BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. rasakan atau yang mereka alami. Menurut Damono (2003:2) karya sastra. selama ini tidak terlihat dan luput dari pengamatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. Perjodohan di Minangkabau merupakan tanggung jawab orang tua dan karib kerabat,

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa yang baik. Bentuk bahasa dapat dibagi dua macam, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian sastra, seorang peneliti harus memiliki kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB I PENDAHULAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan utama

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. Naskah drama merupakan karangan yang berisi kisah. Bahkan kadang juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, dengan kata-kata agar tertangkap oleh pembaca (Noor, 2005:31). Salah

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi dua subbab, sub bab pertama berisi tentang tinjauan pustaka berupa

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB I PENDAHULUAN. penokohan, plot/alur, latar/setting, sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

TEKS KABA SABAI NAN ALUIH

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

Bab I Pendahuluan. pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius). Setelah memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan (dalam PLPG, 2009: 28) Menulis atau mengarang adalah. wacana yang kemudian dileburkan menjadi tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbagi menjadi tiga genre, yaitu puisi, prosa dan drama. Salah satu genre karya sastra yang dijadikan objek penelitian ini adalah drama. Drama merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama naskah dan dimensi drama pentas. Drama naskah lebih ditekankan pada naskah yang ditulis dalam bentuk dialog, yang dapat dinikmati, dipahami dan dimengerti dengan membaca naskah saja, sedangkan drama pentas lebih terfokus pada pementasan di atas panggung (Waluyo, 2001:2). Hasanuddin (1996:5) berpendapat bahwa ciri drama disampaikan dalam bentuk dialog-dialog para tokoh. Akibat dari hal ini misalkan seorang pembaca membaca suatu teks drama tanpa menyaksikan pementasaan drama naskah mau tidak mau harus membayangkan jalur peristiwa di atas pentas. Pernyataan Hasanuddin dipertegas oleh Waluyo (2001:2), drama adalah salah satu jenis karya sastra tulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan di pentaskan. Oleh karena itu, drama naskah tanpa pementasan tetap akan diapresiasikan oleh masyarakat pembacanya. Seperti karya sastra lainnya, drama juga dibangun oleh struktur intrinsik dan ekstrinsik. Semi (1998:35) menjelaskan struktur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala

macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut memengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Dalam mendapatkan pemahaman yang maksimal terhadap suatu drama, hal yang diperhatikan terlebih dahulu adalah unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam drama tersebut. Unsur intrinsik bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Unsur-unsur intrinsik tersebut berupa alur, dialog dan monolog, latar, penokohan, tema dan amanat dan teks samping. Unsur-unsur tersebut harus dihubungkan karena sebuah unsur tidak memiliki arti dalam dirinya jika tidak dihubungkan proses antarhubungannya. Oleh karena itu, diperlukan adanya sebuah analisis struktural untuk melihat pengkajian naskah drama ini. Drama yang dikaji dalam penelitian ini adalah dua naskah drama tradisional. Drama tradisional disebut juga dengan drama daerah, karena jenis drama ini sudah metelah merakyat dengan publiknya, biasanya tiap-tiap daerah memiliki jenis drama ini dengan menggunakan bahasa daerah sebagai mediumnya (Satoto, 2016:107). Drama tradisional yang ada di dalam tradisi masyarakat Minangkabau yaitu drama naskah randai. Penelitian ini menempatkan drama naskah randai sebagai drama dimensi sastra, sehingga persoalan yang muncul hanya seputar naskah, teks dan unsur cerita. Randai menurut Navis (1984:276) berasal dari kata andai-andai dengan awalan bar sehingga menjadi barandai-andai, yang artinya berangkai secara bertutur-tutur

atau suara yang bersahut-sahutan. Menurut Esten (1992:110) randai adalah penyajian kaba Minangkabau dalam bentuk drama atau teater tradisional dengan pola melingkar atau arena. Randai juga sebagai bagian dari khasanah budaya masyarakat Minangkabau Sumatera Barat terklasifikasi ke dalam sastra lisan yang pada mulanya lahir dan tumbuh berkembang dalam kehidupan masyarakat tradisional (Hasanadi dkk, 2014:1). Naskah randai yang dijadikan sebagai objek penelitian dalam tulisan ini adalah Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal sebagai objek untuk penelitian ini. Naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi telah dipublikasikan dalam buku Randai dan Indang: Menuju Konsepsi Teater Indonesia Modern karya Wisran Hadi pada tahun 2013 di Padang terbitan PSIKM, Padang. Sedangkah naskah randai Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal penulis dapatkan dari penulis naskah tersebut dalam bentuk ketikan, belum diterbitkan. Naskah Sabai Nan Aluih ini bercerita tentang Sabai Nan Aluih gadis yang memiliki wajah cantik, baik hati dan bijaksana berubah menjadi gadis pendendam. Tokoh Sabai Nan Aluih pada naskah randai ini tidak mencerminkan gadis Minangkabau yang betah di anjungan daripada keluar dari rumah gadang. Watak Sabai Nan Aluih berubah karena hasrat membalaskan dendam kematian ayahnya Rajo Babandiang. Sabai Nan Aluih tidak banyak terlihat pada awal legaran namun konflik selalu berhubungan dengan Sabai Nan Aluih. Beda dengan karya Wisran Hadi, naskah randai Sabai Nan Haluih karya Musrah Dahrizal bercerita tentang keinginan dan hasrat seorang raja untuk

mendapatkan Sabai Nan Haluih sebagai pendamping hidupnya walaupun raja tersebut telah memiliki banyak istri, keinginannya harus dipenuhi tanpa ada penolakan jika tidak diddapatkan juga raja tersebut akan merusak desa atau kampung. Dalam naskah randai Sabai Nan Haluih ini Sabai Nan Haluih adalah korban keinginan dan hasrat yang tinggi raja tersebut. Keinginan dan hasrat tersebut membuat banyak terjadinya perkelahian, pertikaian, balas dendam sampai pada kematian. Dalam kedua naskah randai ini terdapat permasalahan dan peristiwa yang sama namun berbeda pada sifat seorang gadis sebagai tokoh utama. Sabai pada naskah Wisran Hadi digambarkan oleh pengarang sebagai tokoh antagonis sedangkan Sabai pada naskah Musra Dahrizal dijabarkan dengan keindahan gadis Minang memiliki sifat protagonis. Tidak hanya pada sifat tokoh gadis tokoh utama pada kedua naskah ini saja namun bisa dilihat pada tokoh-tokoh yang lain. Maka, penelitian ini dikaji pertama dengan melihat unsur pembangun kedua naskah randai tersebut yaitu penokohan, latar, alur, dan tema. Kemudian, setelah mengetahui unsur pembangun kedua naskah tersebut memudahkan dalam memahami isi dan melihat perbedaan perbedaan penokohan pada kedua naskah tersebut. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca, baik manfaat secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu sastra, terutama dalam kajian struktural. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui bahwa hadirnya sebuah karya baru tidak terlepas dari karya sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini adalah: 1. Apa unsur-unsur instrinsik dalam naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal? 2. Bagaimana perbedaan penokohan dalam naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang diuraikan di atas. Maka penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan 1. Menjelaskan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal. 2. Menjelaskan perbedaan penokohan dalam naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal. 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh penelusuran penulis, penelitian yang penulis kaji belum pernah dilakukan penelitian oleh peneliti lain, akan tetapi ada beberapa penelitian yang dapat dijadikan sebagai pendukung dalam proses penelitian ini. Kajian pustaka ini dituangkan dalam hasil penelitian dan diuraikan sebagai berikut.

Putriana (2012) menyebutkan dalam skripsinya yang berjudul Perempuan Minangkabau Dalam Kaba Sabai Nan Aluih Analisis Semiotik, yang menyimpulkan ditemukan dalam teks perempuan dalam kaba Sabai Nan Aluih, terdapat empat simbol teks perempuan dalam kaba Sabai Nan Aluih, yaitu 1) sosok yang lemah lembut, 2) sosok yang arif dan bijaksana, 3) sosok yang pemberani, 4) perempuan yang menguasai ilmu bela diri (silat). Berdasarkan simbol tersebut, ditemukan tiga makna teks perempuam yang terkandung dalam kaba Sabai Nan Aluih, yaitu; 1) hancurnya patriarki dalam patrilineal, 2) harga diri-malu, 3) teguh pendirian/ optimisme. Hal ini dibuktikan dengan interpretasi terhadap simbol yang ditemukan dalam teks perempuan Minangkabau dalam kaba Sabai Nan Aluih. Sartika (2010) menyebutkan dalam skripsinya yang berjudul Teks Kaba Sabai Nan Aluih Dan Naskah Drama Siklus Dendam Sabai (Tinjauan Resepsi Sastra), yang menyimpulkan bahwa proses resepsi karya ini tampak adanya menerimamengubah maksudnya, dalam proses resepsi sastra itu tampak adanya penerimaan dan pengubahan teks yang kemudian atas teks yang pertama. Hal ini dapat dilihat dalam analisis tema, tokoh dan penokohan, latar dan alur dari kedua karya sastra. Perubahan ini merupakan suatu gejala, dan tentunya terdapat idiologi yang mendasari keadaan tersebut. Yohan (2002) menyebutkan dalam skripsinya yang berjudul Teks Kaba Sabai Nan Aluih (Suatu Tinjauan Resepsi Sastra), yang menyimpulkan bahwa ditemuka tinjauan terhadap materi resepsi pembaca real terlihat dari perbedaan hasil resepsi pembaca real. Ada yang sama dan ada yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh latar

belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda, sehingga menghasilkan penerimaan dan sambutan yang berbeda pula. Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah dilakukan, penelitian Perbandingan Unsur Intrinsik Antara Naskah Randai Sabai Nan Aluih Karya Wisran Hadi Dengan Sabai Nan Haluih Karya Musra Dahrizal belum dilakukan. Sejauh ini penelitian naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi sedangkan dengan membandingkan antara kedua naskah randai ini belum dilakukan. 1.5 Landasan Teori Dalam skripsi ini, penulis menganalisis kedua naskah randai dengan teori struktural. Secara etimologis, kata struktur berasal dari bahasa Latin structura, yang berarti bentuk atau bangunan. Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, disatu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan (Ratna, 2004:91). Dalam kajian struktural, karya sastra harus dipandang sebagai suatu struktur yang berfungsi. Struktur tidak hanya hadir dalam kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, setting, dan sudut pandang (Fananie, 1996:114). Oleh karena itu, untuk mengetahui keseluruhan makna

dalam sebuah karya sastra, maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu dengan lain. Analisis struktural bertujuan memaparkan secara cermat fungsi dan keterkaitan antar unsur karya sastra yang menghasilkan sebuah penyeluruhan (Nurgiyantoro, 200:37). Analisis struktural menunjukkan hubungan antarunsur intrinsik dan sumbangan tujuan dan makna keseluruhan yang ingin dicapai dalam sebuah karya sastra. Sejalan dengan pendapat itu, Ratna (2004:90) menyatakan bahwa tugas analisis struktur membongkar unsur-unsur yang tersembunyi dibaliknya. Pendekatan struktural suatu karya sastra dilakukan untuk menganalisis unsurunsur intrinsik karya sastra. Lebih lanjut, dapat dikatakan dalam penelitian struktural ini peneliti melakukan analisis struktur karya sastra yang bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Selanjutnya menurut Luxembrug (1992:38) karya sastra dalam sudut pandang strukturalisme adalah sesuatu yang menyeluruh, karena adanya relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan dengan bagian keseluruhannya. Dari berbagai uraian di atas, kesimpulannya bahwa struktur dalam suatu karya sastra adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang yang terkait satu dengan lain dan membentuk keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis struktural untuk merombak setiap unsur yang terdapat didalamnya. Analisis ini didasari dengan melakukan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan

antarunsur intrinsik kemudian didapat pemahaman yang keseluruhan dari sebuah karya sastra. 1.5.1 Unsur Intrinsik Drama 1. Alur / Plot Menurut Waluyo plot adalah kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik ini semakin menjadi yang kemudian mencapai titik klimaks, setelah klimaks baru menuju penyelesaian (2002:8). Hasanuddin (1996:90) alur adalah rangkaian peristiwa atau sekelompok peristiwa berhubungan secara menyeluruh, terdapat kaitan sebab akibat. Menurut Freytag (dalam Waluyo 2002:8-11) memberikan unsur-unsur plot yang lebih lengkap, yang meliputi hal-hal berikut ini; a. Exposition atau pelukisan awal cerita dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh drama dengan watak masing-masing. Pembaca mulai mendapat gambaran tentang lakon yang dibaca. b. Komplikasi atau pertikaian awal dalam tahap ini pengenalan terhadap para pelaku sudah menjurus pada pertikaian karena konflik mulai menanjak tetapi konflik belum mencapai klimaks. c. Klimaks atau titik puncak cerita dalam tahap ini konflik yang mulai menanjak dan meningkat dan semakin meningkat sampai puncak klimaks atau puncak kegawatan dalam cerita.

d. Resolusi atau penyelesaian dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati atau menemukan jalan pemecahan. e. Catastrophe atau keputusan pada drama modern berhenti pada klimaks atau resolusi, namun dalam drama tradisional membutuhkan penjelasan akhir. Dalam tahap ini ada ulasan penguat terhadap seluruh kisah lakon itu. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alur merupakan rentetan peristiwa yang terjadi awal sampai akhir dalam sebuah karya sastra. 2. Penokohan Penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak tokoh dalam pementasan lakon, penokohan harus menciptakan alur tokoh karena itu tokoh-tokoh harus dihidupkan sebagai tokoh pemeran (Satoto, 2016:40). Penokohan sangat erat hubungannya dengan karakter dan perwatakan. Watak tokoh akan terbaca dengan jelas dalam dialog dan teks samping (Waluyo, 2001:14). Dalam kebanyakan drama, seorang pemeran menjelaskan wataknya kepada pembaca dengan monolog dan dialognya dengan tokoh-tokoh lainnya (Semi, 1989:172). Klasifikasi tokoh dalam drama dapat diklasifikasikkan menjadi beberapa; berdasarkan perannya terhadap jalan cerita; Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Terakhir Tokoh Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik tokoh protagonis maupun tokoh antagonis. Kemudian berdasarkan perannya dalam lakon serta fungsinya sebagai berikut; Tokoh Sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Mereka merupakan

proses perputaran lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Tokoh Utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Terakhir Tokoh Pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Perwatakan tokoh yang disebutkan di atas, harus memiliki watak. Watak para tokoh itu harus konsisten dari awal sampai akhir. Watak tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan keduannya menjalin pertikaian dan berkembang mencapai klimaks. Kedua tokoh ini haruslah tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan yang sama, saling berebut sesuatu, saling bersaing dan sebagainnya. Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis dan sosial. Pelukisan watak pemain dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon. Keadaan fisik yang termasuk; umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, suku bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk, suka senyum/cemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi; watak, kegemeran, mentalitas, standar moral, temperamen, ambisi, kompleks psikologis yang dialami, keadaan emosional, dan sebagainnya. Keadaan sosiologis termasuk pada; jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan sebagainya. Dalam sebuah naskah drama sudah pasti terdapat hubungan antartokoh. Hubungan antartokoh inilah yang akan menciptakan konflik yang kemudian membangun cerita sebuah drama. Tokoh-tokoh dalam sebuah drama terhubung satu sama lain melalui bermacam-macam hubungan. Tokoh-tokoh tersebut mempunyai

ketertarikan yang sama atau membawa berbagai permasalahan, mereka saling bertentang atau bergantung. Hubungan pertentangan tokoh dapat mengubah jalan cerita. Dari berbagai uraian, disimpulkan bahwa pengertian tokoh lebih mengarah pada tokoh cerita itu sendiri, sedangkan penokohan lebih kepada pelukisan tokoh cerita dengan hubungan antar tokoh. Penokohan dapat secara langsung dari dialog dalam naskah drama atau secara tidak langsung melalui pengamat pembaca. 3. Latar Latar atau tempat kejadian cerita sering pula disebut sebagai latar cerita/setting. Setting biasanya meliputi 3 dimensi, yaitu tempat, waktu dan suasana (Waluyo, 2001:23). Sejalan dengan pendapat tersebut, Semi (1993:46) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi, termasuk tempat/ ruang yang dapat diamati. a. Latar Tempat Latar tempat adalah tempat terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra (Waluyo, 2001:23). Latar yang jelas dalam naskah randai memudahkan pembaca mengimajinasikan tempat kejadian dengan hidup. Sejalan dengan pendapat tersebut, Satoto berpendapat latar tempat adalah penggambaran tempat terjadinya peristiwa dalam lakon. Dalam drama tradisional, tempat terjadinya peristiwa dalam lakon sering disamakan dengan tempat yang ada di realita (2016:55). b. Latar Waktu

Latar waktu adalah latar titik waktu terjadinya peristiwa-peristiwa dalam sebuah karya sastra (Waluyo, 2001:23). Latar waktu berarti dengan apakah lakon terjadi di waktu pagi, siang, sore dan malam hari. Siang atau malam di desa dan di kota akan berbeda pula keadannya. Satoto menjelaskan bahwa latar waktu terbagi pada waku cerita dan waktu penceritaan. Waktu cerita dimaksud dengan waktu yang terjadi dalam seluruh cerita atau suatu episode dalam naskah. Tidak semua penulis naskah drama mengungkapkan waktu cerita dengan jelas namun lebih kepada tersirat jadi tugas penyaji dan pengamat drama harus dapat mencari waktu cerita dengan membaca naskah tersebut dengan cermat. Waktu penceritaan lebih kepada waktu pada pementasan. Waktu penceritaan ini lebih dianalogkan kepada jenis film (2016:56-57). Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa latar adalah tempat terjadinya peristiwa pada suatu waktu mengandung makna tertentu bagi tokoh tertentu. 4. Tema Tema adalah Ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra tersebut menurut Fananie (2000:84). Karya sastra adalah refleksi kehidupan di dalam masyarakat pemiliknya, maka tema yang diungkap akan berbeda dan beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi dan masalah-masalah yang terdapat pada kehidupan masyarakatnya.

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan sudut pandang yang dikemukakan oleh pengarangnya. Sudut pandang ini sering dihubungkan dengan aliran yang dianut oleh pengarang tersebut. Dalam drama, tema akan dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang memungkinkan konflik dan dijelaskan dalam bentuk dialog (Waluyo, 2002:24). Sejalan dengan menurut Sumardjo dan Saini (1994:56) tema adalah ide sebuah karya yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, baik terkadang secara langsung ataupun tersurat atau tersembunyi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide atau gagasan pokok yang terdapat pada suatu karya sastra dan biasanya bersifat tersembunyi. 1.6 Metode dan Teknik Penelitian Metode merupakan prosedur atau cara kerja yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan teknik adalah cara yang spesifik dalam memecahkan suatu masalah tertentu yang ditemui dalam melaksanakan prosedur (Sumantri, 1996:330). Metode merupakan cara kerja yang dipakai untuk memaknai suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang diterapkan. Dalam hal ini memilih suatu metode tentu harus mempertimbangkan objek penelitian (Koentjoroningrat, 1990:8). Keraf (1981) menyatakan bahwa pada hakikatnya metode merupakan cara kerja yang digunakan untuk memahami suatu objek dalam penelitian. Agar tercapainya tujuan

penelitian, maka diperlukan metode penelitian. Metode penelitian merupakan strategi pemecahan masalah, maksudnya adalah bagaimana masalah-masalah penelitian tersebut hendak dipecahkan atau ditemukan jawabannya. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2004:4) metode kualitatif dapat diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam menggunakan data deskriptif, data diperoleh dari kata-kata yang tertulis dan dianalisis dengan tinjauan struktural untuk melihat hubungan antar unsur. Penelitian sastra ialah mengungkap elemen-elemen dasar pembentuk sastra dan penafsiran sesuai paradigma atau teori yang digunakan (Endaswara, 2003:7). Terkait dengan penelitian ini, adapun teknik dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut: 1.6.1 Teknik Pengumpulan Data Objek utama penelitian ini adalah teks naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal. Naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi diambil dari buku Randai dan Indang karya Wisran Hadi. Sebagai naskah pembanding dalam penelitian ini adalah naskah randai Sabai Nan Haluih karya Musra Dahrizal Katik jo Mangkuto naskah diperoleh dari penulis asli naskah tersebut dalam bentuk ketikan, belum diterbitkan. Data primernya adalah unsur- unsur intrinsik yang terdapat dalam teks naskah randai Sabai Nan Aluih karya Wisran Hadi dan Sabai Nan Haluih karya Musra

Dahrizal Katik jo Mangkuto. Data sekundernya penelitian ini referensi tertulis berupa jurnal, laporan penelitian, dan referensi lainnya yang terkait dalam penelitian ini. 1.6.2 Teknik Analisis Data yang diperoleh dianalisis dengan tinjauan struktural yaitu dari segi unsur intrinsik. Kemudian menganalisis unsur intrinsik, yaitu alur, penokohan, latar, dan tema antara kedua naskah randai tersebut. Menguraikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah Sabai Nan Aluih dan Sabai Nan Haluih. Terakhir menjabarkan perbedaan antar tokoh tersebut. 1.6.3 Teknik Penyajian Hasil Pelaporan adalah hasil laporan dari penelitian ini yang akan ditulis kedalam bentuk skripsi. Data disajikan secara deskripstif, yaitu dengan cara menjelaskan pemecahan masalah, menganalisis data dan menginterpretasikannya.