PERANCANGAN LABORATORIUM PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL PEN 60/70 DAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI FILLER

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

KARAKTERISTIK MARSHALL DALAM ASPAL CAMPURAN PANAS AC-WC TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PERENDAMAN

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

ZEOLIT ALAM SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LASTON (AC) DENGAN ASPAL PEN 60/70 DAN ASBUTON (BNA) BLEND 75:25

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARETMESH #80 PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

NASKAH SEMINAR INTISARI

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH STEEL SLAG DALAM CAMPURAN AC-WC SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR No. ½ DAN No. 8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

PERKERASAN CAMPURAN ASPAL BETON (AC- BASE) DENGAN MATERIAL LOKAL KUTAI KARTANEGARA

PENGARUH PENUAAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE

Kajian Nilai Marshall Campuran Beton Aspal (AC) dengan Menggunakan Retona Blend 55 Sebagai Bahan Aditif

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

BAB III LANDASAN TEORI

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

PENGARUH SAMPAH PLASTIK SEBAGAI BAHAN TAMBAH TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR PANTAI TERHADAP SIFAT MARSHALL DALAM CAMPURAN BETON ASPAL

KARAKTERISTIK MARSHALL DENGAN BAHAN TAMBAHAN LIMBAH PLASTIK PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA)

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC DENGAN FILLER ABU SEKAM PADI, PASIR ANGGANA, DAN SPLIT PALU ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERANCANGAN LABORATORIUM CAMPURAN HRS-WC DENGAN PENGGUNAAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) SEBAGAI BAHAN ADDITIVE

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

Transkripsi:

PERANCANGAN LABORATORIUM PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL PEN 60/70 DAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI FILLER Alfian Saleh 1 dan Latif Budi Suparma 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Univ. Lancang Kuning 2 Jurusan Teknik Sipil, Univ. Gadjah Mada alfian.saleh@gmail.com ABSTRAK Indonesia memiliki kekayaan sumber alam yang tinggi, termasuk sumber mineral yang menjadi bahan baku perkerasan jalan. Pemanfaatan sumber alam berupa bahan baku perkerasan jalan masih belum banyak dikembangkan, terlebih kaitannya untuk mengatasi permasalahan kerusakan dini pada perkerasan jalan. Aspal Pen. 60/70 dan zeolit alam merupakan salah satu kekayaan alam yang bisa digunakan, namun penelitian terkait kedua bahan tersebut masih belum banyak dilakukan.penggabungan kedua bahan dalam pengujian dilakukan dengan perancangan benda uji menggunakan 5 variasi kadar filler, yaitu variasi 1 (100% debu batu : 0% zeolit alam), variasi 2 (75% debu batu : 25% zeolit alam), variasi 3 (50% debu batu : 50% zeolit alam), variasi 4 (25% debu batu : 75% zeolit alam) dan variasi 5 (0% debu batu : 100% zeolit alam). Setelah diperoleh kadar aspal optimum setiap variasi kemudian dilakukan pengujian Marshall dengan lama perendaman 0,5 jam dan 24 jam,kemudian pengujian Indirect Tensile Strength.Hasil penelitian diperoleh kadar aspal optimum untuk variasi 1 sebesar 5,8%, variasi 2 sebesar 6,0%, variasi 3 sebesar 6,1%, variasi 4 sebesar 6,4% dan variasi 5 sebesar 6,5%. Nilai VMA, VITM, VFWA, stabilitas, flow, MQ, indeks stabilitas Marshall sisa dan rasio kuat tarik secara berurutan untuk variasi 1 sebesar 16,04%; 4,53%; 69,56,82%; 1229,05 kg; 3,80%; 323,43 kg/mm; 94,46%; 74,87%, variasi 2 sebesar 14,69%; 4,74%; 68,02%; 1348,40 kg; 4,27%; 316,03 kg/mm; 92,06%; 79,92%, variasi 3 sebesar 16,14%; 4,41%; 69,69%; 1364,69 kg; 3,93%; 346,95 kg/mm; 89,64%; 72,75%, variasi 4 sebesar 16,89%; 4,82%; 69,31%; 1304,30 kg; 4,03%; 326,07 kg/mm; 88,04%; 68,82% dan variasi 5 sebesar 16,42%; 5,18%; 64,55%;1248,64 kg; 4,5%; 277,48 kg/mm; 86,78%; 66,22%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa campuran AC-BC yang menggunakan zeolit alam pada variasi 2 (75% debu batu + 25% zeolit alam) dan variasi 3 (50% debu batu + 50% zeolit alam) merupakan komposisi yang optimum dalam menggunakan zeolit alam sebagi filler. Kata kunci: Aspal Pen.60/70, ITS, Marshall, RMS, Zeolit Alam. 1. PENDAHULUAN Di Indonesia campuran beraspal terdiri dari 3 (tiga) jenis (Pedoman Teknik No.025/T/BM/1999), yaitu lapis aspal pasir (latasir); lapis tipis beton aspal (lataston) dan lapis beton aspal (laston).laston pada umumnya digunakan pada jalan dengan beban lalulintas tinggi serta diutamakan untuk digunakan pada daerah tropis. Agregat yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah batu pecah,pasir dan memiliki persentase yang paling kecil dibandingkan dengan agregat kasar dan halus, namun filler mempunyai pengaruh yang signifikan pada campuran perkerasan jalan raya, karena filler mengisi rongga udara pada campuran perkerasan jalan raya. Serta aspal sebagai bahan ikat secara umum di Indonesia menggunakan aspal pertamina. Ketersediaan filler debu batu saat ini sulit diperoleh, sehingga perlu alternatif filler.oleh karena itu penulis terdorong untuk memanfaatkan zeolit sebagai filler pada campuran perkerasan jalan raya khususnya campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC), mengingat ketersediaan zeolit di Indonesia sangat melimpah dan biaya untuk mendapatkannya lebih murah daripada debu batu. Berdasarkan permasalah diatas, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian tentang Campuran Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) menggunakan aspal Pen.60/70 dan zeolit alam sebagai filler. 145

Landasan Teori A. Beton Aspal (AC) Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambah.faktor-faktor yang menentukan daya tahan perkerasan yaitu sifat agregat, sifat aspal dan temperatur.agregat digunakan sebagai kerangka dan aspal sebagai pengikat campuran. Temperatur adalah faktor utama dalam pemeriksaan yang akan menentukan temperatur pemadatan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145 C - 155 C, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan namahotmix (Asphalt Institute, 2001). B. Bahan Campuran Beton Aspal (AC) 1) Aspal Aspal adalah sistem koloidal yang rumit dari material hydrocarbon yang terbuat dari Asphaltenes, resin dan oil. Material aspal berwarna coklat tua sampai hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam dengan penyulingan minyak (Kreb & Walker,1971). 2) Agregat Agregat adalah partikel-partikel butiran mineral yang digunakan dengan kombinasi berbagai jenis bahan perekat membentuk masa beton atau sebagai bahan dasar jalan, backfill, dan lainnya (Atkins, 1997). C. Perancangan Campuran Beton Aspal (AC) Tujuan secara umum dari perancangan campuran beton aspal adalah untuk menentukan kombinasi aspal dan agregat yang akan memberikan kinerja perkerasan dalam jangka waktu yang lama dari setiap bagian struktur perkerasan. Perancangan campuran agregat aspal adalah prosedur laboratorium yang harus dikerjakan untuk menyusun sususnan agregat yang akan digunakan dalam campuran beton aspal. (Asphalt Institute, 1997).Perancangan campuran beton aspal untuk lapis perkerasan harus memenuhi sifat-sifat Stabilitas (Stability), Daya Tahan atau Keawetan (Durability), Kelenturan (Flexibility), Kekesatan Permukaan (Skid Resistance), Tahan Terhadap Kelelahan (Fatique Resistance), Mudah Dikerjakan (Workability), Kekedapan Terhadap Fluida (Impermeability). D. Gradasi Campuran Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu, ditentukan melalui analisis saringan butiran (grain size analysis) dengan menggunakan 1 set saringan (ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm). E. Zeolit Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi (Gustam 2009).Untuk memaksimalkan ukuran pori-pori zeolit maka zeolit perlu diaktivasi. Aktivasi zeolit melalui cara fisika dilakukan dengan pemanasan (kalsinasi) (Sri Suryadi dan Irawan, 2009). F. Indirect Tensile Strength (ITS) Kekuatan tarik dipengaruhi oleh temperatur dan lama pembebanan. Kenaikan temperatur akan menyebabkan kekentalan aspal menurun. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya energi thermal (thermal energy) dan melarutnya asphaltenese ke dalam tanah. Jika dikaitkan dengan lalulintas maka pembebanan yang lama akan terjadi pada lalulintas dengan kecepatan rendah atau sebaliknya. Semakin lama pembebanan pada perkerasan maka aspal yang semula bersifat elastik akan menjadi bersifat lebih viscos (Totomiharjo, 2004). 2. METODOLOGI Di dalam kajian penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pemeriksaan agregat, pemeriksaan aspal dan pemeriksaan kelayakan filler dan pengujian Marshall.Pengujian terhadap agregat termasuk pemeriksaan berat jenis, pengujian abrasi dengan mesin Los Angeles, kelekatan terhadap aspal, indeks kepipihan dan penyerapan air.untuk pengujian aspal termasuk juga pengujian penetrasi, titik nyala-titik bakar, titik lembek, kehilangan berat, kelarutan (CCl4), daktilitas dan berat jenis. Sedangkan metode yang digunakan sabagai penguji campuran adalah metode Marshall, dimana dari pengujianmarshall tersebut didapatkan hasil-hasil yang berupa komponen-komponen Marshall, yaitu stabilitas, flow, void in total mix (VITM), void filled with asphalt (VFWA) dan kemudian dapat dihitung Marshall Quotient-nya. 146

Kajian penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada dengan menggunakan metode Pengujian Marshall dan Indirect Tensile Strength (ITS) pada campuran Asphalt ConcreteBinder Course (AC-BC) dengan panduan Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bahan campuran AC-BC a. Agregat (kasar,halus dan filler). Agregat yang digunakan pada penelitian ini adalah agregat kasar, agregat halus, filler debu batu yang berasal dari clereng, Kabupaten Kulon Progo, DIY dan filler zeolit alam dari Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.Agregat ini memenuhi persyaratan agregat untuk bahan susun campuran AC-BC sesuai dengan spesifikasi Umum Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 Revisi II (2012). b. Aspal Pen. 60/70. Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal Pertamina Pen.60/70 yang berasal dari Cilacap.Aspal ini memenuhi persyaratan untuk bahan susun AC-BC sesuai dengan spesifikasi Umum Kementerian Pekerjaan Umum 2010 Revisi II (2012). B. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Kadar Aspal Optimum menggunakan grafik batang dengan metode Narrow Range, kemudian dipilih rentang (range) kadar aspal yang memenuhi syarat karakteristik campuran dengan uji Marshall. Penentuan kadar aspal optimum pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 1 sampai dengan 5. 3 VITM (%) 3,0 5,0 Range KAO 5,6% - 6,0%; KAO = (5,6+6,0)/2 = 5,8% 5,6 6,0 Gambar 1. Penentuan KAO Variasi 1 (100% Debu Batu : 0% Zeolit Alam) 3 VITM (%) 3,5 5,0 5,9 6,1 Range KAO 5,9% - 6,1%; KAO = (5,9+6,1)/2 = 6,0 Gambar 2. Penentuan KAO Variasi 2 (75% Debu Batu : 25% Zeolit Alam) 147

3 VITM (%) 3,5 5,0 Range KAO 6,05% - 6,1%; KAO = (6,05+6,15)/2 = 6,1% 6,05 6,15 Gambar 3. Penentuan KAO Variasi 3 (50% Debu Batu : 50% Zeolit Alam) 3 VITM (%) 3,5 5,0 Range KAO 6,3% - 6,5; KAO = (6,3+6,5)/2 = 6,4 6,3 6,5 Gambar 4. Penentuan KAO Variasi 4 (25% Debu Batu : 75% Zeolit Alam) 6,5 3 VITM (%) 3,5 5,0 Range KAO 6,45% - 6,5 ; KAO = (6,45+6,53)/2 = 6,5% 6,45 6,53 Gambar 5. Penentuan KAO Variasi 5 (0% Debu Batu : 100% Zeolit Alam) 148

Gambar 6. Kadar Aspal Optimum (KAO) Untuk Semua Variasi Filler Gambar 6 menunjukkan dengan menggunakan zeolit alam sebagai filler menaikkan kebutuhan aspal. Apabila digunakan filler debu batu 100% didapat 5,8%, sedangkan digunakan zeolit alam 100% didapat 6,5%. Kenaikan KAO akibat filler disebabkan filler zeolit alam yang asli tanpa diolah dan memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan filler debu batu. C. Karakteristik Marshall setelah KAO Nilai-nilai karakteristik Marshall pada semua variasi setelah KAO diperoleh dengan metode Marshall disajikan dalam Tabel 1.dan Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik campuran pada kadar aspal optimum (KAO) perendaman Standar Karakteristik Campuran Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5 Range KAO 5,6-6,1 5,9-6,1 6,05-6,15 6,3-6,5 6,45-6,53 5,8 6,0 6,1 6,4 6,5 VITM (%) 4 4 4 5 7 VMA (%) 14,3 14,1 14,8 14,7 14,2 VFWA (%) 71,0 66,7 67,8 63,3 55,3 Density (gr/cm 3 ) 2,356 2,390 2,362 2,327 2,335 Stabilitas (kg) 1229 1348 1365 1304 1249 Flow (%) 4 4 4 4 5 MQ (kg/mm) 323 316 347 326 277 Tabel 2. Karakteristik Marshall pada perendaman 24 jam Karakteristik Campuran Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5 Range KAO 5,6-6,1 5,9-6,1 6,05-6,15 6,3-6,5 6,45-6,53 5,8 6,0 6,1 6,4 6,5 Density (gr/cm 3 ) 2,339 2,374 2,328 2,313 2,326 VMA (%) 14,5 14,1 14,7 15,3 14,6 VFWA (%) 64,7 63,3 65,3 61,4 61 VITM (%) 5 5 5 5 5 Stabilitas (kg) 1161 1241 1223 1148 1084 Flow (%) 4 5 4 4 5 MQ (kg/mm) 279 272 301 273 221 D. Marshall Immersion Test Marshall Immersion Test menggambarkan kondisi perkerasan di lapangan yang terendam air dengan merendam benda uji selama 24 jam di dalam waterbath dengan temperature air sebesar 60 C. Dari Gambar 6 maka masing-masing campuran dapat dihitung niali Indeks Stabilitas Marshall Sisa-nya (Index of Retained Marshall Stability).Hasil perhitungan nilai RMS untuk semua variasi campuran dapat dilihat pada Gambar 7. 149

Gambar 6. Stabilitas Marshall setelah Perendaman Gambar 7.Retained Marshall Stability (RMS) Gambar 7 menunjukkan persentase Retained Marshall Stability (RMS) untuk campuran variasi 3, variasi 4 dan varisi 5 yang didapat lebih kecil dari minimum RMS yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum 2010 Revisi II (2012) yaitu sebesar 90% kecuali pada variasi 1 dan variasi 2. E. Kuat tarik tidak langsung (ITS) Nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength) menggambarkan ketahanan perkerasan terhadap retak (cracking resistance) dan kerusakan akibat pengaruh rendaman.hasil perhitungan niali ITS untuk semua variasi campuran dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Indirect Tensile Strength (ITS) Gambar 8 menunjukkan nilai ITS unconditioned semua variasi campuran lebih tinggi dibandingkan dengan conditioned.ini disebabkan pada saat proses perendaman, air meresap kedalam campuran sehingga membuat kekuatan campuran menurun. 150

F. Rasio kuat tarik (TSR) Tensile Strength Ratio (TSR) adalah perbandingan nilai ITS yang sudah dikondisikan (conditioned) dengan sebelum dikondisikan (unconditioned).hasil dari perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Rasio Kuat Tarik (Tensile Strength Ratio-TSR) Persyaratan minimum TSR adalah sebesar 80% seperti yang tertulis dalam AASHTO T-283 (Standard Method Of Test For Resistance Of Compacted Asphalt Mixture To Moisture-Induced Damage). Berdasakan Gambar 9. nilai TSR semua variasi campuran mempunyai nilai dibawah 80% yang berate semua variasi tidak memenuhi persyaratan, ini berarti semua variasi campuran kurang memiliki ketahanan terhadap retak (cracking). 4. KESIMPULAN a. Nilai karakteristik Marshall campuran AC-BC yang menggunakan aspal Pen.60/70 dan zeolit alam sebagai filler sebagai berikut: 1) Kadar Aspal Optimum (KAO) untuk tiap variasi mengalami kenaikan yaitu untuk variasi 1 (100 debu batu+0% zeolit) KAO sebesar 5,8%; variasi 2 (75% debu batu+25% zeolit) KAO sebsesar 6,0%; variasi 3 (50% debu batu+50% zeolit) KAO sebesar 6,1%; variasi 4 (25% debu batu+75% zeolit) KAO sebesar 6,4% dan variasi 5 (0% debu batu+100% zeolit) KAO sebesar 6,5%. 2) Campuran AC-BC yang menggunakan zeolit alam sebagai filler(variasi 2, 3, dan 4) memiliki nilai VITM yang memenuhi persyaratan namun untuk variasi 5 tidak memenuhi persyaratan dan untuk nilai VMA yang tertinggi pada variasi 3 (50% debu batu+50% zeolit). Untuk nilai VFWA pada variasi 2 (75% debu batu + 25% zeolit) dan variasi 3 (50% debu batu +50% zeolit) memenuhi persyaratan dan untuk variasi 4 (25% debu batu+ 75% zeolit) dan variasi 5 (0% debu batu + 100% zeolit) tidak memenuhi persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa campuran AC-BC yang menggunakan zeolit alam sebagai filler(variasi 2 dan variasi 3) mempunyai fleksibilitas dandurabilitas yang hampir sama dengan campuran yang menggunakan debu batu sebagai filler (variasi 1). 3) Nilai stabilitas campuran AC-BC yang menggunakan zeolit alam sebagai filler(variasi 2, 3, dan 4) untuk kondisi rendaman 0,5 jam dan 24 jam lebih tinggi dibandingkan dengan campuran yang menggunakan debu batu (variasi 1) namun untuk variasi 5 pada perendaman 24 jam mengalami penurunan dibawah dari campuran yang menggunakan debu batu sebagai filler (variasi 1). 4) Hasil uji menunjukkan bahwa semakin lama perendaman dan semakin tinggi kadar zeolit alam maka nilai MQ semakin menurun. Hal ini disebabkan karena nilai stabilitas yang semakin menurun dan nilai flow yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya persentase penggunaan zeolit alam. b. Nilai kuat tarik tidak langsung (ITS) campuran AC-BC dengan menggunakan zeolit alam sebagai filler memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan debu batu baik itu nilai ITS conditioned dan unconditioned. Sedangkan nilai rasio kuat tarik (TSR) yang dimiliki oleh semua variasi campuran berada dibawah nilai persyaratan minimum TSR sebesar 80% yang berarti semua variasi campuran tidak masuk dalam persyaratan. c. Dari semua variasi campuran yang menggunakan zeolit alam, variasi 2 (75% debu batu : 25% zeolit alam) dan variasi 3 (50% debu batu : 50% zeolit alam) merupakan komposisi yang paling optimum. Hal ini dilihat dari nilai stabilitas, stabilitas marshall sisa, variasi 2 (75% debu batu : 25% zeolit alam) dan variasi 3 (50% debu batu : 50% zeolit alam) mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan variasi 4 (25% debu batu : 75% zeolit alam) dan variasi 5 (0% debu batu : 100% zeolit alam). 151

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulisan dapat menyelesaikan makalah inidan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA AASHTO. (1993). Sampling Bituminous Paving Mixtures, AASHTO Designation T 168-82, Part II Test, 16 th Edition. Annual Book of ASTM Standart. (1989). American Society For Testing Material Philadelphia. Asphalt Institute. (2001) Construction of Hot Mix Asphalt Pavement, MS-22, Six Edition, Lexington, Kentucky, USA. ASTM. (1997). Road and Paving Materials Vehicle Pavement System, Published By The American Society of Testing Material Officials, Washington D.C Atkins, H.N. (1997). Highway Materials, Soils and Concretes, 3 th Edition Prentice Hall, New Jersey. Departemen Pekerjaan Umum. (2010). Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan (Revisi II), Badan Penelitian dan Pengembangan PU, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Furqon A. (2011). Pengaruh Metode Aktivasi Zeolit Alam Sebagai Bahan Penurun Temperatur Campuran Beraspal Hangat, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Bandung. Laboratorium Teknik Transportasi. (2013). Modul Praktikum Bahan Perkerasan Jalan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogjakarta. Sastra M. (2013). Perancangan Laboratorium Pada Campuran AsphalticConcreteBinder Course(AC-BC) Dengan Abu Serbuk Bungkil Biji Pohon Jarak Pagar Sebagai Filler, Tesis MSTT Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. Shell Bitumen. (1990). The Shell Bitumen Hand Book, Published By Shell Bitumen, East Molesey Serrey. Suparma L. B. (2011). Bahan Konstruksi Perkerasan, Buku Materi Kuliah MSTT Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. The Asphalt Institute. (1983). Construction of Hot Mix Asphalt Pavement, Manual Series No. 22, Second Edition, Lexington, Kentucky, USA. The Asphalt Institute. (1993). Mix Design Methods for Asphalt Concrete and other Hot Mix Types, Manual Series No. 2 (MS-2), 5 th Edition, Lexington, Kentucky, USA. 152