbesar yang terdapat pada dunia ini.

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai megadiversity country. Sebagai negara kepulauan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

METODE PENELITIAN di Hutan Pendidikan bagian Timur Taman Hutan Raya Bukit Barisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dan memiliki begitu banyak potensi alam. Potensi alam tersebut berupa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

Keanekaragaman Jenis-Jenis Anggrek di Hutan Lamasi Desa Murnaten Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN TAMAN EDEN 100 KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

2) Komponen Penyusun Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MODUL ONLINE 22.1 ARTI PENTING LINGKUNGAN HIDUP BAGI MANUSIA PENDALAMAN MATERI ISU-ISU LINGKUNGAN HIDUP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan

TINJAUAN PUSTAKA. yang berupa hutan di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk keperluan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya. obatan hingga perananya sebagai keseimbangan ekosistem.

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

INVENTARISASI JENIS-JENIS ANGGREK DI SAMOSIR UTARA KABUPATEN SAMOSIR, PROVINSI SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(INVENTORY OF TERRESTRIAL ORCHIDS REGION FOREST EDUCATION FOREST PARK BUKIT BARISAN TONGKOH KARO DISTRICT OF NORTH SUMATRA)

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-1750 m dpl sudah mengalami degradasi akibat dampak dari letusan gunung berapi. Adanya aktifitas dari gunung berapi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem pada dataran tinggi. Hal tersebut berpengaruh terhadap perubahan bio-fisik dari lingkungan serta terancamnya kehidupan berbagai keragaman flora dan fauna yang terdapat di dataran tersebut. Pada ketinggian tersebut sudah sangat kurang vegetasi tumbuhan tinggi khususnya anggrek karena kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh uap panas, air dan udara yang berbau belerang yang menyengat dilepaskan keluar. Faktor tersebut mempengaruhi kehidupan ekosistem di kawasan tersebut. Berdasarkan strukturnya, Cagar Alam Gunung Ambang berkarakter curam, dengan puncak yang mengalami erupsi secara perlahan-lahan. Faktor lingkungan yang terdapat pada lokasi penelitian berkisar antara 22 C-34 C dengan kelembaban berkisar antara 75%-90%. Berdasarkan faktor lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap ekosistem hutan, maka Cagar Alam Gunung Ambang termasuk dalam formasi klimatis. Formasi klimatis merupakan formasi hutan yang dalam pembentukannya sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim (Indriyanto, 2006). 22

4.1.2 Jenis Anggrek di Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 25 spesies anggrek dari 14 genus yang dilakukan pada lokasi yang berbeda ketinggian di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Sebanyak 14 genus yang ditemukan, 3 genus merupakan anggrek teresterial dan 11 genus lainya merupakan anggrek epifit. Penentuan nama spesies anggrek yang ditemukan di lapangan sedikit mengalami kendala, karena anggrek yang ditemukan dalam keadaan tidak berbunga. Sehingga penentuan nama spesies anggrek hanya merujuk pada genus saja. Jumlah individu spesies anggrek yang ditemukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan interval ketinggian berbeda berjumlah 296 individu. Pada ketinggian 700-1000 m dpl berjumlah 98 individu dari 10 spesies, ketinggian 1000-1300 m dpl berjumlah 38 individu dari 15 spesies, ketinggian 1300-1500 m dpl berjumlah 160 individu dari 4 spesies yang ditemukan. Adapun jenis dan jumlah spesies yang ditemukan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang mongondow timur dapat dilihat pada gambar berikut. 23

Jumlah Individu 70 60 50 40 30 20 10 Bulbophylum sp 2 Luisia zollingeri Rchb. F Dendrobium crumenatum Dendrobium kuyperi Flickingeria comata Coelogyne sp 2 Thrixspermum centipeda Phalaenopsis amabilis Eria pachystacya 0 Spesies Anggrek Thelasis pygmaea Gambar 4.1 Diagram Jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 700-1000 m dpl Berdasarkan gambar 4.1 diagram jumlah spesies anggrek pada ketinggian 700-1000 m dpl ditemukan sebanyak 10 spesies anggrek. Anggrek yang ditemukan pada ketinggian ini yaitu spesies Eria pachystacya dengan jumlah individu sebanyak 65, Flickingeria comate sebanyak 12 individu, Thrixspermum centipede sebanyak 8 individu, Dendrobium crumenatum sebanyak 4 individu, Dendrobium kuyperi, Coelogyne sp 2, Luisia zollingeri Rchb. F masing-masing sebanyak 2 individu. Bulbophylum sp 2, Phalaenopsis amabilis dan Thelasis pygmaea masing-masing sebanyak 1 individu. Jumlah keseluruhan individu yang ditemukan sebanyak 98 individu dan yang paling banyak jumlah individu yang ditemukan yaitu spesies Eria pachystacya. 24

Jumlah Individu 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Spesies Anggrek Coelogyne sp 1 Apostasia Sp Appendicula alba Ceratostylis subulata Phaius tankervilliae Pholidota chinensis Eria sp Bulbophylum stelis coelogyne sp 2 Phalaenopsis sp Eria moluccana Cymbidium bicolor Eria pachystacya Dendrobium sp Bulbophylum sp 3 Gambar 4.2 Diagram Jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1000-1300 m dpl Berdasarkan Gambar 4.2 diagram jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1000-1300 m dpl, ditemukan sebanyak 15 spesies. Spesies anggrek yang ditemukan pada ketinggian ini yaitu Coelogyne sp 1, Appendicula alba, Pholidota chinensis, Eria moluccana masing-masing sebanyak 1 individu. Eria sp, Dendrobium sp, Bulbophylum sp 3 masing-masing sebanyak 2 individu. Apostasia sp, Ceratostylis subulata, Phaius tankervilliae, Coelogyne sp 2 Phalaenopsis sp, Eria pachystacya masing-masing sebanyak 3 individu. Bulbophylum stelis dan Cymbidium bicolor merupakan spesies yang paling banyak jumlah individunya yaitu 5 individu. 25

Jumlah Individu 120 100 80 60 40 20 Bulbophylum sp 1 Bulbophylum sp 2 Agrostophyllum laxum Apostasia sp 0 Spesies Gambar 4.3 Diagram jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1300-1500 m dpl Berdasarkan Gambar 4.3 diagram jumlah spesies dan individu anggrek pada ketinggian 1300-1500 m dpl, ditemukan sebanyak 4 spesies anggrek. spesies yang paling banyak jumlah individu yaitu spesies Bulbophylum sp 1 sebanyak 102 individu, kemudian Bulbophylum sp 2 sebanyak 52, selanjutnya Agrostophyllum laxum dan Apostasia sp masing-masing berjumlah 3 individu. 4.1.3 Keragaman Jenis Anggrek Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menggunakan rumus Shanon-Winner, indeks keragaman yang ditemukan pada masing-masing ketinggian yaitu 700-1000 m dpl, 1000-1300 m dpl dan 1300-1500 m dpl dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut : 26

1.2 1.06 Indeks Keanekaragaman 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0.54 0.35 0 700-1000 m dpl 1000-1300 m dpl 1300-1500 m dpl Gambar 4.4 Diagram Indeks Keragaman Jenis Anggrek Berdasarkan Ketingggian Tempat Berdasarkan gambar 4.4 indeks keragaman jenis anggrek yang paling tinggi terdapat di ketinggian 1000-1300 m dpl dengan nilai 1,06, kemudian ketinggian 700-1000 m dpl dengan nilai 0,54 dan yang terakhir ketinggian 1300-1500 m dpl dengan nilai 0,35, dengan demikian keanekargaman jenis anggrek yang terdapat di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub-kawasan Kab. Bolaang Mongondow Timur masuk kategori rendah. 4.1.4 Bioekologis Anggrek Berdasarkan data hasil pengukuran bio-ekologis yang dilakukan dikawasan Cagar Alam Gunung Ambang pada masing-masing ketinggian, pada ketinggian 700-1000 m dpl spesies anggrek yang ditemukan merupakan anggrek epifit. Jenis pohon yang paling banyak terdapat spesies anggrek yaitu Moringa oleifera atau pohon kelor dan Laucaena leucocephal atau pohon lamtoro, selain itu juga jenis pohon yang terdapat anggrek yaitu Persea americana, Artocarpus integra dan Cocus nucifera. Spesies anggrek yang ditemukan terdapat di cabang, 27

batang dan ranting pohon dengan ketinggian di pohon berkisar 1-4 m dan memiliki hubungan asosiasi dengan tumbuhan sarang semut, paku, lumut serta berinteraksi dengan semut. Spesies anggrek yang ditemukan pada ketinggian ini berada pada habitat dengan suhu berkisar antara 27-24 C dengan kelembaban 71-85%. Pada ketinggian 1000-1300 m dpl jenis pohon yang menjadi inang untuk anggrek epifit yaitu Mangifera indica, coffea sp, Laucaena leucocephal, Artocarpus intera, Cyathea sp dan Switenia sp. Spesies anggrek epifit yang ditemukan pada ketinggian ini terdapat pada batang dan cabang pohon, Selanjutnya habitat untuk anggrek teresterial yaitu pada serasah kayu yang mati dan tanah yang lembab. Suhu dan kelembaban pada ketinggian ini berkisar 24-26,4 C dan 79-89%. Anggrek yang terdapat di pohon berasosiasi dengan paku, lumut dan berinteraksi dengan semut. Hasil pengukuran bioekologis anggrek pada ketinggian 1300-1500 m dpl untuk pohon inang dan habitat anggrek menunjukkan kurangnya vegetasi pohon, karena jenis pohon yang ditemukan hanya 5 jenis pohon yaitu, Cyathea sp, Acacia coa dan Pandanus tectorius. Spesies anggrek yang ditemukan terdapat pada batang dan cabang dengan tinggi dari permukaan tanah 1-8 m, berasosiasi dengan paling banyak dengan lumut dan paku, serta berinteraksi dengan rayap dan semut. Anggrek yang ditemukan pada ketinggian ini berada pada suhu 22-25,9 C dengan kelembaban 75-82%. Hasil pengukuran bio-ekologis yang dilakukan dikawasan Cagar Alam Gunung Ambang dapat dilihat pada lampiran 3 dan rekapitulasi data tersaji dalam tabel 4.1 : 28

29

4.2 Pembahasan Berdasarkan analisis data yang tercantum pada hasil penelitian, indeks keragaman jenis anggrek di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur menunjukkan keragaman rendah sesuai dengan besarnya indeks keragaman jenis menurut Facrul (dalam Yahman, 2009). Indeks keragaman anggrek di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berkisar antara 0,35-1,06 atau berada pada kategori H 1, hal ini menunjukkan keragaman spesies pada kawasan tersebut rendah. Bila dikaitkan dengan faktor fisik Cagar Alam Gunung Ambang yang juga merupakan gunung berapi, adanya aktivitas gunung berapi menyebabkan vegatasi pohon yang menjadi habitat dan pohon inang anggrek berkurang karena terjadi degradasi dan pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat yang tinggal di bawah kaki gunung. Adanya aktivitas gunung berapi sehingga pada ketinggian 1300-1500 m dpl menunjukkan indeks keragaman paling rendah karena jumlah jenis anggrek yang didapat sedikit yaitu 4 spesies, spesies yang paling banyak ditemukan pada ketinggian ini yaitu Bulbophyllum sp 1 dan Bulbophylum sp 2 paling banyak ditemukan menempel di batang paku pohon atau Cyathea sp, cabang Acacia coa dan Pandanus tectorius. Selanjutnya spesies Agrostophyllum laxum ditemukan pada cabang Acacia coa setinggi 8 m dari permukaan tanah, Apostasia sp ditemukan di serasah kayu yang sudah mati yang setelah diidentifikasi serasah kayu tersebut merupakan serasah dari paku pohon yang sudah mati. 30

Kurangnya vegetasi pohon pada ketinggian 1300-1500 m dpl karena vegetasi pohon yang paling banyak terdapat pada ketinggian ini yaitu paku pohon (Cyathea sp). Vegetasi paku pohon yang banyak menyebabkan anggrek jenis Bulbophyllum melimpah, karena anggrek jenis Bulbophyllum sangat suka menempel di paku pohon atau pakis. Pakis dapat mengikat air dengan baik, rongga-rongga di antara serat pakis membuatnya memiliki aliran udara yang baik, seperti yang dikemukakan Rahmatia (2007) bahwa serat pakis yang lapuk banyak mengandung unsur hara, banyak menyerap air dan menahan air. Pada ketinggian 1000-1300 m dpl indeks keragaman masuk dalam ketegori keragaman sedang atau H 1 s/d 3. Hal ini disebabkan vegetasi pohon dengan kanopi rapat yang mendominasi sehingga cahaya sulit untuk masuk dan anggrek tidak secara langsung mendapatkan cahaya. Hal ini juga diungkapkan oleh Yahman (2009) bahwa apabila anggrek menempel di naungan pohon yang tajuk maka anggrek tersebut tidak akan mendapatkan cahaya, oleh sebab itu anggrek epifit dominan menempel di atas. Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu Bupbophyllum stelis dan Cymbidium bicolor terdapat di batang dan cabang pohon kopi dan paku pohon. Coelogyne sp 2 dan Eria pachystacya ditemukan pada batang dan cabang pohon Lamtoro (Laucaena leucocephal). Eria moluccana dan Dendrobium sp ditemukan pada cabang dan batang Artocarpus integra, kemudian Coelogyne sp 1, Ceratostylis subulata dan Pholidota chinensis ditemukan pada batang kayu yang sudah lapuk. Eria sp ditemukan pada batang Mangifera indica dan Bulbophylum sp 3 pada batang Switenia sp. Phalaenopsis sp pada cabang Coffea sp, Sementara spesies Appendicula alba, Apostasia sp dan 31

Phaius tankerviliae merupakan anggrek terrestrial yang ditemukan pada ketinggian ini dan ditemukan pada serasah kayu yang sudah mati dengan tekstur tanah yang lembab dibawah naungan pohon Coffea sp. Indeks keragaman jenis anggrek pada ketinggian ini tinggi karena dilihat dari banyaknya jenis pohon yang menjadi inang bagi anggrek epifit dan menaungi anggrek teresterial belum terganggu. Pada ketinggian ini kondisi hutan di dalamnya masih terjaga, karena jauh dari kawah gunung berapi dan lahan pertanian masyarakat, sehingga ekosistem di dalamnya masih terjaga dari kerusakan alam dan gangguan manusia. Indeks keragaman pada ketinggian 700-1000 m dpl juga termasuk dalam kategori keragaman rendah. karena pada ketinggian ini sebagian daerahnya sudah masuk hutan produksi yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian yang berada dibawah kaki gunung. Seperti yang dijelaskan Kartikaningrum, (2010) bahwa kerusakan habitat dan pemanfaatan (termasuk perdagangan) yang tidak terkendali, penyebab utama bahaya kepunahan spesies. Kerusakan habitat disebabkan oleh pembukaan hutan untuk kepentingan konversi bagi pemanfaatan lahan, dengan tidak memperhitungkan keragaman hayati. Sehingga banyak tajuk pohon yang lebat tidak lagi menghalangi cahaya yang masuk melalui celah tajuk pohon. Menurut Yahman (2009), secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh terhadap anggrek baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yaitu pada proses fotosintesis sedangkan pangaruh tidak langsung yaitu terhadap pertumbuhan, perkecambahan dan perbungaan. Pada ketinggian ini jenis 32

anggrek yang ditemukan merupakan jenis anggrek yang tumbuh pada daerah yang kondisi iklimnya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang membutuhkan cahaya. Spesies anggrek yang sesuai dengan kondisi lingkungan pada ketinggian ini yaitu Eria pachystacya terdapat di pohon kelor atau Moringa oleifera dan pohon Lamtoro atau Laucaena leucocephal. Kedua jenis pohon ini banyak terdapat anggrek dengan jenis yang beragam, yaitu Bulbophylum sp 2, Luisia zollingeri Rchb. F, Dendrobium crumenatum, Flickingeria comate, Ceologyne sp 2, Thrixspermum centipede dan Thelasis pygmaea, sedadangkan Dendrobium kuyperi terdapat pada Persea americana dan Phalaenopsis amabilis terdapat pada Artocarpus integra. Kurangnya keragaman vegetasi pohon yang berada pada ketinggian 700-1000 m dpl karena adanya pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang menebang sebagian pohon dengan tajuk yang lebat untuk membuka lahan pertanian dan hanya menyisahkan beberapa pohon yang dianggap masyarakat perlu, menyebabkan jenis anggrek yang ditemukan banyak terdapat pada pohon yang sama, yaitu Moringa oleifera dan Laucaena leucocephal. Hasil pengukuran faktor bio-ekologis pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban berdasarkan pembagian tipe anggrek menurut Sessler dalam Solvia (2005), suhu lingkungan tersebut termasuk suhu yang dibutuhkan anggrek untuk tumbuh yaitu 22 C-34 C dengan kelembaban antara 75%-90%. Anggrek yang ditemukan merupakan anggrek epfif dan teresterial yang ditemukan terdapat pada pohon dan tanah atau serasah kayu. Selain itu beberapa jenis anggrek berasosiasi dengan tumbuhan paku dan tumbuhan sarang semut. 33

Hubungan asosiasi anggrek dengan tumbuhan paku, sarang semut dan juga pohon inang merupakan interaksi yang menguntungkan bagi anggrek, karena akar tumbuhan paku mudah untuk menyerap air yang dibutuhkan anggrek, sama halnya dengan tumbuhan sarang semut yang dapat menyimpan air serta keberadaan semut yang tinggal dalam umbi sarang semut dapat membantu anggrek dalam penyerbukan, kemudian pohon inang menjadi tempat tinggal bagi anggrek epifit dan tempat bernaung bagi anggrek teresterial. Tipe interaksi antara anggrek, tumbuhan paku, tumbuhan sarang semut dan pohon inang merupakan tipe interaksi komensalisme, seperti yang dijelaskan Indriyanto (2006) bahwa interaksi komensalisme yaitu interaksi antara dua atau lebih spesies yang salah satu pihak beruntung, sedangkan pihak lainnya tidak terpengaruh. Begitu juga asosiasi dengan lumut, karena lumut dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan anggrek. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Rahmatia (2007) bahwa lumut mangandung zat hara yang diperlukan, lumut juga dapat mengikat air dengan baik, serta dapat mengalirkan air dan udara dengan baik. Selain berasosiasi dengan tumbuhan, serangga juga ditemukan pada akar-akar anggrek. Kehadiran serangga yang terdapat di anggrek juga memiliki fungsi sebagai pengurai yang membantu anggrek dalam mendapatkan unsur hara dari pohon inang dan habitatnya. Hal ini di dukung oleh pernyataan Solvia (2005) bahwa keberadaan serangga untuk mendegradasi kayu yang tumbang, ranting, daun yang jatuh, hewan yang mati dan sisa kotoran hewan dari bahan organik menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk regenerasi dan penyubur tanaman juga berperan sebagai pengendali fitofagus (serangga hama bagi tanaman). 34

Interaksi antar spesies merupakan suatau kejadian wajar dalam suatu komunitas. Menurut Indriyanto (2006), interaksi antar spesies tidak terbatas pada hewan dan hewan, tetepi interaksi terjadi secara menyeluruh termasuk terjadi pada tumbuhan, bahkan antar tumbuhan dengan hewan. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa beberapa spesies anggrek yang ditemukan bersama tumbuhan paku, sarang semut dan lumut, serta serangga seperti semut dan rayap. Interaksi yang terjadi antara anggrek dengan serangga seperti rayap dapat digolongkan sebagai interaksi protokooperasi, yaitu interaksi yang saling menguntungkan bagi masing-masing spesies. Anggrek membutuhkan serangga untuk proses penyerbukan dan penyebaran biji, karena anggrek tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, sedangkan serangga membutuhkan anggrek untuk mendapatkan serbuk sari. 35