BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ditetapkan penggunaan kabin bertekanan (cabin pressured) pada pesawat

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB 4 METODE PENELITIAN

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup ilmu fisiologi pernapasan.

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

commit to user BAB V PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diluar itu seperti nongkrong,arisan,jalan-jalan dll.di tambah pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup. Sebagian besar dari aktivitas telah digantikan oleh

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan lama sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pola dasar

BAB 4 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatian soal 12.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernapasan merupakan sistem yang sangat penting dalam tubuh manusia. 17 Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

BAB I PENDAHULUAN. menerus, maka akan terjadi perubahan pada fungsi paru-paru mereka

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

Sistem Pernafasan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

1 Universitas Kristen Maranatha

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini pasien yang dipilih adalah berjenis kelamin pria. Jenis kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan supaya sampel homogen. Secara fisiologis, pria dan wanita memiliki kapasitas paru yang jauh berbeda yang pada akhirnya sangat mempengaruhi Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) (Tortora dan Derrickson, 2014). Pada penelitian ini, usia juga ikut dibatasi yaitu 51-60 tahun. Hal tersebut dilakukan karena sebagian besar populasi berada pada rentang usia 51-60 tahun dan secara statistik FEV1 akan menurun secara signifikan pada usia 60 tahun ke atas karena meningkatnya faktor resiko dari penyakit lain seperti diabetes, hipertensi dan gagal ginjal (Wise, 2006). Pada usia 60 tahun ke atas, penghitungan nilai FEV1 (liter) prediksi juga sering menyebabkan overestimate pada pasien (Alpha-1 Awareness UK, 2015). Hasil pemeriksaan FEV1 mempunyai kaitan yang sangat erat dengan umur dan jenis kelamin (GOLD, 2014; Tortora dan Derrickson, 2014). Seiring bertambahnya umur pasien, organ tubuh seperti tulang, otot dan jaringan paru akan mengalami beberapa perubahan. Tulang dada akan menjadi lebih tipis, sehingga menyebabkan rongga dada tidak mampu berkembang dengan baik ketika bernapas. Otot pernapasan utama yang bekerja saat proses inhalasi yaitu diafragma, akan melemah dan mengurangi volume udara pernapasan saat ekspirasi. Otot polos pada saluran napas melemah sehingga kurang dapat menjaga 29

30 terbukanya saluran napas secara maksimal, sehingga saluran napas cenderung untuk menyempit. Usia juga dapat menyebabkan kehilangan jaringan elastis pada alveolus sehingga terjadi penimbunan udara yang berlebihan pada paru (Cefalu, 2011; Davies dan Bolton, 2010). Oleh karena itu, FEV1 akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur pasien. FEV1 yang menurun akan menyebabkan hiperinflasi pada paru dan menyebabkan sesak napas (Papandrinopoulou et al., 2012). Hasil pemeriksaan FEV1 yang menurun pada pasien PPOK menyebabkan volume akhir ekspirasi (EELV) meningkat dan menyebabkan adanya fenomena hiperinflasi. Hiperinflasi pada paru membuat tekanan intrapulmonal menjadi lebih positif dan menyebabkan pasien harus berusaha lebih keras pada saat inspirasi sehingga pasien akan merasakan sesak napas (Papandrinopoulou et al., 2012). Adanya fenomena dynamic hyperinflation pada saat pasien melakukan aktivitas dapat memicu timbulnya sesak napas. Sehingga semakin rendah FEV1 maka akan semakin tinggi derajat sesak napas yang dirasakan oleh pasien, baik saat pasien istirahat maupun saat pasien beraktivitas. Hal tersebut sesuai dengan tabel 4.1 di mana terdapat 4 pasien dengan FEV1 60%-70% yang memiliki derajat sesak napas lebih dari 4 (cukup berat), sedangkan pasien dengan FEV1 71-80% hanya mencapai derajat sesak napas 4 (cukup berat). Sebelum melakukan analisis data dengan Uji Spearman, perlu dikakukan uji normalitas data. Hasil uji Shapiro-Wilk (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa distribusi FEV1 tidak normal sehingga analisis data harus menggunakan uji korelasi Spearman. Selanjutnya data dianalisa menggunakan uji korelasi Spearman (Tabel

31 4.3) dan diperoleh nilai r sebesar -0.109 yang menunjukkan adanya hubungan negatif yang lemah. Hubungan negatif antar FEV1 dan derajat sesak napas membuktikan bahwa semakin rendah FEV1 maka semakin tinggi derajat sesak napas yang diderita pasien (Kodavala dan Dash, 2013). Sedangkan korelasi yang lemah menunjukkan bahwa penilaian derajat sesak napas dengan menggunakam uji Borg saja tidak dapat menentukan tingkat keparahan penyakit PPOK dan jenis terapinya (Kodavala dan Dash, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Ozalevii (2007) juga membuktikan bahwa uji Borg belum dapat menggantikan FEV1 sebagai pedoman untuk menentukan tingkat keparahan PPOK. Ketika alat spirometri tidak tersedia, uji Borg tidak dapat memprediksi tingkat keparahan dan terapi dengan tepat, sehingga dibutuhkan beberapa pemeriksaan lain. Beberapa penelitian lain juga menghasilkan korelasi yang lemah antara FEV1 dan derajat sesak napas (Fiss, 2006; Kodavala dan Dash, 2013). Korelasi yang lemah dapat disebabkan oleh karena peneliti mengabaikan riwayat pemberian obat pada pasien. Obat-obatan seperti kortikosteroid dan β-agonist secara statistik sangat mempengaruhi FEV1 pada pasien yang pada akhirnya akan mempengaruhi derajat sesak napas yang dirasakan pasien saat dilakukan tes berjalan kaki di tempat selama 6 menit (Qaseem et al., 2011; Johns et al., 2014). Banyak hal lain yaitu faktor pekerjaan, riwayat merokok dan lingkungan tempat tinggal yang juga mempengaruhi FEV1. Pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal yang berhubungan dengan debu dan material-material berbahaya dapat menyebabkan derajat sesak napas yang lebih tinggi, meskipun nilai FEV1 tidak begitu rendah (Nishiyama et al., 2007; Johns et al., 2014). Sedangakan perokok terbiasa

32 memiliki nilai saturasi oksigen yang rendah sehingga toleransi terhadap sesak napas cukup baik dan berpengaruh pada penilaian dengan menggunakan uji Borg (Johns et al., 2014). Interpretasi hasil uji statistik terhadap korelasi Spearman pada penelitian ini, didapatkan nilai p = 0.612 menunjukkan bahwa korelasi derajat sesak napas dan nilai FEV1 adalah secara statistik tidak bermakna (Tabel 4.3). Hasil yang tidak signifikan memungkingkan adanya variasi hasil bila dilakukan penelitian di tempat dan waktu yang lain (Dahlan, 2013). Kurangnya tingkat kemaknaan pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh karena tingkat obstruksi yang berbeda karena status fungsional paru seperti kapasitas inspirasi yang bervariasi antar individu (Wijkstra et al.,2004). Menurut Hatem (2006) derajat sesak napas yang timbul pada pasien sangat berpengaruh terhadap kapasitas difusi oksigen pada jaringan paru. Akan tetapi, kapasitas difusi oksigen tidak diperiksa di dalam penelitian ini oleh karena biaya yang cukup tinggi dan keterbatasan alat. Penelitian yang dilakukan oleh Carter (2003) tentang korelasi antara FEV1 dengan 6-Minute Walk Work (6MWW) ternyata menujukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan berjalan di tempat selama 6 menit dengan uji Borg oleh karena 6MWW memperhatikan berat badan pasien yang berpengaruh terhadap energi yang dibutuhkan pasien untuk berjalan. Jumlah sampel yang sedikit, adanya faktor perancu seperti berat badan, tinggi badan, pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, riwayat merokok dan distribusi variabel yang tidak normal juga ikut menyebabkan hasil penelitian ini menjadi tidak signifikan

33 Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yaitu: 1.) mengabaikan riwayat pemberian obat pada pasien; 2.) tidak mengendalikan riwayat merokok, lingkungan tempat tinggal, pekerjaan, berat badan dan tinggi badan sebagai faktor perancu; 3.) jumlah sampel yang sedikit oleh karena keterbatasan waktu penelitian; 4.) tidak mengukur kapasitas difusi oksigen tiap pasien.