Oleh: Novianto Murti Hantoro Sulasi Rongiyati Denico Doly Monika Suhayati Trias Palupi Kurnianingrum

dokumen-dokumen yang mirip
PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote),

KEPASTIAN HUKUM HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM

RINGKASAN. Pengaturan Wewenang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Sherlock Halmes Lekipiouw,S.H.,M.H

POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dalam negara didasarkan kepada hukum. 1 Maka dari itu semua aspek kehidupan

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

KEWARGANEGARAAN NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHA. Syahlan A. Sume. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi MANAJEMEN.

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

METODE PENELITIAN. yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh

SINKRONISASI DAN HARMONISASI HUKUM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH: STUDI DI PROVINSI BALI

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG- UNDANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB IV KEDUDUKAN DAN SIFAT PANCASILA

PAHAM INTEGRALISTIK / KEKELUARGAAN INDONESIA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Penyunting: DR. Harsanto Nursadi, S.H., M.Si. PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT SENGKETA TANAH DI INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan

LAMPIRAN I UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah. tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah.

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

NEGARA DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan manusia bermasyarakat pada zaman ini, sangat

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- 1 - TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

FUNGSI LEGISLASI: PEmbENtUkAN dan PELAkSANAAN beberapa UNdANG-UNdANG republik INdoNESIA

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

TUGAS KONSTITUSI MATERI MUATAN KONSTITUSI DAN ISI KONSTITUSI

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

PLEASE BE PATIENT!!!

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

LAPORAN. Penelitian Individu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. normatif-terapan (aplicated legal case study) yaitu penelitian hukum yang

STUDI LAND TENURE (LTS)

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB II LANDASAN TEORI

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M.

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

Transkripsi:

LAPORAN HASIL PENELITIAN KELOMPOK TENTANG BENTUK PENGHORMATAN DAN PENGAKUAN NEGARA TERHADAP KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT BESERTA HAK-HAK TRADISIONALNYA Oleh: Novianto Murti Hantoro Sulasi Rongiyati Denico Doly Monika Suhayati Trias Palupi Kurnianingrum PUSAT PENGKAJIAN PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI Jakarta 2015 1

EXECUTIVE SUMMARY A. Latar Belakang Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal ini, memberikan posisi konstitusional kepada masyarakat hukum adat dalam hubungannya dengan negara, serta menjadi landasan konstitusional bagi penyelenggara negara bagaimana seharusnya memperlakukan masyarakat hukum adat (MHA). Pasal lain yang berkaitan dengan masyarakat adat adalah Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Dasar konstitusional tersebut seharusnya menjadi landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kesatuan MHA. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2014 telah terdapat sekurang-kurangnya 16 (enam belas) undang-undang yang mengatur keberadaan dan hak-hak MHA. Pertanyaan yang muncul, apakah dengan penyebutan dalam undang-undang sudah dapat dikatakan bahwa negara telah mengakui eksistensi MHA. Selanjutnya, apakah pengakuan tersebut juga disertai dengan penghormatan terhadap hak-hak tradisionalnya sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Mengingat pengakuan eksistensi MHA tanpa pemenuhan dan perlindungan hak-hak MHA menjadi tidak berarti. Penelitian ini meneliti mengenai Bentuk Pengakuan dan Penghormatan Negara terhadap Kesatuan MHA beserta Hak-Hak Tradisionalnya. Tiga aspek yang ingin dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk pengakuan negara terhadap kesatuan MHA; bagaimana negara melalui alat-lat perlengkapannya, yaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif yang terdiri dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta lembaga yudikatif melalui putusan pengadilan mewujudkan bentuk pengakuannya terhadap kesatuan MHA. Aspek berikutnya adalah bagaimana penghormatan negara terhadap hak-hak tradisional MHA, karena pengakuan eksistensi MHA sebagai subjek hukum tidak berarti apabila tidak disertai dengan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hakhak MHA. Aspek yang ketiga adalah bagaimana pengakuan dan penghormatan negara terhadap pemberlakuan hukum adat yang berlaku di kesatuan MHA. Hal ini penting untuk mengetahui posisi hukum adat di dalam sistem hukum nasional. Penelitian ini juga dikaitkan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang saat ini telah disusun dan direncanakan akan dibahas kembali oleh DPR RI periode 2014-2019. RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat sempat dibahas oleh DPR RI periode 2009-2014, namun tidak dapat diselesaikan sampai dengan akhir periode tersebut. Sementara itu, pada akhir periode DPR masa keanggotaan 2009-2014 telah diundangkan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa yang salah satu subtansinya mengatur pula mengenai MHA. 2

B. Permasalahan Penelitian Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk penghormatan dan pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat. Permasalahan penelitian tersebut kemudian dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk pengakuan negara terhadap kesatuan MHA? 2. Bagaimanakah bentuk penghormatan terhadap MHA melalui implementasi hak-hak tradisional yang dimiliki oleh MHA tersebut? 3. Bagaimanakah penerapan hukum adat di dalam kesatuan MHA setempat? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pengakuan negara terhadap kesatuan MHA; menginventarisir dan menguraikan hak-hak tradisional MHA dan menguraikan bentuk penghormatan negara terhadap hak-hak tradisional MHA tersebut dalam implementasinya; serta mengetahui penerapan hukum adat di dalam kesatuan MHA. Sedangkan kegunaan penelitian secara akademis, untuk sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum dan secara praktis, untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pembentukan undang-undang tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. D. Kerangka Pemikiran 1. Masyarakat Hukum Adat Istilah masyarakat hukum adat merupakan istilah resmi yang digunakan oleh berbagai peraturan perundang-undangan terkait, sebagai padanan dari rechtgemeenschapt atau beberapa literatur menyebut dengan istilah adatrechgemeenchap. Istilah masyarakat hukum adat digunakan oleh pakar hukum adat lebih pada keperluan teoritik akademis. Sedangkan istilah masyarakat adat merupakan istilah yang lazim dipergunakan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non hukum yang mengacu pada sejumlah kesepakatan internasional sebagai padanan dari indigeneous people (Taqwaddin:2010). Konsep masyarakat hukum adat diperkenalkan oleh Cornelius van Vollenhoven yang kemudian dikembangkan oleh Ter Haar dengan memberi kriteria masyarakat hukum adat sebagai: a) Kelompok masyarakat teratur; b)menetap di suatu daerah tertentu; c) Mempunyai kekuasaan sendiri; d) Mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat; e) Anggota kesatuan memiliki ikatan dalam kehidupan masyarakat menurut kodrat alam dan tidak ada ada anggota kesatuan tersebut yang memiliki keinginan untuk melepaskan diri atau ke luar dari ikatan tersebut untuk selama-lamanya(husein Alting :2010). Konggres Masyarakat Aliansi Adat Nusantara (AMAN) memberikan pengertian masyarakat adat sebagai komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya Dalam kerangka internasional, 3

2. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Hak-hak masyarakat hukum adat dalam peraturan perundang-undangan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu hak untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam urusan tata pemerintahan; hak ulayat atas tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya; dan hak individual warga masyarakat hukum adat atas tanah. 3. Teori tentang Negara dan Susunan Pemerintahan Penentuan bentuk dan susunan negara serta bentuk pemerintahan diawali dengan staatidee kelahiran suatu negara. Setidaknya terdapat tiga teori kelahiran Negara, yaitu teori perseorangan (individual), teori golongan (Class Theory) dan teori integralistik. Teori perseorangan pada intinya mengajarkan bahwa negara adalah legal society (masyarakat hukum) yang disusun atas kontrak sosial. (Locke, Hobbes, Rousseau, Spencer, Laski). Teori golongan pada intinya mengajarkan bahwa negara sebagai alat dari sesuatu golongan. (Marx, Engels, Lenin). Sementara Teori Integralistik pada intinya mengajarkan bahwa negara lahir untuk kepentingan seluruh masyarakat dalam bingkai persatuan dan kesatuan (Agussalim Andi Gadjong: 2007). Menurut Soepomo, dalam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang organis dan tersusun secara integral. Di dalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat satu sama lain. Pemikiran ini didasarkan pada prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya. Bagi Soepomo, konsep negara seperti ini cocok dengan alam pikiran ketimuran. Lagi menurutnya, pemikiran ini juga didasarkan pada struktur sosial masyarakat Indonesia yang asli yang terdapat di desa-desa di Indonesia. Bagi Soepomo, hal itu tidak lain merupakan ciptaan kebudayaan Indonesia sendiri. Dalam susunan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya itu, segala golongan diliputi semangat gotong-royong dan kekeluargaan. Inilah struktur sosial asli bangsa Indonesia. Hakekat republik Indonesia adalah Republik Desa yang besar dengan unsur dan wawasan yang modern. Kemudian dalam pembagian kekuasaan negara terdapat pembagian secara horizontal dan secara vertikal. Menurut Miriam Budiardjo, pembagian kekuasaan secara vertikal berarti adanya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Dalam sebuah negara kesatuan, pemegang kekuasaan tertinggi ada pada pemerintah pusat. Pembagian kekuasaan vertikal melahirkan hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind) (Juanda:2008). 4. Teori Volkgeist 4

Menurut Savigny, terdapat hubungan organik antara hukum dengan watak atau karakter suatu bangsa. Hukum hanyalah cerminan dari volkgeist. Oleh karena itu, hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam rahim volkgeist, harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Hukum seperti itu tidak dibuat, tapi harus ditemukan. Legislasi hanya penting selama ia memiliki sifat deklaratif terhadap hukum sejati itu. Hukum tumbuh dan berkembang seiring perkembangan masyarakat karena hukum merupakan bagian dari masyarakat, cerminan dari jiwa masyarakat, cerminan dari rasa keadilan rakyat. Oleh karena itu jika suatu hukum dibentuk dalam bentuk formal oleh negara maka hal yang seharusnya dijadikan sebagi sumber pembentuk substansi hukum tersebut tidak lain yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat. 5. Konsep Pengakuan menurut Hukum Menurut Hans Kelsen pengakuan oleh Negara mengandung dua aspek yang berkaitan tindakan, yaitu tindakan politik dan tindakan hukum. Tindakan politik berarti Negara mengakui berkehendak untuk mengadakan hubungan-hubungan politik dan hubungan-hubungan lain dengan masyarakat yang diakuinya. Sedangkan tindakan hukum adalah prosedur yang ditetapkan oleh hukum untuk menetapkan fakta keberadaan Negara, dalam kaitan ini masyarakat adat, dalam suatu kasus kongrit. Pengakuan melalui hukum positif, menurut Austin diartikan sebagai hukum yang dibuat oleh orang atau lembaga-lembaga yang memiliki kedaulatan, dan pengakuan tersebut diberlakukan terhadap anggota-anggota masyarakat politik yang merdeka (independet political society) dan kebiasaan hanya akan berlaku sebagai hukum jika undang-undang menghendaki atau menyatakan dengan tegas atas keberlakuan kebiasaan tersebut. F. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan empiris dengan sifat penelitian deskriptif dan preskriptif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder berupa kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Sedangkan penelitian empiris dilakukan dengan meneliti data primer dengan melakukan observasi, wawancara, dan Focus Group Discussion. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundangundangan (statute approach) dengan menggunakan perangkat hukum positif sebagai dasar awal melakukan analisis. Data yang diperoleh disusun secara sistematis sesuai dengan permasalahan penelitian untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mengintepretasikan, menguraikan, menjabarkan, dan menyusun data secara sistematis logis sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di daerah yang masyarakat hukum adatnya masih kuat, yaitu di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat tanggal 23-29 Maret 2015 dan Kabupaten Karang Asem Provinsi Bali, tanggal 24-30 April 2015. 5

G. Hasil Penelitian Pengakuan Negara terhadap eksistensi kesatuan MHA pada saat ini dilakukan secara bersyarat. Dalam arti, suatu kesatuan MHA hanya dapat diakui apabila memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh Peraturan perundang-undangan. Dengan berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengakuan eksistensi MHA hanya dapat dilakukan apabila kesatuan MHA tersebut bertranformasi dan ditetapkan menjadi Desa Adat melalui Peraturan Daerah. Artinya eksistensi kesatuan MHA atau Desa Adat tersebut kini menjadi satuan pemerintahan terkecil atau terbawah dalam susunan pemerintahan, yang berdampingan dengan Desa. Kesatuan MHA tidak hanya mengurusi masalah Adat, namun juga masalah administrasi pemerintahan. Perubahan ketentuan di dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa belum dapat disikapi secara tegas oleh kesatuan MHA yang berada di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Karangasem di Provinsi Bali. Beberapa ketentuan dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dipandang tidak sinkron sehingga sulit diimplementasikan, khususnya Pasal 6 ayat (1) UU Desa, yang menyebutkan Desa terdiri atas desa dan desa adat. Sementara Penjelasan Pasal 6 UU Desa mengatakan bahwa Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat Desa atau Desa adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara Desa dan Desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka harus dipilih salah satu jenis Desa sesuai dengan ketentuan undang-undang ini Hak-hak tradisional MHA pada dasarnya tidak hanya terbatas pada hak ulayat, melainkan masih banyak hak-hak lain. Dalam penerapannya, hak-hak tersebut sering tereduksi dengan adanya peraturan perundang-undangan yang sifatnya sektoral. Penghormatan terhadap hak-hak tradisional tersebut seringkali dihadapkan dengan frasa yang multi tafsir, yaitu kepentingan nasional atau kepentingan negara. Dengan demikian penghormatan seringkali bukan diperoleh dengan cara diberikan, melainkan harus diperjuangkan dan tiodak jarang melalui konflik dengan pemerintah. Penerapan hukum adat di kesatuan MHA masih memiliki arti penting. Namun bagaimana penerapan hukum adat dalam sistem hukum nasional masih beragam dan belum mempunyai pola yang sama. 6

7