BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

BAB V PENUTUP. Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

BAB II METODE KRITIK HADIS DAN PEMAKNAANNYA

PEMBAGIAN HADITS NABI

BAB IV ANALISIS HADIS SUGUHAN KELUARGA MAYAT. sanad. Adapun kritik sanadnya, antara lain sebagai berikut:

BAB II PEMBAGIAN HADITS

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN

BAB II METODE KRITIK HADIS. dirumuskan bahwa kesahihan hadis terpenuhi dengan 3 kriteria, yakni :

BAB I PENDAHULUAN. inilah yang dikatakan Agama, diputuskan oleh akal dan logika dan dibenarkan

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan,

Manzhumah Al-Baiquniyyah: Matan dan Terjemah Pustakasyabab.blogspot.com

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

A. PENDAHULUAN B. PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat

BAB II PRILAKU MEMINTA-MINTA DAN METODE KRITIK HADIS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

Bab 5. Hadist: Sumber Ajaran Islam Kedua

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3)

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2)

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

Pengertian Istilah Hadis dan Fungsi Hadis

Written by Andi Rahmanto Wednesday, 29 October :49 - Last Updated Wednesday, 29 October :29

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Memakai Pakaian WOL

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TERMINOLOGI TAKDIR DAN TEORI HADIS

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

BAB II TEORI KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS

BAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis

BAB II KE-S{AH{IH{-AN HADIS DAN TEORI PEMAKNAANNYA

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 4)

DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA

BAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian hadits tentang Hadis-Hadis Tentang Aqiqah. Telaah Ma anil Hadits yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

BAB I PENDAHULUAN. (al-qattan, 1973: 11). Di dalam al-qur an Allah menjelaskan beberapa ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Diantara sumber ajaran agama Islam adalah Alquran dan alhadits. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian

BAB I PENDAHULUAN. mengandung sifat-sifat yang sempurna. Nama-nama Allah yang agung dan mulia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan dan tindakan yang diambil akan bertentangan dengan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang tertulis dalam suatu mushap

BAB IV. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai. Politik, dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Partai politik adalah

BAB I PENDAHULUAN. posisi itu selalu didambakan oleh semua orang yang benar dan orang yang

Analisis Hadis Kitab Allah Dan Sunahku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB V PENUTUP. sebelumnya, serta arahan dari pembimbing maka dalam bab ini penulis dapat

Hadits Palsu Tentang Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

BAB IV ANALISIS HADIS TENTANG BACAAN TASHAHHUD DALAM SALAT

BAB I PENDAHULUAN. guna meraih bekal-bekal keilmuan untuk keberlangsungan hidupnya. Islam

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ditopang oleh empat

Hadits Palsu Tentang Keutamaan Mencium Kening Ibu

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

CABANG CABANG ILMU HADIS. Dairina Yusri

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya. tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSIR TAFSIR FIDZILAL ALQURAN DAN TAFSIR AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

BAB II TEORI KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS

HADIS SAHIH MUTAWATIR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

Wallahu A lam bisshawab Wa shallallahu ala nabiyyina Muhammadin wa ala aalihi wa shahbihi wa sallam

BAB I PENDAHULUAN. Selain ayat al-qur an juga terdapat sunnah Rasulallah SAW yang berbunyi:

BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS. Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan

Hadis Sahih. Kamarul Azmi Jasmi

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

Oleh : Syaikh Salim bin Ied al-hilali

BAB I PENDAHULUAN. samawi lain yang datang sebelumnya. Allah Swt. mewahyukan al-quran kepada

BAB I PENDAHULUAN. politik, sosial, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahanan tersebut kerap

HADÎTS DLA ÎF DAN KEHUJJAHANNYA (Telaah terhadap Kontroversi Penerapan Ulama sebagai Sumber Hukum)

Transkripsi:

13 BAB II TEORI KES}AH}>IHAN HADIS DAN PEMBERIAN NAMA YANG BAIK BAGI SESEORANG A. Pengertian Hadis Hadis atau al-hadi>th menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Lawan dari al-qadim (lama) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti orang yang baru masuk atau memeluk agama Islam. 1 Dari sudut pendekatan keabsahan ini, kata hadis dipergunakan baik dalam al-qur an maupun hadis itu sendiri. Dalam al-qur an ini misalnya, dapat dilihat pada surat at-thu>r ayat 34, surat al-kahfi ayat 6, adh-dhuha> ayat 11. Kemudian pada hadis dapat dilihat pada bebrapa sabda Rasul terhadap orang yang menghafal dan menyampaikan suatu hadis daripadanya. 2 Secara terminologis ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadis. Di kalangan ulama ahli hadis sendiri ada beberapa definisi yang antara satu dengan lainnya agar berbeda. Ada yang mendefinisikan bahwa hadis adalah segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang tremasuk hal ihwal adalah segala pemberitaan tentang Nabi, seperti 1 Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 1. 2 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), 1. 13

14 berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah, kelahiran, dan kebiasaankebiasaanya. Ulama ahli hadis lain merumuskan dengan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik perkataan, perbuatan, taqrir maupun sifatnya. Sementara itu para ahli ushul memberikan definisi hadis yang lebih terbatas dari rumusan di atas. Menurut mereka hadis adalah segala perbuatan Nabi yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara. Baik menurut definisi ahli hadis dan ahli ushul seperti di atas, kedua pengertian yang diajukannya, memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada Rasul tanpa menyinggung-nyinggung perilaku dan ucapan sahabat atau tabi in. 3 Sunnah menurut bahasa berarti jalan dan kebiasaan yang baik atau jelek. Sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu bersumber dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul atau sesudahnya. 4 Sedangkan Khabar dan Athar menurut jumhur hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, sahabat dan tabi in. Menurut jumhur ulama hadis bahwa hadis disebut juga dengan sunnah, khabar dan athar. Bagitu pula sunnah, dapat disebut dengan hadis, khabar atau athar. 3 Ibid., 8. 4 Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: al-muna, 2010), 7.

15 B. Kaidah ke-s}ah}i>han sanad Untuk meneliti dan mengukur keabsahan suatu hadis diperlukan acuan standar yang dapat digunakan sebagai ukuran menilai kualitas hadis.acuan yang dipakai adalah kaidah kesahihan hadis,jika yang diteliti bukan hadis mutawatir. Sebuah hadis, diklaim berkualitas shahih bila memiliki beberapa syarat, yakni kebersambungan sanad, perawi bersifat adil, perawi bersifat dha>bit, sanad dan matan hadis terhindar dari kejanggalan, sanad dan matan hadis terhindar dari cacat yang samar ( illat ). 5 Dari kelima kaidah kesahihan sanad hadis tersebut dapat diurai menjadi tujuh butir, yakni lima butir berhubungan dengan sanad, dan dua butir yang berhubungan dengan matan. Dengan demikian hadis yang tidak memenuhi salah satu unsur tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai hadis shahih. Berikut ini rincian kajian setiap unsur diatas: 1. Sanad atau isnad bersambung Yang dimaksud sanad yang bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis dari periwayat pertama hingga akhir terus bersambung. Rangkaian periwayat hadis mulai dari mukharrij sampai perawi yang menerima hadis dari Nabi saling memberi dan menerima dengan perawi terdekat. 6 5 Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 103. 6 Muhid dkk, Metodologi Penelitian Hadis (Surabaya: Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, tt), 47.

16 Persoalan ketersambungan sanad merupakan persoalan yang cukup penting bagi diterima atau tidaknya suatu hadis. 7 Menurut M. Ajaj al-khatib, hadis munqat}i, mu'd}al, mu'allaq, mudallas dan mursal tidak termasuk kategori hadis shahih karena sanadnya tidak bersambung. 8 Untuk mengetahui ketersambungan sanad (mata rantai perawi) dapat diketahui dengan beberapa cara: a. Mencatat semua nama perawi yang ada dalam sanad sehingga dapat di ketahui relasi guru dan murid yang dipaparkan dalam berbagai buku biografi perawi. 9 b. Lewat referensi rijal alhadis dapat diketahui tahun wafat antara guru dan murid yang diprediksi masa jedanya enam puluh tahun. c. Sighat tahammul hadis semacam sami tu, haddathana, akhbarana dan sebagainya. Maka perawi mudallis yang menggunakan sighat an tidak dikategorikan sanadnya bersambung. 2. Aspek Keadilan Perawi Adil secara terminologi berarti pertengahan, lurus, condong kepada kebenaran. Sedangkan secara istilah para ulama berbeda pendapat. Di antaranya al-hakim dan al-naisaburi menyatakan bahwa adalah seorang muhaddith dipahami sebagai seorang muslim, tidak berbuat bid ah dan maksiat yang 7 Phil Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis ( Jakarta: PT Mizan Publika, 2009), 21. 8 M. Ajjaj al-kha>tib, Us}u>l Al - Hadi>th: Pokok - Pokok Ilmu Hadis, terj. M. Nur Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 276. 9 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 132.

17 meruntuhkan moralitasnya. Ibn Shalah berpendapat bahwa seorang perawi disebut memiliki sifat adil jika dia seorang yang muslim, baligh, berakal, memelihara moralitas (muru ah).dan tidak berbuat fasiq. 10 antaranya: Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan dalam 4 kriteria di a. Islam. Karena periwayatan dari seorang kafir tidak dapat diterima. Sebab ia dianggap tidak dapat dipercaya. Lebih-lebih kedudukan meriwayatkan hadis itu sangat tinggi lagi mulia. 11 b. Mukallaf. Karena periwayatan dari anak yang belum dewasa, menurut pendapat yang lebih shahih, tidak diterima. Sebab dia belum terjamin dari kedustaan. Demikian pula halnya periwayatan orang gila. 12 c. Taat menjalankan agama d. Memelihara muru ah. 3. Perawi Bersifat Dha>bit Aspek intelektualitas (dha>bit) perawi yang dikenal dalam ilmu hadis dipahami sebagai kapasitas kecerdasan perawi hadis. Istilah dha>bit ini secara etimologi memiliki arti menjaga sesuatu. Jadi yang dimaksud dengan dha>bit ialah orang yang kuat ingatannya, artinya bahwa ingatannya lebih baik daripada 10 Umi sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Malanag Press, 2008), 63. 11 Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis..., 157. 12 Ibid., 158.

18 lupanya, dan kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya. Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat, sejak dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan di mana saja dikehendaki, disebut orang yang dhabitu sh shadri. Sedangkan kalau apa yang disampaikan iru berdasarkan catatannya maka disebut orang yang dhabithu l kitab. Para muhaddithi>n mensyaratkan dalam mengambil suatu hadis. Hendaklah diambil dari hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang bersifat adil lagi dha>bit. Rawi yang,memiliki kedua sifat tersebut, disebut dengan thiqah. 13 Menurut Ibn Hajar al- Asqalaiy dan al-sakhawiy, orang d}abit} ialah orang yang kuat hafalan tentang apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya. 14 Butir-butir sifat d}abit} dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Peiwayat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya). b. Periwayat hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya). c. Periwayat mampu menyampaikan riwayat dengan baik kapan saja ia menghendakinya dan sampai saat dia menyampaikan riwayat itu kepada orang lain. 4. Terhindar dari shuz}uz} (ke-shaz}-an) 13 Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah Hadis (Bandung; PT Almaarif, 1974), 122. 14 Nuruddin Itr, Ulumul Hadis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),140.

19 Dalam aktifitas penelitian hadis baik dari aspek sanad maupun matannya, mayoritas ulama menyatakan bahwa penelitian terhadap sha>dz daln illat ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan penelitian terhadap keadilan dan kedhabitan perawi, serta ketersambungan sanad. 15 Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian shuz}uz} suatu hadis. Dari berbagai pendapat yang ada, yang paling populer dan banyak diikuti sampai saat ini adalah pendapat imam al-syafi i hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang thiqah, tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak riwayat yang lebih thiqah. Salah satu langkah penelitian yang penting untuk menetapkan kemungkinan terjadinya shuz}uz} dalam hadis adalah dengan cara membandingbandingkan satu hadis dengan hadis lain yang satu tema. 5. Terhindar dari illat Kata illat secara lughawi berarti sakit. Adapula yang mengartikan sebab dan kesibukan. Adapun dalam terminologi ilmu hadis, illat didefinisikan sebagai sebuah hadis yang di dalamnya terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang dapat merusak keshahihan hadis secara lahir tampak sahih. 16 Para ulama mengakui bahwa penelitian illat ini cukup sulit, sebab sangat tersembunyi, bahkan secara lahiriyah tampak shahih. Oleh karena itu 15 Ibid., 143. 16 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis (Semarang: Rasail Media Group, 2007), 127.

20 diperlukan ketajaman intuisi, kecerdasan dan hafalan serta pemahaman hadis yang cukup luas. 17 Ibn Taimiyah menyatakan bahwa hadis yang mengandung illat adalah hadis yang sanadnya secara lahir tampak baik, namun ternyata setelah diteliti lebih lanjut, di dalamnya terdapat perawi yang banyak melakukan kesalahan, sanadnya mauquf atau mursal, bahkan ada kemungkinan masuknya hadis lain pada hadis tersebut. 18 Mengacu pada tiga formulasi definisi di atas, dapat dipahami bahwa illat di sini adalah cacat yang menyelinap pada sanad hadis, sehingga kecacatan tersebut pada umumnya berbentuk sebagai berikut: a. Sanad yang tampak bersambung (muttasil) dan sampai kepada Nabi (marfu> ) ternyata muttasil tetapi hanya sampai kepada sahabat (mawqu> ) 19 b. Sanad yang tampak muttasil dan marfu ternyata muttasil tetapi hanya riwayat sahabat dari sahabat lain (mursal) c. Terjadi percampuran dengan hadis lain 17 Ibid. 18 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis..., 128. 19 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis..., 164.

21 d. Kemungkinan terjadi kesalahan penyebutan perawi yang memiliki kesamaan nama, padahal kualitas pribadi dan kapasitas intelektualnya (thiqah) tidak sama. 20 C. Kaidah Ke-s}ah}i>han Matan Hadis Matan ialah م ا ي ن ت ه ي ا ل ي ه ال س ن د م ن ال ك ل ام yaitu suatu kalimat tempat berakhirnya sanad. 21 Kajian matan penting untuk dilakukan dalam penelitian hadis karena sanad tidak akan bernilai baik jika matannya tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. 22 Berbeda dengan prosedur pelaksanaan kritik sanad hadis, pada kritik matan ini para ulama mengemukakan secara eksplisit bagaimana sebenarnya penerapan secara praktisnya. 23 Penelitian terhadap aspek shaz} dan illat baik pada sanad maupun matan hadis, sama-sama memiliki kesulitan. Namun demikian, para ulama sepakat bahwa penelitian adanya shaz} dan illat pada matan hadis relatif lebih sulit dibandingan penelitian terhadap sanad. Penelitian terhadap aspek matan hadis ini mengacu kepada kaidah keshahihan matan hadis sebagai tolak ukur, yakni terhindar dari shaz} dan illat. 24 1. Terhindar dari Shaz} 20 Ibid. 21 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), 94. 22 M. Isa Bustamin, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 58. 23 Suryadi, Muhammad Alfatih Suryadiaga, Metodologi Peneitian Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2009), 147. 24 Sohari Sahrani, Ulumul Hadis (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 105.

22 Shadz} pada matan hadis didefinisikan sebagai adanya pertentangan atau ketidaksejalanan riwayat seorang perawi yang menyendiri dengan seorang perawi yang lebih kuat hafalan dan ingatannya. Pertentangan atau ketidaksejalanan terseut dalam hal menukil matan hadis, sehingga terjadi penambahan, pengurangan, perubahan tempat dan berbagai bentuk kelemahan dan cacat lainnya. Berdasarkan pendapat imam al-syafi i dan al-khalili dalam masalah hadis yang terhindar dari shuz}uz} adalah: 25 a. Sanad dari matan yang bersangkutan harus mahfudh dan tidak gharib. b. Matan hadis bersangkutan tidak bertentangan atau tidak menyalahi riwayat yang lebih kuat. 26 2. Terhindar dari Illat Illat yang terjadi pada matan hadis saja berarti sanadnya memenuhi kriteria keshahihan. Namun yang sering terjadi karena adanya sesuatu, maka lafad atau kalimat yang merupakan bagian dari hadis lain masuk atau menyisip ke dalam matan hadis tersebut. 27 Adapun yang dimaksud dengan illat pada matan hadis adalah sebab tersembunyi terdapat pada matan hadis yang secra lahir tampak 25 Ibid. 26 M.Isa Bustamin, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 2004, 64. 27 Shalahuddin bin Ahmad al-adlabi, Menalar Sabda Nabi (Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi, 2010), 230.

23 berkualitas sahih. Sebab tersembunyi di sini bisa berupa masuknya redaksi hadis laijn pada hadis tertentu, atau redaksi dimaksud memang bukan lafaz}-lafaz} yang mencerminkan sebagai hadis Rasulullah, sehingga pada akhirnya matan hadis tersebut seringkali menyalahi nash-nash yang lebih kuat bobot akurasinya. Kriteria dan tatacara untuk mengungkap illat pada matan, sebagaimana dikemukakan oleh al-salafi adalah: a. Mengumpulkan hadis yang semakna serta mengomparasikan sanad dan matannya sehingga diketahui illat yang terdapat di dalamnya. b. Jika seorang perawi bertentangan riwayatnya dengna seorang perawi yang lebih thiqah darinya, maka riwayat tersebut dinilai ma lul. c. Seorang perawi tidak mendengar hadis dari gurunya secara langsung. d. Hadis tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang thiqah. e. Hadis yang telah umum dikenal oleh sekelompok orang (kaum), namun kemudian datang seorang perawi yang f. hadisnya menyalahi hadis yang telah mereka kenal itu, maka hadis yang dikemukakan itu dianggap memiliki cacat. 28 Prinsip pokok yang dipegangi oleh jumhur uama dalam meneliti matan ialah: 1. Tidak bertentangan dengan al-quran 28 M.Isa Bustamin, Metodologi Kritik Hadis..., 65.

24 2. Tidak bertentangan dengan hadis mutawattir yang statusnya lebih kuat atau sunnah yang lebih masyhur atau hadis ahad. 3. Tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam 4. Tidak bertentangan dengan sunnatullah 5. Tidak bertentangan dengan fakta sejarah atau sirah nabawiyyah yang sahih 6. Tidak bertentangan dengan indera, akal dan kebenaran ilmiah. 29 Dalam menentukan kualitas matan hadis diperlukan dua unsur yaitu tidak mengandung shaz{ dan tidak mengandung illat. Kedua syarat tersebut dapat dilakukan tahap-tahap penelitian hadis sebagai berikut: 1. Meneliti susunan redaksi matan yang semakna 2. Meneliti kandungan matan 3. Menyimpulkan hasi penelitian matan C. Teori Kehujjahan Hadis Ulama bersepakat bahwa hadis yang dapat dijadikan hujjah adalah hadis yang maqbul, sedangkan hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah adalah hadis yang mardud. 30 1. Hadis maqbul Menurut al-baqi dan Jalaluddin al-suyut}i, kriteria hadis maqbul adalah sebagai berikut: 31 29 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingka dan Pemalsunya (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 82. 30 Ridlwan Nashir, Imu Memahami Hadits Nabi Cara Praktis Menguasai Ulumul Hadits dan Mustholah Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), 104.

25 a. Perawinya adil b. perawinya d{abit{ sekalipun tidak sempurna c. Sanadnya bersambung d. Susunan bahasanya tidak rancu e. Tidak terdapat illat yang merusak f. Mempunyai mata rantai utuh Berikut pembagian hadis yang tergolong maqbul: a. Hadis sahih lidzatihi, yaitu hadis yang telah memenuhi syarat-syarat hadis maqbul secara sempurna. 32 b. Hadis hasan lidzatihi, yaitu hadis yang sanadnya bersambung dengan para perawi-perawi yang adil dan daya ingatannya kurang sempurna mulai dari awal sanad sampai akhir sanad tanpa ada kejanggalan (shuz}uz) dan cacat ( illat) yang merusak. 33 c. Hadis sahih lighairihi, yaitu hadis yang tidak memenuhi sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna, karena ia sebenarnya bukan hadis sahih namun naik derajatnya lantaran ada factor pendukung yang data menutupi kekurangan yang ada. 34 31 Ibid., 105. 32 Ridlwan Nashir, Imu Memahami Hadits Nabi Cara Praktis Menguasai Ulumul Hadits dan Mustholah Hadis..., 113. 33 Ibid., 120. 34 Ibid., 114.

26 d. Hadis hasan lighairihi, yaitu hadis d{a if yang mempunyai banyak perawi yang meriwayatkannya dan sebab ked{a ifannya tidak disebabkan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berbohong. 35 2. Hadis Mardud Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang diterima. Sedangkan mardud menurut istilah ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul. 36 Tidak terpenuhinya persyaratan dimaksud, bisa terjadi pada sanad dan matan. Para ulama mengelompokkan hadis jenis ini menjadi dua hadis yaitu hadis dha if dan hadis madhu. Adapun faktor penyebab hadis d{a if tertolak adalah: a. Dari sisi sanad mata rantainya tidak bersambung sebab ditemukan adanya seorang perawi atau lebih yang hilang atau tidak bertemu satu sama lain. Disini dikeompokkan menjadi tiga macam, diantaranya: 1. Jika yang gugur sanad pertama, disebut hadis muallaq. 2. Jika yang gugur sanad terakhir (sahabat) disebut hadis mursal. 3. Jika yang gugur dua atau lebih dan tidak berturut-turut disebut hadis munqat}i. 37 b. Karena ada cacat pada perawinya, baik dalam keadilan maupun hafalannya. Cacat tersebut meliputi: 35 Ibid., 121. 36 Munzier Suparta, Ilmu Hadis..., 125. 37 Nashir, Imu Memahami, 112.

27 1. Perawi seorang pendusta, hadisnya disebut hadis maud{u. 2. Perawi tertuduh dusta, hadisnya disebut matruk. 3. Perawi lupa hafalannya, hadisnya disebut munkar. 4. Perawi banyak prasangka, hadisnya disebut muallal. 5. Perawi menyalahi orang yang terpercaya, hadisnya meliputi mudraj, maqlub, tharib, mushahhaf dan muharrif. 6. Perawi buruk hafalannya, hadisnya disebut hadis mukhtalith. 38 D. Teori Pemaknaan Hadis Meneliti sebuah hadis tidak cukup dengan mengetahui kesahihannya saja, tetapi perlu juga mengetahui pendekatan keilmuan yang digunakan dalam meneliti sebuah hadis. hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami maksud hadis tersebut. Sebenarnya timbulnya teori pemaknaan ini terjadi karena adanya riwayat secara makna. Teori pemaknaan hadis ini bisa dilakukan melalui dua pendekatan yakni dengan pendekatan kebahasaan dan dari segi kandungan maknanya 39 tetapi, semua itu tidak lepas dari tolok ukur yang telah disepakati ulama hadis (sesuai dengan al-qur an, hadis yang lebih sahih, fakta sejarah dan akal sehat serta mencirikan sabda kenabian). 1. Pendekatan dari segi bahasa Meneliti matn hadis dengan pendekatan bahasa ini tidak mudah karena ada beberapa hadis yang diriwayatkan secara makna sehingga banyak perbedaan 38 Ibid., 110-111. 39 Yuslem, Ulumul Hadis, 364.

28 lafaz} yang digunakan dan menyebabkan terjadinya perbedaan pemahaman suatu kata ataupun istilah. Terjadinya perbedaan ini karena sebelum hadis tersebut sampai ke mukharrij, hadis itu telah melalui beberapa rawi yang berbeda generasi, latar belakang budaya dan tingkat intelektualnya juga. Maka penelitian ini diperlukan untuk mendapatkan makna yang komprehensif dan obyektif. adapun metode yang bisa digunakan dalam pendekatan bahasa ini adalah: a. Mendeteksi hadis yang mempunyai lafadz yang sama. Lafaz hadis yang sama perlu dideteksi untuk mengetahui beberapa hal, diantaranya: 40 1) Idra>j (Sisipan lafadz hadis yang bukan berasal dari Rasulullah). 2) Id}t}ira>b (Pertentangan antara dua riwayat yang sama kuatnya yang tidak memungkinkan untuk ditarji>h}). 3) al-qalb (Pemutarbalikan redaksi hadis). 4) Adanya penambahan lafaz} dalam sebagian riwayat (ziya>dat al-thiqah). b. Membedakan makna hakiki dan makna majazi. Penggunaan bahasa Arab adakalanya menggunakan makna hakiki atau menggunakan makna majazi tetapi penggunaan makna majaz akan lebih mengesankan. Penggunaan lafaz majazi tidak hanya ditemukan dalam al-qur an, Rasulullah juga sering menggunakan ungkapan majaz untuk menyampaikan sabdanya. 40 Ibid., 368.

29 Majaz disini mencakup majaz lughawy, aqly, isti a>rah, kina>yah dan isti a>rah tamti>liyyah atau ungkapan lain yang tidak mengandung makna sebenarnya. Makna majaz bisa diketahui melalui qarinah (petunjuk) yang menunjukkan makna yang dimaksud / makna yang sebenarnya. 41 Pembahasan ini dalam ilmu hadis termasuk ilmu gharib alhadis seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Al-Shalah. 42 Selain metode yang telah disebutkan, masih ada metode kebahasaan yang harus dilakukan seperti ilmu nahwu dan sharaf sebagai dasar untuk memahami bahasa Arab. 2. Pendekatan dari segi kandungan makna melalui latar belakang datangnya hadis Sangat penting untuk mengetahui sebab datangnya sebuah hadis karena, dengan begitu dapat dipahami keadaan yang terjadi pada saat itu. Hal ini akan mempermudah dalam memahami maksud hadis itu sendiri dan memberi pemahaman baru pada kontek sosial budaya masa kini dengan lebih komprehensif. Pengetahuan tentang historisasi datangnya sebuah hadis dalam ilmu hadis disebut ilmu Asba>b al-wuru>d al-hadith. Sebab datangnya hadis bisa diketahui dengan menelaah hadis itu sendiri atau hadis lain, karena latar belakang 41 Yusuf Qardhawi, Studi Kritik as-sunah, ter. Bahrun Abu bakar, Cet. 1 (Bandung: Trigenda Karya, 1995), 185. 42 al-rahman, Ikhtis}a>r Mus}t}ala>h}, 321.

30 datangnya hadis terkadang tercantum dalam hadis itu sendiri dan ada juga yang tercantum dihadis lain. 43 Ilmu sabab al-wurud sangat membantu dalam memahami dan menafsiri hadis secara obyektif, karena dari sejarah turunnya akan diketahui lafaz} yang a>m (umum) dan kha>s} (khusus). Selain itu akan diketahui mana hadis yang di-takhs}i>s} atau yang men-takhs}i>s} melalui kaidah "al- ibrah bi khus}u>s} al-saba>b (mengambil suatu ibrah hendaknya dari sebab-sebab yang khusus) ataupun kaidah "al- ibrah bi umu>m al-lafz} la> bi khus}u>s} al-saba>b (mengambil suatu ibrah itu hendaknya berdasar pada lafaz} yang umum bukan sebab-sebab yang khusus). 44 Ulama mutaakhkhirin sangat memprioritaskan pemahaman hirtoris terhadap hadis yang mengandung hukum sosial. 45 Hal ini dikarenakan kehidupan sosial masyarakat yang selalu berkembang dan tidak mungkin menetapkan hukum berdasarkan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Ketika sebuah hadis tidak ditemukan sebab-sebab turunnya, maka diusahakan untuk mencari keterangan sejarah atau riwayat hadis yang menerangkan tentang kondisi dan situasi pada saat hadis itu dikeluarkan oleh Rasulullah. Ilmu ini disebut sha n al-wuru>d atau ah}wal al-wuru>d. 43 Ibid., 327. 44 Ibid. 45 Muhammad Zuhri, Telaah Matan; Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta: LESFI, 2003), 87.

31 Menurut Bustamin dan M. Isa langkah yang dapat ditempuh dalam meneliti sebuah matn hadis dan memahami sebuah makna hadis antara lain: 46 1. Dengan menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam satu tema yang sama. 2. Meneliti matn suatu hadis dan memahaminya dengan bantuan hadis s}ahi>h. 3. Meneliti dan memahami matn sebuah hadis dengan pendekatan al-qur an. 4. Meneliti dan memahami matn hadis dengan pendekatan bahasa. 5. Meneliti dan memahami matn hadis dengan pendekatan sejarah (teori asba>b al-wuru>d). E. Pemberian nama bagi seseorang 1. Nama yang baik Untuk kategori nama yang baik ini berpijak pada hadis-hadis yang disabdakan oleh Rasuullah. Ada beberapa sabda Rasulullah yang berkenaan dengan pengkategorian nama yang baik diantaranya hadis yang berbunyi: Namailah (diri anak kalian) dengan namamku Barangsiapa yang mempunyai tiga orang anak (laki-laki) tidak ada seorang pun yang diberi nama Muhammad, maka sungguh ia berbuat salah. 46 Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, cet I (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 64-85.

32 Berdasarkan dua hadis ini jelaslah nama Muhammad adalah nama yang baik untuk menamai anak, sebab diperintakan Rasulullah bagi umatnya untuk memberi nama Muhammad. Selain nama Muhammad, nama-nama para Nabi dan Rasul lain juga termasuk nama yang baik dan diperintahkan oleh Rasulullah. Termasuk dalam nama-nama yang baik ialah yang nama-nama yang maknanya mengandung kebaikan secara positif menurut pandangan Islam, seperti Sahal (mudah), Hamzah (pemberani), dan sejenisnya. 47 2. Nama yang tidak baik (buruk) sebaiknya diganti Islam menganjurkan kepada umatnya agar beraktifitas, sampai dengan dalam memberikan nama, mesti tidak beranjak dari makna positif. Orang yang selalu melakukan hal yang bermakna serta senantiasa meninggalkan hal yang tidak bermakna, maka dialah orang yang terbaik keislamannya. Kategori nama yang buruk adalah nama-nama yang arti katanya, maknanya konotasinya buruk, tidak sesuai dengan visi misi Islam. Visi Islam identik dengan kebaikan yang bersifat manusiawi dan penghambaan diri kepada Allah. Maka misinya pun mengajak kepada umat manusia agar mengakui derajat kemanusiaanya yang serba terbatas menghambakan diri secara benar kepada Allah. 48 Berikut contoh-contoh nama-nama yang baik diantaranya: 47 M Afnan Chafidh, Tradisi Islami Panduan prosesi Kelahiran Perkawinan Kematian (Surabaya: Khalista, 2006), 34. 48 Akbar Saman, Nama Bayi Islami Terbaik, Indah, dan Bermakna (Bandung: Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka, 2014), 256.

33 (Idri>s) ا د ر ي س 1. Salah satu Nabi Allah yang tersebut dalam al-qur an. Dibangsakan padanya penemu ilmu kimia dan pembangun kota-kota dan kantor. (Anas) ا ن س 2. Senang, ramah, bentuk masdar dari Anasa yang berarti orang yang dapat memberi semangat hidup. (Jawa>d) ج وا د 3. Dermawan, murah hati, orang mulia. (Rashi>d) ر ش ي د 4. Yang berakal, yang bijkasana, yang insyaf, yang berpetunjuka. Maji>d) ( Abdul ع ب د ا لم ج ي د 5. Hamba Tuhan yang Maha Mulia. Yang Mulia Dzat-Nya. Bersama kebagusan sifat-nya. al-majdu berarti kemuliaan yang sempurna, dan Allah yang maha suci adalah yang patut menerima pujian dan kemuliaan, dan sifatsifat ketuhanan-nya yang mulia diambil oleh seluruh makhluk yang sempurna. 49 Oleh karena itu, memberi nama kepada seorang anak harus lebih hati-hati, dengan menggunakan nama para Nabi serta mempertimbangkan makna yang terkandung di dalamnya. 49 Muhammad Ibrahim Salim, Nama-Nama Islami Buat Putra Putri Kita (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), 75.