BAB III PEMBAHASAN. pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia

dokumen-dokumen yang mirip
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Setya Rini, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. ke waktu mengalami perubahan dan perbaikan. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pendidikan yang diterapkan di negara ini.

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

I. PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah secara

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

I. PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa alam dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep fisika.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endro Widodo, 2014 Efektivitas pembelajaran berbasis praktikum pada uji zat makanan di kelas XI

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran di kelas maupun dalam melakukan percobaan di. menunjang kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013

2015 PENGEMBANGAN ASESMEN AUTENTIK UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Siti Alhajjah, 2013

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA berdasarkan National Education Standart (Asri

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

I. PENDAHULUAN. yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pembelajaran di mana peserta didik (siswa)

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. Sains khususnya biologi sangat penting perannya dalam mendorong kemajuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB III PEMBAHASAN Pemahaman orang terhadap hakekat sains, hakekat belajar dan pembelajaran yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran sains. Pemahaman terhadap sains telah berkembang dari pemahaman bahwa sains sebagai produk-produk sains (a body of knowledge) menjadi: sains sebagai cara berpikir dan bertindak (Science as a way of thinking and acting), sains sebagai keterampilan proses (Science is process science skills), sains sebagai proses penyelidikan ilmiah (Science as a way of investigating). Perubahan pemahaman terhadap hakekat sains tersebut secara konseptual pandangan orang terhadap pendidikan sains semakin mengarah pada makna hakiki dari belajar dan pembelajaran sains. Makna hakiki dari belajar dan pembelajaran sains lebih diartikan sebagai pembentukan kompetensi anak didik (competencebased learning) daripada pembekalan pengetahuan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa (knowledge-based learning) demikian menurut Susanto (2002: 59). Agar kompetensi siswa lebih terbentuk, maka perlu pendekatan dan metode-metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan, mengembangkan keterampilan dan meningkatkan pemahaman siswa dalam kegiatan belajar sains (biologi) di sekolah sehingga suatu proses biologi menjadi lebih jelas, konkret dan bermakna bagi siswa. 45

46 Metode eksperimen dan demonstrasi sering digunakan dalam pembelajaran biologi, sebab dapat membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta (data) yang benar (Sujana, 1989: 83). Sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Terdapat beberapa pendapat mengenai hasil belajar. Kingsley (Sujana, 1989: 55) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Gagne (Sujana, 1989: 55) mengemukakan ada lima tipe hasil belajar, yaitu (a) kemahiran intelektual/kognitif, (b) informasi verbal, (c) mengatur kegiatan intelektual, (d) sikap, (e) keterampilan motorik. Sedangkan Bloom, Kratwolh dan Harrow (Sujana, 1998: 55) mengemukakan ada tiga tipe hasil belajar, yaitu (a) kognitif, (b) afektif, (c) psikomotor, ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan merupakan hubungan hirarki. A. Hasil-hasil Penelitian 1. Hasil belajar kognitif Berdasarkan beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen dan demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Penilaian aspek kognitif berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual (Usman, 1989: 29), menurut Gagne (Sujana, 1989: 47) termasuk didalamnya belajar deskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah. Dari hasil penelitian Hertina (2006), hasil belajar kognitif siswa yang menggunakan metode eksperimen mempunyai rata-rata 71,12,

47 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan metode demonstrasi adalah 67,13. Penelitian Insan (2008) menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa yang menggunakan metode eksperimen meningkat dengan dengan nilai N-Gain sebesar 0,59. Sedangkan pada penelitan Amaliah (2008) penguasaan konsep siswa pada kelompok eksperimen memiliki rata-rata 0,65 sedang N-Gain kelompok demonstrasi 0,61. Penguasaan konsep dalam ranah kognitif taksonomi Bloom ditempatkan pada tingkat kedua yaitu setelah kemampuan mengingat (Usman, 1989: 29). Pada penelitian Farhana (2009), menunjukkan praktikum dengan menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dengan indikator; memberikan penjelasan sederhana mengatur strategi dan teknik, menyimpulkan, membangun keterampilan dasar. Pada penelitian Amaliah (2008) Keterampilan Proses Sains yang diujikan meliputi keterampilan: mengajukan pertanyaan, berhipotesis, interpretasi, komunikasi dan prediksi, rata-rata pada kelompok eksperimen adalah 0,73 lebih tinggi dari kelompok demonstrasi yaitu 0,68. 2. Hasil Belajar Afektif Domain afektif berkenaan dengan pandangan atau pendapat (opinion), sikap (attidude) dan nilai (value).

48 Pada penelitian Amaliah (2008). motivasi belajar pada kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kelompok demonstrasi, demikian halnya dengan penelitian Patimah (2009). Penelitian Insan (2008) menunjukkan, selain selain dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada kelompok eksperimen, juga menunjukkan adanya peningkatan sikap ilmiah siswa dengan indikator; objektif, keterbukaan, ketelitian dan kemauan dengan Gain 0,51. Sedangkan pada penelitian Hertina (2006), hasil belajar afektif kelompok demonstrasi dengan rata-rata 57,70 lebih tinggi dari rata-rata kelompok eksperimen yaitu 54,18 dikarenakan proses belajar pada kelompok demonstrasi yang cenderung pasif membangkitkan rasa ingin tahu yang tinggi pada siswa. 3. Hasil Belajar Psikomotor Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan gerak fisik (Sujana, 1989: 54). Hasil penelitian Amaliah (2008), penilaian keterampilan yang meliputi; kemampuan menyiapkan alat dan bahan, kemampuan menggunakan alat, menguji bahan, mencatat data, serta kemampuan merapikan alat, menunjukkan bahwa rata-rata kelompok demonstrasi lebih tinggi dari kelompok eksperimen. Hal ini terjadi karena kegiatan pembelajaran kelompok demonstrasi lebih efektif dan terawasi oleh guru. Sedangkan kelompok eksperimen pada penelitian Patimah (2009) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada nilai rata-rata aspek psikomotor yaitu 74,3%.

49 B. Tanggapan Guru Tentang Panggunaan Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Biologi Dalam pembelajaran Biologi di sekolah baik tingkat SLTP maupun SMA, metode eksperimen maupun demonstrasi biasa dilakukan oleh guru karena kedua metode ini dianggap memberikan pengalaman konkret kepada siswa sehingga pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan menjadi lebih nyata sesuai dengan fakta yang dialaminya dalam proses pembelajaran. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa guru biologi yang berhasil diwawancara oleh penulis mengenai metode belajar yang biasa digunakan dalam pembelajaran Biologi. Menurut Iis Guru IPA kelas 1 SMPN 1 Parongpong, pembelajaran biologi yang dilakukan,biasanya menggunakan metode ceramah atau metode demonstrasi dikarenakan keterbatasan alat dan bahan untuk praktikum serta kondisi siswa kelas 1 yang belum dapat melakukan kegiatan secara penuh tanggung jawab. Untuk kegiatan eksperimen lebih banyak dilakukan untuk materi fisika, itupun eksperimen sederhana dan LKS diberikan guru sebagai panduan bagi siswa dalam melakukan kegiatan. Metode eksperimen jarang dilakukan karena dianggap memerlukan waktu yang lama dan belum dapat dikembangkan secara efektif untuk siswa SLTP kelas 1. Metode demonstrasi lebih sering digunakan, dimana guru memperagakan suatu proses sendiri atau dibantu oleh siswa. Hani, Guru Biologi SMUN 6 Bandung berpendapat bahwa pembelajaran biologi selalu diusahakan dengan praktikum. Metode eksperimen dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan sesederhana mungkin seperti pada konsep; uji makanan, uji enzim pada hewan dan tumbuhan, peredaran darah, difusi

50 osmosis dan lain-lain..kegiatan dilakukan dengan menggunakan LKS yang meliputi judul, alat dan bahan, alat kerja,kegiatan dan kesimpulan, kegiatan eksperimen yang dilakukan termasuk eksperimen sederhana, tidak menggunakan tahapan metode ilmiah sebab dianggap memakan waktu banyak dan siswa langsung mengerjakan kegiatan sesuai dengan panduan yang ada pada LKS. Hipotesa biasanya siswa jawab setelah melakukan kegiatan. Metode demonstrasi, dilakukan pada materi yang fasilitas alat dan bahannya terbatas serta tidak memungkinkan dilakukan eksperimen misalnya pada konsep alat indera dan system gerak dilakukan dengan menggunakan torso manusia, C.Tanggapan Penulis Tentang Panggunaan Metode Eksperimen dan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Biologi Materi Biologi memiliki konsep, struktur dan proses yang kompleks. Untuk itu perlu kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, serta meningkatkan pemahamannya terhadap biologi, karena menurut Brunner (Dahar, 1996:108) belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas, serta melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah Pembelajaran berbasis inkuiri baik melalui metode eksperimen maupun metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sebab dengan kedua metode ini siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses serta mempunyai sikap ilmiah.

51 Diantara kedua metode ini, penulis berpendapat bahwa metode eksperimen lebih efektif digunakan sebab dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa serta lebih banyak keterampilan proses yang dapat dikembangkan, antara lain kemampuan meramalkan, berhipotesis, mengamati, mencatat data, membuat kesimpulan tentang konsep yang dipelajari sehingga konsep tersebut lebih nyata dan bermakna bagi siswa secara umum sebab pembelajaran bersifat Student-centered. Metode eksperimen dengan pendekatan inkuiri efektif meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dalam membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat kesimpulan secara induktif, meningkatkan kemampuan siswa dalam memfokuskan pertanyaan dan menganalisis argumen serta memfasilitasi siswa untuk dapat saling berinteraksi dengan teman-temannya (Farhana, 2009:46). Pada metode demonstrasi walaupun kegiatannya dapat menjadikan suatu proses biologi menjadi lebih jelas dan konkret bagi siswa, tetapi hanya guru atau beberapa siswa yang terlibat langsung dalam kegiatan sehingga memungkinkan tidak semua siswa memahami konsep lebih dalam sesuai dengan tujuan penyelenggaraan demonstrasi. Oleh karena itu dalam menyelenggarakan suatu kegiatan demonstrasi guru harus memperhatikan hal-hal yang paling mendasar berikut: posisi guru atau siswa yang akan melakukan kegiatan demonstrasi dapat dilihat oleh seluruh siswa, ada interaksi antara guru dan siswa dan ada evaluasi untuk melihat pencapaian tujuan demonstrasi yang dilakukan. Namun pada saat akan menggunakan suatu metode, sebelumnya perlu diperhatikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkat pendidikan siswa

52 yang mengalami proses pembelajaran, materi yang diberikan, ketersediaan waktu, alat dan bahan yang digunakan serta kesiapan guru dalam melakukan kegiatan. Selama ini masih banyak guru yang mengganggap kegiatan eksperimen maupun demonstrasi menyita banyak waktu sehingga jarang dilakukan. Selain itu kurangnya kemampuan guru dalam mengaplikasikan konsep-konsep yang sulit, kurang terampil dan kreatif dalam mensiasati keterbatasan alat dan bahan menjadi alasan tidak dilakukannya kegiatan eksperimen sehingga berdampak pada siswa yang merasa kesulitan dalam memahami dan mempelajari beberapa konsep penting dalam biologi disebabkan karena konsep tersebut dipandang abstrak oleh siswa. Oleh karena itu kompetensi guru dalam mengajar biologi ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran biologi di kelas. Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang optimal, guru harus merancang dan mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Untuk itu guru merancang strategi belajar mengajar yang baik. Agar dapat menyusun strategi pembelajaran yang tepat guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian. Intinya guru harus memiliki sejumlah kompetensi (kemampuan) yang diperlukan agar dapat menjalankan tugasnya sebagai guru dengan baik, dalam Rustaman (2005:4) dijelaskan bahwa seorang guru (1) harus menguasai materi pelajaran,(2) harus memiliki kemampuan untuk merumuskan tujuan pembelajaran, (3) memiliki kemampuan untuk membuat alat evaluasi yang relevan dengan tujuan pembelajaran, (4) memiliki kemampuan memilih materi pelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran dan relevan dengan alat evaluasinya, (5) memiliki kemampuan

53 merancang pengalaman belajar, (6) menguasai berbagai pendekatan dan teori belajar. (7) memiliki kemampuan mengenal dan menguasai berbagai metode dan media pembelajaran, (8) memiliki kemampuan memilih dan mengkombinasikan antara materi pelajaran, metode, media, pengalaman belajar yang sesuai dengan tujuan dan evaluasinya, serta (9) memiliki kemampuan-kemampuan lain yang menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Dari hasil analisis penulis dari berbagai sumber maka dapat disimpulkan perbandingan efektifitas penggunaan metode eksperimen dengan metode demonstrasi dalam proses belajar, sebagai berikut: Tabel 3.1 Perbandingan Metode Eksperimen dengan Metode Demonstrasi No. ASPEK METODE EKSPERIMEN 1. Penggunaan metode ilmiah Terjadi proses tahapan metode ilmiah. 2. Penguasaan Konsep Dapat diperoleh siswa 3. Keterampilan proses sains Diperoleh siswa secara menyeluruh 4. Interaksi antar siswa Siswa aktif berinteraksi dan bekerjasama dengan temannya dalam membuktikan teoriteori yang diterimanya. METODE DEMONSTRASI Hanya berfikir proses Dapat diperoleh siswa, jika kegiatan demonstrasi diperhatikan dengan benar. Hanya dialami sebagian siswa Siswa sedikit pasif

54 5. Berpikir kritis Siswa terlatih berpikir kritis dalam mengembangkan sikap ilmiah seperti; mendefinisikan masalah, mengenali asunsi-asumsi, merumuskan hipotesis dan menarik kesimpulan. 6. Pengembangan kognitif Siswa dapat mengembangkan sikap berpikir ilmiah, terdidik menjadi seorang ilmuwan yang menggunakan segala cara untuk menemukan konsep dan dalil yang diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuannya. 7. Keaktifan siswa Melibatkan banyak siswa dan terjadi interaksi antar siswa secar aktif 8. Sifat metode Student-centered (yang mengolah bahan pelajaran adalah peserta didik sendiri, guru hanya berperan sebagai pembimbing dan pengarah) Kemampuan berpikir kritis siswa akan berkembang jika guru aktif mengajukan pertanyaan pada siswa. Dapat mengembangkan kognitif siswa walaupun tidak seefektif eksperimen. Hanya beberapa siswa yang terlibat langsung. Cenderung Teacher-centered