TATI ARIYANTI dan SUPAR. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor ABSTRACT ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
Lokakarya Fungsional Non Pene/iti DISTRIBUSI ETEC DI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA Penyebab kolibasilosis neonatal pada anak babi yang utama ialah ETEC

Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia. (Diterima dewan redaksi 24 Juli 1997) ABSTRACT

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 Tabel 1. Pengambilan sampel anak sapi diare dan anak sapi tidak diare Peternakan Batu Raden Sukabumi (A) Bandun

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

SUPAR. Balai Penelitian Veteriner Jl.R.E. Martadinata 30 Bogor, P.O. Box 151, Bogor ABSTRAK

PEMANFAATAN HEWAN KELINCI UNTUK PEMBUATAN ANTISERUM MONOSPESIFIK K99 UNTUK DIAGNOSIS KOLIBASILOSIS PADA ANAK SAPI DI LABORATORIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PADA SERUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1 NOVIYANTI

PENGEMBANGAN VAKSIN KOLERA UNGGAS: I. PROTEKSI VAKSIN PASTEURELLA MULTOCIDA ISOLAT LOKAL PADA AYAM TERHADAP UJI TANTANG GALUR HOMOLOG DAN HETEROLOG

KOLIBASILOSIS PADA ANAK SAPI PERAH DI INDONESIA

PEMBUATAN ANTI SERUM K88,987P DAN F41 MONOSPESIFIK UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT KOLIBASILLOSIS PADA ANAK BABI

PENGEMBANGAN VAKSIN ESCHERICHIA COLI ALFA HEMOLITIK VEROTOKSIGENIK: RESPON ANTIVEROTOKSIK ANTIBODI PADA HEWAN PERCOBAAN MENCIT, KELINCI DAN SAPI PERAH

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

The Influence of Body Condition Score in Late Pregnancy on Protein Colostrum Total and Content of Friesian Holstein Cows

UJI TANTANG DENGAN VIRUS IBD ISOLAT LAPANG PADA AYAM YANG MENDAPATKAN VAKSIN IBD AKTIF DAN INAKTIF KOMERSIL

Respons Antibodi Anti ETEC K99 pada Induk Sapi Bunting Setelah Pemberian Vaksin Escherichia Coli Polivalen

AHMAD MAIZIR, SYAEFURROSAD, ERNES A, NENENG A, N M RIA ISRIYANTHI. Unit Uji Bakteriologi

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN METODE

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODELOGI PENELITIAN

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

Indonesia Medicus Veterinus Oktober (5) : pissn : ; eissn :

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI H5N1 MENGGUNAKAN METODE HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI) PADA KOLOSTRUM SAPI YANG DIVAKSINASI H5N1

PENGEMBANGAN VAKSIN KHOLERA UNGGAS: II. PATOGENITAS DAN DAYA PROTEKSI VAKSIN PASTEURELLA MULTOCIDA ISOLAT LOKAL PADA ITIK PERCOBAAN

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM TERHADAP TITER ANTIBODI AYAM PASCA VAKSINASI CORYZA DENGAN METODE HI (Haemaglutination Inhibition)

ABSTRAK. Kata Kunci : Bursa Fabrisius, Infectious Bursal Disease (IBD), Ayam pedaging

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

PENAPISAN BAKTERIOSIN PENGHAMBAT PERTUMBUHAN ESCHERICHIA COLI ENTEROTOKSIGENIK

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

II. METODELOGI PENELITIAN

ISOLASI DAN POTENSI BAKTERI KERATINOLITIK DARI FESES BUAYA (Crocodylus sp.) DALAM MENDEGRADASI LIMBAH KERATIN

Penelitian Kinerja Kesehatan Sapi Neonatus yang Diberi Kolostrum dari Induk Sapi yang Divaksin Escherichia coli

BAB 3 METODE PENELITIAN

Y ij = µ + B i + ε ij

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

TEMPERATUR TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN FREKUENSI NAFAS INDUK SAPI PERAH YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Escherichia coli PADA PERIODE KERING KANDANG

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

TITER ANTIBODI PROTEKTIF TERHADAP NEWCASTLE DISEASE PADA BURUNG UNTA (STRUTHIO CAMELUS)

AKABANE A. PENDAHULUAN

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

Strategi Pengendalian Diare Bakterial pada Anak Sapi Potong

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

LAMPIRAN Lampiran 1: Komposisi dan Penyiapan Media Skim Milk Agar, Komposisi Media Feather Meal Agar, Komposisi Media Garam Cair.

SUPAR. Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata 30, P.O. Bar 52, Bogor 16114, Indonesia. Diterima dewan redaksi I I luli 1996 ABSTRACT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

SUHU TUBUH, FREKUENSI JANTUNG DAN NAFAS INDUK SAPI Friesian Holstein BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN Avian Influenza H5N1 ACHMAD HASAN MAULADI

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Subkultur Bakteri Penghasil Biosurfaktan dari Laut dalam Mendegradasi Glifosat

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN RESPON VAKSINASI IBD MENGGUNAKAN VAKSIN IBD INAKTIF PADA AYAM PEDAGING KOMERSIAL DEVA PUTRI ATTIKASARI

INFEKSI VIRUS TRANSMISSIBLE GASTROENTERITIS PADA BABI

PEMBUATAN DAN STANDARISASI ANTIGEN AI H5N1 KOMERSIAL UNTUK MONITORING TITER ANTIBODI HASIL VAKSINASI AI DI INDUSTRI PETERNAKAN AYAM

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 3 METODE PENELITIAN

RINGKASAN PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

Lilis Sri Astuti, Istiyaningsih, Khairul Daulay, Sarji, Deden Amijaya, Neneng Atikah, Meutia Hayati, Ernes Andesfha

DIARE PADA ANAK SAPI: AGEN PENYEBAB, DIAGNOSA DAN PENAGGULANGAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA

Koloni bakteri endofit

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB I PENDAHULUAN. ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan lele lokal (Bachtiar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

DIARE PADA SAPI NEONATUS YANG DITANTANG Escherichia coli K-99

ANTIBODI ANTI-IDIOTIPE SEBAGAI KANDIDAT VAKSIN RABIES SAYU PUTU YUNI PARYATI

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

II. METODOLOGI PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana,

Transkripsi:

APLIKASI VAKSIN ENTEROTOKSIGENIK ESCHERICHIA COLI POLIVALEN PADA INDUK SAPI PERAH UNTUK MENINGKATKAN DAYA PROTEKSI KOLOSTRUM DALAM PENGENDALIAN NEONATAL KOLIBASILOSIS (The Application of Enterotoxigenic Escherichia coli Polyvalent Vaccine in Pregnant Dairy Cows for Increasing Colostral Protection to Control Neonatal Colibacillosis) TATI ARIYANTI dan SUPAR Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor ABSTRACT Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) strains are the cause of diarrhoea in newborn calves. The aim of this study was to evaluate the effectivity of local isolate ETEC polyvalent vaccines for controlling neonatal diarrhoea in the calves. The killed whole cell vaccines were prepared from locally isolates of ETEC K99 associated with O 9 and or O 101 serogroups, ETEC F41 associated with O 101 serogroup, whereas ETEC containing K99F41 fimbrial antigens associated with O 101 serogroup. The killed whole cell antigens were produced then adjuvanted with aluminium hydroxide gel at final concentration of 1.5 % and cell concentration was equal to the number 10 of the Mc Farland tube standard. The prevaccination visits were conducted at the areas of Bandung, Sukabumi and Bogor districts to determine the farmer respondents and the prevalence of diarrhoeal disease of calves, to collect rectal swabs and colostrum samples. Dam vaccination trials were conducted in farmer respondent. Each pregnant cow was injected subcutaneously with 5 ml of vaccine at 6 weeks and 2 weeks before the expected date of calving. The newborn calves were given colostrum from their mothers. The colostrum and milk samples were tested by ELISA against K99 and F41 fimbrial antigens. The prevalence of calves diarrhoea at prevacination was found 15.5% (932/207). ETEC K99 and F41 serotypes were isolated from diarrhoea cases of unvaccinated animal groups. Anti-K99 and -F41 antibody responses showed very high in the colostrum on the first day of post partus and decrease on several days following. Average of body weight of calves from vaccinated cow groups were better than calves from unvaccinated cow groups. The vaccination studied concluded that dam vaccinations with a local isolates of ETEC polyvalent vaccines at gestation of pregnant cows could produce a protective antibody responses against K99 and F41 fimbrial antigens, reduced ETEC K99 and F41 infection and diarrhoeal disease of calves under field conditions. Keywords: ETEC, diarrhoea, cow, vaccine ABSTRAK Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC), menyebabkan diare dan kematian anaksapi perah serta menghambat perkembangan populasi sapi perah. Tujuan kajian penelitian ini ialah untuk mengetahui efektifitas vaksin ETEC polivalen isolat lokal untuk pengendalian diare neonatal pada anak sapi perah. Vaksin dibuat dari ETEC K99 serogrup O 9 dan O 101, ETEC F41 serogrup O 101, ETEC K99F41 serogrup O 101. Antigen vaksin dibuat dalam bentuk inaktif dan diemulsikan dalam larutan gel alumunium hidroksida pada konsentrasi akhir 1,5% dan konsentrasi sel dibuat setara dengan kekeruhan tabung standar McFarland no 10. Prasurvei dilakukan di kabupaten Bandung, Sukabumi dan Bogor untuk menentukan peternak responden, mengetahui prevalensi diare pada anak sapi, koleksi sampel ulas rektal untuk isolasi dan sampel kolostrum 5-10 ml post partus untuk pemeriksaan respon antibodi. Dua kali vaksinasi dengan dosis vaksin 5 ml diinjeksikan pada sapi umur kebuntingan 6 minggu dan 2 minggu sebelum perkiraan partus. Anak sapi lahir diberi kolostrum induknya masing-masing. Sampel kolostrum dan susu diperiksa secara ELISA terhadap antigen pili K99 dan atau F41. Prevalensi diare pada pengamatan prasurvei sebesar 15,5% (932/207). ETEC K99 dan ETEC F41 dapat diisolasi. Respon anti K99 dan atau anti-f41 IgG antibodi sangat tinggi pada hari pertama post partus dan terus menurun pada beberapa hari berikutnya. Rata-rata bobot badan anak sapi lahir 239

dari kelompok induk divaksinasi lebih cepat dan lebih tinggi dibanding anak sapi lahir dari induk yang tidak divaksinasi. Disimpulkan bahwa aplikasi vaksin ETEC polivalen isolat lokal menstimulir respon antibodi protektif terhadap pili K99 dan F41, menurunkan kasus infeksi ETEC K99 F41 dan diare di lapang. Kata kunci: Vaksin, ETEC, diare, sapi perah PENDAHULUAN Ternak sapi perah merupakan sumber penghasil susu, yang dapat diupayakan dan ditingkatkan, sehingga kontinuitas produksi susu dalam negeri dapat tercapai. Salah satu kendala penting yang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas sapi perah ialah penyakit, yang dapat menginfeksi sejak periode neonatal. Seperti halnya ternak lain, sapi perah rentan terhadap infeksi penyakit. Patogen enterik yang sering ditemukan ialah bakteri, virus dan protozoa. Umur kerentanan anak sapi terhadap patogen tersebut berbeda-beda (RADOSTIDS, 1985; TZIPORI, 1985). Dilaporkan bahwa penyakit diare neonatal yang disebabkan oleh infeksi enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) yang dapat terjadi beberapa saat setelah anak sapi dilahirkan hingga umur 1-2 minggu, dengan masa inkubasi penyakit hanya 6-18 jam. ETEC sering diisolasi sebagai penyebab tunggal pada anak sapi penderita diare umur 3 hari (RADOSTIDS, 1985; SUPAR, 1986 b ). Sedangkan patogen lain rotavirus, corona virus, bovine virus diare menyerang sapi pada umur 10-15 hari. Sedangkan Salmonella spp, Cryptosporidium dan coccidia menyerang anak sapi pada usia yang lebih tua yaitu setelah umur 20 hari. Oleh karena itu pada kejadian infeksi campuran ETEC dan patogen lain dapat memperpanjang waktu terjadinya diare (RADOSTIDS, 1985) Kolibasilosis merupakan salah satu penyakit penting pada industri peternak babi dan sapi perah di Indonesia. Penyakit kolibasilosis neonatal tersebut disebabkan oleh infeksi bakteri enterotoksigenik E. coli yang mempunyai antigen perlekatan K99, F41 (SUPAR, 1986 a ; 1986 b ; SUPAR et al., 1989). Anak sapi perah yang terinfeksi ETEC menderita diare terus menerus (profus), tinja encer seperti air berwarna putih kekuningkuningan. Hewan neonatal yang menderita diare profus mengalami dehidrasi, kehilangan cairan elektrolit tubuh yang berlebihan, kemudian mati. Akan tetapi, anak sapi yang terinfeksi E. coli enterotoksemik, anak sapi dapat mati mendadak tanpa disertai tandatanda klinis diare (MOON, 1978; BEVERIDGE, 1983). Prevalensi diare pada anak sapi perah sampai pada umur 2 minggu pada peternakan sapi perah di daerah pengembangan sapi perah di Bogor, Sukabumi dan Bandung berkisar antara 14-40%, sedangkan kematiannya antara 20-30% (SUPAR et al., 1989). Infeksi ETEC yang menyebabkan diare dan kematian anak sapi tersebut merupakan salah satu penyebab kerugian ekonomi. Dalam periode dua dekade terakhir ini, obat-obat antibiotika banyak dipakai di lapangan untuk pengobatan kasus diare pada anak sapi atau anak babi, tetapi hasilnya kurang menggembirakan, karena angka kematian ternak neonatal atau ternak muda tetap tinggi, walaupun sudah diinjeksi obat antibiotika. Dari kajian sensitivitas antibiotika terhadap 500 isolat ETEC K88, K99, F41 dan 987P dari anak babi dan anak sapi menunjukkan resistensi yang tinggi, resistensi terhadap ampisilin 28%, streptomisin 62%, neomisin 54%, oksitetrasiklin 96%, eritromisin 23%, kanamisin 45%, trimetoprim + sulfamethoxazol 23%. Hampir semua isolat ETEC menunjukkan multipel resistensi terhadap 2-9 macam antibiotika (SUPAR et al., 1990). Dengan pola resistensi tersebut dan adanya sifat multipel resistensi yang tinggi 40-60%, memberikan indikasi bahwa obat-obat antibiotika tidak efektif lagi untuk pengobatan dan kontrol kolibasilosis pada anak sapi perah. Anak sapi dilahirkan tanpa mendapat maternal antibodi dari induknya, sehingga sangat tergantung kepada antibodi maternal pada kolostrum (LARSON et al., 1980). Pada kedua jenis ternak tersebut tidak terjadi pemindahan antibodi (IgG) dari induk ke fetus melalui plasenta (TIZARD, 1982). Oleh karena itu antibodi dalam kolostrum merupakan zat protektif bagi anak sapi yang baru lahir terhadap patogen enterik. Pencegahan dan pengendalian kolibasilosis neonatal pada anak sapi dapat dilakukan dengan meningkatkan 240

kekebalan pada induk yang bunting dengan vaksin ETEC yang mengandung serotipe K99 dan F41 pada usia kebuntingan 6 minggu dan diberi booster 2 minggu sebelum perkiraan partus (ACRES et al., 1979) yang disertai dengan perbaikan manajemen anak sapi. Pada kesempatan ini akan dikemukan hasilhasil penelitian tentang penerapan vaksin ETEC pada sapi perah untuk menekan kematian anak sapi. MATERI DAN METODE Kajian ini dipilih Provinsi DT I Jawa Barat, untuk lokasi pengkajian, meliputi kabupaten Bandung, Sukabumi dan Kabupaten Bogor, yang mewakili daerah dataran tinggi (Bandung), dataran sedang (Sukabumi) dan dataran rendah (Bogor). Kajian ini merupakan bagian dari seri kegiatan penelitian pengembangan vaksin ETEC untuk sapi dan untuk babi dari tahun 1991 (vaksin) sampai dengan aspek kesmavet verotoksigenik E. coli tahun 2001. Kajian aplikasi vaksin untuk pengendalian neonatal kolibasilosis terdiri atas: kajian laboratorik dan kajian lapangan, yang akan diuraikan sebagai berikut: Pembuatan vaksin Penelitian laboratorium meliputi pengembangan metode pembuatan dan produksi antigen whole cell yang mengandung pili K99, F41 dan K99 dari E. coli isolat lokal dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. Isolat E. coli yang dipakai terdiri dari ETEC K99 tergolong dalan serogrup O 9 dari anak sapi penderita diare di Cicurug kabupaten Sukabumi, demikian halnya ETEC K99 F41 tergolong dalam serogrup O 101. Sedangkan ETEC F41 termasuk dalam serogrup O 101. Untuk produksi vaksin, bakteri kandidat vaksin ditumbuhkan pada media agar Minca+Iso Vitalex (Oxoid). Antigen vaksin diinaktivasi dengan formalin 0,1%. Setelah sel mati vaksin dibuat dengan mencampur beberapa jenis suspensi sel tersebut dengan konsentrasi sel setara dengan kekeruhan tabung standar McFarland no. 10. Selanjutnya diemulsikan dengan gel alumunium hidroxida pada konsentrasi akhir 1,5%. Vaksin dikontrol sterilitasnya secara in vitro selanjutnya diuji toksisitasnya pada hewan kelinci, setelah diketahui aman dipakai untuk vaksinasi induk sapi perah bunting. Pelaksanaan penelitian di lapangan Prasurvei dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi masalah pada tingkat peternakan dilakukan pada bulan Juli (1995). Setelah diketahui permasalahannya, selanjutnya memilih peternak yang akan dijadikan percontohan dalam pengendalian kolibasilosis sebagai responden. Untuk selanjutnya ditentukan peubah-peubah dan informasi yang diperlukan, serta penentuan jumlah contoh yang akan dipakai. Setelah itu, dilakukan penerapan teknologi aplikasi vaksinasi ETEC pada induk sapi bunting (Agustus - Oktober 1995). Vaksinasi induk pada umur kebuntingan 6-7 minggu sebelum partus (pada saat sapi bunting kering kandang), dosis injeksi 5 ml aplikasi sub kutan di daerah leher. Empat minggu berikutnya sapi diinjeksi vaksin booster dosis dan aplikasi seperti sebelumnya. Tiap lokasi peternak responden ditentukan juga induk sapi bunting yang tidak dilakukan vaksinasi sebagai pembanding Anak sapi lahir diberi kolostrum dari induknya masing-masing. Pengamatan pasca vaksinasi meliputi pengamatan diare dan kematian anak sapi, penimbangan berat badan anak sapi pada saat lahir dan penimbangan tiap dua minggu, baik dari anak sapi lahir dari induk yang di vaksinasi atau yang nonvaksinasi. Koleksi sampel ulas rektal atau feses anak sapi lahir dari kelompok induk yang divaksinasi maupun non vaksinasi. Beberapa sampel kolostrum dan susu diambil untuk pemeriksaan respon tanggap kebal terhadap antigen protektif pili K99 dan F41. Isolasi, identifikasi E. coli dan serotyping Isolasi bakteri E. coli dari sampel ulas reaktal anak sapi penderita diare yang dikumpulkan pada penelitian lapang pra-survei dan post vaksinasi mengikuti prosedur yang ditulis oleh SUPAR (1986 a ; 1986 b ; 1990). Pemeriksaan anti-k99 -F41 IgG antibodi dalam kolostrum Pada pemeriksaan tanggap kebal anti-k99 dan anti-f41 antibodi dilakukan secara enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Dengan 241

menggunakan antigen pili K99 dan atau F41. E. coli K99 (B41) dan E. coli F 41 ditumbuhkan pada medium agar Minca + Isovitalex yang disiapkan dalam cawan petri, diinkubasikan pada suhu 37 0 C selama satu malam. Setelah inkubasi sel pada permukaan agar dibilas dengan larutan garam NaCl steril. Suspensi sel yang kekeruhannya setara dengan tabung standar McFarland no 10, dipanaskan 60 0 C selama satu jam, setelah dingin disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm, selama 30 menit. Supernatan dipisahkan, 10 ml masing-masing supernatan tersebut kemudian ditambah ammonium sulfat jenuh sama banyak, kemudian diinkubasikan pada suhu 4 0 C (lemari es) selama satu malam. Esok harinya disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 20 menit, supernatan dibuang, endapan (pili) dilarutkan dalam larutan NaCl fisiologis. Suspensi dimasukkan dalam kantong dialisis, kemudian didialisis melawan larutan NaCl. Setelah dialisis suspensi pili dapat langsung dipakai untuk coating cawan ELISA. ELISA untuk deteksi respon anti-k99 atau anti-f41 antibodi dalam kolostrum mengikuti prosedur dalam deteksi antibodi anti K99, K88, F41 atau 987P antibodi dalam kolostrum babi (SUPAR, 1990). Sebelum diuji secara ELISA, sebanyak 1,5 ml kolostrum, ditambah 2 tetes suspensi rennet 10%, diinkubasi 37 0 C selama 15 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan pra-survei (pravaksinasi) dilakukan untuk mengetahui permasalahan diare pada anak sapi perah pada bulan Juli 1995 di Kabupaten Bandung, Sukabumi, dan Bogor. Prevalensi diare dengan satu kali pengamatan rata-rata sebesar 15,5%. Penyebaran kasus diare pada anak sapi tersebut ditemukan pada peternak responden baik peternakan rakyat maupun pada perusahaan, secara keseluruhan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengamatan kasus diare pada periode pra-vaksinasi Lokasi (Kabupaten) Banyaknya peternak Jumlah anak sapi yang diamati dan prevalensi diare Jumlah anak sapi Anak sapi diare Diare (%) Bandung 42 101 15 14,8 Sukabumi 17 58 10 17,2 Bogor 23 48 7 14,6 Total 82 207 32 46,6 Rataan 15,5 Tabel 2. Isolasi E. coli dari sampel feses (ulas rektal) Negatif isolat E. coli Positif isolat Pengambilan Jumlah K99/F41 E. coli K99/F41 Lokasi (Kabupaten) sampel ulas rektal sampel Non Non hemolitik Hemolitik hemolitik K99 F41 Bandung pra vaksinasi 15 8 3 3 1 post vaksinasi 28 3 19 0 0 Sukabumi pra vaksinasi 10 6 2 1 1 post vaksinasi 24 4 20 0 0 Bogor pra vaksinasi 7 3 1 1 2 post vaksinasi 8 0 8 0 0 Jumlah 92 24 53 7 8 Pemeriksaan secara bakteriologik sampel feses atau ulas rektal yang dikumpulkan pada saat prasurvei dan pasca vaksinasi secara ringkas tertera pada Tabel 2. Dari 32 sampel ulas rektal anak sapi diare dapat diisolasi E. coli K99 dan F41 dari Kabupaten Bandung dan Sukabumi. Dengan perolehan tersebut memberikan indikasi bahwa ETEC K99 dan F41 masih dapat terdeteksi dari hospes/anak sapi pada peternakan di daerah yang disurvei 242

dan merupakan patogen yang potensial, sewaktu-waktu dapat menyebabkan wabah. Berdasar pada hasil temuan isolat ETEC pada prasurvei di atas dan hasil penelitian sebelumnya (SUPAR, 1986 a ; SUPAR et al., 1990) kemudian disusun formula vaksin ETEC inaktif terdiri beberapa serotipe, yaitu: E. coli K99 tergolong serogrup O9 dan 101, E. coli F41 serogrup O101 dan E. coli K99F41 serogrup O101. Pada sapi perah bunting pembentukan antibodi atau imunoglobulin di dalam kelenjar mamae terjadi pada tingkat akhir kebuntingan (STOTT et al., 1979). Kajian penggunaan vaksin ETEC K99, F41 polivalen pada induk sapi perah bunting menunjukkan bahwa aplikasi 2 kali vaksinasi tidak menimbulkan keguguran atau efek samping yang negatif terhadap kondisi kebuntingan. Aplikasi vaksin ETEC tersebut dapat menimbulkan respon antifimbrial antibodi dalam kolostrum. Antibodi dalam kolostrum berperan penting dalam kehidupan awal anak sapi setelah dilahirkan. Antibodi tersebut berfungsi sebagai zat proteksi pasif terhadap infeksi yang terjadi melalui permukaan usus pada anak sapi yang menyusu pada saat segera dilahirkan (SUPAR, 1996). Pemeriksaan kolostrum secara ELISA menunjukkan kenaikan respon anti fimbrial antibodi (IgG) K99 dan antibodi F41 pada induk yang mendapat vaksinasi ETEC K99 F41 sebaliknya pada induk yang tidak divaksinasi, respon antifimbrial antibodi K99 F41 sangat rendah. Secara ringkas pemeriksaan kolostrum yang dikoleksi pada hari ke-1 sampai ke-5 dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Respon anti K99 dan atau anti-f41 IgG antibodi sangat tinggi pada hari pertama post partus dan terus menurun pada beberapa hari berikutnya. Penggunaan dosis tunggal atau dengan satu kali vaksinasi pada 2 minggu sebelum partus menunjukkan respon antifimbrial antibodi lebih rendah dibandingkan dengan dua kali vaksinasi yang dilakukan 6 minggu dan 2 minggu sebelum partus. 2.5 2 OD 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 Periode (hari ke-) NV V I V II Keterangan: NV: induk non vaksinasi V I : induk dengan 1 x Vaksinasi VII : induk dengan 2x Vaksinasi Gambar 1. Respon anti K99 antibodi dalam kolostral whey 243

2 1.8 1.6 1.4 1.2 OD 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 2 3 4 5 Periode (hari ke-) NV V I V II Keterangan: NV: non vaksinasi V I : 1 x Vaksinasi VII : 2x Vaksinasi Gambar 2. Respon anti F41 antibodi dalam kolostral whey 60 50 40 Bobot badan (kg) 30 20 10 0 0 2 4 6 Periode (minggu) NV V Keterangan: NV : anak dari induk non vaksinasi V: anak dari induk vaksinasi Gambar 3. Pertambahan bobot badan anak sapi lahir dari induk yang divaksinasi ETEC K99, F41 polivalen inaktif dan induk yang tidak divaksinasi 244

Dari monitoring terhadap pertambahan bobot badan anak sapi yang lahir dari induk yang divaksinasi menunjukkan pertambahan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak sapi lahir dari induk yang tidak divaksinasi. Rata-rata pertambahan bobot badan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil tersebut memperlihatkan adanya dampak positif dari penggunaan vaksin ETEC pada induk bunting. Pada anak yang diberi kolostrum dari induk yang divaksinasi memiliki daya tahan terhadap infeksi ETEC. Pertambahan bobot badannya lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan anak sapi yang mengalami diare terus-menerus. Pedet yang lahir dari induk yang tidak divaksinasi ETEC tidak memperoleh perlindungan terhadap infeksi ETEC K99 F41 sehingga dapat terserang diare profus dan bobot badan terus menurun (SUPAR et al., 1998). KESIMPULAN Aplikasi vaksin ETEC polivalen isolat lokal menstimulir respon antibodi protektif terhadap pili K99 dan F41, menurunkan kasus infeksi ETEC K99 F41 dan diare di lapang Anak sapi lahir dari induk yang divaksinasi ETEC K99 dan ETEC F41 polivalen, perkembangannya lebih cepat karena tidak terjadi diare. DAFTAR PUSTAKA ACRES S. D., R. E. ISAACSON, L. A. BABIUK and R. A. KAPITANY. 1979. Immunization of calves against enterotoxigenic colibacillosis by vaccinating dams with purified K99 antigen and whole cell bacterins. Infect. Immun 25: 121-126. BEVERIDGE, W. I. B. 1983. Animal health in Australia. Bacterial Disease of cattle, sheep, and goats. Vol 4. Australian Publishing Service. PP: 86-92. LARSON B. L., H. L. HARRY JR and J. E. DEVEY. 1980. Immunoglobulin production and transport by mammary gland. J. Dairy Sci. 63: 665-671. MOON H. W. 1978. Mechanism in pathogenesis of Diarrhoea; A review. J. Vet. Med. Ass. 172: 443-448. RADOSTIDS, O. M. 1985. A. Veterinary Clinician s perspective of diarrhoea on neonatal food producing animals. In: TZIPORI. S. 1985 (Ed.). Infectious diarrhoea in the young. Strategies for control in human and animals. Proceedings of an International Seminar on Diarrhoeal diseases in South East Asia and Western Pacific Region. Geelong, Australian. pp : 9-18. STOTT G. H., D. B. MARX, B. E. MENEFEE and G. T. NIGHTINGALE. 1979. Colostral immunoglobulin transfer in calves: I. Period of absorption. J. Dairy Sci. 62: 1632-1638. SUPAR. 1986 a. Studi tentang Escherichia coli pada anak sapi dan anak babi: Isolasi dan deteksi Escherichia coli K99 dan K88. Fakultas Pasca sarjana IPB. Tesis S2 (Magister Sains). SUPAR. 1986 b. Penggunaan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk deteksi antigen pili K99, K88 pada Escherichia coli dari anak sapi dan anak babi diare. Penyakit Hewan. 25 (46): 114-119. SUPAR, R. G. HIRST and B. E. PATTEN. 1989. The detection of enterotoxic Escherichia coli with F41 fimbrial antigen from pigs in Indonesia. Penyakit Hewan. Vol. 21 (37): 13-17. SUPAR. 1990. Enteric collibacillosis in pigs (and calves) in Indonesia. PhD Thesis. James Cook University of North Queensland. SUPAR, R. G. HIRST and B. E. PATTEN. 1990. Studies on the epidemiology of neonatal colibacillosis in food producing animals in Indonesia. Proceedings of the National Seminar on Veterinary Epidemioogy. 6 th December 1990. pp:103-132. SUPAR. 1996. Kolibasilosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa 5 (1) : 26-32. SUPAR, KUSMIYATI dan M. B. POERWADIKARTA. 1998. Aplikasi vaksin enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) K99, F41 polivalen pada induk sapi perah bunting dalam upaya pengendalian kolibasilosis dan kematian pedet neonatal. JITV 3 (1) : 27-33. TIZARD. I. 1982. An introduction to the vererinary immunology. Second edition W. B. SAUNDERS Company, Philadelphia, London, Taronto. pp: 154-177. TZIPORI, S. 1985. A comparative study on importance pathogens causing diarrhoea in calves and piglets. In: TZIPORI. S. (Ed.). Infectious diarrhoea in the young. Strategies for control in human and animals. Proceedings of an International Seminar on Diarrhoeal 245

diseases in South East Acia and Western Pacific Region. Geelong, Australian. pp: 371-379. Pertanyaan: DISKUSI Apakah antigen vaksin tidak perlu dimurnikan dulu sebelum dapat diaplikasikan pada sapi, mengingat pada persiapan antigen digunakan formalin? Jawaban: Perlu dilakukan pemurnian antigen vaksin sebelum diaplikasikan pada sapi (sudah dilengkapi dalam metodologi). 246