BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

VISI : Terwujudnya Masyarakat Desa Yang Mandiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

PNPM MANDIRI PERDESAAN

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

EVALUASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO. Oleh FERA HANDAYANI

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan, diantaranya, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAHAN YG MEMAHAMI & RESPONSIF THD KEBUTUHAN MASYARAKAT MASYARAKAT YANG MANDIRI & SEJAHTERA

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

(PNPM : : PJOK,

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

BAB V HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan desa memegang peranan yang penting karena

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan atauran dari suatu generasi kegenerasi lainnya dalam sebuah kelompok atau

X. KESIMPULAN DAN SARAN. identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keberhasilan Program pemberdayaan Masyarakat. dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

V. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

I - 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. (PNPM-MPd) adalah program penanggulangan kemiskinan dengan. pendekatan pembangunan partisipatoris (pembangunan yang dilaksanakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab V akan dikemukakan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

FARIDA NUR HIDAYATI B

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur penilaian kinerja manajemen. penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan cara top down (imposed budget),

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

STRATEGI SANITASI KABUPATEN HALMAHERA BARAT

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KAPASITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN (BUKU I)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan jenis pembangunan prasarana dan penyediaan pinjaman modal usaha bagi kelompok perempuan (SPP) telah sesuai dengan konteks; (ii) sementara untuk pelayanan/pendampingan dan pendidikan /pelatihan bagi rumah tangga miskin (RTM) tidak sesuai konteks. b) Kesesuaian input yang disediakan dalam program pemberdayaan Input yang disediakan yang berupa: jenis prasarana fisik yang akan dibangun, penyelesaian masalah pembangunan prasarana, dan sosialisasi pembangunan prasarana relative cukup; (ii) dana, tenaga pendamping dan pendidikan/pelatihan khususnya bagi rumah tangga miskin (RTM) tidak mencukupi. c) Kesesuaian kegiatan dengan proses pemberdayaan Proses yang dilakukan lebih dominan pada pelaksanaan pembangunan prasarana fisik dibandingkan dengan proses pemberdayaan. Proses yang dilakukan mencakup perencanaan (mulai usulan sampai penetapan proyek), pelaksanaan (persiapan material sampai pelaksanaan pembangunan prasarana), evaluasi (mulai LPJ oleh TPK, supervisi UPK sampai MDST), dan pemeliharaan (pembentukan dan pelatihan TP3) 230

(ii) Tiga aspek yang relative sesuai dengan proses (terutama proses pembangunan prasarana fisik dan penyediaan pinjaman modal bagi SPP) dan bukan proses pemberdayaan) adalah pendidikan/pelatihan bagi pelaku pembangunan prasarana (TPK dan KPMD), penyelesaian masalah dan supervisi atau evaluasi. d) Pencapaian produk pemberdayaan dalam PPK Produk berupa output program seperti prasarana fisik, pelayanan pinjaman modal bagi kelompok perempuan (SPP)/pengembangan lembaga keuangan UPK relative tercapai. (ii) Sementara outcomes program berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin secara berkelanjutan, pengembangan prasarana fisik secara lestari dan penyediaan lapangan kerja bagi RTM untuk jangka panjang tidak tercapai. 2. Faktor Penghambat dan Pendukung Program Pemberdayaan a) Faktor Pendukung Kontekstualisasi visi program (ii) Kontesktualisasi sumberdaya yang disediakan oleh program (iii) Visi output program (iv) Pendidikan/pelatihan dalam pencapaian output b) Faktor Penghambat Rendahnya kinerja evaluasi (E7) pemberdayan, dan belum diterapkannya evaluasi bermuatan pemberdayaan (ii) Sosialisasi program bagi RTM dan masyarakat non-spp rendah (RTM dan masyarakat miskin non-spp yang merupakan sasaran utama tidak memahami konsep program). 231

(iii) Rendahnya kinerja pendampingan dan penyadaran bagi RTM maupun SPP (rendahnya kinerja transformasi sosial dalam PPK). 3. Rekomendasi Pemberdayaan Melihat hasil keseluruhan pemberdayaan masyarakat yang mencapai hasil kurang (OP) dan sedang (KT), serta mencermati faktor penghambat yang ada, maka strategi pemberdayaan dalam penanggulangan kemiskinan di kabupaten Bogor adalah sbb: a) Untuk menjalankan suatu program perlu ditetapkan tujuan umum dan khusus yang tegas dan jelas secara partisipatif (kombinasi top down dan bottom up), sehingga antar pihak dan pelaku tidak terjadi perbedaan penafsiran. b) Jenis program (pemberdayaan) yang akan dilaksanakan agar menggunakan pendekatan atau model pembangunan sosial, karena proses transformasi sosial tidak akan berjalan jika program tetap dominan menggunakan pendekatan teknis-ekonomis atau pembangunan fisik c) Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka sosialisasi program perlu disampaikan secara intensif dan berulang kepada masyarakat luas, secara formal maupun informal. d) Evaluasi yang komprehensif dan melibatkan masyarakat (evaluasi yang bermuatan pemberdayaan) perlu dilakukan secara rutin dan terencana, dan telah disepakati bersama antara pelaksana program dan masyarakat sejak awal dimulainya program. e) Penetapan kelompok sasaran utama perlu ditegaskan secara formal dari awal oleh program, sehingga tidak menyulitkan para pelaksana di lapangan dan menghambat pencapaian produk program. f) Pendampingan sebagai proses penyadaran kepada kelompok sasaran utama perlu disediakan secara khusus oleh program, dilakukan oleh tenaga pendamping khusus yang telah dipersiapkan sebelumnya sehingga mempunyai kapasitas memadai untuk tugas tersebut. 232

A.2. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN 1. Upaya peningkatan kesejahteraan khususnya bagi masyarakat miskin adalah: penyiapan penduduk miskin atau RTM/rumah tangga miskin hingga layak mendapat pinjaman modal; (ii) pendampingan untuk proses penyadaran secara terus menerus oleh pandamping khusus; (iii) penyelenggaraan pendidikan keterampilan usaha; dan (iv) penyediaan modal yang memadai dengan mekanisme yang mudah bagi pendudik miskin. 2. Untuk menjaga agar terjadi peningkatan kesejahteraan secara terus menerus, perlu dilakukan: pengembangan usaha yang dapat menghasilkan pendapatan bagi individu anggota maupun kelompok; (ii) dengan pengembangan modal/uang untuk menghasilkan jasa; dan (iii) pengembangan investasi untuk usaha produktif di desa milik kelompok maupun individu, yang akan memberikan pendapatan bagi kelompok, juga akan membuka lapangan kerja baru jangka panjang di pedesaan. A.3. OTONOMI DAERAH 1. Dalam era otonomi daerah sudah semestinya pemerintah memberikan peluang atau kebebasan kepada daerah untuk berinisiatif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat; karena sangat dimungkinkan adanya keberagaman antar daerah. Dengan demikian bukan saatnya lagi pemerintah memaksakan suatu program kepada pemerintah daerah, kecuali pemerintah membiayai seluruhnya. 2. Suatu program diharapkan akan berkelanjutan dengan cara memacu inisiatif daerah, sehingga akan tercipta suatu program yang berpeluang besar untuk sukses. Oleh sebab itu jika dengan cara yang memaksa seperti pelaksanaaan PPK/PNPM sulit diharapkan akan bisa berkelanjutan. 233

A.3. IMPLIKASI PENELITIAN 1. Evaluasi Program Dengan pertimbangan agar dalam evaluasi program dapat berlangsung proses pemberdayaan dan sekaligus juga terjadi peningkatan partisipasi peserta program, maka perlu dirumuskan suatu model evaluasi program yang bermuatan pemberdayaan dan berlangsung secara partisipatif. Model evaluasi dimaksud adalah evaluasi yang memberdayakan diri secara partisipatif/ evaluasi pemberdayaan partisipatoris (participatory empowerment evaluation). Pemikiran ini dilatarbelakangi bahwa selama pelaksanaan PPK, proses pemberdayaan berlangsung kurang maksimal, dalam arti hanya terjadi secara nyata bagi para pelaku desa (TPK dan KPMD). Itupun hanya terjadi dalam hal peningkatan keterampilan teknis (pembangunan prasarana fisik dan pengelolaan modal pinjaman), dibanding dengan peningkatan kesadaran untuk memberdayakan diri. Poses peningkatan kesadaran dan pemberdayaan secara tidak langsung diduga kuat justru terjadi ketika diterapkannya konsep swakelola dan penerapan prinsip swadaya masyarakat dalam pembangunan prasarana. Sedangkan proses pemberdayaan bagi rumah tangga miskin (RTM) relatif tidak terjadi, karena tidak adanya agenda khusus pemberdayaan yang ditujukan bagi mereka. Oleh sebab itu sudah saatnya pihak pelaksana program untuk mengevaluasi model evaluasi program pemberdayaan khususnya dalam program PPK/PNPM Mandiri Pedesaan (evaluasi meta) dan mencoba menggunakan model evaluasi program yang bermuatan pemberdayaan secara partisipatif (evaluasi pemberdayaan partisipatoris) atau participatory empowerment evaluation. 234

2. Pengembangan Kelembagaan Faktor pengembangan kemandirian selama ini seperti dilupakan, meskipun programnya sendiri merupakan program pengembangan kemandirian (seperti PNPM Mandiri Pedesaan), sehingga berbagai program sosial, penanggulangan kemiskinan maupun pengembangan kelembagaan tidak mampu berkelanjutan. Kemandirian selalu hanya dipahami sebagai hasil akhir, tanpa memperhitungkan bahwa ia merupakan faktor kunci menuju kondisi mandiri. Oleh sebab itu dalam pengembangan kelembagaan di pedesaan selain lima variabel yaitu kepemimpinan, doktrine, program, sumberdaya, internal struktur, sangatlah penting memperhatikan secara sungguh-sungguh variabel kunci pengembangan kemandirian. Setelah lima tahun bekerja di bawah binaan program, maka suatu organisasi pengelola pemberdayaan (untuk PPK adalah UPK tingkat kecamatan) perlu disapih (dilepas), sehingga mempunyai kewenangan penuh atau otonom karena dianggap telah mandiri. Proses ini diawali sejak tahun pertama dengan persiapan berupa pendidikan tentangpeningkatan otoritas secara bertahap dan setelah disapih dapat beroperasi dengan mekanisme kerja yang dikembangkan selama program berjalan. Pengembangan kemandirian khususnya bagi UPK dapat diwujudkan melalui proses menuju otonomi secara penuh yang tahapan kegiatan operasionalnya dirancang bersama antara staf UPK dan program, dilaksanakan sejak awal (tahun pertama) sampai akhir tahun ke lima menjelang masa penyapihan. 3. Otonomi Daerah Terjadinya konflik antara pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan PPK, khususnya dalam hal pembiayaan, maka jalan keluarnya adalah: (a) untuk jangka pendek adalah dengan melakukan koordinasi antar pihak menggunakan model mutual adjustment, yaitu kerjasama saling percaya antar aktor pemerintahan, dengan berprinsip bahwa sesama aparatur negara akan saling 235

mendukung upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti pelaksanaan PPK/PNPM, sekalipun ada masalah mendasar; (b) untuk jangka panjang agar ada kepatuhan dari semua pihak (terutama pemerintah) dalam membuat undang-undang, sehingga terjadi kejelasan kewenangan secara tegas antara pemerintah dan pemerintah daerah otonom. A.4. SARAN PENELITIAN LANJUTAN Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mencari jawaban pasti atas pertanyaanpertanyaan berikut: (a) Mengapa pemerintah tetap memaksakan pelaksanaan PPK/PNPM dengan dana yang makin besar dan jangkauan wilayah semakin luas, padahal dari sisi outcomes tidak berhasil mewujudkannya; motif apa yang mendasarinya; (b) Mengapa pemerintah tetap memaksakan kepada pemerintah daerah (daerah otonom) untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat secara seragam di seluruh Indonesia PPK/PNPM, padahal dalam era otonomi daerah (sangat dimungkinkan suatu keberagaman), sehingga sudah tidak tepat lagi untuk menyeragamkan suatu program dari pusat 236