BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pembinaan Narapidana di Indonesia menggunakan

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Law adalah Equality before the Law. Asas ini dituangkan dalam peraturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

Institute for Criminal Justice Reform

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan tentang Peranan dan Lembaga Pemasyarakatan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus suatu bangsa. Baik ataupun buruknya masa

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. kemerdekaan bergerak seseorang, pada akhir tujuannya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. atau ditaati, tetapi melalui proses pemasyarakatan yang wajar dalam suatu

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah penulis

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga pemasyarakatan atau disingkat ( LAPAS) merupakan institusi dari

SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP NARAPIDANA OLEH HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT STUDI KASUS DI LAPAS SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB III PENUTUP. beberapa kesimpulan tentang pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana di

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan prinsip pemasyarakatan : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB II TINJAUAN YURIDIS LEMBAGA PEMASYARAKATAN. A. Landasan Hukum Pelaksanaan Pembinaan Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan. Salah satu ciri negara hukum Indonesia yaitu adanya. yang bertugas mengawal jalannya pemeriksaan sidang pengadilan.

III. METODE PENELITIAN. memperoleh data empiris melalui penelitian (Didi Atmadilaga,1997: 125).

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori. 1. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Pidana

HAK ANAK DIDIK SEBAGAI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN MENURUT UU NO. 12 TAHUN Oleh : Refly Mintalangi 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJALANI PIDANA PENJARA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Efektivitas Pelepasan Bersyarat Dalam Pembinaan Narapidana

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

Sedangkan pengertian Lembaga Pemasyarakatan menurut ensiklopedi sebagai berikut2:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan yang terpadu. Sesuai dengan Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang merumuskan Setiap orang berhak untuk bekerja dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Mengingat narapidana yang telah kehilangan kemerdekaannya yang terampas, maka pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya untuk kepentingan jawatan dan kepentingan negara sewaktu saja. Yang dimaksud dengan kemerdekaan yang terampas yaitu kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan. Narapidana harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-hak yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan minum, pakaian tempat tidur, latihan ketrampilan, olah raga atau rekreasi. Dalam ketentuan Pasal 24 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:, merumuskan: Orang yang dijatuhi pidana penjara atau kurungan boleh

2 diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana. Kegiatan kerja di luar rumah tahanan sangat positif bagi narapidana agar bisa mengetahui perkembangan di tengah masyarakat dalam wilayah kota. Tujuannya agar ketika dibebaskan para narapidana itu dapat langsung beradaptasi dengan masyarakat. Menurut R. Acmad Soema di Pradja dan Romli Atmasasmita dalam bukunya Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia menyatakan; Jikalau orang-orang hukuman itu diberi kesempatan bekerja sedemikian rupa, sehingga dari keringat ia dapat membiayai kebutuhannya sendiri dan kebutuhan keluarganya, maka pemberian pekerjaan secara demikian itu betul-betul merupakan salah satu usaha unuk keperluan re-educatie dan re-socialisatie narapidana. 1 Adapun pekerjaan yang diberikan kepada narapidana haruslah disesuaikan dengan bakat, latar belakang pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh narapidana yang bersangkutan. Dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tersebut merupakan kewajiban pihak Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelaksana pembinaan bagi narapidana. Berdasarkan sepuluh prinsip pemasyarakatan untuk bimbingan dan pembinaan, yang dirumuskan dalam konferensi Lembang Tahun 1964 yang terdiri atas sepuluh rumusan : 1. Orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas dendam dari negara. 3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan. 1 R.Achmad s. Soema di Prajda dan Romli Atmasasmita, 1979, Sistem Pemasyrakatan di Indonesia, Binacipta, Bandung, hlm 16.

3 4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga. 5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan unuk pembangunan negara. 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan azas Pancasila. 8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia. 9. Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 10. Sarana phisik bangunan lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyaraktan. 2 Berdasarkan prinsip pemasyarakatan pada angka enam, Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau kepentingan jawatan atau negara. Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan nasional. Pemberian upah kepada narapidana diatur dalam, Pasal 14 huruf (g) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dirumuskan: Narapidana berhak: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapat pendidikan dan pengajaran; d. Mendapat pelayanan kesehatan dan makan yang layak; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media lainnya yang tidak dilarang; g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum,atau orang tertentu lainnya; i. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi); 2 Bambang Poernom,1985. Pelaksanan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan, Liberty, Yogyakarta. hlm 142.

4 j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapat cuti menjelang bebas; dan m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, hak narapidana ini dilaksanakan dengan memperhatikan status yang bersangkutan sebagai narapidana, dengan demikian pelaksanannya dalam batas-batas yang diizinkan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan peraturan yang lebih khusus mengatur mengenai hak upah dan premi terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Pasal 29 ayat (1) tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, merumuskan; Setiap narapidana yang bekerja berhak mendapatkan upah atau premi. 3 Yang dimaksud dengan upah adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang bekerja menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan premi adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang mengikuti latihan kerja sambil berproduksi. Pengaturan mengenai upah dan premi diatur juga dalam Pasal 29 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 merumuskan yaitu; Upah atau premi sebagaimana dimaksud diberikan kepada narapidana, apabila diperlukan untuk memenuhi keperluan yang mendasar selama berada di Lembaga Pemasyarkatan atau untuk biaya pulang setelah selesai menjalani masa pidana. 3 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

5 Namun dalam kenyataannya setelah selesai mendapat pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dan selesai menjalani masa tahanan, masih terdapat mantan narapidana yang tidak dapat kembali lagi ke lingkungan keluarga atau tempat tinggal asalnya karena tidak mempunyai uang. Sehingga tidak tertutup kemungkinan karena tidak dapat kembali ketempat asalnya, mantan narapidana tersebut kembali dan bergabung dengan lingkungan-lingkungan yang akrab dengan kejahatan, dimana akan berpotensi terjadinya pengulangan kejahatan. Potensi pengulangan kejahatan tersebut masih sering kita jumpai di Lembaga Pemasyarakatan, salah satunya yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan di Kabupaten Manggarai provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu: Dugaan mengenai pengeksploitasian tenaga narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Manggarai, dengan mempekerjakan narapidana di beberapa instansi swasta. Meraka dibayar dengan upah yang rendah, padahal perusahaan atau pihak yang mempekerjakan mereka membayar sesuai standar. Para narapidana yang merasa dirugikan mempertanyakan raibnya uang hasil jerih payah dari pekerjaan mereka. Menurut narapidana jika ada pekerjaan di luar rumah tahanan maka hendaknya diberi upah yang wajar. Yang terjadi tenaga narapidana diperas sementara upah pekerjaan dinikmati pegawai Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana menjelaskan, bahwa mereka dibagi dalam kelompok di bawah pimpinan ketua kelompok. Setiap pagi jika ada tawaran mereka pergi bekerja di luar rumah tahanan. Kegiatan kerja keluar rumah tahanan sangat positif bagi narapidana agar tahu mengenai perkembangan. Masih adanya praktek ketidak adilan para narapidana yang bekerja keras atau kerja kasar tetapi dibayar dengan upah rendah. 4 4 http://www.indomedia.com/poskup, Ruteng. Pk. LP Ruteng di duga eksploitir napi.(18 Juli 2006) Tanggal 10 Oktober 2007.

6 Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul Hak atas Upah atau Premi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka di rumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi hak narapidana atas upah atau premi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan obyektif dari penelitian adalah untuk mengetahui implementasi hak narapidana atas upah atau premi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Obyektif Bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan penologi pada khususnya. 2. Manfaat Subyektif a. Memberikan manfaat bagi diri sendiri, yaitu untuk menambah pengetahuan tentang hak upah atau premi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. b. Memberikan pengetahuan dan masukkan kepada masyarakat mengenai hak upah atau premi yang harus diterima oleh narapidana.

7 c. Bermanafaat bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan, mengenai upah atau premi narapidana yang menyangkut atas pekerjaan yang sudah dilaksanakan. E. Keaslian Penelitian Melihat pada penulis hukum lainnya yang juga berkaitan dengan hakhak narapidana, terdapat hal-hal yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulis hukum lain. Penulisan hukum yang berjudul Hak atas Upah atau Premi bagi narapidana di Lembaga pemasyarakatan Kelas II A Sragen. Ini mengkaji mengenai hak upah atau premi apakah sudah sesuai dengan apa yang seharusnya diterima oleh narapidana. F. Batasan Konsep Batasan konsep yang digunakan dalam penelitian hukum Hak atas upah atau premi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen adalah: 1. Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau memperoleh sesuatu. 5 2. Upah menurut penjelasan Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu upah adalah imbalan jasa yang diberikan kepada 5 J.T.C Simoringkir, Rudy.T. Erwin, et all, 2000, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 132.

8 narapidana yang bekerja menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh keuntungan. 3. Premi menurut penjelasan Pasal 29 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang mengikuti latihan kerja sambil berproduksi. 4. Narapidana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (7) adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. 5. Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (3) adalah : Tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak didik Pemasyarakatan. Dari keterangan diatas maka dapat ditarik keterangan yang utuh tentang batasan konsep pada penelitian hukum, yakni: kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau memperoleh sesuatu, atas pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa untuk memeperoleh keuntungan, atau latihan kerja sambil berproduksi dimana dilakukan oleh terpidana yang hilang kemerdekaan di tempat melaksanakan pembinaan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Jenis penelitian hukum normatif adalah

9 jenis penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 2. Sumber Data Adapun data yang digunakan dalam usulan penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3614. 4. Peraturan Pemerintah Negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68. 5. Peraturan Pemerintah Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Negara

10 Binaan Pemasyarakatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berasal dari berbagai macam buku, media massa, dan web-site, yang berkaitan dengan materi penelitian. c. Bahan hukum Tersier Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia, Koran dan tabloid. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan: Yaitu cara pengumpulan data dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, koran, berita dan informasi dari web site yang berkaitan dengan permasalahn ini. b. Wawancara dengan nara sumber: 1. Kepala Sub seksi Bimbingan kerja dan Pengelolaan Hasil kerja. 2. Narapidana yang bekerja. 4. Metode analisis Data Penelitian yang dilakukan ialah penelitian normatif, yaitu melalui studi kepustakaan maupun wawancara dengan narasumber yang kemudian

11 dianalisis secara kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan mengkaji data yang telah dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh suatu gambaran masalah yang diteliti. Analisis kualitatif menggunakan beberapa tahap, yakni : a. Diskripsi Hukum positif, adalah suatu proses yang membandingkan suatu ketentuan-ketentuan yang terkait dengan masalah yang diteliti yaitu yang ketentuan-ketentuan yang terkait dengan hak upah atau premi bagi narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Sragen. b. Sistematisasi hukum Positif, dengan cara : 1. Sistematisasi secara Vertikal, yang membandingkan suatu Undangundang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2. Sistematika secara Horizontal, yaitu dengan membandingkan antara suatu Undang-Undang dengan peraturan perundangundangan yang lain. 3. Baik secara Vertikal maupun Horizontal tidak diketemukan adanya suatu pertentangan dimana masing-masing sistem bersesuaian, namun fakta sosial yang terjadi tidak sesuai dengan norma hukum positif yang ada. Maka sistematisasi yang digunakan adalah penalaran ekslusi yaitu tiap-tiap sistem hukum diidentifikasikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan. c. Interpretasi Hukum digunakan untuk memperoleh kejelasan terhadap masalah yang diteliti, yaitu hak atau premi yang diterima Narapidana.

12 Interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Interpretasi Hukum Gramatikal yaitu mengartikan term hukum atau suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. 2. Interpretasi Hukum Sistematisasi, titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan peraturan umum. 3. Interpretasi Hukum Teologis, setiap Interpretasi pada dasarnya adalah Teologis. d. Analisis bahan Hukum Sekunder yang berupa pendapat Hukum dari bahan pustaka dilakukan dengan cara membanding-bandingkan pendapat hukum. Mencari persaman dan perbedaan pendapat. Dalam proses penarikan kesimpulan menggunakan metode berfikir deduktif yaitu cara berpikir dengan diawali proposisi yang bersifat umum seperti perundang-undangan atau norma hukum positif, yang mengatur tentang hak atas upah atau premi Narapidana lalu menarik kesimpulan yang bersifat khusus.

13 H. Sistematika Penulisan Hukum Tata urutan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Tinjauan Pustaka G. Batasan Konsep H. Metode Penelitian I. Sistematika Penulisan Hukum BAB II Pembahasan A. Tinjauan Umum tentang Narapidana 1. Pengertian Narapidana 2. Hak dan kewajiban Narapidana 3. Hak atas pekerjaan Narapidana B. Tinjaun umum tentang hak atas upah atau premi 1. Pengertian umum mengenai upah atau premi 2. Prosedur pemberian upah

14 3. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan upah atau premi 4. Upah atau premi sebagai sarana kesejahteraan kehidupan narapidana C. Implementasi hak atas upah atau premi 1. Keberadaan narapidana akan hak atas upah atau premi 2. Kapan hak atas upah diberikan kepada narapidana dan besarnya upah atau premi diberikan kepada narapidana BAB III Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran