BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan serta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lain pelayanan berbagai jenis laboratorium, gizi/makanan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

B A B V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2013 telah tersedia Puskesmas, sekitar Puskesmas

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana upaya kesehatan yang

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Tenaga Kesehatan. Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang atau individu mampu untuk hidup produktif dalam segi

BAB 1 : PENDAHULUAN. berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan, serta pemeliharaan

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah,

Analisis Penyebab Kekosongan Obat Kusta di RS. X Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAHULUAN. atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Dasar-dasar atau prinsip pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah nilai

IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Aditama (2006), bahwa fungsi manajemen pengelolaan obat

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BUPATI KUDUS T E N T A N G PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN KELAS III DI RUMAH SAKIT BAGI PENDUDUK KABUPATEN KUDUS

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknik dinas

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai. Dalam meningkatkan kualitas

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009, Sehat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktiftas pelayanan kesehatan baru dimulai pada akhir abad ke -19,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya

BAB I PENDAHULUAN. sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam hidupnya. Sehat adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambah Lembaran Negara Nomor 3445 );

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pengelolaan kesehata n dalam SKN

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana, Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengobatan. Untuk dapat melaksanakan Pelayanan Kesehatan Dasar khususnya bidang pengobatan dibutuhkan obat. Oleh karena itu obat perlu dikelola dengan baik diantaranya perencanaan kebutuhan obat agar persediaan sesuai dengan kebutuhan. Salah satu sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 adalah subsistem obat dan perbekalan kesehatan yang merupakan tatanan berbagai upaya perencanaan, pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan dan pengawasan obat serta perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung. Tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh

pemerintah dan/atau masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak terlepas dari tersedianya obat-obatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009a). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Suciati dkk (2006), menyatakan bahwa pelayanan farmasi untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan pelayanan penunjang sekaligus revenue center atau pusat pendapatan bagi rumah sakit, mengingat lebih dari 90% pelayanan kesehatan menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Penelitian yang dilakukan Aditama (2006) menyimpulkan bahwa untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya diperlukan bahan-bahan logistik. Bahan logistik merupakan bahan operasional yang sifatnya habis pakai seperti obat-obatan dan dan alat kesehatan habis pakai. Kegiatan logistik secara umum memiliki 3 (tiga) tujuan yaitu tujuan operasional, tujuan keuangan dan tujuan pengamanan. Dalam memenuhi tujuan kegiatan logistik sarana pelayanan kesehatan diperlukan manajemen logistik sehingga barang-barang logistik yang tersedia di sarana pelayanan kesehatan dapat terus terjamin keberadaannya. Salah satu upaya penting dalam manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan adalah perencanaan kebutuhan obat, karena proses perencanaan yang baik akan menghasilkan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sarana pelayanan kesehatan. Perencanaan merupakan rangkaian proses pembuatan daftar kebutuhan obat sejak dari pemilihan macam dan jumlah obat serta menghitung dana yang

dibutuhkan sampai pada penyesuaian dana yang ada,sehingga diperoleh sebuah daftar perencanaan kebutuhan obat (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Ada dua metode perencanaan yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan obat masa lalu sebagai dasar penentuan perkiraan kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan rencana dari rumah sakit maupun farmasi rumah sakit. Metode ini memberikan prediksi keakuratan yang baik terhadap perencanaan kebutuhan obat. Namun demikian tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan, karena metode ini hanya meramalkan berapa jumlah kebutuhan obat yang akan direncanakan, tidak dapat diketahui kapan saatnya harus memesan obat lagi. Disamping itu, metode konsumsi juga tidak bisa memberikan informasi tentang perencanaan obat berdasarkan prioritas nilai investasinya. Metode morbiditas dilakukan dengan melihat berapa episode masalah kesehatan yang ada, standar terapi, tingkat kepatuhan terhadap standar terapi, maka akan diperoleh jumlah obat yang dibutuhkan (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Hasil penelitian Maimun (2009), perencanaan obat bahwa di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal dilakukan oleh kepala IFRS dengan menggunakan metode konsumsi yaitu dengan penambahan sekitar 10% dari pemakaian sebelumnya. Tetapi penggunaan metode konsumsi tidak dapat diketahui obat apa saja yang harus diprioritaskan dalam perencanaan, juga tidak dapat diketahui kapan saatnya memesan obat yang tepat. Sehingga dengan perencanaan obat seperti yang berjalan selama ini dimungkinkan terjadinya kelebihan stok obat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya nilai persediaan antibiotik yang meningkat dari tahun

2005 sebesar 26,77% (Rp. 44.193.750) menjadi 34,30% (Rp. 80.835.000) pada tahun 2006, ini berarti adanya penggunaan dana yang kurang efisien. Fenomena ketersediaan obat secara umum masih menjadi masalah dalam menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia yang ditandai dengan belum terjangkaunya masyarakat terhadap kebutuhan obat dalam membantu pemulihan kesehatannya, padahal secara kuantitas jumlah obat yang direkomendasikan telah ditentukan setiap wilayah dan adanya kewajiban menggunakan obat-obat generik agar dapat terjangkau oleh masyarakat, dengan mutu obat yang sama dengan obat non generik. Fenomena ini juga terjadi di Propinsi Sumatera Utara baik di sarana kesehatan private maupun sarana kesehatan public. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara adalah institusi kesehatan daerah otonom propinsi Sumatera Utara yang mempunyai kewenangan untuk penyediaan obat-obatan bagi seluruh Unit Pelayanan Teknis (UPT) nya. Secara organisatoris, terdapat lima UPT di bawah kewenangan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yaitu Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang, dan PTC Indrapura. Keseluruhan UPT tersebut mendapatkan subsidi obat-obatan dan perbekalan kesehatan dari gudang Farmasi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dan seluruh anggaran kebutuhan obat disusun oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, berdasarkan usulan dari masing-masing UPT tersebut (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2012a).

Penyediaan obat-obatan pada masing-masing UPT bervariatif, baik dari aspek kuantitas obat maupun jumlah anggaran obat. Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2012), diketahui bahwa selama 2 (dua) tahun terdapat kecenderungan fluktuasi alokasi anggaran obat dan perbekalan kesehatan. Tahun 2011 alokasi anggaran untuk obat-obatan adalah Rp. 4.084.198.192, tahun 2012 menurun menjadi Rp. 3.910.000.000,-, (terjadi penurunan sebesar 4,3%). Anggaran tersebut didistribusikan ke 5 UPT yang ada di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Besaran alokasi anggaran pada masing-masing UPT tidak selalu sama dan ditentukan berdasarkan usulan rencana kebutuhan obat dan anggaran masing-masing UPT (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2012b). Idealnya perencanaan kebutuhan obat secara umum berkorelasi dengan jumlah anggaran yang dialokasikan. Besarnya alokasi anggaran tergantung dari jumlah obat yang dibutuhkan dan diusulkan UPT ke Dinas Kesehatan. Sedangkan pada UPT PTC Indrapura perencanaan kebutuhan obat sudah baik, dan tidak ditemukan permasalahan kebutuhan obat oleh pasien. Selain jumlah kebutuhan obat yang dialokasikan cenderung sedikit karena jumlah pasien juga relatif sedikit, dan itupun hanya untuk pasien-pasien yang gawat darurat karena PTC Indrapura prioritas kegiatan dan program di PTC adalah untuk pendidikan dan pelatihan. Adanya perbedaan alokasi anggaran berimplikasi terhadap ketersediaan obat di masing-masing UPT. Seyogyanya penyediaan obat masing-masing diberikan kewenangan kepada UPT agar dapat lebih memahami kebutuhan yang sebenarnya

terhadap obat yang dibutuhkan pasien dengan analisis situasi dan perencanaan yang sesuai. Namun, mengingat seluruh UPT tersebut dibawah kewenangan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, maka hanya menerima alokasi obat, meskipun usulan anggaran kebutuhan obat terlebih dahulu di usulkan oleh masing-masing UPT. Akan tetapi karena kemungkinan terbatasnya anggaran, maka tidak semua obat yang diusulkan UPT dapat dipenuhi. Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap pemenuhan obat di masing-masing UPT. Berdasarkan hasil survai awal peneliti pada UPT RS Kusta Lau Simomo pada 15 Januari 2012, diketahui bahwa penyusunan rencana kebutuhan obat masih mengikuti pada usulan-usulan tahun anggaran sebelumnya, kalaupun dianalisa kebutuhannya hanya berdasarkan jumlah kunjungan terbanyak, dan disinergiskan dengan jumlah dan jenis obat yang dominan digunakan, sehingga berdampak terhadap stok obat kebutuhan pasien. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan petugas farmasi RSK. Lau Simomo, menjelaskan bahwa dalam proses pemenuhan obat-obatan di rumah sakit, rumah sakit (UPT) hanya menerima obat yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu hal ini menjadi masalah di rumah sakit yaitu: (1) banyak obat yang diperlukan tidak disediakan atau sangat sedikit tersedia, (2) obat yang kurang diperlukan disediakan dalam jumlah yang banyak, (3) banyak obat yang tersedia tetapi tidak digunakan oleh dokter dengan alasan yang tidak jelas, (4) banyak obat yang isi atau gunanya sama dengan nama berbeda. Keadaan tersebut mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan oabat (need) dengan ketersediaan obat (demand). Hal

ini juga menunjukkan bahwa perencanaan obat masih belum optimal, dan belum didasarkan pada metode yang lebih efektif dan efesien. Hasil survai awal berikutnya pada bulan Mei 2013, di UPT BKIM juga menunjukkan ada ketimpangan antara usulan anggaran obat dengan alokasi obat dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Menurut Kepala UPT BKIM Propinsi Sumatera Utara bahwa secara umum adanya fluktuasi peningkatan jumlah pasien mata yang datang berobat ke BKIM propinsi Sumatera Utara karena sudah ada beberapa puskesmas di Kota Medan yang bekerja sama untuk rujukan ke BKIM. Hal ini tentunya berdampak terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan obat bagi pasien, yaitu terjadi kekosongan obat dipertengahan tahun karena alokasi anggaran obat sudah ditentukan pada akhir tahun, sehingga dipertengahan tahun terjadi kekurangan obat untuk pasien. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang Tahun 2013. 1.2 Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perencanaan kebutuhan obat di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan adalah: 1. Bagi UPT Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Rumah Sakit Kusta Lau Simomo, dan Rumah Sakit Kusta P.Sicanang menjadi masukan dalam melakukan analisis kebutuhan obat dan anggaran obat melalui teknik yang lebih profesional dan mampu mengakomodir kebutuhan obat sesuai dengan kebutuhan pasien. 2. Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara sebagai induk dari seluruh UPT pelayanan kesehatan di Propinsi Sumatera Utara tentang evaluasi ketersediaan dan perencanaan obat pada masing-masing UPT, sehingga dapat dijadikan dasar penyusunan anggaran pada Tahun anggaran berikutnya. 3. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya, dan pengembangan khazanah pengetahuan tentang analisis perencanaan kebutuhan obat, dan manajemen pengelolaan obat pada sarana kesehatan.