PENDAHULUAN SUMBER DATA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

SEKILAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI BENGKULU KURUN WAKTU 1980 SAMPAI DENGAN 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2009 BKKBN Provinsi Jawa Tengah K e p a l a, Dra. Sri Murtiningsih. MS Pembina Utama Madya NIP

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2009 BKKBN Provinsi Jawa Tengah K e p a l a,

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah


BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

PERKEMBANGAN PROGRAM KB DI PROVINSI BENGKULU ( HASIL MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS )

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). mencapai kesejahteraan keluarga. Program KB merupakan bagian terpadu

SAMBUTAN. Jakarta, September Kepala BKKBN, Prof. dr. H. Fasli Jalal, PhD, SpGK. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ii

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Permasalahan yang sangat menonjol adalah jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. keterbatasan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

MATRIK LAPORAN MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS PROVINSI BENGKULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. individual maupun bagi negara. Manfaat-manfaat tersebut antara lain; dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

Transkripsi:

PENDAHULUAN Masalah penduduk sangat mempengaruhi gerak pembangunan. KB merupakan salah satu program pembangunan di bidang kependudukan. Masalah kependudukan masih tetap mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan masalah yang harus ditanggulangi, karena jumlah penduduk yang besar disadari hanya akan merupakan beban pembangunan bila berkualitas rendah dan persebarannya tidak merata. Untuk melaksanakan kebijaksanaan kependudukan, pemerintah telah mencanangkan berbagai program, dan keluarga berencana (KB) merupakan salah satu bagian program yang sangat penting. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah instansi yang pada awalnya dibentuk semata-mata untuk tujuan sosial, seperti peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak dan keluarga. Sejak program KB menjadi salah satu program pembangunan di Indonesia tujuannya lebih ditekankan pada aspek ekonomi untuk menaikkan tingkat kesejahteraan penduduk dengan cara membatasi kelahiran. Tujuan program KB semakin luas menurut GBHN 1993 dan UU Nomor 10 tahun 1992 yang mencakup masalah sosial, penundaan perkawinan, mengatur kehamilan, meningkatkan kebahagiaan keluarga dan mengembangkan kesejahteraan keluarga. Paper ini disusun bertujuan untuk memberikan gambaran penduduk Jawa Tengah dan perkembangannya antar waktu. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan, seperti: berapa jumlah, sebaran dan komposisi penduduk, bagaimana partisipasi penduduk terhadap program KB yang menjadi salah satu program pemerintah. SUMBER DATA Susenas menjadi sumber data utama tulisan. Sumber data utama dalam tulisan ini adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2007 yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Pebruari tahun 2007. Sumber lainnya menggunakan hasil Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei Modul Kependudukan SP 2000, Susenas 2005 sampai dengan Susenas 2006. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-1 -

JUMLAH PENDUDUK Persebaran dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2007 tercatat sebesar 32,38 juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi Supas 2005, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2007 tercatat sebesar 32,380 juta jiwa, terdiri dari 16,064 juta laki-laki dan 16,316 juta perempuan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP), jumlah penduduk Jawa Tengah terus meningkat. Hasil SP tahun 1961 jumlah penduduk Jawa Tengah masih sekitar 18 juta jiwa, tahun 1971 naik menjadi sekitar 22 juta jiwa, tahun 1980 sebesar 25 juta jiwa, tahun 1990 sebesar 28,52 juta jiwa, tahun 2000 sebesar 30,92 juta jiwa dan hasil proyeksi Supas jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2007 mencapai 32,38 juta jiwa. Secara nasional, Jawa Tengah termasuk provinsi dengan jumlah penduduk relatif besar setelah Jawa Barat (40,33 juta jiwa) dan Jawa Timur (36,90 juta jiwa). Kabupaten Brebes tetap merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di antara 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, yakni 1,776 juta jiwa atau 5,48 persen dari total penduduk Jawa Tengah. Sedangkan Kota Magelang dan Salatiga merupakan dua daerah yang berpenduduk tidak lebih dari 200 ribu jiwa, masing-masing sebesar 134,62 ribu jiwa dan 178,45 ribu jiwa. Tabel 1 Jumlah dan kepadatan penduduk Jawa Tengah Tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, 2005, 2006 dan 2007 Jumlah Persentase Kepadatan Tahun Penduduk 1 ) Penduduk Penduduk (jiwa) Perkotaan (jiwa/km 2 ) (1) (2) (3) (4) 1961 18 407 471 10,07 534 1971 21 865 263 10,73 634 1980 25 367 344 18,75 735 1990 28 515 737 26,98 876 2000 2 ) 30 924 164 39,34 950 2005 31 873 456 41,86 979 2006 32 128 600 41,97 987 2007 32 380 279 42,00 995 Sumber : - BPS, Hasil SP 1961 - BPS, Hasil SP 1971 - BPS, Hasil SP 1980 - BPS, Hasil SP 1990 - BPS, Hasil SP 2000 - BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Supas 2005-2007 Keterangan : 1 ) Belum termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap 2 ) Belum termasuk penduduk non respon Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-2 -

Persentase penduduk perkotaan terus meningkat. Kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat 995 jiwa setiap kilometer persegi. Hampir 14 juta jiwa atau sebesar 42,00 persen dari total penduduk Jawa Tengah tinggal di daerah perkotaan. Sejak tahun 1961, persentase penduduk perkotaan terus meningkat. Kenaikan ini dapat diakibatkan oleh semakin derasnya arus penduduk yang masuk ke perkotaan, namun juga dapat dikarenakan adanya perluasan wilayah perkotaan maupun perubahan status daerah dari pedesaan menjadi perkotaan. Sejalan dengan semakin bertambahnya penduduk Jawa Tengah, kepadatan penduduk juga semakin tinggi. Kepadatan penduduk merupakan indikator untuk melihat keseimbangan persebaran penduduk dengan luas wilayah. Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi umumnya dihadapkan pada berbagai masalah lingkungan, perumahan, kesehatan dan masalah sosial lainnya. Pada tahun 2007, kepadatan penduduk di Jawa Tengah tercatat sebesar 995 jiwa setiap kilometer persegi. Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Tengah adalah Kota Surakarta dengan kepadatan 11.755 jiwa setiap kilometernya, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Blora dengan tingkat kepadatan 464 jiwa setiap kilometernya. Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah 0,78 persen per tahun. Dalam empat dekade terakhir, penduduk Jawa Tengah mengalami penurunan laju pertumbuhan penduduk dari 1,74 persen (periode 1961-1971) menjadi 0,84 persen (periode 1990-2000) 1 ) setiap tahunnya. Periode tahun 2000-2005 laju pertumbuhan 0,62 persen setiap tahunnya dan periode tahun 2006-2007 laju pertumbuhan sebesar 0,78 persen. Penurunan ini tidak dapat dipungkiri sebagai akibat turunnya angka fertilitas yang cukup berarti. Dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk pada periode 1961-1971 dibanding periode 1990-2000, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2010 diperkirakan sebesar 33,095 juta jiwa. Berarti ada pertambahan penduduk sebanyak 2,17 juta jiwa selama periode 2000-2010. 1) Tidak memperhitungkan penduduk non respon Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-3 -

Tabel 2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jawa Tengah Tahun 1961, 1971, 1980, 1990 dan 2000 Tahun Jumlah Penduduk Periode Laju Pertumbuhan (jiwa) 1 ) (persen) (1) (2) (3) (4) 1961 18 407 471 XXX XXX 1971 21 865 263 1961-1971 1,74 1980 25 367 344 1971-1980 1,66 1990 28 515 737 1980-1990 1,18 2000 2 ) 30 924 164 1990-2000 0,84 2010 33 094 600 2000-2005 0,62 Sumber : - BPS, Hasil SP 1961 - BPS, Hasil SP 1971 - BPS, Hasil SP 1980 - BPS, Hasil SP 1990 - BPS, Hasil SP 2000 - BPS, Hasil Proyeksi Supas 2005 Keterangan : 1 ) Belum termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap 2 ) Belum termasuk penduduk non respon KOMPOSISI PENDUDUK Rasio Jenis Kelamin Penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007, di Jawa Tengah jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yakni 16,245 juta jiwa berbanding 16,135 juta jiwa. Dengan nilai rasio jenis kelamin (sex rasio) sebesar 99,3, hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata pada tahun 2007 di Jawa Tengah terdapat 993 orang laki-laki untuk setiap 1000 orang perempuan. Kondisi dimana penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki di Jawa Tengah tercatat sejak tahun 1971. Gambar 1 Rasio Jenis Kelamin, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 dan 2007 120 110 100 90 80 70 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 K e l o m p o k 50-54 U m u r 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Sumber : - BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2006-2007 2006 2007 Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-4 -

Dilihat menurut kelompok umur, hanya beberapa kelompok saja yang menunjukkan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu pada kelompok usia 0-24 tahun dan kelompok usia 50-59 tahun. Rasio jenis kelamin biasanya terus turun (makin banyak perempuan dibandingkan laki-laki) secara berangsur-angsur sejalan dengan kenaikan umur, sehingga pada kelompok umur tua rasio jenis kelamin semakin jauh di bawah angka 100. Pola ini terlihat baik pada tahun 2006 maupun 2007. Struktur Umur Struktur penduduk Jawa Tengah menuju ke struktur penduduk tua. Struktur umur penduduk Jawa Tengah mengalami transisi menuju ke struktur penduduk tua. Kondisi ini terlihat dari perubahan komposisi penduduk menurut kelompok umur tahun 1990 ke tahun 2006. Struktur umur pada tahun 2007 persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) naik dari 66,83 persen menjadi 67,42 persen, sedangkan penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) turun dari 26,27 persen menjadi 25,54 persen dan penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) meningkat dari 6,90 persen menjadi 7,04 persen. Tabel 3 Persentase Penduduk menurut kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 dan 2007 Kelompok 2006 2007 Umur Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 0-14 27,21 25,35 26,27 26,37 24,72 25,54 15-64 66,72 66,94 66,83 67,38 67,46 67,42 65 + 6,08 7,71 6,90 6,25 7,82 7,04 Jawa Tengah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : - BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2006-2007 Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki muda yang berumur 0 sampai dengan 14 tahun tercatat sebesar 26,37 persen, atau lebih tinggi dibanding penduduk perempuan muda yang tercatat sebesar 24,72 persen. Kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok usia produktif dan usia lanjut, dimana persentase penduduk laki-laki lebih rendah dibanding penduduk perempuan. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-5 -

Rasio Ketergantungan Perubahan struktur penduduk menurut kelompok umur merubah angka rasio ketergantungan. Salah satu indikator kependudukan lainnya yang mengalami perubahan sebagai akibat terjadinya perubahan struktur penduduk menurut umur adalah angka rasio ketergantungan. Angka ini diartikan sebagai banyaknya penduduk non produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Secara fungsional, indikator ini dari tahun ke tahun cenderung semakin kecil sebagai akibat turunnya jumlah penduduk usia muda dan naiknya jumlah penduduk usia produktif. Tabel 4 Rasio Ketergantungan Penduduk, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1971, 1980, 1990, 2000, 2005, 2006 dan 2007 Tahun Rasio Ketergantungan Muda Tua Total (1) (2) (3) (4) 1971 80,81 4,97 85,78 1980 70,19 6,28 76,48 1990 58,87 7,76 66,63 2000 44,40 9,05 53,44 2005 40,20 9,84 50,05 2006 39,13 10,32 49,63 2007 37,88 10,32 48,32 Sumber : - BPS, Hasil SP 1971 - BPS, Hasil SP 1980 - BPS, Hasil SP 1990 - BPS, Hasil SP 2000 - BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Supas Untuk Jawa Tengah secara total, angka rasio ketergantungan, pada tahun 1971 masih tercatat sebesar 85,78 namun pada tahun 2007 sudah menjadi 48,32. Penurunan angka rasio ketergantungan di Jawa Tengah lebih dipengaruhi turunnya angka rasio ketergantungan penduduk muda dari 80,81 (tahun 1971) menjadi 37,88 (tahun 2007). Sebaliknya terjadi kenaikan pada angka ketergantungan penduduk tua dari 4,97 (tahun 1971) menjadi 10,32 (tahun 2007). Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-6 -

FERTILITAS Pasangan Usia Subur Penurunan fertilitas telah memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan laju pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah. Jumlah wanita usia subur (WUS) atau pasangan usia subur (PUS), status perkawinan, usia perkawinan, keterlibatan dalam program KB merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap turunnya angka fertilitas tersebut. Gambar 2 Persentase Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan Usia Subur (PUS) di Jawa Tengah Tahun 2007 4 Non WUS 47% WUS 53% 73 janda kawin blm kwn 23 Dari 100 WUS di Jawa Tengah terdapat 73 PUS. Tahun 2007, sebanyak 53 persen penduduk perempuan di Jawa Tengah merupakan WUS berusia 15-49 tahun. Dari setiap 100 WUS ini, sebanyak 77 merupakan wanita pernah kawin dimana 73 di antaranya berstatus kawin dan merupakan proksi angka PUS. Bila dilihat menurut kelompok umur, persentase PUS tertinggi pada tahun 2007 terdapat pada kelompok umur 35-39 tahun sebesar 92,40 persen. Disusul kelompok umur 40-44 tahun dan 30-34 tahun masing-masing sebesar 91,52 persen dan 91,32 persen. Dari jumlah WUS pada kelompok umur muda (15-19 tahun) tercatat sekitar 10 persen telah berstatus PUS. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-7 -

Tabel 5 Jumlah Wanita Usia Subur dan Pasangan Usia Subur menurut Kelompok Umur, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 Wanita Persentase Kelompok Usia Subur PUS Umur (WUS) Terhadap (ribu) WUS (1) (2) (3) 15-19 1 465,3 9,84 20-24 1 426,4 55,44 25-29 1 343,2 83,98 30-34 1 276,1 91,32 35-39 1 245,2 92,40 40-44 1 194,3 91,52 45-49 1 050,3 87,89 15-49 9 000,8 72,86 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2007 Keluarga Berencana Pemakaian kontrasepsi yang benar dan tepat diandalkan oleh PUS untuk mengatur kehamilan. Salah satu tujuan gerakan keluarga berencana adalah mengatur kehamilan dengan menggunakan a lat/cara KB. Pemakaian alat kontrasepsi KB yang benar dan tepat oleh PUS dijadikan upaya untuk menunda kehamilan. Itulah sebabnya program pemakaian alat kontrasepsi melalui gerakan KB di I ndonesia secara massal dilakukan sejak tahun 1970 an dan menjadi t umpuan harapan untuk merealisasikan kebijakan kependudukan dalam hal pengendalian jumlah penduduk. Gambar 3 Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun Berstatus Kawin menurut Partisipasi Keluarga Berencana, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006-2007 80,00 60,00 62,10 60,65 40,00 20,00 21,06 16,84 20,6 18,75 0,00 2006 2007 sedang KB pernah KB tidak pernah KB Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2006 dan 2007 Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-8 -

Dari 100 PUS di Jawa Tengah terdapat sebesar 61 PUS menggunakan alat/cara KB. Masih sekitar 39 persen PUS tidak menggunakan alat/ cara KB. Dari Gambar 3 di Jawa Tengah pada tahun 2007 tercatat sebesar 60,65 persen PUS yang aktif mengikuti program KB. Ini merupakan keberhasilan penyuluhan program KB, sehingga PUS menyadari pentingnya mengatur kehamilan. Meskipun secara persentase sedikit turun bila dibandingkan tahun sebelumnya (62,10 persen). Meskipun demikian, pada tahun 2007 masih sebesar 39,35 persen PUS tidak menggunakan alat/cara KB, termasuk di dalamnya sebesar 18,75 persen tidak pernah menggunakan alat/cara KB. Masih besarnya angka ini memerlukan perhatian semua pihak. Demikan juga kondisi yang memprihatinkan untuk PUS yang pernah menggunakan alat/cara KB namun sekarang tidak menggunakan tercatat sebesar 21,06 persen pada tahun 2006 turun menjadi 20,60 persen pada tahun 2007. Kondisi diperburuk dengan turunnya persentase PUS yang sedang menggunakan alat/cara KB dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dari 19,81 persen pada tahun 2006 menjadi 19,24 persen pada tahun berikutnya. MKJP di sini meliputi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau biasa dikenal IUD (Intrauterine Device), Medis Operasi Pria (MOP), Medis Operasi Wanita (MOW) dan susuk atau implan. Fenomena ini paling tidak akan memicu terjadinya peningkatan tingkat kelahiran yang pada gilirannya dapat menaikkan laju pertumbuhan penduduk. Tabel 6 Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun Berstatus Kawin menurut Alat/Cara KB yang Digunakan dan Kelompok Umur Perempuan, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 Alat/Cara KB Kelompok Umur Perempuan (tahun) 15-49 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) MOW/Tubektomi 0,00 0,49 0,72 2,63 6,25 9,02 14,82 5,34 MOP/Vasektomi 0,00 0,45 0,59 0,76 1,83 2,71 2,32 1,45 AKDR/IUD/Spiral 1,60 2,59 2,99 4,99 6,39 9,97 17,22 6,90 Suntikan KB 89,48 82,96 79,07 70,97 62,20 53,99 42,31 65,66 Susuk KB /sejenis 0,78 3,74 4,18 5,46 6,43 7,25 5,47 5,55 Pil KB 7,08 9,28 11,61 14,03 14,67 15,86 16,10 13,75 Kondom/Karet KB 1,07 0,37 0,33 0,50 1,56 0,67 1,01 0,79 Intravag / sejenis 0,00 0,09 0,12 0,20 0,14 0,00 0,07 0,11 Alat/Cara tradisional 0,00 0,03 0,41 0,48 0,55 0,52 0,67 0,46 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2007 Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-9 -

Alat/cara KB suntik merupakan alat/cara KB yang paling diminati wanita di Jawa Tengah. Dari PUS peserta KB ternyata cara yang paling diminati oleh wanita Jawa Tengah untuk menunda kelahiran adalah suntik yang persentasenya meningkat dari 64,94 persen pada tahun 2006 menjadi 65,66 persen pada tahun 2007. D isusul, secara berurutan alat/cara KB pil, IUD/spiral, susuk dan MOW masing-masing sebesar 13,75 persen, 6,90 per sen, 5,55 persen dan 5,34 persen. Yang menggunakan alat/cara KB lainnya terca tat sebesar 2,81 persen, termasuk di dalamnya hanya sebesar 0, 46 persen yang menggunakan al at/cara KB tradisional (sistem kalender, senggama terputus atau c ara tradisional lainnya). Sesuai dengan masa efektivitas alat/ca ra KB yang secara me dis sudah teruji kebenarannya, maka pola yang diperlihatkan oleh setiap jenis alat/cara KB menurut kelompok umur per empuan berbed a. Sebagai conto h untuk al at/cara KB sunt ik lebih banyak diminati oleh perempuan terutama pada kelompok umur muda dan persentasenya semakin kecil dengan bertambah usia perempuan. Kondisi sebaliknya, untuk alat/cara KB IUD/spiral semakin bertambahnya usia perempuan, semakin besar persentase perempuan untuk memilih alat/cara KB tersebut. Hal ini dapat dimaklumi karena mereka yang masih termasuk kelompok umur muda lebih senang memilih alat/cara KB yang mempunyai daya tahan (efektivitas) relatif pendek dengan maksud sewaktu-waktu mereka dapat melepas alat kontrasepsi jika ingin hamil lagi. Program KB bukan hanya ditujukan kepada wanita saja, tetapi peran serta laki-laki sangat diharapkan dan dapat mendukung keberhasilan program tersebut. Sampai saat ini partisipasi laki-laki terhadap Program KB masih rendah, dimana yang menggunakan alat/cara KB jenis Medis Operasi Pria (Vasektomi) dan Kondom masing-masing hanya sebesar 1,45 persen dan 0,79 persen. Keikutsertaan PUS dalam gerakan KB tidak lepas dari masa reproduksi wanita yang bersangkutan. Pemilihan alat/cara KB yang tepat dan benar sesuai dengan umur dan kondisi fisik pengguna alat/cara KB akan memberi perlindungan yang aman terhadap kemungkinan hamil. Hasil Survei Modul Kependudukan SP 2000, menunjukkan bahwa masih banyaknya PUS yang tidak menggunakan alat/cara KB disebabkan beberapa alasan. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-10 -

Hampir 50 persen dari PUS yang tidak menggunakan alat/cara KB beralasan ingin mempunyai anak atau menambah jumlah anak. Hampir 50 persen beralasan ingin mempunyai anak atau menambah jumlah anak, sebesar 13,48 persen beralasan kesehatan/efek sampingan. Sangat disayangkan, bahwa hampir 10 persen suami tidak mendukung bila isterinya menggunakan alat/cara KB walaupun dengan cara tradisional. Namun perlu dicatat, data ini merupakan kondisi tahun 2000, sementara Susenas 2007 tidak mengumpulkan informasi tentang alasan wanita tidak ikut KB. Sehingga untuk melihat apakah kondisi ini masih berlangsung, perlu dipertimbangkan adanya studi/survei khusus. Tabel 7 Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun Berstatus Kawin Menurut Alasan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2000 Alasan Tidak Menggunakan Alat/Cara KB Persentase (1) (2) Kurang pengetahuan alat/cara atau sumber pelayanan 5,62 Jarang "kumpul" 4,29 Menopause/histerektomi 4,48 Masa tidak subur/nifas/menyusui 5,15 Ingin anak 49,87 Responden/suami tidak setuju 9,36 Masalah kesehatan/efek sampingan 13,48 Alat/cara sukar diperoleh 0,19 Biaya mahal 1,68 Lainnya 5,88 Jumlah 100,00 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Survei Modul Kependudukan SP 2000 Angka Kelahiran Total Angka kelahiran total (TFR) di Jawa Tengah cenderung menurun. Turunnya fertilitas di Jawa Tengah terlihat dari turunnya angka kelahiran total/ total fertility rate (TFR) dari 5,330 (berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971) menjadi 2,584 (berdasarkan hasil Supas 1995). Turunnya angka kelahiran ini tidak dapat dipungkiri merupakan hasil kerja keras dari semua pihak dan dukungan dari masyarakat terutama kaum wanitanya untuk mengendalikan jumlah penduduk, melalui program keluarga berencana. Selain itu, program transmigrasi yang mendapat sambutan positip dari seluruh masyarakat Jawa Tengah juga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-11 -

Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003 (SDKI 2002-2003), estimasi angka kelahiran total Jawa Tengah periode tahun 2000-2002 sebesar 2,1. Hal ini menunjukkan bahwa estimasi angka kelahiran total Jawa Tengah lebih rendah bila dibandingkan dengan estimasi angka kelahiran total nasional (2,6). Tabel 8 Estimasi Angka Kelahiran Total, Provinsi Jawa Tengah Angka Persentase Tahun Kelahiran Penurunan Total Fertilitas (1) (2) (3) 1967-1970 5,330 1) - 1971-1975 4,915 2) 7,79 1976-1979 4,370 3) 11,09 1981-1984 3,820 4) 12,59 1986-1989 3,049 5) 20,18 1991-1994 2,584 6) 15,25 Sumber : BPS Keterangan : 1) Berdasarkan SP 1971 2) Berdasarkan SUPAS 1976 3) Berdasarkan SP 1980 4) Berdasarkan SUPAS 1985 5) Berdasarkan SP 1990 6) Berdasarkan SUPAS 1995 Anak Lahir Hidup Salah satu indikator yang menunjukkan tinggi dan rendahnya tingkat kelahiran adalah rata-rata anak yang pernah dilahirkan h idup (ALH). Indikator ini membandingkan antara banyaknya an ak lahir hidup dengan banyaknya wanita. Rata-rata anak yang dilahirkan hidup oleh wanita umur 45-49 tahun pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006 dari 3,28 anak menjadi 3,45 anak. Angka ini menggambarkan kondisi kelahiran dari wanita yang telah mencapai akhir masa reproduksinya, seh ingga dapat mewakili kelahiran lengkapnya. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-12 -

Di Jawa Tengah rata-rata ALH oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksinya (45-49 tahun) sebesar 3,45. Rata-rata anak yang dilahirkan hidup terendah di Jawa Tengah terlihat pada wanita berumur 15-19 tahun yaitu sebesar 0,46 orang anak. Rendahnya angka ini dapat dimaklumi mengingat bahwa masih banyak wanita dari kelompok umur tersebut yang masih berstatus "belum kawin" sehingga banyak anak yang dilahirkan hidup masih rendah. Semakin tua umur wanita terlihat rata-rata anak yang dilahirkan hidup semakin tinggi mengingat semakin tua umur wanita semakin dekat mereka pada akhir masa reproduksinya. Di Jawa Tengah, rata-rata anak yang dilahirkan hidup pada kelompok umur 45-49 tahun pada tahun 2007 tercatat sebesar 3,45 dan angka ini dapat dikatakan sebagai proksi tingkat fertilitas total di Jawa Tengah. Tabel 9 Rata-rata Anak Lahir Hidup, Anak Masih Hidup dan Proporsi Anak Masih Hidup Menurut Kelompok Umur Perempuan, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 dan 2007 2006 2007 Kelompok Rata-rata Rata-rata Proporsi Rata-rata Rata-rata Proporsi Umur Anak Lahir Anak Masih Anak Masih Anak Lahir Anak Masih Anak Masih Hidup Hidup Hidup Hidup Hidup Hidup (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 15-19 0,03 0,03 0,96 0,46 0,44 0,96 20-24 0,42 0,41 0,98 0,89 0,86 0,97 25-29 1,08 1,05 0,97 1,33 1,29 0,97 30-34 1,81 1,75 0,97 1,96 1,89 0,96 35-39 2,43 2,33 0,96 2,53 2,40 0,95 40-44 2,91 2,73 0,94 3,07 2,83 0,92 45-49 3,28 3,04 0,93 3,45 3,11 0,90 15 49 1,67 1,58 0,95 2,29 2,14 0,93 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2006-2007 Selama dua tahun terakhir (tahun 2006 2007), di setiap kelompok umur mengalami peningkatan nilai rata-rata anak lahir hidup. Peningkatan terbesar terjadi pada kelompok umur 20-24, rata-rata ALH naik dari 0,42 menjadi 0,89. Disusul pada kelompok umur 15-19 tahun, rata-rata ALH naik dari 0,03 menjadi 0,46. Rasio A nak - Wanita Rasi o anak balita ter hadap jumlah perempuan berumur 15-49 tahun juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tingkat kelahiran/fe rtilitas di suatu daerah. Kelompok anak yang digunakan adalah penduduk berumur 0-4 tahun tanpa Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-13 -

membedakan jenis kelamin, sedang kelompok perempuannya adalah yang berumur 15-49 tahun tanpa membedakan status perkawinannya. Angka rasio anak terhadap pe rempuan merupakan salah satu ukuran kelahiran yang sederhana pada suatu populasi, meskipun jumlah penduduk 0-4 tahun sangat dipengaruhi oleh kematian dan jumlah penduduk perempuan berumur 15-49 tahun dipengaruhi oleh migrasi. Tabel 10 Rasio Anak terhadap Wanita menurut Daerah Perkotaan/Pedesaan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1971, 1980, 1990, 2000, 2005, 2006 dan 2007 Tahun Perkotaan Pedesaan Perkotaan+ Pedesaan (1) (2) (3) (4) 1971 533,05 645,70 632,82 1980 500,42 562,79 550,50 1990 370,80 454,80 430,83 2000 275,30 311,84 296,81 2005 137,75 149,31 144,29 2006 123,01 133,54 128,94 2007 285,91 315,84 302,72 Sumber : - BPS, Hasil SP 1971 - BPS, Hasil SP 1980 - BPS, Hasil SP 1990 - BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2005-2007 Di Jawa Tengah, setiap 1.000 perempuan terdapat balita sebanyak 303. Rasio ana k terhadap perempuan/ Child Women Ratio (CWR) di Jawa Tengah tahun 2007 tercatat sebesar 302,72 yang berarti bahwa seti ap 1.000 perempuan terdapat balita sebanyak 303. Selama periode tahun 1971-2000 angka ini terus mengalami penurunan dimana rasio anak terhadap perempuan di Jawa Tengah tercatat sebesa r 632,82 (tahun 1971), 550,50 (tahun 1980) 430, 83 (tahun 1990) dan 296,81 (tahun 2000). Penurunan an gka rasio anak terhadap perempuan di atas memberikan indikasi adanya penurunan terhadap tingkat kelahiran. Hal yang cukup mengkhawatirkan terlihat pada tahun 2007 bila tahun-tahun sebelumnya mulai tahun 2000. Pada tahun 2007, terjadi peningkatan yang tajam terutama di daerah perdesaan terlihat bahwa rasio anak terha dap perempuan di pedesaan menjadi sebesar 315,84 sedangkan di perkotaan sebesar 285,91. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-14 -

Rata-rata Umur Perkawinan Pertama Umur perkawinan pertama seorang perempuan mempengaruhi jumlah anak yang akan dilahirkan selama masa reproduksinya, karena semakin dini umur perkawinan seorang wanita semakin banyak jumlah anak yang akan dilahirkannya. Singulate Mean Age of Marriage (SMAM) merupakan metode yang digunakan untuk menghitung rata-rata umur perkawinan pertama baik untuk perempuan maupun lakilaki. Tabel 11 Rata-rata Umur Perkawinan Pertama menurut Jenis Kelamin Dan Daerah Perkotaan/Pedesaan, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2006 dan 2007 (tahun) Jenis 2006 2007 Kelamin Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan Pedesaan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Laki-laki 28,57 26,89 27,64 28,10 26,16 27,04 Perempuan 24,94 22,21 23,44 24,18 21,21 22,56 Laki-laki+Perempuan 26,75 24,55 25,54 26,12 23,63 24,76 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2006-2007 Rata-rata umur perkawinan pertama untuk perempuan di Jawa Tengah tercatat sebesar 22,56 tahun. Di pedesaan umur perkawinan pertama untuk perempuan lebih muda 3 tahun dari pada di perkotaan. Hasil penghitungan SMAM untuk Jawa Tengah menunjukkan bahwa rata-rata umur perkawinan pertama perempuan di Jawa Tengah tahun 2007 tercatat sebesar 22,56 tahun. Angk a ini sedikit turun bil a dibandingkan tahun 2006 dimana rata-ra ta umur perkawinan pertama perempuan tercatat sebesar 23,44 tahun. Pada periode yang sam a, rata-rata umur perkawinan pertama laki-laki di Jawa Ten gah juga sedikit turun, dari 27,64 tahun menjadi 27,04 tahun. Kondisi ini ju ga terlihat di daerah perkotaan maupun pedesaan, sehingga secara total juga sedikit rurun Rata-rata umur perkawinan pertama di pedesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan, baik pada kelompok perem puan maupun laki-laki. Rata-rata umur perkawinan pertama perempuan di pedesaan yang lebih rendah dibandingkan di perkotaan dimungkinkan karena masih banyaknya perkawinan di bawah umur di pedesaan. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-15 -

Di Jawa Tengah sekitar 39 persen perempuan kawin pada umur 16-18 tahun. Pada Tabel 12 terlihat bahwa dari jumlah perempuan berumur 10 tahun ke atas yang pernah kawin di Jawa Tengah sebesar 38,65 persen menikah pada umur 16-18 tahun, dan sebesar 38,79 persen menikah pada umur 19-24 tahun. Meskipun demikian ternyata di Jawa Tengah masih relatif banyak perempuan yang menikah pada usia di bawah 16 tahun yaitu sebesar 12,78 persen. Tabel 12 Persentase Perempuan Pernah Kawin menurut Kelompok Umur dan Usia Perkawinan Pertama, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 Kelompok Umur Perkawinan Pertama (tahun) Jumlah Umur 10-15 16-18 19-24 25 + (1) (2) (3) (4) (5) (6) 15 19 10,20 78,79 11,02 0,00 100,00 20 24 1,53 37,78 60,83 0,00 100,00 25 29 3,71 29,24 55,69 11,36 100,00 30 34 5,42 29,92 48,81 15,85 100,00 35 39 7,06 35,80 41,82 15,32 100,00 40 44 9,94 39,82 38,14 12,10 100,00 45 49 12,34 40,95 37,55 9,17 100,00 50 + 23,58 43,03 26,65 6,73 100,00 Jumlah 12,78 38,65 38,79 9,77 100,00 Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2007 MORTALITAS Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi di Jawa Tengah cenderung menurun. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003 ( SDKI 2002-2003), estimasi Angka Kematian Bayi (AKB)/ Infant Mortality Ra te (IMR) Jawa Tengah ta hun 2002-2003 sebesar 36 per 1.000 k elahiran hidup. Mesk ipun estimasi angka kematian bayi Jawa Tengah hampir sama dengan estimasi Na sional (35 per 1.000 ke lahiran hidup), angka ke matian bayi di Jawa Tengah cenderung menurun. Pada Tabel 13 menya jikan estima si AKB berdasarkan hasil SP 71, SP 80, SP 90 dan SUPAS 95. Dari tabel tersebut ta mpak terjadi penurunan AKB pada periode 1967-1991, dengan persentase penurunannya dar i tahun ke tahun yang s emakin cepat. AKB pada tahun 1967 adalah sebesar 144 per 1.000 kelahiran, kemudian turun menjadi 99 per 1.000 kelahiran pada tahun 1976. Selanjutnya berdasarkan SP 90, AKB tahun 1986 diperkirakan 65 per 1.000 kelahiran dan berdasarkan hasil SUPAS 95, AKB pada tahun 1991 kembali turun lebih cepat menjadi 39 per 1.000 kelahiran. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-16 -

AKB laki-laki lebih Bila dilihat menurut jenis kelamin, AKB laki-laki lebih besar dari pada AKB besar dari pada AKB perempuan. perempuan. Berdasarkan SP 71, AKB laki-laki tahun 1967 diperkirakan 156 per 1.000 kelahiran, sedangkan AKB perempuan 132 per 1.000 kelahiran. Selanjutnya berdasarkan SUPAS 95, AKB laki-laki tahun 1991 tetap lebih besar dari pada AKB perempuan yang diperkirakan sebesar 44 per 1.000 kelahiran berbanding 34 per 1.000 kelahiran. Tabel 13 Estimasi Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup Menurut Jenis Kelamin, Provinsi Jawa Tengah Angka Kematian Bayi Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan (1) (2) (3) (4) 1967 1 ) 156 132 144 1976 2 ) 108 90 99 1986 3 ) 72 58 65 1991 4 ) 44 34 39 Sumber : BPS Keterangan : 1) Berdasarkan SP 1971 2) Berdasarkan SP 1980 3) Berdasarkan SP 1990 4) Berdasarkan SUPAS 1995 Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan AKB selama periode 1967-1991 menggembirakan terutama mulai akhir tahun 1980-an. Hal ini kemungkinan karena makin meningkatnya pelayanan dan fasilitas kesehatan, serta membaiknya gizi masyarakat. Pembangunan di segala sektor yang sedang digalakkan sekarang ini telah menaikkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Ini mengakibatkan tingkat kes ejahteraan masyarakat pun bertambah baik, terutama tingkat kesehatan individu dan masyarakat yang selanjutnya akan membuat AKB mengalami penurunan. Proporsi Anak Masih Hidup Salah satu indikator yang memberi petunjuk tentang tinggi rendahnya tingkat kematian adalah indikator proporsi anak yang masih hidup (AMH) yang didefinisikan Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-17 -

sebagai perbandingan antara jumlah anak yang masih hidup dengan jumlah anak yang dilahirkan hidup pada masing-masing kelompok umur perempuan. Nilai mendekati 1 menunjukkan bahwa hampir seluruh anak yang dilahirkan hidup tetap berada dalam kondisi masih hidup saat pencacahan. Nilai indikator ini sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi dan fasilitas kesehatan dengan dasar pemikiran bahwa kondisi dan pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik akan mencegah terjadinya tingkat kematian pada anak-anak yang dilahirkan hidup. Di Jawa Tengah dari 100 ALH terdapat 95 AMH, dimana kondisinya relatip tetap bila dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut kelompok umur perempuan, proporsi anak masih hidup dari kelompok umur muda umumnya lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lebih tua. Dengan kata lain, anak-anak yang dilahirkan hidup oleh kelompok perempuan yang berumur muda umumnya masih hidup pada saat pencacahan dibandingkan anak-anak yang dilahirkan hidup oleh kelompok perempuan usia yang lebih tua sepanjang masa reproduksinya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat angka kematian anak dari wanita-wanita yang lebih tua lebih tinggi dari pada wanita-wanita yang lebih muda. Proporsi anak yang meninggal memang cenderung meningkat sesuai dengan umur ibu, karena anak dari wanita-wanita yang lebih tua dilahirkan lebih dulu sehingga anak-anak tersebut menghadapi resiko meninggal yang lebih besar dari pada anak-anak dari wanita yang lebih muda. Gambar 4 Rata-rata Anak Lahir Hidup dan Anak Masih Hidup Menurut Kelompok Umur Perempuan, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2007 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Rata-rata ALH Rata-rata AMH Sumber : BPS Jawa Tengah, Hasil Pengolahan Susenas 2007 Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-18 -

Pada Tabel 9 terdahulu terlihat bahwa di Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 96 dari 100 anak yang dilahirkan hidup oleh perempuan kelompok umur 15-19 tahun tercatat masih hidup; sedangkan pada kelompok umur perempuan 45-49 tahun hanya 90 dari 100 anak yang dilahirkan hidup yang tercatat masih hidup. Gambar 4 dapat dijadikan ilustrasi perubahan rata-rata AMH yang dibandingkan dengan rata-rata ALH. Perbedaan garis antara keduanya menunjukkan terjadinya kematian. Terlihat bahwa perbedaan antara keduanya semakin melebar seiring dengan meningkatnya umur perempuan. PENUTUP Penduduk Jawa Tengah jumlahnya terus meningkat, walaupun demikian laju pertumbuhannya terus mengalami penurunan. Turunnya laju pertumbuhan ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah melalui pelaksanaan berbagai program pemerintah, termasuk program KB dalam menekan laju pertumbuhan penduduk. Peran serta masyarakat Jawa Tengah dalam pelaksanaan program KB dapat dikatakan berhasil dalam upaya penurunan tingkat kelahiran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kesadaran dan dukungan masyarakat tetap diharapkan dalam menanggulangi berbagai masalah kependudukan, sehingga penduduk diharapkan menjadi sumber daya manusia yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan di segala bidang. Profil Penduduk dan KB Jawa Tengah 2007-19 -