BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam jumlah yang tepat dan berkualitas baik. lingkungan kotor sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Propsu, 2006).

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

Makanan Sehat Bergizi Seimbang Untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, yaitu sehat, cerdas, dan memiliki fisik yang tangguh

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kurang, gizi baik, dan gizi lebih (William, 2010).

e-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

DAFTAR ISI. i ii iii vi vii viii ix x xii xiii

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menunjang pertumbuhan yang optimal dan dapat mencegah penyakitpenyakit

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik bahkan buruk. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara di Indonesia, angka kematian bayi sebesar 35 per seribu kelahiran hidup dan angka kematian balita sebesar 58 per seribu kelahiran hidup (Azwar, 2004). Pulau Nusalaut adalah sebuah pulau yang terdapat di Propinsi Maluku dan merupakan salah satu pulau terkecil dari 49 buah pulau yang tersebar di Kabupaten Maluku Secara geografis Pulau Nusalaut terletak pada posisi 3 0 30 3 0 50 Lintang Selatan dan 127 0 50 128 0 10 Bujur Timur, dengan batasan wilayah sebelah utara berbatasan dengan Pulau Saparua, sebelah selatan, timur dan barat berbatasan dengan Pulau Banda. Pulau Nusalaut sebagian besar terdiri dari daerah pegunungan dan berbukit akan tetapi persebaran desa di wilayah Pulau Nusalaut terdapat pada pesisir pantai. Jumlah penduduk Pulau Nusalaut sebanyak 5858 jiwa, terdiri dari laki-laki 2950 jiwa dan perempuan 2908 jiwa, sedangkan jumlah balita sebanyak 394 jiwa (BPS Kabupaten Maluku Tengah, 2012). Di Pulau Nusalaut terdapat satu buah Puskesmas, namun karena letak Puskesmas di kota kecamatan sedangkan jarak antara desa-desa yang lain dengan kota kecamatan cukup jauh maka masyarakat terkadang jarang memeriksakan dirinya ke Puskesmas tetapi mereka lebih memanfaatkan petugas kesehatan (bidan dan atau perawat) yang bertempat tinggal terdekat dengan fasilitas yang sangat terbatas. Sedangkan fasilitas perekonomian di Pulau Nusalaut seperti pasar dan bank belum ada sehingga masyarakat Pulau Nusalaut lebih banyak mengadakan

transaksi jual beli bahan pangan pada toko-toko atau kios-kios milik masyarakat dengan persediaan bahan pangan yang sangat terbatas jenis dan jumlahnya. Di samping itu, sarana transportasi tersedia dalam jumlah terbatas sehingga menyulitkan kelancaran hubungan perekonomian dan kebutuhan lainnya terutama dengan kecamatan terdekat ataupun pusat kabupaten/kota dan Provinsi Maluku. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Pulau Nusalaut adalah petani dan nelayan. Selain masyarakat yang bekerja sebagai nelayan pencari ikan ada juga masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan, pegawai swasta dan pegawai negeri sipil (PNS). Masyarakat yang berprofesi sebagai petani tidak hanya menanam tanaman umur panjang seperti cengkeh dan pala saja tetapi juga menanam umbi-umbian (singkong, keladi dan ubi jalar) serta pohon sagu. Umbiumbian dan sagu inilah yang menjadi sumber makanan pokok masyarakat di Pulau Nusalaut selain nasi (beras). Pada era tahun 1980an, sebanyak 33% masyarakat Maluku menjadikan sagu sebagai makanan pokok. Namun, saat ini telah terjadi pergeseran pola konsumsi pangan dari non beras ke dominan beras, akan tetapi pada masyarakat desa terutama yang tinggal di pulau-pulau masih banyak dengan pola konsumsi pangan jagung, umbi-umbian, sagu dan pisang (Louhenapessy dalam Bustaman et al., 2010). Pola konsumsi yang dianjurkan di Indonesia sesuai dengan kaidah kesehatan diarahkan pada pola konsumsi yang lebih beragam, bergizi dan berimbang yang biasa disebut dengan menu seimbang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayur, buah dan susu. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak keluarga belum mampu menerapkan pola konsumsi tersebut dalam menu seharihari. Hal ini sangat terkait dengan daya beli, ketersediaan pangan, faktor ekonomi, pendidikan dan sosial budaya. Menurut Soekirman (2000) pola dan kebiasaan makan yang tidak baik merupakan salah satu sebab timbulnya masalah kesehatan dan gizi salah. Jenis dan frekuensi makan menjadi penting artinya dalam konteks standar gizi seseorang. Makanan yang dimakan minimal harus mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin serta mineral. 15

Sedangkan frekuensi makan terutama pada anak balita, sekurang-kurangnya tiga kali makan sehari guna memenuhi kebutuhan gizinya. Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama. Kekurangan zat gizi dapat menimbulkan penyakit defisiensi ataupun bila kekurangan zat gizi hanya bersifat ringan dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunnya kemampuan fungsi tubuh. Masalah gizi merupakan refleksi dari konsumsi energi, protein dan zat-zat gizi lainnya yang diperlukan oleh tubuh (Karyadi, 1996). Masalah gizi kurang pada balita masih cukup tinggi, salah satunya karena kualitas makanan sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada anak balita yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas 2010 ditemukan anak balita yang menderita gizi kurang dan buruk sebanyak 17,9%; balita yang kurus dan sangat kurus sebanyak 13,3%; serta balita yang pendek dan sangat pendek sebanyak 35,6%. Sedangkan laporan Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U) di Propinsi Maluku masih cukup tinggi yaitu 9,3% dan 18,5%, lebih tinggi dari prevalensi nasional (5,4% dan 13,0%), dan laporan Puskesmas Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah per bulan September (2012) menunjukkan bahwa 0,9% balita mengalami gizi buruk dan 9,8% balita mengalami gizi kurang. Pulau Nusalaut merupakan pulau yang sangat kecil di Propinsi Maluku yang letaknya cukup jauh dari pusat kota kabupaten dan atau kota propinsi dan pola makan penduduknya sebagian besar mengkonsumsi makanan lokal (umbi-umbian dan sagu) selain nasi, dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang masih cukup tinggi meskipun lebih rendah dari prevalensi gizi buruk dan gizi kurang Provinsi Maluku dan Nasional, maka penulis ingin meneliti tentang hubungan pola makan dan asupan zat gizi dengan status gizi balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku

B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah pola makan anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah? 2. Bagaimanakah asupan zat gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah? 3. Bagaimanakah status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah? 4. Apakah ada hubungan antara pola makan dengan status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuam Umum : Mengetahui hubungan pola makan dan asupan zat gizi dengan status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui pola makan anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku b. Mengetahui asupan zat gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku c. Mengetahui status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku d. Mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku e. Mengetahui hubungan asupan zat gizi dengan status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku 17

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Dapat menjadi dasar dalam perencanaan program perbaikan gizi masyarakat khususnya perbaikan gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku 2. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hubungan pola makan dan asupan zat gizi dengan status gizi anak balita di Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku 3. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pola makan, asupan zat gizi dan status gizi anak balita dan juga dapat digunakan sebagai acuan pembanding bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berhubungan dengan pola makan, asupan zat gizi dan status gizi anak balita pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya namun belum pernah dilakukan penelitian serupa di Pulau Nusalaut. Penelitian yang pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya adalah : 1. Asrar, et al. (2009) Pola asuh, pola makan, asupan zat gizi dan hubungannya dengan status gizi anak balita masyarakat Suku Nuaulu di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Desain penelitian cross-sectional dengan subjek penelitian anak balita berusia 12-60 bulan, dengan jumlah sampel sebanyak 68 anak balita. Persamaannya yaitu pada desain penelitian, variabel terikat dan salah satu variabel bebas yaitu asupan zat gizi. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada umur subjek penelitian, variabel bebas, lokasi dan jumlah sampel.

2. Masithah, et al. (2005) Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak batita di Desa Mulya Harja. Desain penelitian cross-sectional dengan subjek penelitian anak balita berumur 12-47 bulan, dengan jumlah sampel sebanyak 132 anak balita. Persamaannya yaitu pada desain penelitian dan variabel terikat. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada umur subjek penelitian, variabel bebas, lokasi dan jumlah sampel. 3. Astati, et al. (2004) Hubungan pola asuh dan asupan gizi terhadap status gizi anak umur 6-24 bulan di Kelurahan Mengampang, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru. Desain penelitian cross-sectional dengan subjek penelitian anak balita berusia 6-24 bulan, dengan jumlah sampel sebanyak 62 anak balita. Persamaannya yaitu pada desain penelitian, variabel terikat dan salah satu variabel bebas yaitu asupan zat gizi. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada umur subjek penelitian, salah satu variabel bebas, lokasi dan jumlah sampel. 19