BAB I PENDAHULUAN. Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu wadah bagi masyarakatnya untuk turut serta dalam proses. daerah demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

Pemekaran Wilayah. Tabel Pemekaran Daerah Tahun

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. Dampak positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain:

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

PENGARUH PERSONAL BACKGROUND, POLITICAL BACKGROUND DAN PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN TERHADAP PERAN DPRD DALAM PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah. Karena otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA PEMEKARAN (TERBENTUKNYA) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur oleh undang-undang. Daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No.21 2 c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Taliabu dimaksudkan untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan k

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

INUNG ISMI SETYOWATI B

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG TERLAMBAT MENDAFTARKAN KELAHIRANNYA DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundangundangan

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tanah desa. Menurut Pasal 1 angka 26 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

PERAN IKOSA (IKATAN KLUB OTOMOTIF SURAKARTA) DALAM MENDUKUNG SATLANTAS POLTABES SURAKARTA GUNA MEWUJUDKAN KETERTIBAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHALUAN. kehidupan sehari-hari entah untuk kebutuhan pokok, kebutuhan sekunder

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

PELAKSANAAN JAMSOSTEK UNTUK KECELAKAAN KERJA DI PTP NUSANTARA IX ( PERSERO ) PG. PANGKA DI KABUPATEN TEGAL

PERAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN PATI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBENTUKAN DESA ELFANUN KECAMATAN PULAU GEBE KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mengaktualisasikan kepentingannya guna menjawab kebutuhan

TINJAUAN YURIDIS BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DI BANK BTN CABANG SURAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

T E S I S. Disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum. O l e h : S U H A R T O NIM. R.

KREDIT TANPA JAMINAN

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. untuk kepentingan masyarakat, demikian juga halnya dengan daerah-daerah yang

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kendali pemerintah sehingga meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pemerintah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Perundangan yang terbaru. Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun tentang Perdaganganyang terkait dengan e Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NOTARIS DAN BADAN HUKUM (STUDY TENTANG TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN BADAN HUKUM)

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemekaran ditingkat provinsi, kabupaten dan kota di Maluku utara tak lepas dari Konflik yang terjadi di Maluku Utara. Konflik Maluku utara telah mengakibatkan perpecahan masyarakat berdasar perbedaan identitas agama. Akibat dari kekerasan komunal dan rasa tidak aman yang ada, Komunitaskomunitas dalam masyarakat menjadi terpisah secara fisik, masing-masing menggunakan jasa layanan publik yang terpisah, termasuk pasar dan jasa transportasi. Tambahan lagi, perpecahan tidak hanya terjadi antara umat Kristiani dan Muslim, tetapi juga berdasarkan identitas suku, khususnya di Maluku Utara. Kelompok masyarakat kelas bawah dan menengah juga tidak lagi percaya pada para elit local dan pimpinan pemerintahan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Banyak yang merasa bahwa pemerintah tidak mempedulikan kebutuhan masyarakat dan tidak bersedia melibatkan organisasi-organisasi kemasyarakatan beserta para pemimpinnya dalam proses penyelesaian masalah, pencapaian keamanan, dan pembangunan di tingkat lokal. Empat tahun sejak pecahnya konflik, telah terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang sangat besar. Masyarakat telah mulai membaur dan memperlihatkan tanda-tanda perbaikan sosial dan ekonomi, disamping perbaikan hubungan masyarakat. Pemekaran wilayah di kedua wilayah propinsi membawa tantangan khusus dan sangat penting baik bagi pemerintah maupun masyarakat madani. Perlu 1

2 adanya tanggapan yang efektif terhadap tantangan (dan kesempatan) yang muncul, tidak hanya dalam menghadapi pemerintahan yang baru, tetapi juga dalam tugas pembangunan bersama pasca konflik dan pembangunan perdamaian. Meskipun banyak pengungsi telah kembali, masih tersisa kecurigaan dan ketegangan yang harus ditanggulangi demi menjaga perdamaian. Penting bagi pengungsi (minoritas) yang telah kembali untuk merasa aman serta memperoleh fasilitas dan kesempatan yang sama di wilayah kabupaten-kabupaten baru dimana mereka berpindah, sebagaimana layaknya penduduk mayoritas, serta turut merasa sebagai bagian dari komunitas yang lebih luas di wilayah-wilayah baru tersebut. Memperkuat koneksi sosial dan menjalin hubungan di dalam komunitas masyarakat tetap menjadi satu hal yang perlu ditindaklanjuti di wilayah Maluku Utara. Untungnya, banyak bermunculan serangkaian institusi dan inisiatif lokal, terutama dari masyarakat madani dan komunitas itu sendiri, yang menjurus kepada perbaikan dan semakin memperkuat hubungan dan kohesi sosial di seluruh wilayah Maluku Utara. Akan tetapi untuk alasan yang berbeda, pihakpihak luar seharusnya tidak terburu-buru memberikan dukungan dalam proses tersebut. Akan lebih baik jika pihak luar memainkan peran terbatas dan melakukan pendampingan pada pemerintah daerah dan pelaku organisasi kemasyarakatan yang ada. Daerah-daerah sedang mengalami proses organik dalam hal pembauran kembali secara demografis, pengembangan kisah mengenai sebab dan akibat kekerasan yang baru terjadi, dan sedang memikirkan (ulang) landasan untuk kembali hidup bersama. Sedangkan kemungkinan pihak luar untuk lebih

3 membantu proses ini tidak terlalu nyata. Meskipun pihak-pihak luar dapat memberikan bantuan terbatas pada beberapa kelompok rekonsiliasi dan forum yang aktif, ada bahaya munculnya dampak negatif dan tidak diinginkan, contohnya dengan meminggirkan usaha-usaha rekonsiliasi murni dengan adanya kemungkinan pemberian dana khusus bagi kegiatan tersebut. Tambahan lagi, distribusi bantuan itu sendiri seringkali menimbulkan ketegangan sosial di beberapa bidang. Selain itu, tampaknya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masalah kekerasan dengan solusi mendorong rekonsiliasi. Penyebab dan pendorong konflik, baik di Maluku Utara, belum dapat ditangani dan tidak bersifat statis selama lima tahun terakhir. Rendahnya kohesi sosial di tingkat komunitas hanyalah salah satu faktor pendorong yang dapat dikatakan relatif kecil pengaruhnya terhadap tindak kekerasan komunal. Jika pihak-pihak luar ingin mendukung kohesi sosial dan rekonsiliasi, mereka harus melakukannya melalui program yang menjawab kebutuhan nyata masyarakat melalui cara yang juga dapat menyatukan elemen-elemen kunci pada kelompok-kelompok suku dan agama, sehingga memperkuat hubungan di antara mereka. Proses pembuatan program harus menekankan analisis, perencanaan, dan tindakan lokal yang berdampak pada perbaikan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Sebagai contoh, untuk mengatasi persoalan pemuda pengangguran dapat dilakukan program pelatihan kerja kelompok dimana kelompok terdiri dari campuran agama, suku, dan jenis kelamin melalui Balai Latihan Kerja di lokasilokasi strategis. Inisiatif seperti ini harus didasarkan pada analisis yang kuat akan

4 kebutuhan pasar tenaga kerja, bantuan bertahap untuk unit usaha kecil yang terkait dengan latihan kerja, dan proses perencanaan yang cepat tetapi menyeluruh, yang mencakup calon penerimaan bantuan dan rekanan proyek tersebut. Desain dan manajemen proyeknya harus benar-benar menyeluruh dan bertujuan untuk memperkuat kerjasama antar kelompok elit lokal, seperti pejabat pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Selain itu, alternatif lain yang mungkin dilakukan adalah bantuan yang terfokus dan terbatas untuk upaya-upaya rekonsiliasi di tingkat masyarakat, yang didasarkan pada analisa lebih mendalam terhadap kebutuhan dan kemampuan daerah tersebut. Untuk proyek rendah biaya dan sangat terfokus, bantuan dapat diberikan untuk mendanai pelatihan kepemimpinan masyarakat, sponsor untuk kegiatan perencanaan partisipatif, dan/atau menghapus atau menanggulangi hambatan-hambatan materi tertentu yang ditemukan selama proses ini. Dampak dari upaya-upaya rekonsiliasi tersebut terhadap konflik dan kekerasan yang mengikutinya kemungkinan sangat tidak terasa. Sebagai catatan akhir, bantuan melalui penggunaan media, baik siaran radio maupun publikasi dan video terbatas, dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk memancing interaksi dan diskusi antara komunitas-komunitas yang terimbas konflik, mengenai kebutuhan dan aspirasi mereka bisa jadi berguna dan ekonomis. Harus ditekankan bahwa perencanaan program melalui media bukanlah pengganti dalam memenuhi kebutuhan konkrit masyarakat, tetapi lebih kepada sebuah cara untuk mendukung dan melipatgandakan dampak keberhasilan suatu program kebidang-bidang lain.

5 Sejak Januari 2001, Kebijakan Pembangunan Nasional Indonesia dilaksanakan melalui implementasi desentralisasi (otonomi daerah) dengan melaksanakan pembagian kewenangan serta melalui pertimbangan keuangan (fiscal balance) antara pemerintah pusat dan daerah 1. Diterapkannya kebijakan otonomi daerah melalui Penerapan UU No.12 Tahun 2008, sebagai perubahan kedua UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, respon masyarakat diberbagai daerah dengan keinginan masyarakat untuk membentuk daerah otonomi baru yang terlepas dari daerah induknya. Hal yang tersirat dari undang-undang ini adalah adanya upaya pemerintah pusat untuk mengkuantitatifkan segala aspek yang berkenaan dengan kemampuan daerah dalam bentuk besaran yang dapat terukur, sehingga untuk menjadi daerah otonom wajib memenuhi persyaratan tertentu. Salah satunya aspek kemampuan daerah ini meliputi: pertama, peluang berkompotensi antara daerah dapat dilihat besarnya data agregat indicator atau kriteria yang ada. Kedua, pengukuran kinerja suatu daerah otonom menjadi lebih mudah, karena bila nilai distribusi data daerah otonom dapat di analisis secara statistik tertentu. Ketiga, daerah dapat mulai menyadari pentingnya ketersediaan data-data pembangunan sehingga kriteria dalam undang-undang tersebut terus dimonitor dan dilengkapi untuk mengevaluasi kinerja pembangunan yang telah dilaksanakan 2. Sehingga membentuk suatu daerah otonom yang dapat mencapai tujuannya, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. 1 Jazuli juwani. Otonomi Sepenuh Hati. Al-itishom. Jakarta.2007. 2 Pengkajian Persyaratan Tekhnis Pembentukan Calon Kabupaten Pulau Morotai. Jakarta : P3PRO, 2004, hal 7

6 Dinamika keinginan masyarakat di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya menjadi daerah otonom seperti itu pada dasarnya tidak bertentangan dengan Undang-undang No.12 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Semangat otonomi daerah yang digulirkan secara resmi pada Bulan Januari 2001 menyatakan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan selanjutnya dinyatakan bahwa daerah otonom, selanjutnya disebut sebagai daerah, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini di jelaskan dalam Undang-undang No.32 tahun 2004, Juga di tegaskan dalam penjelasan Undang-undang No.12 Tahun 2008 sebagai perubahan kedua Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah selanjutnya pasal 2 ayat (3) sampai dengan ayat (7) menyatakan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

7 pelayanan umum dan daya saing daerah, pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintahan dan dengan pemerintahan daerah lainnya, hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antara susunan pemerintahan 3. Dalam pasal 4 ayat (3) dan (4) Undang-undang No.32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian dari daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih sebagai mana dimaksud dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal penyelengaraan pemerintahan, selanjutnya dalam pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Untuk mengimplementasikan kesatuan-kesatuan sebagaimana disebutkan pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Dalam konteks pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, keinginan masyarakat di beberapa kecamatan dalam wilayah Kabupaten Halmahera Utara untuk membentuk Kabupaten Pulau Morotai diantaranya didasari oleh beberapa 3 Undang undang Nomor. 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah.

8 faktor. pertama, pembentukan daerah otonom pulau morotai dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Kedua, Tuntutan masyarakat yang sangat kuat di tingkat bawah (grassroot) untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah daerah dengan cara memperpendek rentang kendali dan birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh pelayanan publik, ketiga, keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mendapatkan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolahan sumber daya alam dan potensi daerah yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. keempat, keinginan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mendapatkan kewenangan yang lebih besar dalam pengalian potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah dan pengelolahannya secara transparan dan akuntabel untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteran masyarakat 4. Meski keinginan masyarakat untuk membentuk kabupaten baru dapat dipahami namun aspirasi tersebut harus dapat disalurkan melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu seiring dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat di tingkat bawah serta dengan mengacu kepada berbagai peraturan perundangundangan dan diperlukan pengkajian yang didasarkan pada rambu-rambu yang telah diatur dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 4 Op Cit.Pengkajian Persyaratan Tekhnis. Hal.8

9 Berdasarkan uraian di atas otonomi daerah apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat, dalam arti mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan diatas maka penelitian ini akan mengkaji secara mendalam tentang, PROSES PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DALAM RANGKA PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH. B. Pembatasan Masalah Agar penelitian skripsi ini mengarah pada pembahasan yang diharapkan dan terfokus pada pokok permasalahan yang ditentukan tidak terjadi pengertian yang kabur karena luang lingkupnya yang terlalu luas serta mempermudah penulis dalam menyelesaikan penulisan, maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini akan dibatasi pada kesiapan Kabupaten Pulau Morotai menjadi kabupaten sendiri terlepas dari kabupaten induknya Halmahera Utara. C. Rumusan Masalah Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan atau capaian atau singkatnya antara das sollen dengan das sein. Untuk memudahkan pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti dan agar mudah terarah dan mendalam pembahasannya sesuai dengan sasaran yang ditentukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

10 1. Apa latar belakang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai? 2. Bagaimana proses pembentukan Kabupaten Pulau Morotai? 3. Bagaimna dampak pembentukan Kabupaten Pulau Morotai? D. Tujuan Penelitian Tujuan yang dilakukan penulis ada dua tujuan pokok, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif, dengan penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif. a. Untuk mengetahui latar belakang pembentukan Kabupaten Pulau Morotai. b. Untuk mengetahui proses pembentukang Kabupaten Pulau Morotai. c. Untuk mengetahui dampak pembentukan Kabupaten Pulau Morotai. 2. Tujuan Subjektif. a. Melatih kemampuan penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan. b. Memperoleh serta mengembangkan pemahaman aspek hukum dalam teori maupun praktek. c. Untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya sebagai bahan dalam melakukan penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat untuk menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

11 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu hukum khususnya ilmu hukum Tata Negara yang berkenaan dengan masalah kesiapan suatu daerah otonom baru dalam pelepasan terhadap daerah atau kabupaten induknya, dan dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis untuk periode selanjutnya, serta juga sebagai pedoman penelitian yang lain. F. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian agar terlaksana maksimal maka penelitian mempergunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilaksanakan penulis menggunakan metode penelitian hukum dengan pendekatan doktrinal yang bersifat empiris dan pendekatan non-doktrinal.yang bersifat kualitatif sebagai suatu kesatuan metode pendekatan atau menggunakan metode penelitian yuridis empiris 5. Hal ini dikarenakan permasalahan yang coba diangkat penulis termasuk dalam konsep hukum yang bersifat normatif dan sosiologis, yaitu objek kajiannya adalah hukum positif dan tingkah laku manusia. Didalam penelitian ini penulis akan meneliti UU No. 22 tahun 1999 yang saat ini telah disempurnakan menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah direspon masyarakat di berbagai daerah dengan keinginan 5 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta,Surakarta, 2004, hal 6.

12 masyarakat untuk membentuk daerah otonomi baru yang terlepas dari daerah induknya dan UU No 53 Tahun 2008 Tentang Pemekaran Kabupaten Pulau Morotai. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berlokasi di Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Halmahera Utara sebagai kabupaten induk. 3. Jenis Data Data yang disajikan diperoleh dari sumber-sumber data yang meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder, adapun penjelasannya sebagai berikut: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu diperoleh penulis dari pendapat masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai. b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang berupa bahan-bahan pustaka yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer meliputi: a) Undang-Undang Dasar 1945. b) Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Pulau Morotai.

13 c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. d) PP No 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran penghapusan dan penggabungan daerah 2) Bahan hukum sekunder meliputi literature literature yang terkait dengan permasalahan pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, sehingga menunjang penelitian yang dilakukan, termaksud exiting data berupa data-data penduduk, ekonomi, tanah, dll. 4. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Lapangan Dalam penelitian lapangan ini adalah untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Studi lapangan yang dilakukan oleh penulis atau peneliti adalah dengan cara Observasi. Observasi, yaitu merupakan tehnik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung bagaimana sebenarnya keadaan yang ada dari objek yang diteliti, kemudian dilakukan pencatatan secara sistematis terhadap kenyataan yang peneliti jumpai di lapangan. b. Studi Kepustakaan Merupakan tehnik pengumpulan data dengan cara mencari, mencatat, menginventerisasi dan mempelajari buku-buku literature,

14 perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu, dan dokumentasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 5. Metode Analisis Data Tujuan analisis data dalam penelitian adalah untuk menyempitkan dan membatasi data sehingga menjadi data yang tersusun secara baik. Berdasarkan jenis penelitian dan jenis penelitian dan jenis data dalam penelitian ini maka dipakai analisis data kualitatif yaitu menganalisis data yang diperoleh dari penelitian yang bersifat uraian, teori-teori, serat pendapat dari para sarjana untuk mendapatkan kesimpulan secara yuridis empiris. Adapun yang dimaksud analisis data kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan obyek lalu menjelaskan hubangan faktor-faktor yang terkait atau yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh 6. G. Sistematika Skripsi Penulisan skripsi ini terdiri atas empat bab yang disusun secara sistematis, dimana antara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hal 250

15 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistimatika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian umum meliputi, tinjauan umum tentang otonomi daerah dalam Negara kesatuan dan tinjauan umum tentang pembentukan daerah. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan dimana penulis akan menguraikan dan membahas serta menganalisa mengenai Bagaimana proses pembentukan kabupaten pulau morotai, latar belakang pembentukan kabupaten pulau morotai dan perkembangan dari kabupaten pulau morotai sejak dari diresmikannya kabupaten pulau morotai sampai sekarang. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis data dan saran dimana berisi uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, dan bagaimana cara masyarakat dan pemerintah daerah dapat melaksanakan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya alam dan potensi daerah yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah menjadi penutup.