BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan yang tidak terbatas, sementara factor-faktor produksi yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. membantu membiayai pembangunan nasional, sedangkan impor dilakukan untuk

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL 2015

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang lain akan menciptakan suatu hubungan ekonomi dan adanya lalu lintas barang dan jasa antar negara yang akan menciptakan perdagangan. Keadaan dan perdagangan internasional setiap negara tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung dalam percaturan ekonomi global, situasi ini dapat dipastikan akan menularkan pengaruh ke setiap negara. Meningkatnya perdagangan internasional ditandai dengan peningkatan ekspor dan import yang berdampak pada meningkatnya devisa sehingga kecenderungannya adalah pembangunan dapat berjalan lancar. Jika dikaitkan dengan perekonomian Indonesia yang masih sangat tergantung dengan sumber daya alam yang dimiliki, maka sektor inilah yang harus ditingkatkan agar dapat menopang perekonomian bangsa. Salah satu sektor yang mempunyai peranan cukup penting bagi perekonomian Indonesia adalah sektor pertanian, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar dan merupakan urutan ketiga setelah sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada saat krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. 1

Salah satu sub sektor yang cukup besar potensinya adalah sub sektor perkebunan. Meskipun kontribusi sub sektor perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto belum terlalu besar yaitu sekitar 2,49 persen pada tahun 2004 atau merupakan urutan kedua di sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan namun sub sektor ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS Provinsi Bali, 2004). Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Karet merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta tenaga kerja, komoditi ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan karet. Sampai dengan tahun 1998 komoditi karet masih merupakan penghasil devisa terbesar dari sub sektor perkebunan dengan nilai US $ 1.106 juta, namun pada tahun 2003 turun menjadi nomor 2 setelah kelapa sawit dengan nilai US $ 1.494 (BPS Provinsi Bali, 2004). Di samping itu perusahaan besar yang begerak di bidang karet telah memberikan sumbangan pendapatan kepada negara dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan perusahaan. Perkebunan karet di Indonesia juga telah diakui menjadi sumber keragaman hayati yang bermanfaat dalam pelestarian lingkungan, 2

sumber penyerapan CO2 dan penghasil O2, serta memberi fungsi orologis bagi wilayah di sekitarnya. Selain itu tanaman karet ke depan akan menjadi sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang selama ini mengandalkan hutan alam. Karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar internasional dan kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri masih rendah. Perkembangan harga karet menunjukkan tren cukup baik akibat meningkatnya permintaan dari negara maju yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang dimotori oleh industrialisasi seperti Cina dan Amerika Serikat. Disamping dari negara tersebut, permintaan dari negara industri juga cukup tinggi seperti Jepang, Korea dan negara-negara industri di Eropa Peranan karet terhadap ekspor Indonesia tidak dapat dianggap kecil mengingat Indonesia merupakan produsen karet no 2 (dua) terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2.764,7 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2.970 juta ton) dan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3,4 juta hektar di tahun 2007. Produksi karet alam di negara produsen utama selama 6 tahun terakhir dapat dilihata pada tabel 1.1 berikut. 3

Tabel 1.1 Produksi karet alam negara produsen utama (juta ton) Tahun Thailand Indonesia Malaysia India China Lain-lain 2002 2.615 1.630 805 641 468 1.181 2003 2.876 1.792 909 707 480 1.189 2004 2.984 2.066 1.098 743 486 1.224 2005 2.900 2.128 1.132 772 575 1.164 2006 3.310 2.637 1.280 853 600 1.242 2007 2.970 2.764 1.210 807 663 1.265 Sumber : IRSG (International Rubber Study Group) Melihat potensi pasar karet yang cukup besar tersebut, perlu kiranya pemerintah beserta seluruh aspek yang terkait mendorong terciptanya suatu lingkungan yang dapat meningkatkan ekspor karet nasional. Salah satu langkah yang dapat mendorong peningkatan produksi adalah peremajaan lahan karet yang sebagian besar telah memasuki tahapan tidak produktif (tanaman berusia di atas 20 tahun) di samping tetap melakukan perluasan lahan. Strategi peremajaan lahan karet dinilai cukup baik dengan luas lahan karet saat ini mencapai 3,4 juta hektar sehingga apabila lahan tersebut dioptimalkan melalui peremajaan diharapkan tingkat produksi akan meningkat sekitar 20-30 % (Parhusip, 2008: 3). Disamping pengelolaan lahan, optimalisasi di sektor hilir karet juga perlu ditingkatkan. Hal tersebut terkait dengan masih rendahnya penyerapan hasil perkebunan karet oleh sektor industri pengolahan. Hanya sekitar 10-15% hasil produksi karet alam yang dipergunakan industri dalam negeri baik untuk industri ban, alas kaki, otomotif dan sarung tangan. Kondisi tersebut mengakibatkan produsen karet menitikberatkan hasil berupa karet mentah untuk kebutuhan ekspor. Hal ini disebabkan pemrosesan karet menjadi produk jadi masih sangat minim sehingga produk barang jadi karet untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri lebih banyak diimpor. 4

Kendala utama dalam pengembangan karet alam adalah tingkat produktivitas lahan karet yang masih rendah. Jika dibandingkan dengan produsen utama karet alam, tingkat produktivitas lahan di Indonesia khususnya perkebunan rakyat baru mencapai 0,8 ton/ha/tahun, sedangkan perkebunan besar mencapai sekitar 1 ton/ha/tahun. Sebagai perbandingan, produktivitas lahan di Amerika Serikat bisa mencapai sekitar 1,9 ton/ha/tahun sedangkan Thailand mencapai sekitar 1,6 ton/ha/tahun. Dengan produktivitas lahan yang hanya setengah dari negara produsen lainnya, posisi Indonesia sulit diharapkan menjadi market leader di pasar internasional walaupun memiliki luas lahan yang terbesar di dunia. Kendala yang dihadapi petani karet adalah keterbatasan dalam pengadaan bibit yang berkualitas dan sarana produksi lainnya. Dengan pola plasma diharapkan adanya kooordinasi dalam pengadaan bibit dari balai penelitian maupun penangkaran bibit unggul yang ada. Sistem plasma juga diharapkan dapat membantu dalam pengadaan modal kerja dari pihak terkait baik perkebunan besar maupun perbankan. Hambatan mendasar untuk meningkatkan produktivitas karet rakyat melalui peremajaan tanaman tua/rusak adalah tidak tersedianya dana khusus untuk peremajaan dengan suku bunga yang wajar sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi. Hal ini sangat berbeda dengan negara-negara produsen utama karet lainnya seperti Thailand, Malaysia dan India. Dana pengembangan, promosi, dan peremajaan karet di negara-negara tersebut umumnya disediakan oleh pemerintah yang diperoleh dari pungutan CESS ekspor komoditi karet. Di Indonesia, pungutan CESS untuk pengembangan komoditi perkebunan telah dihentikan sejak tahun 1970. Permasalahan utama lainnya di perkebunan karet 5

rakyat adalah bahwa bahan baku yang dihasilkan umumnya bermutu rendah, dan pada sebagian lokasi harga yang diterima di tingkat petani masih relatif rendah (60-75% dari harga FOB) karena belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet rakyat (bokar). Belum efisiennya sistem pemasaran tersebut antara lain disebabkan lokasi kebun jauh dari pabrik pengolah karet dan letak kebun terpencar-pencar dalam skala luasan yang relatif kecil dengan akses yang terbatas terhadap fasilitas angkutan, sehingga biaya transportasi menjadi tinggi. Bahan olah karet dari petani pada umumnya berupa bekuan karet yang dibekukan dengan bahan pembeku yang direkomendasikan (asam format), maupun yang tidak direkomendasikan (asam cuka, tawas, dsb). Pada saat ini bahan olah karet tersebut mendominasi pasar karet di Indonesia karena dinilai petani paling praktis dan menguntungkan. Bahan olah karet berupa lateks dan koagulum lapangan, baik yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar dapat diolah menjadi komoditi primer dalam berbagai jenis mutu. Lateks kebun dapat diolah menjadi jenis karet cair dalam bentuk lateks pekat dan lateks dadih serta karet padat dalam bentuk RSS, SIR 3L, SIR 3CV, SIR 3WF dan thin pale crepe yang tergolong karet jenis mutu tinggi (high grades). Sementara koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara alami selanjutnya hanya dapat diolah menjadi jenis karet padat yakni antara lain jenis mutu SIR 10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades). Pada sisi lain, kayu karet yang ada saat ini baru sebagian kecil dimanfaatkan untuk kayu olahan, papan partikel dan papan serat. Hal ini terjadi karena lokasi pabrik pengolah kayu jauh dari sumber bahan baku sehingga 6

proporsi biaya transportasi menjadi tinggi (> 50% dari harga jual petani). Oleh karena itu, harga kayu karet di tingkat petani masih rendah dan tidak menarik bagi petani. Dengan penataan kelembagaan yang lebih baik, kayu karet rakyat merupakan potensi yang sangat besar dalam agribisnis karet. Dari sisi industri pengolahan, kemampuan industri dalam negeri menyerap produksi karet alam masih rendah dan relatif stagnan dalam 5 tahun terakhir (sekitar 10-15% dari total produksi karet nasional). Industri ban merupakan industri yang dominan dalam menyerap pasokan karet dalam negeri dengan konsumsi mencapai sekitar 60% dari total konsumsi industri karet nasional. Industri lain yang menggunakan karet sebagai bahan baku antara lain industri sarung tangan, alas kaki, selang belt transmision. Selain industri ban yang merupakan industri besar, industri lainnya hanya bersifat industri berskala menengah dan kecil. Kemampuan modal dan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan industri menengah dan kecil tersebut. Selain kendala diatas, ketersediaan pasokan energi oleh pemerintah dalam hal ini juga menjadi kendala sehingga kontinuitas dan skala produksi menjadi tidak optimal. Di level industri kecil, produk lebih dititikberatkan kepada komponen atau barang pendukung dari produk utama seperti spare parts dan komponen alas kaki yang diproduksi pabrikan besar. Pengembangan jenis produk karet lainnya dinilai cukup berat mengingat pengolahan karet membutuhkan modal dan teknologi yang cukup tinggi. Sebagai dampak dari belum optimalnya pengembangan industri selain industri ban, utilitas industri tersebut juga relatif rendah, bahkan industri sarung 7

tangan hanya mencapai utilitas industri sebesar 40% dan alas kaki relatif lebih baik dengan utilitas sebesar 60%. Secara umum perkembangan volume ekspor karet Indonesia periode 1993-2007 cukup berfluktuasi, dengan rata-rata perkembangan sebesar 6,22 persen per tahun. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 2.683,6 M.Ton atau naik 3,01 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah produksi karet dimana pada tahun tersebut terjadi perluasan areal perkebunan karet khususnya di daerah Sumatra Selatan, Jambi dan Kalimantan Barat serta konsumsi akan karet dari negara pengimpor meningkat. Sedangkan penurunan volume ekspor karet terjadi dari tahun 1999 sampai tahun 2000, penurunannya ini sangat erat kaitannya dengan penurunan harga karet di pasaran dunia sejak periode tersebut dan adanya penurunan permintaan dari negara-negara pengimpor karet seperti negara Singapure, Polandia, Amerika Serikat dan Perancis selain itu ada beberapa negara yang tidak lagi mengimport karet. Penurunan volume ekspor karet Indonesia yang tejadi selama beberapa tahun terakhir ini berdampak secara langsung terhadap perolehan devisa negara yang diperoleh dari komoditas ini. 8

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia Periode 1993-2007 Tahun Volume Ekspor Perkembangan ( M.Ton ) (%) 1993 1214,3-1994 1244,8 2,51 1995 1323,8 6,35 1996 1434,3 8,35 1997 1416,2 (1,26) 1998 1641,2 15,89 1999 1494,6 (8,93) 2000 1379,6 (7,69) 2001 1453,4 5,35 2002 1496,0 2,93 2003 1663,0 11,16 2004 1874,3 12,71 2005 2023,8 7,98 2006 2605,1 28,72 2007 2683,6 3,01 Rata-rata perkembangan 6,22 Sumber : Badan Pusat Statistik, 1993-2008 Keterangan :( ) angka dalam kurung berarti minus Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor karet Indonesia seperti, Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Kenya, Italy, Jerman, Belanda serta negara lainnya. Sampai saat ini negara Amerika Serikat masih menjadi tujuan ekspor terbesar salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia ini, seperti terlihat pada Tabel 1.3 9

Tabel 1.3 Volume Ekspor Karet Indonesia Berdasarkan Negara-Negara Tujuan Ekspornya Tahun 1993-2007 (Dalam M. Ton) Negara 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 JUMLAH Tujuan Jepang 46,3 39,6 55,1 106 98,5 87,8 126,2 144,6 151,6 208,1 228,9 225,2 260,6 357,5 397,8 2533,8 Singapure 206,4 195,9 145,2 130,2 121,4 152,1 115,6 89,6 78,1 72,5 79,0 85,6 115,1 135,4 161,3 1883,4 Amerika Serikat 623,4 571,4 620,7 628,2 601,3 726,5 694,9 562,5 517,2 593,1 598,3 627,9 669,1 590,9 644,3 9269,7 Belgia 15,4 15,3 16,2 23,6 23,6 39,5 30,5 39,5 53,5 47 49,2 45,0 34,9 42,5 41,7 517,4 Inggris 22,6 26,9 18,3 10 13,2 24,9 20,7 22,8 15,7 21 18,8 17,6 17,1 22,8 21,5 293,9 Perancis 16,7 17,2 18,6 22,6 28,3 21,1 13,9 12,6 12,8 23,9 27,0 31,0 32,1 43,0 48,2 369,0 Belanda 37,8 39,5 38,2 25,2 21,8 31,5 33,1 24,3 26,4 16,1 9,8 24,5 28,3 27,4 21,9 405,8 Jerman 19,9 28,2 32,5 35,2 29,4 50,6 41,8 56,4 62,5 62,3 73,3 71,8 62,0 82,1 80,8 788,8 Italy 14 12,6 12 11,1 16,2 18,1 16,6 18,4 18 17,4 21,3 22,0 18,1 24,3 21,6 261,8 Polandia 3,9 5,7 10,5 12,7 11,2 17,5 21,1 21,1 17,6 25,3 28,2 30,2 27,7 25,4 25,9 284,0 Rusia 6 7 25,2 - - - - - - 3,203 2,7 2,9 2,8 6,9 4,2 60,9 Cekoslovakia 4,9 8 2,3 - - - - - - 222 81,0 - - - - 318,2 Yugoslavia 0 0,9 0,4 - - - - - - - 205,0 847,0 625,0 343,0 40,0 2061,3 Cina - - - - - - - - - 46,221 107,7 197,5 249,8 337,2 341,8 1280,3 Kanada - - - - - - - - - 62,754 61,2 70,6 71,8 66,0 53,6 386,0 Brasil - - - - - - - - - 37,317 52,6 58,8 55,0 48,4 65,7 317,9 Spanyol - - - - - - - - - 23,953 24,0 23,9 24,0 41,0 41,5 178,4 Lainnya 197 277,2 328,6 429,5 451,3 471,6 380,2 387,8 500 409,3 528,2 220,1 398,7 411,3 971,8 6062,6 JUMLAH 1214,3 1244,8 1323,8 1434,3 1416,2 1641,2 1494,6 1379,6 1453,4 1496,0 1663,0 1874,3 2023,8 2605,1 2683,6 - Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 (data diolah) Keterangan : M.Ton = Metric Ton (000 Ton) 10

Dalam Tabel 1.3 terlihat jelas bahwa secara totalitas jika volume ekspor ke masing-masing negara-negara tujuan itu dijumlahkan selama kurun waktu 15 tahun yaitu dari 1993 hingga 2007, maka Amerika Serikat menduduki peringkat teratas dengan volume sebesar 9.269,7 M.Ton jauh di atas negara-negara lainnya yang menjadi tujuan ekspor karet Indonesia. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat merupakan negara industri otomotif terbesar yang membutuhkan karet dalam jumlah yang besar sebagai bahan baku pembuatan ban maupun bahan dasar alat-alat otomotif lainnya. Volume ekspor karet dipengaruhi oleh jumlah produksi dari karet itu sendiri. Perkembangan jumlah produksi karet yang terus meningkat ini karena telah dilakukan proyek pengembangan perluasan areal perkebunan karet serta melalui peremajaan areal tanaman karet tua dengan menggunakan klon unggul lateks kayu. Namun potensi ini akan dapat termanfaatkan dengan baik hanya jika langkah-langkah strategis penanganan operasionalnya dapat dikoordinasikan dengan baik. Pada saat yang sama, negara-negara pesaing Indonesia, dengan sistem kelembagaan peremajaan tanaman karetnya yang jauh lebih mapan, juga sedang menata diri untuk merebut pasar karet yang sangat prospektif dalam dua dekade mendatang. Dengan peningkatan produksi karet maka pendapatan dari sektor ini juga terus meningkat. Perkembangan jumlah produksi karet periode 1993-2007 dilihat pada tabel 1.4 berikut. 11

Tabel 1.4 Perkembangan Jumlah Produksi Karet Indonesia Periode 1993-2007 TAHUN Produksi Karet Perkembangan (%) ( M.Ton ) 1993 1.437,0 1994 1.464,5 1,91 1995 1.532,1 4,62 1996 1.527,7 (0,29) 1997 1.505,0 (1,49) 1998 1.714,0 13,89 1999 1.512,3 (11,77) 2000 1.461,4 (3,37) 2001 2.051,6 40,39 2002 1.630,3 (20,54) 2003 1.792,3 9,94 2004 2.066,6 15,30 2005 2.128,4 2,99 2006 2.637,2 23,91 2007 2.764,7 4,83 Rata-rata 5,74 Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2008 Keterangan : ( ) angka dalam kurung berarti minus Dilihat dari tabel 1.4 perkembangan jumlah produksi karet Indonesia periode 1993-2007, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahunnya adalah 5,74 persen. Perkembangan jumlah produksi karet cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun, produksi terbesar terjadi pada tahun 2007 dimana jumlah produksi mencapai 2764,7 M.Ton. Perkembangan jumlah produksi yang tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar 40,39 persen atau sebesar 2.051,6 M.Ton. Produksi karet ini meningkat sebesar 590,2 M.Ton dari tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah produksi yang semakin tinggi dari tahun ke tahun ini dikarenakan kemampuan dalam memproduksi karet yang meningkat sehingga dapat menghasilkan produksi karet secara maksimal. Jumlah produksi karet pada tahun 2007 mengalami perkembangan sebesar 4,83 persen dan pada masa yang akan 12

datang, diperkirakan produktivitas lahan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman muda menjadi tanaman remaja. Volume ekspor karet selain dipengaruhi oleh jumlah produksi karet juga dipengaruhi oleh harga karet itu sendiri, dimana harga yang berlaku adalah harga rata-rata karet di pasaran dunia. Sebagai salah satu komoditi ekspor, harga karet Indonesia sangat tergantung pada harga karet di pasar internasional yang sangat berfluktuasi. Dalam satu dasa warsa terakhir, harga karet pernah mencapai titik terendah pada bulan Nopember 2001, yang mencapai sekitar US$ 0,46 cent per kg. Menurunnya harga karet dunia sejak pertengahan tahun 1999 mendorong ketiga negara produsen utama karet alam dunia yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia untuk melakukan kerjasama tripartite dibidang produksi dan pemasaran karet. Seiring dengan terbentuknya kerjasama tripartite antara tiga negara produsen karet dunia tersebut, harga karet di pasaran dunia memperlihatkan kecenderungan yang membaik. Setelah masing-masing negara anggota melaksanakan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme) dan SMS (Supply Management Scheme), harga merangkak naik. Setelah ditandatangani MoU pada tahun 2002, harga karet mulai meningkat. Namun sejak krisis moneter 1998, harga karet kembali menurun. Kemudian mulai tahun 2003 hingga tahun 2006 harga karet kembali mengalami peningkatan. Perkembangan harga karet Indonesia periode 1993-2007 dapat dilihat pada tabel 1.5. Rata-rata perkembangan harga karet Indonesia sebesar 14,45 persen per tahun. Perkembangan harga karet Indonesia tertinggi pada tahun 2003 yaitu 13

sebesar 58,56 persen atau mengalami peningkatan dari U$D 72,02/kw pada tahun 2002 menjadi U$D 114,20/kw pada tahun 2003. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 1997 dimana perkembangannya minus 55,50 persen yaitu sebesar U$D 57,84 atau turun sebesar U$D 72,14/kw dari tahun sebelumnya. Sedangkan harga karet tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar U$D 240,00/kw. Harga karet terendah terjadi pada tahun 2000 yaitu sebesar U$D 54,73/kw. Tabel 1.5 Perkembangan Harga Karet Indonesia Periode 1993-2007 TAHUN Harga (U$D/kw) Perkembangan (%) 1993 77,42-1994 74,25 (4,09) 1995 149,03 100,71 1996 129,98 (12,78) 1997 57,84 (55,50) 1998 59,63 3,09 1999 57,03 (4,36) 2000 54,73 (4,03) 2001 62,17 13,59 2002 72,02 15,84 2003 114,20 58,57 2004 131,05 14,75 2005 129,80 (0,95) 2006 216,00 66,41 2007 240,00 11,11 Rata-rata 14,45 Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 1993 2007 Keterangan : ( ) angka dalam kurung berarti minus Dalam perdagangan internasional, valuta asing memiliki peranan penting untuk melakukan pembayaran transaksi yang dilakukan. Valuta asing yang digunakan dalam penelitian ini adalah dollar Amerika Serikat karena mata uang ini sangat umum digunakan dalam perdagangan antar negara. Perkembangan nilai 14

kurs dollar Amerika Serikat (US$) selama tahun 1993-2007 dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat Terhadap Rupiah Tahun 1993-2007 Tahun Kurs Dollar AS (Rp/1 US$) Perkembangan (%) 1993 2.110-1994 2.200 4,27 1995 2.308 4,91 1996 2.383 3,25 1997 4.680 96,39 1998 10.492 124,19 1999 8.026 (23,50) 2000 9.595 19,55 2001 9.252 (3,57) 2002 8.940 (3,37) 2003 8.465 (5,31) 2004 9.290 9,75 2005 9.380 0,97 2006 9.020 (3,84) 2007 9.419 4,42 Rata-rata perkembangan 16,29 Keterangan : ( ) angka dalam kurung berarti minus Sumber : Badan Pusat Statistik, 1993-2007 Tabel 1.6 memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah setiap tahunnya. Pada periode tahun 1993 hingga 1996 kenaikan yang terjadi relatif kecil. Peningkatan yang cukup besar mulai terlihat sejak tahun 1997, nilai kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah meningkat sebesar 96,39 persen dari tahun sebelumnya, sehingga nilai kurs dollar adalah Rp 4.680/US$. Puncak peningkatan kurs ini terjadi pada tahun 1998, kurs mengalami peningkatan sebesar 124,19 persen, pada saat itu nilai kurs dollar mencapai 10.492/US$. Hal ini terjadi karena pada tahun 1998 di Indonesia terjadi krisis moneter yang dilanjutkan dengan situasi politik di dalam negeri yang tidak 15

menentu, sehingga perekonomian Indonesia terus merosot. Pada tahun 1999 kurs dollar Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 23,50 persen dan nilai kurs dollar menjadi 8.026/US$ ini merupakan penurunan terbesar dan nilai kurs terendah pada masa setelah krisis tahun 1998. Rata-rata perkembangan kurs dollar Amerika Serikat pada periode 1993 sampai 2007 adalah sebesar 16,29 persen. Berdasarkan latar belakang di atas menunjukkan bahwa volume ekspor karet Indonesia tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi karet, kurs dollar Amerika Serikat dan harga, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1) Bagaimana prospek perkembangan volume ekspor karet Indonesia tahun 2008-2013 mendatang? 2) Apakah jumlah produksi karet, kurs dollar Amerika Serikat dan harga secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia tahun 1993-2007? 3) Bagaimana pengaruh jumlah produksi karet, kurs dollar Amerika Serikat dan harga secara parsial terhadap volume ekspor karet Indonesia tahun 1993-2007? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui prospek volume ekspor karet Indonesia tahun 2008-2013 mendatang. 16

2) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kurs dollar Amerika Serikat, jumlah produksi karet dan harga secara serempak terhadap volume ekspor karet Indonesia tahun 1993-2007. 3) Untuk mengetahui pengaruh kurs dollar Amerika Serikat, jumlah produksi karet dan harga secara parsial terhadap volume ekspor karet Indonesia tahun 1993-2007. 1.3 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan pemahaman serta untuk mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh pada perkuliahan dengan kondisi yang sebenarnya, khususnya mengenai prospek ekspor karet Indonesia serta mengenai keterkaitan antara kurs dollar Amerika Serikat, jumlah produksi karet dan harga terhadap volume ekspor karet Indonesia. 2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil langkah-langkah kebijakan dalam bidang perdagangan internasional khususnya yang berkaitan dengan bidang ekspor karet Indonesia. 1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang disusun secara sistematis, dimana masing-masing bab berisikan hal-hal sebagai berikut. 17

Bab I Pendahuluan Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah dari penelitian ini yang kemudian dirumuskan ke dalam pokok permasalahan, juga dibahas mengenai tujuan dan kegunaan penelitian serta pada akhir bab ini dikemukakan mengenai sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka Bab II menguraikan mengenai teori-teori yang relevan yang mendukung pokok permasalahan terutama mengenai perdagangan internasional, khususnya mengenai ekspor dan teori lainnya yang mendasari masalah dalam penelitian ini serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya, dan disajikan juga mengenai dugaan sementara dari pokok permasalahan. Bab III Metode Penelitian Bab III disajikan mengenai metode penelitian yang mencakup berbagai hal, seperti lokasi dan obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang akan dipergunakan dalam membahas permasalahan yang diteliti. Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV disajikan data deserta pembahasan berupa gambaran umum wilayah penelitian dan pembahasan hasil dari model yang digunakan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada. 18

Bab V Simpulan dan Saran. Bab V menyajikan simpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan permasalahan serta saran yang dapat diberikan berdasarkan atas hasil penelitian. 19