PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES PEMBUATAN NITROSELLULOSA BERBAHAN BAKU BIOMASSA SAWIT

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

Pembuatan Nitroselulosa dari Selulosa-α Pelepah Sawit dengan Variasi Waktu Nitrasi dan Rasio Bahan Baku Terhadap Asam Penitrasi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan

PROSES BLEACHING PELEPAH SAWIT HASIL HIDROLISIS SEBAGAI BAHAN BAKU NITROSELULOSA DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU REAKSI

Optimasi Pembuatan Pulp Semi-Mekanis Tandan Kosong Sawit dengan Metode RSM-CCD

Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan Larutan Pemasak Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit

KINETIKA REAKSI PROSES NITRASI LIMBAH PELEPAH SAWIT

PENGARUH WAKTU REAKSI DAN PENAMBAHAN VOLUME ENZIM TERHADAP PEMURNIAN SELULOSA-α PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM XYLANASE DARI Trichoderma sp

Pembuatan Pulp dari Batang Pisang

PEMURNIAN SELULOSA-α HASIL HIDROLISIS PELEPAH SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM XYLANASE DENGAN VARIASI ph DAN SUMBER ENZIM XYLANASE

PENGEMBANGAN PRODUKSI NITROSELLULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU PROPELAN DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT

PROSES PEMURNIAN SELULOSA PELEPAH SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU NITROLESULOSA DENGAN VARIASI ph DAN KONSENTRASI H 2 O 2

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

ISOLATION STUDY OF EFFICIENT α - CELLULOSE FROM WASTE PLANT STEM MANIHOT ESCULENTA CRANTZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

PERANAN POLIMER SELULOSA SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PENGEMBANGAN PRODUK MANUFAKTUR MENUJU ERA GLOBALISASI

Peralatan dan Metoda

A. LATAR BELAKANG MASALAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. DESKRIPSI PROSES

Pembuatan Pulp Semi Mekanis dari Batang Jagung dengan Ekstrak Abu Tandan Kosong Sawit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSES PEMBUATAN NITROSELULOSA DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DENGAN VARIASI WAKTU DAN TEMPERATUR NITRASI

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

PEMBUATAN NITROSELULOSA DARI SELULOSA-α PELEPAH SAWIT HASIL PEMURNIAN DENGAN ENZIM XYLANASE (VARIASI KONSENTRASI ASAM NITRAT DAN RASIO ASAM PENITRASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

BAB I PENGANTAR. Robby Mukafi 13/348251/TK/40846 Azizah Nur Istiadzah 13/349240/TK/41066

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)

PENGARUH ph DAN WAKTU AGING TERHADAP PROSES PRESIPITASI SILIKA DARI FLY ASH SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN CO 2

Kertas adalah barang ciptaan manusia berwujud lembaranlembaran tipis yang dapat dirobek, digulung, dilipat, direkat, dicoret. Kertas dibuat untuk

DELIGNIFIKASI AMPAS TEBU UNTUK PEMBUATAN PULP RENDEMEN TINGGI DENGAN PROSES PEROKSIDA ALKALI

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Nitroselulosa dari Kapas (Gossypium Sp.) dan Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Reaksi Nitrasi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

Kajian Pembuatan α-selulosa dari Batang Pisang sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Kertas dengan Proses Delignifikasi LAPORAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sodium Lignosulfonat Untuk Meningkatkan Kekuatan Beton Mortar: Suatu Studi Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut Eucheuma cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus silindris,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

PEMBUATAN PULP DARI SERAT LIDAH MERTUA (Sansevieria) DENGAN MENGGUNAKAN PROSES SODA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PEMBUATAN SERBUK PULP DARI DAUN JAGUNG

STUDI ISOLASI DAN RENDEMEN LIGNIN DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

LAMPIRAN C DOKUMENTASI

Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

BAB III METODE PENELITIAN

INDUSTRI PULP DAN KERTAS. 11/2/2010 Universitas Darma Persada By YC

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

KONDISI OPTIMUM PEMASAKAN ABACA (MUSA TEXTILIS NEE) DENGAN PROSES SULFAT (THE OPTIMUM OF COOKING CONDITION OF MUSA TEXTILIS NEE WITH SULPHATE PROCESS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan laju perkembangan teknologi yang semakin pesat diperlukan

DELIGNIFIKASI TANDAN KOSONG SAWIT DALAM MEDIA ASAM FORMIAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB V METODOLOGI. Penelitian dilakukan di laboratorium terdiri dari 3 tahap :

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

Transkripsi:

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS Padil, Silvia Asri, dan Yelmida Aziz Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau, 28293 Email : fadilpps@yahoo.com silvi_honey@yahoo.co.id Abstraks Pulau Sumatera khususnya Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit paling luas di Indonesia. Luas areal perkebunan sawit di Riau terus tumbuh dengan pesat. Hal ini diiringi dengan meningkatnya limbah batang sawit hasil peremajaan. Batang sawit dan abu tandan kosong belum dimanfaatkan secara maksimal. Limbah batang sawit mengandung selulosa (35,92%), hemiselulosa (26,05%), dan lignin (17,74%). Ditinjau dari komposisinya, batang sawit berpotensi diolah lebih lanjut untuk memurnikan selulosa, yang dapat dijadikan bahan baku produk turunan selulosa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh temperatur pemasakan, waktu pemasakan, dan nisbah larutan padatan terhadap proses hidrolisis batang sawit untuk memisahkan selulosa- Hidrolisis batang sawit dengan larutan ekstrak abu TKS dilakukan dalam reaktor hidrolisis dengan variasi kondisi operasi temperatur pemasakan (70, 80, 90, 100, dan 110 o C). Proses hidrolisis berlangsung dengan sirkulasi cairan pemasak. Setelah proses hidrolisis selesai, batang sawit hasil hidrolisis tersebut dianalisa, kemurnian selulosa, kadar lignin, dan kadar hemiselulosa batang sawit. Kondisi operasi maksimal diperoleh pada temperatur pemasakan 100 o C dengan kemurnian selulosa 90,61, kadar lignin 4,7%, dan hemiselulosa 0,58%. Kata Kunci : Abu Tandan Kosong Sawit, Batang sawit, Hidrolisis, Selulosa- 1. Pendahuluan Pulau Sumatera khususnya Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki areal perkebunan kelapa sawit paling luas di Indonesia. Luas areal perkebunan sawit di Riau terus tumbuh dengan pesat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus meningkat dari tahun 1986 1990. Pada tahun 1986 luas perkebunan sawit mencapai 0,69 juta hektar dan meningkat menjadi 0,82 juta hektar pada tahun 1987. Pada tahun 1988 luas perkebunan kelapa sawit meningkat menjadi 1 juta hektar, 1, 125 juta hektar pada tahun 1989, dan meningkat menjadi 1,32 juta hektar pada tahun 1990 [Kartodihardjo dan Supriono, 2000]. Batang sawit mempunyai umur ekonomis 25 tahun. Setelah itu, batang akan ditebang karena produksinya mulai menurun. Jumlah batang sawit yang dapat ditanami untuk 1 hektar luas perkebunan kelapa sawit adalah sekitar 130

batang/hektar. Persentase kemungkinan batang sawit mati sampai masa peremajaan (batang sawit berumur ±25 tahun) sekitar 10%. Sehingga batang sawit yang dapat hidup sampai masa peremajaan sekitar 117 batang/hektar. Ini berarti jumlah batang sawit hasil peremajaan pada tahun 2011, untuk penanaman batang sawit tahun 1986 sekitar 81 juta batang. Jumlah batang sawit hasil peremajaan untuk tahun berikutnya akan meningkat seiring dengan peningkatan luas perkebunan kelapa sawit. Selama ini batang sawit yang ditebang (hasil peremajaan) hanya dibakar dan dibiarkan melapuk di lapangan. Limbah batang sawit dapat di minimalkan, salah satu caranya dengan melakukan pengolahan limbah batang sawit menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomis. Ditinjau dari komposisi kimianya, limbah batang sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk diolah lebih lanjut. Limbah padat sawit berupa batang sawit mengandung Selulosa - (35,92%), Hemiselulosa (26,05%), dan Lignin (17,74%) [Padil dan Yelmida, 2009]. Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah sebagai serat kayu industri kertas dalam memproduksi pulp, kertas, karton dan produk turunan selulosa lainnya. Serat selulosa dalam batang sawit berada dalam bentuk selulosa,, dan. Kadar selulosa yang tinggi dari batang sawit dapat digunakan untuk memproduksi nitro selulosa, bahan baku pembuatan propelan atau bahan peledak. Untuk mendapatkan kadar selulosa yang tinggi dari batang sawit, diperlukan suatu proses pengolahan yang dapat memurnikan selulosa nya. Tarmansyah [2007], melakukan pemurnian selulosa dari bahan baku serat rami melalui proses hidrolisis menggunakan cairan pemasak larutan NaOH. Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan batang sawit dengan hidrolisis yang bertujuan untuk pemurnian selulosa dari batang sawit menggunakan ekstrak abu TKS. Tujuan penelitian ini adalah menjajaki kemungkinan penggunaan ekstrak abu tandan kosong sawit (TKS) sebagai larutan pemasak dalam pemurnian selulosa batang sawit dan mempelajari pengaruh temperatur pemasakan terhadap pemurnian selulosa batang sawit. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Ekstrak Abu TKS Abu TKS memiliki Kadar Kalium (K), Silika (SiO 2 ) dan Karbonat (CO 3 ) yang tinggi dibandingkan dengan unsur atau senyawa lainnya yang ada di dalam abu TKS

[Hosokawa et al. 1989]. Kadar Kalium dalam abu TKS adalah sekitar 25,68%. Kalium yang terdapat dalam larutan ekstrak abu TKS dapat dijadikan pengganti NaOH, sumber alkali yang umumnya digunakan dalam pembuatan pulp. Hal ini disebabkan oleh kalium mempunyai sifat yang mirip dengan Natrium diantaranya sangat reaktif terutama dalam air dan merupakan basa kuat. Kalium dan karbonat larut dalam air membentuk ion K + dan CO 3 2- seperti terlihat dalam Persamaan 2.1. Ion karbonat bersifat reaktif sehingga akan mengikat ion H + yang ada di dalam air dan membentuk HCO 3- (Persamaan 2.2). Sedangkan ion kalium bersifat reaktif sehingga di dalam air berikatan dengan ion OH - membentuk KOH, sehingga larutan ekstrak abu TKS bersifat basa dengan ph > 7. K 2 CO 3 2K + + CO 3 2-.(2.1) CO 3 2- + H 2 O HCO 3- + OH -.(2.2) Kalium hidroksida (KOH) yang terbentuk dalam larutan ekstrak abu TKS akan bereaksi dengan komponen batang sawit pada saat proses hidrolisis berlangsung. Reaksi batang sawit dengan ekstrak abu TKS adalah reaksi delignifikasi oleh KOH sebagai berikut : Lignin Lignat Pada penelitian ini, pengujian konsentrasi KOH dalam larutan ekstrak abu TKS dan ph larutan pemasak ekstrak abu TKS perlu dilakukan. ph larutan ekstrak abu TKS pada penelitian ini adalah 12,5. Informasi ph larutan dapat dijadikan sebagai pembanding dengan hasil penelitian sebelumnya. Pada proses alkaline pulping umumnya larutan pemasak (NaOH) memiliki range ph 13 14. Snell et al. [2004] dan Naldo [2007] adalah peneliti yang menggunakan ekstrak abu TKS dalam pembuatan pulp non-wood. Ekstrak abu TKS pada penelitian Snell et al. [2004] memiliki nilai ph 13,5 14 dan pada penelitian Naldo [2007] memiliki nilai ph 13.

2.2 Selulosa Selulosa tersusun dari pengulangan unit 1,4 D glukopiranosa yang memberi kekuatan akan serat, rumus molekulnya adalah (C 6 H 10 O 5 )n Sjostrom (1981). Lambang n menunjukkan jumlah pengulangan unit gula dalam rantai polimer yang dapat dinyatakan sebagai derajat polimerisasi (DP) selulosa. Selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu: 1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. 2. Selulosa (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Selulosa (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP nya kurang dari 15. Selulosa merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri tekstil (Tarmansyah, 2007). 3. Metode Penelitian Tahap-tahap penelitian proses hidrolisis batang sawit terdiri dari persiapan dan analisa bahan baku, pembuatan cairan pemasak dari ekstrak abu TKS, prehidrolisa, pemasakan dan analisa hasil. a. Persiapan dan Analisa Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah limbah batang sawit. Baha baku kemudian diserpih/dipotong-potong ukuran 1 2 cm. Bahan baku mengandung kadar air sekitar 60%. Selanjutnya, bahan baku dikeringkan dibawah sinar matahari sampai Kadar air sisa pada batang sawit ± 10%. Sebelum proses hidrolisis terhadap batang sawit dilakukan analisa komponen kimia bahan baku. Analisis komponen kimia bahan baku bertujuan untuk mengetahui komposisi

kimia yang terdapat dalam bahan baku, yang terdiri dari kadar air (SNI 14-7070-2005), kadar selulosa (SNI 0444-2-2009), hemiselulosa (SNI 01-1561-1989), dan kadar lignin (SNI 14-0492-1990). Analisa bahan baku dilakukan di Laboratorium Kimia Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) Bandung. b. Pembuatan Cairan Pemasak dari Ekstrak Abu TKS Larutan pemasak pulp yang digunakan adalah ekstrak abu TKS. Abu TKS didapat dari hasil pembakaran tandan kosong sawit (TKS) dalam incenerator pada pabrik CPO. Untuk memperoleh larutan pemasak pulp, dilakukan beberapa tahapan. (a) Abu TKS disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh.(b) Abu yang berukuran 40 mesh kemudian ditambahkan air dengan perbandingan massa abu dan air 1 : 4. (c) Larutan diaduk selama 15 menit sebelum didiamkan selama 48 jam hingga semua abu terendapkan. (d) Larutan hasil ekstrak dipisahkan dari endapan abu dari larutan dengan penyaringan. Ekstrak abu TKS siap digunakan sebagai larutan pemasak. c. Prehidrolisa Prehidrolisa bertujuan untuk mempercepat penghilangan pentosan (hemiselulosa) dalam bahan baku batang sawit. Prehidrolisa dilakukan menggunakan larutan pemasak ekstrak abu TKS. Kondisi perhidrolisa adalah pada temperatur 100 o C, rasio bahan baku terhadap cairan pemasak 1 : 6 dan waktu prehidrolisa selama 1 jam [Tarmansyah, 2007]. Setelah prehidrolisa, sampel didinginkan dan disaring. Residu diambil dan selanjutnya dikakukan proses pemasakan (cooking). d. Pemasakan (cooking) Pemasakan terhadap batang sawit bertujuan untuk memurnikan selulosa nya menggunakan cairan pemasak dari ekstrak abu TKS. Pemasakan dilakukan selama 30 menit, nisbah padatan larutan 1 : 3, dengan memvariasikan temperatur pemasakan (70, 80, 90, 100, dan 110 o C). Setelah waktu pemasakan tercapai wadah diangkat dan didinginkan dengan mendiamkannya diudara terbuka kira-kira sekitar 20 menit. Pulp hasil pemasakan disaring dan dicuci dengan aquadest hangat (80 o C) untuk menghilangkan lindi hitam.

e. Analisa Hasil Pulp yang diperoleh dari hasil pemasakan dengan variasi waktu pemasakan, temperatur pemasakan, dan nisabah larutan padatan, selanjutnya dianalisis komponen kimianya antara lain kadar air (SNI 08-7070-2005), kadar ektraktif (TAPPI 222 cm-98), kadar selulosa (SNI 0444-2-2009), hemiselulosa, dan lignin (SII-0528-81). 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1 Pemasakan Perhitungan waktu pemasakan dilakukan jika larutan pemasak sudah mencapai titik didihnya. Waktu untuk mencapai titik didih larutan pemasak diperoleh sekitar 10 15 menit. Perhitungan waktu pemasakan tersebut diambil dengan asumsi bahwa pada saat itu jumlah energi minimum untuk melangsungkan reaksi sudah tercapai. Saat pemasakan, temperatur dijaga tetap dengan menggunakan sirkulasi cairan pemasak, yaitu selama masih ada uap yang terkondensasi dan tidak ada uap yang keluar sewaktu pemasakan maka temperatur dapat diasumsikan tetap. Laju pemanasan diatur agar tidak timbul buih yang ditimbulkan dapat menghalangi masuknya cairan pemasak ke dalam pori biomassa. Pada proses pemasakan terjadi peristiwa delignifikasi, yaitu pemutusan ikatan lignin dari makromolekul lignoselulosa yang diikuti dengan pelarutan lignin dalam suatu pelarut serta degradasi sebagian kecil polisakarida [Fengel & Wegener, 1995]. Penetrasi merupakan tahap awal pada proses pemasakan, yaitu peristiwa masuknya cairan pemasak ke dalam pori-pori bahan. Setelah itu, batang sawit mulai melunak dan serat-seratnya terlepas. 4.1.1 Pengaruh Temperatur Pemasakan Variabel temperatur pemasakan dipilih adalah 70, 80, 90, 100 dan 110 o C dengan variabel tetap yaitu ukuran partikel 1 2 cm, kondisi prehidrolisa (temperatur 100 o C, nisbah padatan larutan 1 : 6 dan waktu prehidrolisa selama 1 jam), nisbah padatan larutan 1: 3, dan waktu pemasakan 30 menit. Menurut Fengel dan Wegener [1995], analisis kimia kayu setelah perlakuan termal pada berbagai temperatur menunjukkan stabilitas komponen yang relatif baik sampai 100 o C. Pada suhu yang lebih tinggi dari 100 o C menyebabkan

penurunan kadar polisakarida (holoselulosa) dan meningkatnya kadar lignin kayu. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa variasi temperatur pemasakan berpengaruh terhadap kadar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Peningkatan variasi temperatur pemasakan dari 70 o C sampai 100 o C menyebabkan meningkatnya kadar selulosa dari 85,39% ke 90,61% dan menurunnya kadar hemiselulosa dari 3,01% ke 0,58%. Hal ini disebabkan karena peningkatan temperatur mempercepat proses hidrolisis yang berperan dalam pemutusan ikatan lignin [Fengel dan Wegener, 1995]. Dengan demikian, kadar lignin akan menurun dan persentase selulosa dalam batang sawit meningkat. Tetapi, peningkatan variasi temperatur pemasakan dari 100 o C sampai 110 o C cenderung menyebabkan turunnya kadar selulosa dan meningkatnya kadar hemiselulosa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya degradasi selulosa pada suhu yang lebih tinggi dari titik didih larutan pemasak 100 o C. Hasil ini berarti bahwa langkah pertama dalam degradasi termal selulosa adalah pemecahan makromolekul yang menghasilkan produk yang larut dalam alkali dan diikuti dengan penurunan derajat polimerisasi selulosa yang cepat dengan peningkatan temperatur [Fengel dan Wegener, 1995]. Kadar (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 70 80 90 100 110 Temperatur Pemasakan ( o C) Gambar 4.1 Pengaruh Temperatur Pemasakan Terhadap Kandungan Kimia Batang Sawit (Waktu Pemasakan 30 menit dan Nisbah Padatan- Larutan 1:3)

Kenaikan temperatur pemasakan dari 70 sampai 100 o C cenderung menyebabkan turunnya kadar lignin dari 9,4% pada temperatur 70 o C ke 4,7% pada temperatur 100 o C. Tetapi pada temperatur pemasakan 110 o C, terjadi peningkatan kadar lignin dari 4,7 10,6%. Penyebab kenaikan kadar lignin diduga akibat terpolimerisasinya lignin yang telah larut. Proses polimerisasi lignin menyebabkan terbentuknya kembali rantai polimer lignin yang panjang dan berulang, sehingga dapat meningkatkan kadar lignin pada temperatur yang lebih tinggi dari 100 o C. 5. Kesimpulan a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak abu TKS dengan komponen utama kalium dapat digunakan sebagai larutan pemasak dalam pemurnian selulosa batang sawit. b. Pengaruh temperatur pemasakan terhadap kemurnian kadar selulosa berbanding lurus, dimana terjadi peningkatan kemurnian kadar selulosa seiring dengan peningkatan temperatur pemasakan. tetapi pada suhu diatas titik didih larutan (100 o C), kadar selulosa mengalami penurunan. Kondisi operasi terbaik untuk kemurnian kadar selulosa - tertinggi terjadi pada temperatur pemasakan 100 0 C yaitu sebesar 90,61%. DAFTAR PUSTAKA Fengel, D., dan Wegener, G., 1995, Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Translated from the English by H. Sastrohamidjojo. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Hosokawa, J., et al., 1989, Chemithermomechanical Pulping of Oil Palm Fronds Using Bunch Ash Extract as Chemicals. Appita, Vol. 42 (No. 6), pp.429-432. Naldo, H.R., 2007, Research into Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan Ekstrak Abu TKS, Skripsi, Riau of University. Padil dan Aziz, Y., 2009, Hasil Analisa Komponen Kimia Limbah Padat Sawit, Bandung, Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia, Balai Pulp dan Kertas (BBPK).

Snell, R. et al (2004) Potassium-Based Pulping Regimes For Oil Palm Empty Fruit Bunch Material, Bangor, Biocomposite Center. Availablefrom:<www.bc.bangor.ac.uk/_03_research/research4_pulp_paper.htm> [Accessed 12 September 2009]. Tarmansyah, U.S., 2007, Pemanfaatan Serat Rami Untuk Pembuatan Selulosa, Jakarta Selatan, Puslitbang Indhan Balitbang Dephan.