BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. Ada banyak definisi loyalitas merek ditinjau dari berbagai macam sudut pandang. Definisi yang umum dipakai adalah penjelasan bahwa loyalitas merek merupakan suatu preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Loudon & Della Bitta (1993) menyatakan bahwa loyalitas merek (brand loyalty) adalah pola membeli berulang karena ada komitmen terhadap suatu merek tertentu. Mereka juga mendefinisikan loyalitas merek sebagai sesuatu yang tidak bisa diduga, menghasilkan respon perilaku pembelian, dapat diekspresikan sepanjang waktu dengan proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang berkenaan dengan satu atau lebih pilihan merek diluar merek-merek yang pernah dipakai dan merupakan suatu fungsi proses psikologis dalam diri konsumen itu sendiri. Loyalitas merek juga merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik yang menyangkut harga ataupun atribut 21
lain. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut meski dihadapkan pada banyak alternatif merek pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal pada suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena keterikatan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan pada karakteristik produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya serta berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek lain (Durianto, 2001). Pengukuran loyalitas merek terdiri atas pengukuran sikap dan pengukuran perilaku konsumen terhadap suatu merek. Pengukuran sikap konsumen terhadap suatu merek menyangkut seluruh perasaan konsumen mengenai produk dan merek serta kecenderungan mereka untuk membeli produk dan merek tersebut. Pengukuran perilaku bergantung pada respon perilaku konsumen terhadap sebuah stimulus yang bertujuan untuk mempromosikan produk dan merek tertentu. Oleh karena itu, pengukuran ini akan melibatkan ketiga komponen sikap yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif; serta ditambah dengan komponen aksi (Schiffman dan Kanuk, 2004). Berdasarkan beberapa definisi diatas, pengertian loyalitas merek dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Schiffman dan Kanuk (2004) dimana loyalitas merek merupakan bentuk preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu sehingga pengukuran loyalitas merek akan mencakup 22
pengukuran sikap (melibatkan aspek kognitif, afektif, dan konatif konsumen terhadap merek) dan pengukuran perilaku. 2. Aspek-Aspek Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) menerangkan bahwa komponen-komponen loyalitas merek terdiri atas empat macam, yaitu: a. Kognitif (cognitive) merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh konsumen. Komponen kognitif ini berisikan persepsi, kepercayaan dan stereotype seorang konsumen mengenai suatu merek. Loyalitas berarti bahwa konsumen akan setia terhadap semua informasi yang menyangkut harga, segi keistimewaan merek dan atribut-atribut penting lainnya. Konsumen yang loyal dari segi kognitif akan mudah dipengaruhi oleh strategi persaingan dari merek-merek lain yang disampaikan lewat media komunikasi khususnya iklan maupun pengalaman orang lain yang dikenalnya serta pengalaman pribadinya. b. Afektif (affective), yaitu komponen yang didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen terhadap suatu merek. Konsumen memiliki kedekatan emosi terhadap merek tersebut. Loyalitas afektif ini merupakan fungsi dari perasaan (affect) dan sikap konsumen terhadap sebuah merek seperti rasa suka, senang, gemar dan kepuasan pada merek tersebut. Konsumen yang loyal secara afektif dapat bertambah suka dengan merek-merek pesaing apabila merek-merek pesaing tersebut mampu menyampaikan pesan melalui asosiasi dan bayangan konsumen yang dapat mengarahkan mereka kepada rasa tidak puas terhadap merek yang sebelumnya. 23
c. Konatif (conative), merupakan batas antara dimensi loyalitas sikap dan loyalitas perilaku yang direpresentasikan melalui kecenderungan perilaku konsumen untuk menggunakan merek yang sama di kesempatan yang akan datang. Selain itu, komponen ini juga berkenaan dengan kecenderungan konsumen untuk membeli merek karena telah terbentuk komitmen dalam diri mereka untuk tetap mengkonsumsi merek yang sama. Bahaya-bahaya yang mungkin muncul adalah jika para pemasar merek pesaing berusaha membujuk konsumen melalui pesan yang menantang keyakinan mereka akan merek yang telah mereka gunakan sebelumnya. Umumnya pesan yang dimaksud dapat berupa pembagian kupon berhadiah maupun promosi yang ditujukan untuk membuat konsumen langsung membeli. d. Tindakan (action), berupa tingkah laku membeli ulang sebuah merek oleh seorang konsumen dalam kategori produk tertentu dan merekomendasikan atau mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Konsumen yang loyal secara tindakan akan mudah beralih kepada merek lain jika merek yang selama ini ia konsumsi tidak tersedia di pasaran. Loyal secara tindakan mengarah kepada tingkah laku membeli ulang sebuah merek oleh seorang konsumen dalam kategori produk tertentu dan merekomendasikan atau mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Dari penjelasan mengenai aspek-aspek loyalitas merek diatas, peneliti mengambil keempat aspek loyalitas merek yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2004) sebagai komponen dasar yang dipakai dalam instrumen penelitian. 24
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Merek Gounaris dan Stathakopoulus (2004) menyatakan bahwa loyalitas merek dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Consumer drivers merupakan dorongan-dorongan yang berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri yang terdiri dari : 1) Aspek demografis yang menyangkut faktor usia dan penghasilan. Hubungan antara usia dengan loyalitas merek adalah positif. Semakin bertambah usia seseorang, maka loyalitasnya terhadap merek semakin meningkat. Wright dan Spark (dalam Wood, 2004) menyatakan bahwa loyalitas merek yang tinggi terdapat pada individu yang berusia 35-44 tahun. Hal tersebut juga didukung dengan penelitian Murder (2000) yang mengungkapkan bahwa individu berusia 18-34 tahun memiliki loyalitas merek yang rendah. Selanjutnya, Farley (dalam Harton, 1984) mengungkap bahwa jumlah pendapatan individu berhubungan dengan loyalitas merek. Individu yang pendapatannya tinggi akan lebih sedikit mencari informasi mengenai harga-harga dari merek lain, sehingga individu tersebut lebih setia terhadap merek yang digunakannya. 2) Aspek psikografis yang menyangkut pengetahuan, pengalaman dan kepribadian konsumen. Faktor psikografis yang mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu merek adalah tipe kepribadian individu yang tidak menyukai resiko (risk aversion) dan tipe kepribadian individu yang suka mencari variasi, termasuk merek (variety seeking). Individu yang bertipe kepribadian tidak menyukai resiko akan mempertahankan merek yang telah dipakai meski banyak tawaran untuk berpindah merek. Mereka sangat 25
mencemaskan ketidaknyamanan yang mungkin akan mereka terima jika berpindah merek sehingga loyalitasnya pada suatu merek akan cenderung tinggi. Konsumen yang bertipe kepribadian suka mencari variasi akan berperilaku berkebalikan dari tipe kepribadian sebelumnya. Mereka tidak peduli dengan resiko yang akan mereka hadapi jika harus berpindah merek. Mereka akan selalu memanfaatkan kesempatan untuk mencoba merek-merek baru sehingga loyalitasnya pada suatu merek akan rendah. b. Brand drivers, merupakan atribut-atribut pada merek yang juga berperan sebagai komponen karakteristik produk yang memiliki keterikatan emosional dengan konsumen. Karakteristik produk yang dimaksud adalah: 1) Reputasi merek (brand reputation), yaitu tanda ekstrinsik yang dihubungkan dengan produk. Reputasi merek memberi indikasi kuat terhadap kualitas produk sehingga akan menciptakan loyalitas terhadap merek. Reputasi yang kuat terhadap merek merupakan faktor yang signifikan dalam membangun loyalitas merek karena reputasi merek memperkuat persepsi terhadap ekuitas merek. Selain itu, reputasi merek akan memperkuat kebiasaan konsumen untuk menggunakan merek tertentu dan membuat merek tersebut disukai konsumen. Hasilnya, reputasi merek akan menciptakan loyalitas merek yang tinggi pada konsumen yang juga akan meningkatkan pangsa pasar (market share). 2) Ketersediaan merek pengganti (availability of substitute brand). Ketika beberapa produk dipersepsi secara sama oleh konsumen, perbedaan diantara merek tersebut sukar untuk diketahui. Akibatnya, individu tidak memiliki 26
alasan untuk loyal terhadap merek tertentu. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jika beberapa merek memiliki persepsi yang sama, maka akan memunculkan loyalitas yang rendah. Hal tersebut muncul karena pada saat melakukan pembelian, konsumen tidak menetapkan merek yang akan dibelinya melainkan menentukan beberapa alternatif merek yang dianggap sama oleh konsumen. c. Social drivers, yaitu lingkungan sosial di sekitar konsumen yang dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu merek, diantaranya adalah: 1) Pengaruh kelompok sosial (social group influences). Kelompok sosial berpengaruh secara langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Suatu kelompok akan menjadi referensi utama seseorang dalam membeli suatu produk. Ketika individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tersebut, besar tidaknya pengaruh dari kelompok referensi tergantung pada mudah tidaknya individu untuk dipengaruhi, kedekatan dengan kelompok, dan tingkat kejelasan produk. Pengaruh kelompok referensi yang kuat dengan mudah dapat mengubah perilaku anggotanya atau calon anggotanya. Dalam keluarga, orang tua yang konsisten dalam memilih merek tertentu akan menyebabkan munculnya positif terhadap merek pada diri anak. Hal ini menyebabkan anak juga ikut memilih merek tersebut dan menjadi loyal. 2) Rekomendasi teman sebaya (peers recommendation). Selain kelompok referensi, anjuran teman juga dapat mempengaruhi loyalitas merek. Pengaruh normatif teman sebaya dan identifikasi terhadap kelompok teman sebaya merupakan petunjuk bagi individu untuk mencari produk, merek, dan toko. 27
B. TIPE KEPRIBADIAN 1. Definisi Kepribadian Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa kepribadian didefinisikan sebagai suatu karakteristik psikologis yang berasal dari dalam diri seseorang yang akan menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang bertindak terhadap lingkungannya. Kepribadian akan mempengaruhi cara seorang konsumen merespon usaha-usaha pemasar dan menentukan kapan, dimana dan bagaimana mereka mengkonsumsi produk ataupun layanan yang dipromosikan. Kepribadian juga merupakan suatu karakteristik internal yang dapat membedakan seorang individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, identifikasi terhadap salah satu aspek khusus kepribadian yang berhubungan dengan perilaku konsumen terbukti berguna dalam mengembangkan strategi segmentasi pasar sebuah perusahaan. Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa terdapat tiga pernyataan yang sangat penting dalam menjelaskan kepribadian, yaitu: a. Kepribadian itu merefleksikan perbedaan individu. Maksudnya adalah kepribadian merupakan sebuah konsep yang sangat berguna, karena kepribadian dapat membuat kita mampu untuk mengelompokkan konsumen ke dalam kelompok yang berbeda-beda sesuai dengan tipe kepribadian yang dimilikinya. Setiap orang berbeda menurut tipe kepribadiannya, sehingga memungkinkan pemasar untuk mengembangkan strategi promosi produk mereka kepada segmen pasar tertentu. 28
b. Kepribadian adalah sesuatu yang konsisten dan abadi. Kepribadian individu akan cenderung konsisten dan abadi. Kepribadian akan sangat berperan penting ketika pemasar berusaha untuk menjelaskan dan memprediksikan perilaku konsumen berdasarkan ciri kepribadiannya. Meskipun pemasar tidak mampu mengubahnya agar sesuai dengan produk yang mereka tawarkan, sebenarnya jika mereka tahu karakter kepribadian yang mana yang mempengaruhi respon spesifik konsumennya terhadap produk mereka, mereka akan dapat mempertimbangkan tipe kepribadian yang relevan terhadap target pasar mereka. c. Kepribadian dapat berubah. Dalam beberapa keadaan, kepribadian seseorang itu dapat berubah. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami kejadian yang paling berarti dalam hidupnya (seperti kelahiran anak, kematian orang yang dicintai, perceraian, atau bahkan promosi jabatan dalam pekerjaannya) dapat berubah kepribadiannya. Perubahan yang terjadi tidak hanya sebagai respon terhadap keadaan yang mengganggu dirinya, tetapi juga merupakan bagian dari proses kematangan perkembangannya. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa kepribadian individu baik laki-laki maupun perempuan akan relatif stabil setelah usia 50 tahun. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebuah konstruk karakteristik psikologis seseorang yang menggambarkan bagaimana seseorang bertindak terhadap lingkungannya. Kepribadian menegaskan bahwa seseorang berbeda dari yang lainnya dan salah 29
satu aspek yang dapat digunakan untuk menentukan kepribadian seseorang yang mempengaruhi perilaku mereka sebagai konsumen adalah tipe-tipe kepribadian. 2 Tipe Kepribadian Beberapa pakar teori kepribadian telah mencoba mengukur salah satu aspek dari kepribadian yang secara khusus dapat digunakan untuk meneliti perilaku konsumen, diantaranya adalah kepercayaan diri konsumen (self-confidence) serta tipe-tipe kepribadian konsumen. Diantara tipe kepribadian konsumen yang menurut Schiffman dan Kanuk (2004) biasa digunakan untuk meneliti perilaku konsumen adalah tipe kepribadian konsumen yang inovatif, konsumen yang dogmatis serta konsumen yang suka mencari variasi. a. Tipe kepribadian inovatif (innovativeness), merupakan konsumen yang selalu berusaha mencari produk yang dapat memenuhi semua kebutuhannya dan selalu mengharapkan adanya peningkatan tampilan maupun fungsi produk tersebut. Mereka akan cenderung melihat bahwa diri mereka dapat mengontrol masa depannya. Dalam hal telepon selular, konsumen yang inovatif akan memiliki loyalitas yang tinggi pada merek telepon selular yang dapat mereka gunakan selain sebagai alat komunikasi yang efektif, untuk mencari informasi serta menikmati perubahan, begitu juga sebaliknya. b. Tipe kepribadian dogmatis (dogmatism), adalah tipikal konsumen yang memberi respon negatif terhadap produk yang atribut-atributnya asing bagi mereka. Dogmatism adalah tipe kepribadian yang dapat diukur melalui derajat kekakuan vs keterbukaan. Dimana individu akan menunjukkan sikap tidak terbiasa dengan produk yang tidak sesuai dengan pandangan dan keyakinan 30
mereka. Seorang konsumen yang dogmatis tinggi (close-minded) akan bertahan untuk menggunakan merek produk yang telah dipakai dan lebih mempertimbangkan ketidaknyamanan yang mungkin akan dialaminya jika harus berganti merek begitu juga sebaliknya. c. Tipe kepribadian suka mencari variasi baru (variety-novelty seeking), merupakan tipikal konsumen yang sangat terbuka dengan perubahan. Konsumen yang tergolong berkepribadian suka mencari variasi baru dapat dikatakan sebagai konsumen yang tertarik untuk membeli merek-merek yang menawarkan fasilitas dan aplikasi yang beragam. Mereka akan mudah sekali merasa bosan terhadap produk yang telah mereka pakai. Akibatnya konsumen bertipe kepribadian suka mencari variasi baru akan memiliki derajat loyalitas yang rendah pada satu merek. C. KAITAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN LOYALITAS MEREK Berdasarkan definisi loyalitas merek yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2004) bahwa loyalitas merek merupakan suatu preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Oleh karenanya, loyalitas merek mengandung komponen perilaku dan sikap. Namun loyalitas merek berhubungan lebih kuat dengan variabel pemasaran (dalam hal ini sikap) daripada data perilaku. Konsumen akan dikatakan sebagai konsumen yang loyal bukan karena tindakan membeli karena tidak adanya alternatif merek lain. Pilihan dan 31
penentuan merek sangat bergantung pada informasi yang diterima konsumen dan bagaimana konsumen menyaring informasi tersebut menurut kebutuhan, nilai dan kepribadiannya. Kemudian Gounaris dan Stathakopoulus (2004) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa loyalitas merek dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada faktor yang berasal dari dalam diri konsumen (dalam hal ini menyangkut aspek demografis dan psikografis) dan ada pula faktor yang berasal dari lingkungannya (meliputi atribut merek dan pengaruh sosial). Aspek psikografis merupakan gambaran kondisi psikologis konsumen yang menyangkut pengukuran kuantitatif gaya hidup dan kepribadian konsumen (Sumarwan, 2003). Tipe kepribadian merupakan salah satu aspek khusus kepribadian yang berhubungan dengan perilaku konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2004). Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan bahwa tipe kepribadian yang sering digunakan untuk mempelajari perilaku konsumen adalah tipe kepribadian konsumen yang inovatif (innovativeness), dogmatis (dogmatism), serta suka mencari variasi baru (variety-novelty seeking). Tipe kepribadian yang dikemukakan Gounaris memiliki beberapa persamaan dengan tipe kepribadian Schiffman. Tipe kepribadian konsumen yang tidak menyukai resiko (risk aversion) memiliki karakter yang sama dengan konsumen yang bertipe kepribadian dogmatis dimana mereka akan merasa canggung terhadap produk atau merek yang tidak mereka kenal. Konsumen yang berkepribadian suka mencari variasi baru (variety-novelty seeking) dapat dikatakan adalah konsumen yang tertarik untuk membeli merek-merek yang menawarkan fasilitas dan aplikasi yang beragam hal ini sama dengan tipe kepribadian suka mencari variasi, termasuk 32
merek (variety seeking) yang dikemukakan oleh Gounaris. Konsumen yang tergolong dalam tipe kepribadian inovatif adalah mereka yang pertama sekali mencoba produk dan layanan terbaru. Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa individu yang berkepribadian dogmatis yang merasa canggung akan produk atau merek yang tidak mereka kenal akan cenderung lebih loyal terhadap merek, individu yang berkepribadian suka mencari variasi cenderung akan mencoba merek-merek baru sehingga loyalitasnya pada suatu merek akan rendah. Sedangkan pada tipe kepribadian inovatif, individu cenderung akan memilih produk yang memiliki perubahan yang lebih baik lagi baik berupa fungsi maupun fiturnya. Mereka mungkin akan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap suatu merek yang menurut mereka mampu menyuguhkan hal-hal yang selalu menunjukkan adanya kemajuan dalam hal kecanggihan fungsi dan teknologi produknya dan begitu juga sebaliknya D. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini adalah ada perbedaan derajat loyalitas merek diantara tipe kepribadian konsumen yang inovatif (innovativeness), dogmatis (dogmatism), dan suka mencari variasi (variety-novelty seeking). 33