HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Ciampel

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENDAHULUAN Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PROGRAM OPTIMALISASI LAHAN PEKARANGAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA MELALUI RUMAH HIJAU DI KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari

II. TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

II. PENGUKURAN KINERJA

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

III. AKUNTABILITAS KEUANGAN

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

Transkripsi:

51 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Ciampel Kecamatan Ciampel merupakan bagian wilayah dari 30 Kecamatan di Kabupaten Karawang yang dahulunya termasuk ke wilayah Kecamatan Telukjambe, diresmikan menjadi Kecamatan pada tanggal 11 Agustus 1999 oleh Gubernur Jawa Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999, tanggal 26 Mei 1999, tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Serang, Tangerang, Pandeglang, Bogor, Subang, Karawang, Ciamis dan Majalengka. Wilayah Pemerintahan Kecamatan Ciampel meliputi tujuh desa, antara lain: Desa Kutapohaci, Desa Kutanegara, Desa Kutamekar, Desa Parungmulya, Desa Mulyasari, Desa Mulyasejati dan Desa Tegallega. Dengan batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Klari 2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Klari 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta 4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Telukjambe Timur dan Kecamatan Pangkalan Kecamatan Ciampel, memiliki luas wilayah yaitu 11.013 ha dengan rincian sebagai berikut: 1. Tanah Darat seluas 10.161 ha terdiri dari: a. Luas lahan bukan sawah seluas 4.653 ha, yaitu: 1) Hutan Rakyat : 2.505 ha 2) Tegal : 25 ha 3) Huma/Ladang : 613 ha 4) Perkebunan : 20 ha 5) Kolam Empang : 4 ha 6) Lain-lain : 1.486 ha b. Luas lahan bukan pertanian seluas 5.508 ha, yaitu : 1) Rumah Bangunan : 368 ha 2) Hutan Negara : 4.826 ha 3) Lain-lain : 314 ha

52 2. Tanah Sawah seluas 852 ha, yaitu: a. Sawah Teknis : 481 ha b. Sawah Non Teknis : 9 ha c. Sawah Tadah Hujan : 362 ha Selain itu, Kecamatan Ciampel berada di ketinggian ± 15 m dari permukaan laut, dengan suhu maksimum 40ºC dan minimum 17ºC, sedangkan suhu panas rata-rata 37ºC pertahun dengan curah hujan ± 21.17 mm setiap tahun dan tiupan angin rata-rata 10 km/jam. Adapun jarak tempuh ke Pusat Pemerintahan Kecamatan Ciampel yaitu: 1. Desa Terjauh : 10 km 2. Ibukota Kabupaten : 12 km 3. Ibukota Propinsi : 105 km 4. Ibukota Negara : 78 km Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel adalah sebanyak 34.533 jiwa, yang tersebar di tujuh desa, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 9. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Kepala Keluarga (jiwa) Lakilaklaki Perempuan Jumlah Laki- Perempuan Jumlah 1 Kutapohaci 3.310 3.376 6.686 1.859 150 2.009 2 Kutanegara 1.926 1.836 3.762 1.079 57 1.136 3 Kutamekar 2.153 2.058 4.211 1.169 112 1.281 4 Mulyasari 2.426 2.502 4.928 1.240 195 1.435 5 Mulyasejati 3.346 3.252 6.598 1.649 262 1.911 6 Parungmulya 2.915 2.805 5.720 2.215 108 2.323 7 Tegallega 1.355 1.273 2.628 657 105 762 Jumlah 17.431 17.102 34.533 9.868 989 10.857 Sumber : Kasi Kependudukan Kecamatan Ciampel, 2012

53 Desa Mulyasari Desa Mulyasari merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Ciampel. Desa Mulyasari memiliki dua dusun yang keseluruhannya memiliki luas 526 hektar. Desa Mulyasari juga memiliki 2 Rukun Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif Desa Mulyasari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Cimahi Kecamatan Klari 2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Mulyasejati Kecamatan Ciampel 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kutanegara Kecamatan Ciampel 4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Kutapohaci dan Desa Kutanegara Kecamatan Klari Tabel 10. Luas lahan wilayah Desa Mulyasari No Lahan Luas (ha) 1 Pemukiman 254 2 Sawah Irigasi 100 3 Sawah ½ Irigasi 40 4 Sawah Tadah Hujan 3 5 Tanah Ladang 200 6 Tambak/Kolam 2 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Jumlah penduduk di Desa Mulyasari adalah sekitar 5.382 jiwa, terdiri dari 2.662 jiwa laki-laki dan 2.720 jiwa perempuan. Desa Mulyasari juga memiliki 1.781 Kepala Keluarga dan 906 Kepala Keluarga Miskin. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Mulyasari sangat beragam, mulai dari yang berpendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Namun ada sebagian masyarakat di Desa Mulyasari yang sama sekali tidak berpendidikan, bahkan yang tidak bisa membaca dan menulis. Rincian besarnya jumlah penduduk yang memiliki pendidikan atau tidak dijelaskan pada Tabel 11 berikut:

54 Tabel 11. Pendidikan di Desa Mulyasari No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1 Tamat SD Sederajat 500 2 Tamat SLTP Sederajat 1880 3 Tamat SLTA Sederajat 2490 4 Tamat S1 Sederajat 50 5 Tak Tamat SD Sederajat 300 6 Tak Tamat SLTP Sederajat 100 7 Tak Tamat SLTA Sederajat 300 8 Buta Huruf 80 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Adapun kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Desa Mulyasari diuraikan pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Kegiatan Usaha Desa Mulyasari No Kegiatan Usaha Jumlah (orang) 1 Pertanian 200 2 Peternakan 70 3 Industri Rumah Tangga 10 4 TNI/POLRI 5 5 Buruh/Karyawan 900 6 PNS 32 7 Jasa 10 8 Pedagang 300 9 Lain-lain 2500 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Gambaran Umum Program Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam masyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran dan belum dirancang dengan baik terutama dalam menjaga kelestariannya.

55 Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan mempertimbangkan bahwa kualitas konsumsi pangan yang dilihat dari indikator skor Pola Pangan harapan (PPH) nasional masih relatif rendah. Pada tahun 2010 PPH mencapai 86,4 dan harus ditingkatkan terus untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 93,3. Agar mampu menjaga keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Desa Mandiri Pangan, Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Model Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL), yaitu rumah tangga dengan prinsip (1) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga; (2) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal; (3) konservasi sumberdaya genetik tanaman pangan; serta (4) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya dan mendapatkan nilai ekonomi, maka pemanfaatan pekarangan dalam konsep program ini dilengkapi dengan unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk. Total dana untuk melaksanakan program KRPL ini adalah sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk setiap desanya. Anggaran ini diperoleh dari Kementerian Pertanian melalui BBP2TP dan BPTP. Tujuan dan Sasaran Program KRPL Adapun tujuan dilaksanakannya progran Kawasan Rumah Pangan Lestari antara lain adalah: 1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari. 2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos.

56 3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan. 4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari melalui pemanfaatan pekarangan, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera serta terwujudnya diversifikasi pangan dan pelestarian tanaman pangan lokal. Organisasi Pelaksana Program KRPL Program KRPL dibangun dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait baik pusat maupun daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat, terdiri dari kelompok sasaran dan Pamong Desa (RT, RW, Kadus) dan tokoh masyarakat yang berperan sebagai pelaku utama dan pendamping, yang bertugas untuk monitoring dan evaluasi. 2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lembaga terkait lainnya), yang berperan sebagai penanggung jawab keberlanjutan kegiatan dan bertugas melakukan pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang, serta melakukan replikasi kegiatan ke lokasi lainnya. 3. Pokja 3, PKK, dan Kantor Ketahanan Pangan yang berperan sebagai koordinator lapangan. 4. Ditjen Komoditas/Badan Lingkup Kementerian Pertanian, yang bertugas melakukan pengembangan model sesuai tupoksi instansi. 5. Badan Litbang Pertanian, yang berperan sebagai narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan, dan melakukan membangun model KRPL.

57 6. Perguruan Tinggi/Swasta/LSM, yang bertugas memberikan dukungan dan pengawalan. 7. Pengembang perumahan, yang bertugas memfasilitasi pemanfaatan lahan kosong di kawasan perumahan. Mekanisme Sosialisasi Program KRPL Dalam rangka percepatan (akselerasi) dan perluasan (eskalasi) penerapan program KRPL tersebut, maka BBP2TP telah melaksanakan koordinasi, sosialisasi dan advokasi, baik melalui pertemuan (rapat koordinasi dan workshop), maupun diskusi bersama para penanggungjawab kegiatan KRPL di BPTP melalui berbagai media komunikasi, seperti brosur maupun penyuluhan. Upaya percepatan dan perluasan dilaksanakan selain didasarkan pada Pedoman Umum (Pedum) KRPL yang disusun oleh Tim Badan Litbang Pertanian, juga dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan berbagai jenis leaflet, poster, dan banner KRPL yang disusun/dicetak oleh Tim KRPL BBP2TP. Suatu percontohan (display) penerapan program KRPL juga dibuat baik di lingkungan/pekarangan kantor BBP2TP. Display ini merupakan miniatur implementasi program KRPL, dengan tujuan agar seluruh staf lingkup BBP2TP dan pemangku kepentingan (stakeholders) dapat secara langsung memahami penerapan program KRPL, dan harapannya dapat diimplementasikan di lingkungan rumah atau kantornya masing-masing. Informasi awal mengenai program KRPL pertama kali diperoleh warga pada dasarnya melalui sosialisasi oleh Tim KRPL Badan Litbang Kementerian Pertanian termasuk BBP2TP dan sosialisasi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang dilakukan di salah satu rumah warga dan balai desa. Salah satu sumber informasi tentang adanya program ini yaitu dengan melihat langsung program KRPL ini di Kebun Benih Desa (KBD). Namun demikian, sebagian kecil masyarakat mengetahui program ini karena mendengar dari tetangganya. Pelaksanaan program KRPL terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap pengamatan; dan (4) tahap evaluasi. Yang dilakukan pada tahap persiapan terdiri dari pertemuan di tingkat desa yang mengikutsertakan tokoh masyarakat, penyuluh pertanian, masyarakat desa untuk

58 mendiskusikan lahan mana yang akan digarap, menetapkan komoditas apa yang ingin dihasilkan, dan menetapkan jadwal pertemuan untuk penyuluhan. Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan, di mana pada tahap ini terdiri dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh PPL yang dilakukan di rumah warga dan balai desa; kegiatan pendampingan yang terdiri dari aktivitas pengelolaan hama dan penyakit tanaman/ikan/ternak; dan juga dengan dibuatnya display yang dilakukan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat. Seluruh kegiatan ini merupakan proses belajar yang dilakukan secara periodik di lahan pekarangan. Pertemuan yang dilakukan secara periodik dimulai beberapa minggu sebelum melakukan penanaman untuk melihat potensi, kendala, dan peluang komoditas yang akan dibudidayakan. Pertemuan berikutnya dilakukan pada saat pengolahan tanah, pembuatan persemaian, pemupukan, serta pengendalian hama. Tahap selanjutnya adalah pengamatan, yaitu suatu pertemuan non reguler jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Kemudian tahap terakhir adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mengevaluasi semua kegiatan yang dimulai dari pengelolaan tanah, penanaman hingga penanganan pascapanen. Adapun materi-materi yang diseminasikan pada program KRPL ini meliputi empat aspek yaitu: 1. Penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan Materi diseminasi yang disampaikan meliputi bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan pemanfaatan polibag, vertikultur, bedengan, pot, pagar, budidaya ikan pada kolam, dan budidaya ternak di kandang. 2. Pemilihan komoditas Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pemilihan komoditas adalah informasi tentang pertimbangan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, keanekaragaman pangan, pelestarian sumber pangan lokal yang memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan peluang pasar yang besar. 3. Pembuatan kebun bibit desa Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pembuatan kebun bibit desa adalah informasi tentang proses perbanyakan dan pengelolaan bibit dan benih untuk memenuhi kebutuhan anggota RPL maupun kawasan.

59 4. Diversifikasi pangan Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek diversifikasi pangan ini meliputi informasi peningkatan konsumsi aneka ragam pangan lokal dengan prinsip gizi seimbang. Karakteristik Individu Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan luas lahan. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Guru Wiraswasta Pembantu Petani Buruh Luas Pekarangan Sempit (< 120 m 2 ) Sedang (120-200 m 2 ) Luas (> 200 m 2 ) n=50 orang Umur Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik individu Karakteristik Individu Umur Muda (< 44 tahun) Sedang (44 51 tahun) Tua (> 51 tahun) Pendidikan SD SMP SMU keatas Pendapatan Rendah (< Rp 800.000,00) Sedang (Rp 800.000,00 Rp 1.500.000,00) Tinggi (> Rp 1.500.000,00) Total Jumlah (orang) Persentase (%) Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta program KRPL menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31 65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur paling banyak berada pada 15 18 17 46 2 2 45 3 2 25 2 9 3 8 3 33 15 2 30 36 34 92 4 4 90 6 4 50 4 18 6 16 6 66 30 4

60 kisaran 44-51 tahun (36%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20 55 tahun, para responden umumnya tergolong produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati. Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden, yang berpendidikan SD memiliki tingkat tertinggi yaitu sebesar 92%. Kondisi ini dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk membiayai keperluan sekolah. Selain itu, keterbatasan sarana pendidikan juga menjadi alasan mereka tidak menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dari data ini, jika dikaitkan dengan tingkat partisipasi dalam program KRPL ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap motivassi berpartisipasi. Menurut Soekartawi (2005) pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi. Pendapatan Tingkat pendapatan rata-rata responden perbulan diperhitungkan berdasarkan seluruh pendapatan yang diperoleh keluarga responden dalam satu

61 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90% peserta program KRPL memiliki pendapatan rendah, yaitu di bawah Rp 800.000,00. Rendahnya pendapatan mengindikasikan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap (formal), rata-rata mereka hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja tanpa melakukan pekerjaan lainnya. Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993), variasi pendapatan seseorang tergantung oleh beberapa faktor antara lain: a. Faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan b. Status kepemilikan lahan pertanian c. Jenis usaha atau cabang usahatani yang dikerjakan d. Macam pekerjaan tambahan, baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Pekerjaan Pekerjaan adalah bidang atau profesi yang dijalankan responden sebagai mata pencaharian utama. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 50% responden tidak memiliki pekerjaan formal (tetap), melainkan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja. Hal ini dikarenakan responden bukanlah satu-satumya tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain menjadi ibu rumah tangga, profesi lain yang juga dijalankan oleh responden adalah menjadi guru, buruh, pedagang, dan petani. Luas Pekarangan Lahan pekarangan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan program KRPL. Luas pemilikan lahan pekarangan atau luas lahan garapan merupakan faktor penentu jumlah produksi, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Tingginya pertumbuhan penduduk, berpengaruh terhadap tingginya penggunaan lahan, minimal untuk perumahan. Sehingga terjadi konversi lahan yang terus menerus setiap waktu, akibatnya keadaan fungsi lahan bergeser dari lahan pekarangan menjadi perumahan atau kawasan industri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 33% responden memiliki luas pekarangan sempit, yaitu kurang dari 120 m 2.

62 Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang dijelaskan di bawah ini merupakan suatu hal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi, di antaranya adalah akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan. Tabel 14. Rataan skor faktor eksternal Faktor Eksternal Rataan Skor* Akses Informasi 1,93 Ketersediaan Saprodi 2,10 Kebijakan Publik 1,86 Intensitas Penyuluhan 2,57 Total Rataan Skor 2,12 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,85 = rendah; 1,86-2,30 = sedang; 2,31-3 = tinggi Dilihat pada Tabel 14, jumlah rataan faktor-faktor eksternal masuk ke dalam kategori sedang (2,12). Ini berarti bahwa indikator-indikator akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan relatif baik. Akses Informasi Gabriel (1991) menyatakan bahwa saran teknis dan informasi dapat menawarkan berbagai keuntungan petani dalam tugas mereka menjalani hidup. Informasi harga, informasi kredit atau informasi pemasaran membantu petani mengambil tindakan saat kondisi yang paling menguntungkan bagi mereka. Saran yang tepat waktu tentang masukan teknis seperti aplikasi pupuk juga dapat membantu meningkatkan hasil panen. Dengan demikian informasi memegang peranan sentral dalam pengembangan petani termasuk kelompok tani di dalamnya. Berhasil atau tidaknya untuk menerapkan suatu teknologi dapat dipengaruhi oleh seberapa besar informasi ittu bisa diakses. Informasi ini bisa didapat dari penyuluh ataupun pihak-pihak lain yang mentransformasi pengetahuannya kepada khalayak sasaran yang dituju. Dalam analisis ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL ini melihat tentang ketersediaan informasi dan kesesuaian informasi yang didapat dan yang dibutuhkan. Pada Tabel 14 di atas, memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi responden masuk dalam kategori sedang (1,93). Ini memberikan arti bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL di Desa

63 Mulyasari relatif baik, namun ada juga faktor yang menyebabkan responden memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi. Hal ini dikarenakan manajemen sistem informasi di tingkat desa belum dikelola secara terpadu, sehingga responden kurang termotivasi dan aktif untuk mencari informasi, dan kondisi ini yang menyebabkan responden sebagai peserta program KRPL selalu tertinggal dalam memperoleh informasi. Ketersediaan Sarana Produksi Secara umum tersedianya faktor produksi akan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan efisiensi ini akan diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam masalah pemaksimuman keuntungan (profit maximization), dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) memaksimumkan keuntungan dengan cara memperbesar total penerimaan dan (2) memaksimumkan keuntungan dengan cara menekan biaya (cost minimization) (Soekartawi 2005); Ketersediaan sarana produksi dalam program KRPL tentu akan memberikan kontribusi dengan menekan biaya produksi. Dalam hal tingkat kemudahan peserta program KRPL dalam mendapatkan sarana produksi untuk keperluan pengoptimalan lahan pekarangan, seperti ketersediaan, kesesuaian, dan keterjangkauan harga. Tabel 14 memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan sarana produksi bagi peserta program KRPL di Desa Mulyasari masuk dalam kategori sedang (2,10). Ini berarti bahwa ketersediaan sarana produksi di Desa Mulyasari relatif baik. Ketersediaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku efisiensi dan daya saing peserta program KRPL. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, dikatakan bahwa ketersediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian sangat terbatas, sehingga mereka sangat sulit untuk mendapatkannya. Selain sangat terbatas, harga sarana produksi ini juga sulit dijangkau bila disesuaikan dengan pendapatan mereka. Sulitnya keterjangkauan harga ini terutama sekali pada harga benih dan pupuk, karena kedua saprodi ini sangat rutin dibutuhkan. Kebijakan Publik Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau campur tangan pemerintah untuk menyukseskan program KRPL. Tabel 14 menunjukkan bahwa kebijakan publik terhadap program KRPL di Desa Mulyasari

64 masuk dalam kategori sedang (1,86). Ini berarti bahwa program yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan rumah tangga relatif baik. Program KRPL ini tidak hanya dijalankan oleh suatu instansi pemerintah saja, melainkan beberapa instansi juga bertanggung jawab atas kelangsungan program ini, seperti BBP2TP, BPTP, Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kecamatan, dan Balai Desa. Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya atau perumusan kebijakan baru (Suharto, 2008). Intensitas Penyuluhan Intensitas penyuluhan adalah banyaknya atau jumlah kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh kepada petani maupun masyarakat untuk memberikan edukasi agar mau dan mampu menerapkan sebuah inovasi teknologi. Dilihat dari fungsi penyuluhan pertanian terhadap perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari akan menjadi ideal, karena semakin banyak program penyuluhan yang dilakukan maka perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu, semakin sukses pula program ini diterapkan. Tabel 14 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan di Desa Mulyasari masuk dalam kategori tinggi (2,57). Ini berarti bahwa kegiatan penyuluhan di daerah tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsi tenaga penyuluh. Berjalannya kegiatan penyuluhan di Desa Mulyasari ini tidak hanya dinilai dari materi penyuluhannya saja, namun dinilai juga bagaimana ragam kegiatan yang dilakukan, kebermanfaatannya, dan tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan peserta program KRPL dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan penilaian kegiatan penyuluhan dikategorikan baik.

65 Efektivitas Komunikasi Program KRPL Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator dimengerti dan diterima oleh komunikan. Sebaliknya, komunikator mengerti dan menerima apa yang disampaikan oleh komunikan dalam bentuk umpan balik. Komunikator dapat menerima umpan balik dari komunikan sangat tergantung pada konteks komunikasi yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, seringkali dikemukakan dalam beberapa literatur bahwa komunikasi akan efektif apabila komunikator dan komunikan memiliki frame of references dan frame of experiences yang sama. Kedua hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang dimiliki atau kognitif, sikap atau afektif, dan perilaku atau konatif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ketiga faktor tersebut menjadi fokus penelitian untuk mengetahui tingkat efektivitas komunikasi program KRPL. Komunikasi yang efektif adalah penting dan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang, termasuk dalam aktivitas program KRPL di Desa Mulyasari. Hal ini disebabkan karena program KRPL adalah sebuah program pengoptimalan lahan pekarangan yang diharapkan dapat menciptakan keberdayaan rumah tangga. Efektivitas komunikasi dalam penelitian ini mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif dari responden (peserta progtam KRPL) dalam mengoptimalkan lahan pekarangan. Tabel 15. Rataan skor efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Rataan Skor* Kognitif 2,07 Afektif 1,83 Konatif 1,79 Total Rataan Skor 1,89 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,69 = rendah; 1,70-2,09 = sedang; 2,10-3 = tinggi Kognitif Kognitif atau tingkat pengetahuan peserta program tentang pengoptimalan lahan pekarangan yang didiseminasikan dalam kegiatan transfer teknologi. Tabel 15 menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi pada peserta program KRPL di Desa Mulyasari masuk dalam kategori sedang (1,89). Ini berarti bahwa efektivitas komunikasi yang terjadi pada peserta program KRPL relatif baik. Hal ini menunjukkan bahwa peserta program KRPL di Desa Mulyasari memiliki tingkat

66 pemahaman yang cukup baik. Dengan kata lain, peserta program memahami teknologi KRPL yang diperkenalkan melalui tenaga penyuluh pertanian. Menurut Lasswell dalam Effendy (2007) komunikasi adalah Siapa Mengatakan Apa Melalui Media Apa Kepada Siapa Dengan Efek Seperti Apa (Who Says What in Which Channel to Whom and With What Effect). Pada kata Says What itu merupakan makna tersirat dari pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan, atau maksud sumber. Hasil penelitian menunjukkan responden yang menyatakan paham atau memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan program KRPL sebesar 2,07. Hal tersebut ditunjang dengan pengetahuan masyarakat tentang program KRPL, seperti bagaimana menata pekarangan yang baik, menciptakan media tanam, menentukan jenis komoditas, memperbanyak dan mengelola benih dan bibit, sampai bagaimana cara meningkatkan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Afektif Afektif adalah sikap responden terhadap teknologi inovatif yang dikomunikasikan dalam kegiatan transfer teknologi melalui program KRPL. Untuk mengetahui apakah afektif merupakan faktor atau bagian yang mempengaruhi efektivitas komunikasi program KRPL, maka dalam penelitian ini aspek afektif dilihat dari daya dukung, menerima, menyukai dan antusias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan mendukung, menerima, menyukai, dan antusias bahwa kegiatan yang dilakukan melalui program KRPL ini telah mampu meningkatkan pengetahuan, merubah sikap, dan merubah perilaku masyarakat dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya. Skor penilaian responden terhadap inovasi teknologi pengoptimalan lahan pekarangan dilihat dari aspek afektif masuk dalam kategori sedang (1,83), yang artinya program KRPL ini mampu merubah keyakinan, pengetahuan dan sikap responden dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya.

67 Konatif Konatif adalah tindakan atau perilaku yang dihasilkan untuk menerapkan teknologi inovasi yang diberikan. Berdasarkan aspek konatif atau perilaku, responden menyatakan bahwa mereka menerima dan telah menerapkan teknologi KRPL yang dianjurkan oleh para penyuluh. Hal tersebut terlihat dari skor yang diberikan responden terhadap penerapan program KRPL termasuk kategori sedang (1,79). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, responden menerapkan program KRPL ini dikarenakan mereka percaya bahwa program ini dapat membantu menghasilkan keberdayaan rumah tangga mereka karena kebutuhan pangannya dapat tercukupi, walaupun hasilnya tidak terlalu banyak. Berdasarkan uraian di atas, dari beberapa parameter kognitif, afektif, dan konatif yang diamati, dapat disimpulkan bahwa komunikasi atau diseminasi teknologi program KRPL dikatakan efektif, jika penerima paham, mengerti, mendukung, menerima, menyukai, antusias, dan sudah menerapkan serta puas karena sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sumber. Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, pengoptimalan lahan pekarangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Tingkat kepemilikan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat dapat dikatakan tergolong belum optimal. Program KRPL merupakan salah satu program yang diharapkan mampu meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menciptakan peluang bisnis. Secara umum gambaran optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan skor optimalisasi lahan pekarangan Optimalisasi Lahan Pekarangan Rataan Skor* Pemanfaatan Lahan Pekarangan 2,24 Menciptakan Peluang Bisnis 2,25 Total Rataan Skor* 2,24 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,83 = rendah; 1,84-2,67 = sedang; 2,68-3 = tinggi

68 Pemanfaatan Lahan Pekarangan Pemanfaatan lahan pekarangan merupakan tingkat penggunaan lahan pekarangan di dalam menghasilkan hasil panen dengan jumlah yang besar. Pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan ini dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui program KRPL ini dilengkapi dengan unit pengolahan untuk penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk. Tabel 16 menunjukkan bahwa optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari melalui program KRPL termasuk ke dalam kategori sedang (2,24). Hal tersebut menandakan bahwa program ini relatif baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, program KRPL ini dapat meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan toga. Menciptakan Peluang Bisnis Menciptakan peluang bisnis merupakan kemampuan mendapatkan peluang pasar. Dalam hal ini adalah kemampuan responden dalam melihat seberapa besar kesempatan mendapatkan keuntungan dari tanaman yang dijual. Tabel 16 menunjukkan bahwa indikator menciptakan peluang bisnis secara keseluruhan masuk ddalam kategori sedang (2,54). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan responden untuk menciptakan peluang bisnis tidak terlalu baik. Sebagian besar hasil panen yang bisa dijual adalah jenis sayur-sayuran seperti selada, caysim, cabe dan tomat. Walaupun tidak dalam jumlah yang cukup besar, tetapi paling tidak hasil penjualan ini cukup untuk mengurangi beban belanja keluarga. Hubungan Karakteristik Individu dengan Efektivitas Komunikasi Karakteristik individu merupakan peubah yang biasanya diukur dalam setiap penelitian. Menunjukkan suatu ciri atau keadaan seseorang yang bersumber dari unsur keturunan dan kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Terdiri dari beberapa indikator, yaitu umur, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, luas pekarangan dan status pekarangan. Peubah

69 karakteristik individu ini akan diuji dengan metode analisis statistik dengan peubah efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi itu sendiri adalah sejauh mana terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Keberhasilan komunikasi bukan hanya diukur dari jumlah kata-kata yang diucapkan, tetapi sejauh mana kualitas seseorang berkomunikasi. Dapat dikatakan bahwa berkomunikasi adalah terlibat dalam makna-makna dengan harapan mencapai pemahaman bersama. Pengertian ini berarti komunikasi yang sangat penting adalah keefektivan di dalam memahami substansi pesan termasuk manfaat dan dampak pesan yang dikomunikasi atas perubahan sosial, ekonomi, teknis, kelembagaan dan lingkungan sekitarnya. Jadi efektivitas komunikasi merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam berkomunikasi, bahkan merupakan tingkat pencapaian keberhasilan seseorang. Efek pesan yang diamati dalam penelitian ini meliputi pemahaman, sikap dan tindakan. Untuk mengetahui hubungan antara peubah tersebut, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman dengan program SPSS 19. Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah karakteristik individu dan peubah efektivitas komunikasi dalam menerapkan teknologi KRPL disajikan pada di bawah ini. Tabel 17. Koefisien korelasi karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi Karakteristik Efektivitas Komunikasi Individu Kognitif Afektif Konatif Umur 0,052 0,31 0,122 Pendidikan 0,318* 0,314* 0,285* Pendapatan 0,150 0,097 0,044 Luas Lahan 0,487** 0,293* 0,352* Keterangan: *berhubungan nyata pada p<0,05 **berhubungan sangat nyata pada p<0,01 Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 17, indikator dari peubah karakteristik individu yaitu pendidikan dan luas lahan berhubungan nyata positif (p<0,05) dengan efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin baik juga tingkat efektivitas komunikasinya. Artinya, responden memiliki pemahaman, keinginan, dan perilaku yang sesuai dan yang diharapkan oleh sumber pesan dalam menginterpretasi pesan yang mereka terima. Dengan tingkat pendidikan yang

70 tinggi, sebagian besar responden lebih mudah memahami isi pesan tentang program pemanfaatan pekarangan atau program KRPL. Selain itu, responden yang memiliki pendidikan tinggi cenderung untuk menerapkan program KRPL guna meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Sementara itu, untuk responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung kurang ingin untuk menerapkan program ini dikarenakan mereka belum memahami manfaat yang dihasilkan dari program KRPL ini. Chaudri (1979) dalam Soekartawi (2005) menyatakan bukan hal yang baru bahwa pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pendidikan atau pengetahuan tentang teknologi pertanian baru. Indikator lain dari peubah karakteristik individu yang juga memiliki hubungan nyata positif dengan peubah efektivitas komunikasi adalah luas pekarangan. Tingkat kepemilikan luas pekarangan memiliki hubungan yang sangat nyata postitif (p<0,01) dengan indikator kognitif. Hal ini dikarenakan semakin luas pekarangan yang dimiliki responden, semakin besar keinginan responden untuk mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mengoptimalkan lahan pekarangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memiliki luas pekarangan yang tinggi memiliki antusias yang besar dalam memperoleh informasi tentang program KRPL, baik dengan mengikuti setiap kegiatan penyuluhan yang dilakukan BPTP maupun dengan mencari informasi dari pihak-pihak yang terkait. Untuk indikator luas pekarangan berhubungan nyata postitif (p<0,05) dengan indikator afektif dan konatif. Tingginya antusias responden dalam memperoleh informasi tentang program KRPL juga diikuti keinginan untuk menerapkan tentang bagaimana caara mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan seperti menanam tanaman sayuran, toga, serta budi daya hewan ternak dan ikan. Akan tetapi, faktor lain seperti keterbatasan waktu luang responden untuk fokus dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan menjadi suatu kendala. Hal ini dikarenakan kesibukan responden, baik yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, guru, maupun yang berprofesi sebagai wiraswasta. Sedangkan indikator dari peubah karakteristik individu yang tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi adalah indikator umur dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman, sikap dan tindakan responden tidak tergantung umur responden. Bahwa ada responden yang masih

71 muda biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat untuk mencari informasi tentang pengoptimalan lahan pekarangan walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam hal tersebut. Pada responden yang umurnya dalam kategori tua masih mau untuk berusaha mengembangkan teknologi tersebut dengan meningkatkan pemahaman, bersikap kritis terhadap teknologi dan mau melakukan teknologi yang sifatnya menguntungkan dan mudah untuk dilaksanakan. Soekartawi (2005) menyatakan bahwa petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung melakukan difusi inovasi pertanian daripada mereka yang relatif umur muda, namun bukan berarti bahwa mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain. Indikator yang juga tidak berhubungan nyata peubah efektivitas komunikasi adalah pendapatan. Hal ini berarti bahwa pendapatan responden yang berbeda (tinggi atau rendah) tidak mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasinya. Responden yang pendapatan tinggi ada perasaan puas atau merasa cukup terhadap pendapatan setiap bulannya sehingga mengabaikan teknologi tentang pengoptimalan lahan pekarangan melalui program KRPL yang dikenalkan, karena mereka menganggap bahwa program ini tidak mampu meningkatkan ekonomi keluarga. Adapula dengan pendapatan yang tinggi tetap menginginkan hasil yang tinggi karena dengan hasil pendapatan yang tinggi dari pekerjaannya baik dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya dan pekerjaan lainnya dijadikan sebagai investasi kapital untuk menerapkan program pemberdayaan selanjutnya. Sebaliknya pendapatan rendah menyebabkan ada responden lambat dalam menerapkan program KRPL ini, disebabkan karena kekurangan modal, karena dalam penerapan teknologi ini dibutuhkan biaya sehingga menyebabkan adanya rasa kurang tertarik terhadap teknologi KRPL. Di sisi lain, ada pula responden walaupun berpenghasilan rendah dengan mengambil resiko meminjam untuk dijadikan modal agar bisa menerapkan program KRPL ini. Reijntjes et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa pengetahuan tertentu bisa terkait dengan peran ekonomi dan budaya dalam masyarakat dan tidak diketahui oleh anggota komunitas lainnya. Individu-individu atau kelompok berbeda memiliki jenis pengetahuan yang berbeda pula, tergantung pada fungsi ekonomi mereka dalam masyarakat.

72 Umur dan pendapatan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek pemahaman, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, komunikasi yang efektif tidak tergantung kepada umur dan pendapatan. Dari penjelasan tentang hubungan antara karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis satu (H 1 ) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara karakterisitk individu dengan efektivitas komunikasi, maka secara umum dapat diterima. Hubungan Faktor Eksternal dengan Efektivitas Komunikasi Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah faktor eksternal dan efektivitas komunikasi dalam menerapkan teknologi KRPL disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Koefisien korelasi faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi Faktor Efektivitas Komunikasi Eksternal Kognitif Afektif Konatif Akses Informasi 0,248 0,272 0,321* Sarana Produksi 0,216 0,065 0,231 Kebijakan Publik 0,391** 0,309* 0,381* Intensitas Penyuluhan 0,403** 0,337* 0,314* Keterangan: *berhubungan nyata pada p < 0,05 **berhubungan sangat nyata pada p < 0,01 Berdasarkan Tabel 18, indikator akses informasi berhubungan nyata positif (p<0,05) dengan peubah efektivitas komunikasi. Hal ini dikarenakan responden mudah untuk mendapatkan informasi tentang program KRPL dari pihak terkait (stakeholder). Kondisi ini juga didukung karena penyuluh (PPL) adalah warga Desa Mulysari, sehingga setiap saat apabila responden membutuhkan informasi dapat menemui langusng PPL tersebut. Selain itu, pihak BPTP Jawa Barat juga sering turun langsung ke lapangan untuk memberikan informasi atau penyuluhan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa peubah sarana produksi tidak memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi, hal ini disebabkan sarana produksi (pupuk, benih, dan lain-lain) sudah disediakan langsung oleh BPTP, sehingga masyarakat tidak perlu lagi mencari dan membeli sarana produksi ini

73 Indikator kebijakan publik memiliki hubungan yang sangat nyata (p<0,01) dengan peubah efektivitas komunikasi. Dikarenakan program KRPL ini merupakan salah satu program Kementerian Pertanian yang bertujuan membantu masyarakat dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya sehingga mampu menghasilkan kemandirian dan keberdayaan pada masyarakat itu sendiri. Berdasarkan juga pada uji korelasi rank Spearman antara peubah intensitas penyuluhan dengan efektivitas komunikasi secara kognitif, didapatkan hasil bahwa di antara kedua peubah tersebut memiliki hubungan yang sangat nyata (p<0,01) didukung oleh intensitas penyuluhan tentang program KRPL di desa tersebut dilakukan secara aktif. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi karena penyuluh memberikan informasi tentang program KRPL secara baik dan jelas, penyuluh dikenal baik karena dia adalah warga Desa Mulyasari sendiri, dan penyuluh mudah ditemui apabila ada responden yang mengalami masalah dalam melaksanakan program KRPL ini. Sementara hubungan antara peubah intensitas penyuluhan dengan efektivitas komunikasi secara afektif dan konatif memiliki hubungan yang nyata (p<0,05). Dengan alasan, intensitas penyuluhan merupakan salah satu faktor yang menstimulus adanya perubahan sikap responden agar ingin mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang program KRPL dan kemudian menerapkan program tersebut sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya melalui pengoptimalisasian lahan pekarangan yang mereka miliki. Secara umum dari penjelasan tentang hubungan antara faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis dua (H 2 ) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, maka secara umum dapat diterima. Hubungan Efektivitas Komunikasi dengan Optimalisasi Lahan Pekarangan Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah efektivitas komunikasi dan optimalisasi lahan pekarangan disajikan pada Tabel 19.

74 Tabel 19. Koefisien korelasi efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan Efektivitas Optimalisasi Lahan Pekarangan Komunikasi Pemanfaatan Pekarangan Menciptakan Peluang Bisnis Kognitif 0,300* 0,103 Afektif 0,348* 0,040 Konatif 0,358* 0,017 Keterangan: *berhubungan nyata pada p < 0,05 Berdasarkan Tabel 19, indikator-indikator pada peubah efektivitas komunikasi memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan indikator pemanfaatan pekarangan. Hal ini disebabkan sebagian besar responden menilai bahwa pemanfaatan lahan pekarangan itu dapat dilakukan dengan mudah apabila diberikan informasi secara benar dan jelas, serta dipandu oleh penyuluh mengenai cara menerapkannya, serta didukung dengan fasilitas (sarana) yang sesuai. Efektivitas komunikasi ini ditandai dengan kondisi responden yang paham, setuju, serta mau melakukan tindakan untuk memanfaatan lahan pekarangan sebaikbaiknya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) program KRPL yang disampaikan penyuluh. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Nurhayati (2011) bahwa efektivitas komunikasi yang disampaikan oleh penyuluh dapat mempengaruhi perubahan perilaku, terutama dalam pemahaman dan mengarahkan sikap meskipun belum optimal. Responden melihat adanya peluang yang hasilnya nanti bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. Sebaliknya, indikator-indikator pada efektivitas komunikasi seperti kognitif, afektif, dan konatif tidak memiliki hubungan nyata dengan indikator peluang bisnis. Hal ini dikarenakan optimalisasi lahan pekarangan hasilnya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan serta mengurangi beban belanja responden saja, dikarenakan jumlah hasil panen lahan pekarangan mereka jumlahnya terbatas. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Indra (2011) yang menemukan bahwa efektivitas komunikasi tidak memiliki hubungan nyata terhadap kemampuan petani dalam mendapatkan peluang pasar. Hasil penelitian Arifin et al (2007) menunjukkan bahwa optimalisasi lahan pekarangan dapat dilakukan usahatani tanaman jenis-jenis berpotensi (buahbuahan, sayuran, dan tanaman hias) dan ternak yang berpotensi (ayam kampung, domba, kambing dan sapi), juga dilakukan bisnis non-pertanian, yaitu bengkel,

75 kios, kerajinan anyaman, industri kecil rumahan, menjahit, dan lain sebagainya. Meskipun prosentasi kontribusi hasil pekarangan terhadap tambahan pangan keluarga di perdesaan (energi, protein, dan vitamin) relatif kecil terhadap kebutuhan total, tetapi hal tersebut sangat berarti sebagai tambahan pangan keluarga. Dari penjelasan hubungan antara efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian yang menyebutkan terdapat hubungan nyata positif antara efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan secara umum dapat diterima.