BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Berdasarkan Permendiknas 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses)

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

RPP. Pengertian RPP. Komponen RPP

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

Kriteria Ketuntasan Minimal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KONSEP DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN. M. Nasir Tamalene (Dosen Universitas Khairun Ternate)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

KriteriaKetuntasan Minimal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MAPEl PAI. Oleh Dr. Marzuki FIS -UNY

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: Perencanaan

Kriteria Ketuntasan Minimal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan

RPP Theory A. Apakah RPP itu? Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa:

Lamp 1. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan Silabus

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR OLEH: ANNISA RATNA SARI, M.S.ED

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PAIKEM PADA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA3 SMAN I PALOPO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Pembekalan Instruktur PLPG 2015

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA TERPADU

PENYUSUNAN RPP PADA KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB V PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas hasil temuan-temuan dari masing-masing tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RPP. Pengertian RPP. Komponen RPP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Efektivitas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi memiliki peran penting dalam peningkatan mutu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kriteria Ketuntasan Minimal

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal

BAB I PENDAHULUAN 1. 5 Latar Belakang Permasalahan

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan dari peneliti saja. Pembelajaran tidak berhasil dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Instrumen Review. Instrumen Penelaahan Kurikulum Sekolah (KTSP) Dokumen 1. Terdapat logo sekolah/daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gejala umum yang terjadi pada peserta didik saat ini adalah malas berpikir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

PENERAPAN MODEL DISCOVERY PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V DI SEKOLAH DASAR NEGERI 2 KARANGBENER KECAMATAN BAE KABUPATEN KUDUS JURNAL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

pembelajaran berbasis paikem

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB III METODE PENELITIAN. di dalam kelas, maka penelitian ini disebut Penelitian Tindakan atau Action

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Mulyono (2009) mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika adalah interaksi antara peserta didik dalam belajar dan berpikir untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi dengan cara menggunakan informasi, pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, pengetahuan tentang menghitung, dan menggunakan hubunganhubungan antar gagasan matematika yang bertujuan untuk mencapai hasil belajar matematika yang lebih optimal. Salah satu tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan pemerintah melalui Permen 23 Tahun 2006 adalah merencanakan masalah 6

7 yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, diperlukan proses pembelajaran matematika yang berkualitas. Dalam hal ini guru mempunyai peranan sangat penting. Guru harus dapat merubah paradigma pembelajaran yang lama. Pembelajaran matematika disekolah harus melibatkan peserta didik dalam segala aktifitas pembelajaran. Guru harus dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan dan kondusif, yang mampu membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi. Menurut Mulyasa (2006), pembelajaran dibuat oleh guru di setiap satuan pendidikan untuk menggerakkan mesin utama pendidikan. Tugas pokok seorang guru dalam keterlaksanaan kegiatan pembelajaran adalah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus dapat memahami konsep dasar kurikulum dan kemampuan merencanakan yang meliputi penyusunan silabus dan RPP, melaksanakan pembelajaran serta mampu melaksanakan penilaian pembelajaran. 1. Perencanaan Pembelajaran Seorang guru dituntut untuk menyiapkan dan merencanakan kegiatan pembelajaran dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran secara optimal (Susilo, 2006). Dalam peraturan menteri nomor 41 tahun 2007, dijelaskan bahwa perencanaan

8 proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. a. Silabus Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (BSNP, 2006). Dalam peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007, dijelaskan bahwa komponen-komponen silabus meliputi: identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Dalam KTSP, hanya disajikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan untuk strategi pembelajaran, metode, teknik penilaian, penyediaan sumber belajar, organisasi kelas dan waktu merupakan hak sepenuhnya bagi guru. b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Selain silabus, tugas guru yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai persiapan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah. RPP adalah rencana yang

9 menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran, dimana pengembangannya dilakukan oleh guru. Menurut Gagne dan Briggs (Majid, 2008), tugas guru dalam menyusun RPP adalah menjabarkan, mengubah, dan memodifikasi silabus ke dalam RPP yang lebih operasional dan rinci serta dijadikan pedoman dalam pembelajaran dengan menyesuaikan silabus dengan kondisi sekolah dan daerah, karakteristik peserta didik, serta kemampuan guru. Perencanaan yang baik sangat membantu pelaksanaan pembelajaran, karena baik guru maupun peserta didik mengetahui dengan pasti tujuan yang ingin dicapai dan cara mencapainya, dengan demikian guru dapat mempertahankan situasi agar peserta didik dapat memusatkan perhatiannya pada pembelajaran yang telah diprogramkan (Mulyasa, 2006). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa RPP memegang peranan penting dalam proses pembelajaran yaitu sebagai perencanaan atas apa yang akan dilakukan di kelas, sehingga baik guru maupun peserta didik dapat mengetahui tujuan apa yang akan dicapai dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam peraturan pemerintah no 40 tahun 2007 dijelaskan bahwa komponen-komponen RPP terdiri dari: identitas mata pelajaran yang

10 meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa pelaksanaaan pembelajaran merupakan implementasi dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang meliputi pendahuluan, inti, dan penutup. Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang digunakan untuk menyiapkan peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran, mengajak siswa menfokuskan perhatian dan memotivasi, dilanjutkan dengan kegiatan inti. Kegiatan inti merupakan inti proses pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada tahapan tersebut, aktifitas belajar siswa dapat melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Adapun pada penutup, kegiatan

11 yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan atau merangkum materiyang telah dipelajari, menilai sebagai bentuk refleksi, memberikan umpan balik, dan tindak lanjut. Dalam pelaksanaan KTSP, proses pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan siswa, guru harus berperan sebagai fasilitator dan berusaha menciptakan kondisi yang menyenangkan. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Pengalaman pembelajaran tersebut dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Trianto (2010) menyatakan bahwa berlakunya KTSP menuntut perubahan paradigma dalam pembelajaran, diantaranya orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih pada siswa, metodologi yang semula didominasi ekspositori berganti partisipasi, dan pendekatan yang semula banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. KTSP menghendaki bahwa suatu pembelajaran tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta, tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati pelaksanaan pembelajaran dua sekolah yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dalam pelaksanaan pembelajarannya. Hal ini dikarenakan

12 PBL merupakan salah satu metode pembelajaran yang cocok digunakan dalam pembelajaran matematika. Sanjaya (2010) mengemukakan bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. PBL juga merupakan suatu metode yang banyak digunakan untuk menunjang pendekatan learner centered dan yang memberdayakan pemelajar yang juga merupakan ciri dari pembelajaran matematika. 3. Penilaian Pembelajaran Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (BSNP, 2006). Penilaian yang dilakukan menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian kompetensi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian yaitu: 1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. 2) Penilaian menggunakan acuan kriteria. 3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. 4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. 5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.

13 Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 disebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah beracuan kriteria. Hal ini berarti bahwa penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) setiap mata pelajaran sebagai dasar dalam menilai pencapaian kompetensi peserta didik. Penetapan kriteria ketuntasan minimal belajar merupakan tahap awal pelaksanaan penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar. B. PBL (Problem Based Learning) 1. Pengertian PBL (Problem Based Learning) Problem based learning (PBL) merupakan proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang akan diperlukan dalam kehidupan nyata (Sutirman, 2013). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sanjaya (2010) mengemukakan bahwa PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Hamruni (2012) juga menyatakan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran.

14 Beberapa pengertian tersebut, menginformasikan bahwa problem based learning merupakan aktifitas pembelajaran yang dimulai dari pemberian permasalahan autentik (nyata) yang menjadi dasar penyelidikan bagi siswa, sehingga siswa dapat mengemukakan ide-ide mereka dan menyusun pengetahuan mereka sendiri untuk memecahkan masalah. 2. Karakteristik PBL (Problem Based Learning) Menurut Rusman (2011), karakteristik PBL adalah sebagai berikut: a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar; b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur; c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective); d. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama; f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam proses belajar mengajar; g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; h. Pengembangan keterampilan penemuan dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

15 i. Keterbukaan proses dalam proses belajar mengajar meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar;dan j. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. 3. Tahapan-Tahapan PBL (Problem Based Learning) Tahapan-tahapan PBL (problem based learning) menurut Arends (2007) adalah sebagai berikut: a. Fase 1: Orientasi siswa pada masalah Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistic penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. b. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. c. Fase 3: Membimbing menyelidiki individual maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, kemudian melaksanakan percobaan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. d. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

16 e. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Arends (2007) di atas, maka langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah dapat disimpulkan sebagai berikut: Tahap-Tahap Pembelajaran Fase 1: Orientasi siswa pada masalah Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Fase 3: Membimbing menyelidiki individu dan kelompok Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tabel 2.1 Sintak PBL Aktifitas Pembelajaran Siswa diberikan suatu fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 1. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan 2. Mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan. 1. Guru mendorong siswa untk mengumpulkan informasi yang sesuai serta yang dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah yang telah disajikan. 2. Siswa membuat dugaan, mulai melakukan penyelidikan sehingga dapat menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan sebelumnya. 1. Guru membantu siswa dalam merencanakan, mempersiapkan hasil diskusinya dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

17 Tahap-Tahap Pembelajaran Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Aktifitas Pembelajaran 2. Siswa merencanakan dan mempersiapkan hasil diskusi yang selanjutnya dipresentasikan di depan kelas. 1. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. 2. Siswa melakukan evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang mereka gunakan sehingga mampu menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan masalah. 4. Kelebihan dan Kekurangan PBL (Problem Based Learning) a. Kelebihan PBL (Problem Based Learning) Setiap pembelajaran, memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Spencer dan Jordan (1999) mengemukakan keunggulan PBL, yaitu sebagai berikut. 1) meningkatkan penguasaan materi secara lebih mendalam dibandingkan dengan pembelajaran biasa; 2) meningkatkan dan menjaga keterampilan diri yang terarah; 3) pembelajaran lingkungan lebih menstimulasi (merangsang pembelajaran); 4) peningkatan interaksi atau hubungan antara siswa dan pengajar; 5) meningkatkan kerjasama antar mata pelajaran secara klinis dan scientists;

18 6) pembelajaran menjadi lebih menyenangkan untuk siswa dan guru; 7) meningkatkan penguasaan pengetahuan; dan 8) meningkatkan motivasi. b. Kekurangan PBL (Problem Based Learning) Menurut Sanjaya (2010) PBL memiliki kekurangan sebagai berikut. 1) manakala siswa tidak minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dihadapi sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; 2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan waktu cukup lama untuk persiapan; 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. C. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Sekolah/madrasah harus menerapkan ketuntasan belajar dengan mendasarkan pada peraturan yang berlaku dan kondisi nyata yang ada di sekolah/madrasah. Peraturan yang berlaku tersebut meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, peraturan yang dikeluarkan oleh daerah dan peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga. Ketiga peraturan tersebut harus bersifat saling memperkuat. Kondisi nyata di sekolah/madrasah dapat berpijak pada kualitas input peserta didik dan kondisi sumber daya sekolah/madrasah.

19 Dengan mempertimbangkan kondisi di atas, dalam setiap awal tahun ajaran baru, guru dengan malalui forum guru serumpun dapat menetapkan standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) atau kriteria ketuntasan minimal (KKM), KKM tersebut harus diinformasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah dan orang tua. Sekolah/madrasah dapat menetapkan batas/standar ketuntasan belajar minimal di bawah nilai ketuntasan belajar maksimum (100), dengan catatan sekolah/madrasah harus merencanakan target dalam waktu tertentu untuk mencapai nilai ketuntasan belajar ideal. ( Muhaimin, 2008) 1. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal Penentuan KKM dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD dan SK. Masing-masing dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan belajar minimal dan menetapkannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tingkat kompleksitas (kerumitan dan kesulitan) setiap indikator, KD dan SK per mata pelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Tingkat kompleksitas tinggi, bila dalam pelaksanaan satu Indikator, KD, SK MP menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi, penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi, penerapan yang kompleks, sikap yang tinggi, SDM yang memahami kompetensi yang harus dicapai siswa secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran, membutuhkan waktu cukup lama karena perlu pengulangan. Pertimbangan tingkat kompleksitas mata

20 pelajaran dalam menetapkan KKM didasarkan pengalaman dan analisi guru bidang studi terhadap tingkat kerumitan dan kesulitan setiap Indikator, KD, dan SK mata pelajaran. Semakin tinggi tingkat kompleksitas mata pelajaran maka semakin sulit untuk dicapai, sehingga rata-rata nilainya sangat rendah. Dan semakin rendah tingkat kompleksitas mata pelajaran maka semakin mudah dapat tercapai, sehingga rata-rata nilainya sangat tinggi. b. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah/madrasah yang bersangkutan. Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan kemampuan peserta didik. Karena itu, dalam menetapkan KKM, kondisi rata-rata kemampuan peserta didik perlu dijadikan dasar acuan standar keberhasilan pembelajaran. Pertimbangan intake siswa dalam menetapkan KKM kelas awal didasarkan pada rata-rata tingkat kemampuan awal peserta hasil seleksi PSB, NUN, Rapor kelas 3 SMP, test seleksi masuk atau psikotest, didasarkan pada hasil belajar semester sebelumnya. Sedangkan untuk kelas di atasnya didasarkan pada tingkat pencapaian KKM siswa pada semester atau kelas sebelumnya. Semakin tinggi kemampuan rata-rata peserta didik, maka semakin mudah untuk mencapai hasil belajar, sehingga nilainya sangat tinggi. Dan semakin rendah ratarata kemampuan peserta didik maka semakin sulit untuk mencapai hasil belajar yang ditetapkan, sehingga rata-rata nilainya sangat rendah.

21 c. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah/madrasah. Semakin tercukupi sumber daya baik yang berupa sumber daya manusia atau lainnya, semakin tinggi pula tingkat keefektifan pembelajaran. Pertimbangan daya dukung sekolah/madrasah dalam menetapkan KKM dapat didasarkan pada tingkat ketersediaan ketercukupan tenaga pendidikan, fasilitas yang tersedia, sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan, biaya oprasional pendidikan (BOP), menejemen sekolah/madrasah, kepedulian stakeholders sekolah/madrasah. Semakin tinggi tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah, maka semakin mudah mencapai hasil belajar, sehingga nilainya semakin tinggi. Dan semakin rendah tingkat ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah, maka semakin sulit untuk dapat mencapai hasil belajar yang ditetapkan, sehingga rata-rata nilainya sangat rendah. ( Muhaimin, 2008) 2. Kriteria Ketuntasan Minimal di MTs Negeri Sumbang dan MTs Ma arif NU 1 Cilongok Pada tahun ajaran 2014/2015 MTs Negeri Sumbang dan MTs Ma arif NU 1 Cilongok menetapkan KKM pada pelajaran matematika yang tidak jauh berbeda. Pada MTs Negeri Sumbang KKM yang ditetapkan sebesar 75 dan pada MTs Ma arif NU 1 Cilongok sebesar 73. Hal ini berdasarkan

22 perhitungan tingkat kompleksitas, kemampuan sumber daya pendukung dan intake dari maring-masing sekolah. D. Materi Pelajaran Adapun materi pelajaran yang diajarkan yaitu sebagai berikut: Standar Kompetensi: 3. Menggunakan bentuk aljabar, Aritmatika sosial, dan perbandingan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar: 3.3 Menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmatika sosial yang sederhana. Indikator: 3.3.1 Menghitung nilai keseluruhan, nilai per-unit, dan nilai sebagian. 3.3.2 Menentukan besar dan persentase laba, rugi, harga jual, harga beli, rabat, bunga tunggal dalam kegiatan ekonomi