BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi :

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

PUSAT PENDIDIKAN DAN TERAPI AUTIS BATU MALANG. Tema: Environmental Behavior TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lainnya. Setiap manusia memiliki kekurangan. Semua anak manusia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Program Nawacita dalam Bidang Pendidikan untuk. Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa. Negeri 1 Bantul Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit kanker. Penyakit kanker merupakan penyakit yang menyerang sistem kerja

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan masing-masing perbedaan, baik fisik maupun mental.

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang. dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan

BAB I PENDAHULUAN. Mulai meningkatnya angka kejahatan di Indonesia semakin marak dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang


BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB III DESKRIPSI MEDITASI ŻIKIR DI SLB. A. Profil SLB Negeri Ungaran Barat

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan jumlah sekolah luar biasa di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

2014 MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bahan kajian (materi) PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan kemampuan anak didiknya. Aktivitas kegiatan seorang

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional betujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia di perintahkan untuk mempelajari agama.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

Bagaimana Caranya Kita Bersyukur? Wednesday, 15 May :39

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Pemilik seluruh jagat raya adalah Allah yang Maha Perkasa, penguasa seluruh alam. Jasad fisik berada dalam genggaman Allah yang menciptakan, dan Dia tidak bergantung pada makhluk-nya. Kesempurnaan fisik bukanlah menjadi parameter makhluk yang sempurna di dunia, karena kekuasaan-nya yang tak tertandingi dengan kesempurnaan penciptaan alam semesta. Tidak satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk merancang dan menciptakannya. Merujuk dalam kandungan Alqur'an, dinyatakan bahwa orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak mengenali atau tidak menaruh kepedulian terhadap ayat atau tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya. Allah swt menciptakan rupa manusia atas kehendak-nya, tidak ada produk gagal dalam penciptaan manusia, walaupun mungkin orang itu tidak rupawan, tidak cantik, atau bahkan bagian organ tubuhnya ada yang kurang atau berlebihan. Manusia beriman selalu mengetahui bahwa semua ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan ia mampu memahami kekuasaan dan kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru manapun. Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-nya. Hal itu ditegaskan dalam firman-nya di dalam al- Quran al-karim, sebagai berikut:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS.at-Tiin : 4) Jasad (jism) adalah substansi manusia yang terdiri atas fisik. Islam mengajarkan, kesempurnaan fisik ini tidak menjadi nilai utama, walaupun kesempurnaan tubuh adalah sebuah anugerah dari Allah swt. Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Lahirnya manusia di dunia ibarat sebuah benih yang muncul ke permukaan. Sebutir benih yang tampak sederhana ini terdapat ratusan ribu halaman berisi informasi dan sistem rumit yang belum mampu dipahami atau ditiru manusia dikarenakan Allah swt yang menciptakannya. Terkait dengan manusia yang memiliki kekurangan (berkebutuhan khusus), anak autis adalah salah satu di antara sekian banyak syndrom yang menyerang sel saraf motorik. Keterbatasan ini yang menyebabkan anak autis sangat kurang peka terhadap lingkungan di sekitarnya. Ibarat sebuah benih, anak autis sering kali dipandang sebagai sesuatu yang sederhana. Padahal, perbedaan yang mereka miliki dengan layaknya anak normal lain didapati potensi perkembangan yang istimewa. Tidak keseluruhan anak autis menyulitkan orang-orang yang berada di sekitarnya. Banyak dari mereka yang memiliki kelebihan, baik secara akademik maupun non-akademik. Oleh karena itu, pengenalan serta pembelajaran bagi penderita autis sangat 2

penting, berkaitan dengan perkembangan sel motorik mereka yang lemah terhadap sosialisasi lingkungan. Benih merupakan dzat yang sederhana, tetapi terkandung banyak informasi yang menjadi cikal bakal bentukan sempurna. Sama halnya dengan anak autis yang seringkali tidak diperdulikan atau diabaikan, padahal mereka makhluk ciptaan Tuhan yang tidak ternilai harganya. Manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya, semata-mata agar mereka bersyukur kepada penciptanya. Firman Allah menyebutkan dalam al-quran sebagai berikut: Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. Sajda : 9) Berdasarkan penjelasan beberapa ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesempurnaan fisik tidak dapat menjadi acuan utama dalam menilai hamba Allah swt. Setiap manusia sama di hadapan Allah, yang membedakannya bukanlah fisik atau materi yang mereka miliki di dunia, tetapi tingkat keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah menciptakan kesempurnaan fisik tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada-nya. Sebagaimana telah disebutkan pada ayat- ayat suci al-quran di atas, anak-anak yang memiliki kekurangan baik fisik maupun mental, termasuk anak autis dan cacat fisik lainnya adalah salah satu bukti kebesaran ciptaan 3

Allah swt. Dengan begitu, kita dapat mengerti dan memahami betapa besar nikmat yang telah diberikan-nya kepada kita, berupa kesempurnaan fisik yang kita miliki sejak lahir di dunia, bila dibandingkan dengan kondisi mereka. Nikmat yang telah diberikan wajib hukumnya untuk disyukuri. Mereka adalah bagian dari kita, sebagai bagian dari keluarga yang sangat membutuhkan perhatian khusus agar mereka tidak lagi dianggap asing karena keterbatasan yang mereka miliki. Dengan perlakuan khusus, mereka turut memerlukan pendidikan yang menjadi bekal bagi masa depan. Lebih jauh, UUD 1945 telah dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas pendidikan. Pada kenyataannya, anggaran subsidi dari pemerintah untuk pendidikan anak autis tidak pernah ada. Padahal, jika mengacu pada UUD 1945 di atas, anak autis dan berkebutuhan khusus (special needs) lainnya juga merupakan bagian dari anak-anak yang berhak memperoleh pendidikan. Maka, supaya anak autis miskin bisa mendapat pendidikan lebih ringan, pemerintah harus menganggarkan (APBN atau APBD) biaya untuk pendidikan anak autis. Beberapa permasalahan dalam dunia pendidikan anak autis yang hingga saat ini belum mendapatkan solusi pemecahannya adalah jumlah fasilitas yang tersedia berupa sekolah anak autis, sehingga biaya yang mahal menjadi akibat selanjutnya atas permasalah kurangnya jumlah fasilitas yang mendukung. Data Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa penyandang autis yang mengikuti pendidikan layanan khusus termasuk lima besar dari seluruh peserta sekolah khusus. Jumlah terbesar adalah 4

penyandang tuna grahita (keterbatasan intelektual) berat dan ringan sebanyak 38.545 peserta, tunarungu 19.199 peserta. Diikuti kemudian penyandang tunanetra 3.218 peserta, tunadaksa 1.920 peserta dan autis sebanyak 1.752 peserta (www.indosiar.com, diakses 10 September 2009). Di Indonesia, sekolah yang khusus menangani autis berjumlah 1.752 sekolah. Lima besar provinsi yang paling banyak mendirikan sekolah autis adalah Jawa Barat sebanyak 402 sekolah, Jawa Timur 263 sekolah, Daerah Istimewa Yogyakarta 131 sekolah. Jumlah ini diikuti oleh provinsi Sumatera Barat dan DKI Jakarta yang masing-masing memiliki 111 sekolah untuk penyandang autis. Dari sekian prosentase, hanya sekitar 0,4 % terdapat di Kota Batu Malang, Jawa Timur dan daerah sekitarnya(h.u. Kompas, 07 November 2007). Dari jumlah tersebut akan menuntut penyediaan fasilitas yang diharapkan dapat mewadahi kegiatan anak berkebutuhan khusus seperti halnya anak autis untuk belajar serta beraktivitas sebagaimana anak-anak pada umumnya. Jumlah anak berkebutuhan khusus di Malang semakin meningkat jumlahnya. Pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April 2009 lalu, diketahui bahwa anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 % populasi anakanak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus ( Tempo, edisi 45, 2009). Pendidikan yang peka terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus (special need) dari kalangan miskin masih sangat kurang sekali. Faktanya, orientasi lembaga pendidikan anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang 5

belum bisa diakses kalangan miskin, mengakibatkan banyak sekali jumlah anak-anak terlantar yang pada akhirnya tidak memperoleh pendidikan dan bimbingan. Sistem pendidikan yang diajarkan kepada anak autis sangat berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Dari metode pengajaran sampai dengan kurikulum yang disampaikan membutuhkan penangan khusus, sesuai dengan tingkat kemampuan otak mereka dalam menerima pengajaran atau pendidikan (UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dari sejumlah sekolah atau pusat pendidikan yang telah ada, mayoritas masih menggunakan metode klasik, yaitu terapi dan konsultasi. Saat ini sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa alam dan lingkungan luar yang sehat, dan sejuk dapat membantu dalam memicu perkembangan sel motorik anak autis yang lemah, sehingga proses penyembuhan dapat lebih cepat tercapai. Aplikasi alam ke dalam bangunan ataupun pada alat bantu visual anak autis juga terbukti mampu meringankan proses pembelajaran dan pengarahan anak autis yang cenderung sulit dikontrol (Ohio, State University). Selain itu pula, pola atau metode yang digunakan dalam mendidik anak autis cenderung pada penyesuaian akan perilakunya (behavior), sehingga anak akan merasa nyaman sesuai dengan aktivitasnya. Adanya terapi perilaku yang digunakan sebagai salah satu metode penyembuhan dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan (Simposium Autisme Masa Kanak, Semarang, 24-10-1998). Dari hasil simposium diatas, maka dua aspek penting yaitu kondisi alam yang nyaman serta lingkungan 6

luar yang sehat, sejuk, sangat sesuai dengan kondisi alam Batu Malang, sebagai lokasi pendirian bangunan Pusat Pendidikan dan Terapi Autis. Jumlah anak autis yang masih belum terfasilitasi masih relatif banyak, dengan kondisi sekolah atau pusat terapi autis yang belum memenuhi standar mutu pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Perbandingan yang dapat dilakukan adalah dalam satu sekolah hanya mampu menampung 25-35 anak. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Batu Malang pada tahun 2007, jumlah anak autis di Kota Batu berkisar 279 anak, dengan jumlah sekolah autis yang tersedia hanya 8 unit, yang masing-masing terbagi dalam 3 wilayah kecamatan Batu. Hal inilah yang melatar belakangi pemilihan lokasi perancangan Pusat Pendidikan dan Terapi Autis di Batu Malang, guna mewadahi kegiatan belajar serta memfasilitasi kegiatan mereka dalam wujud kaidah perancangan arsitektur yang lebih baik. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana merancang bangunan Pusat Pendidikan dan Terapi Autis dengan menerapkan Pendekatan Perilaku (Behavior) sebagai sarana pengembangan diri anak berkebutuhan khusus (autis)? 2. Bagaimana merancang Pusat Pendidikan dan Terapi Autis dengan menggunakan persepsi manusia terhadap lingkungan sebagai bagian dari proses pendidikan dan terapi anak autis? 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian: 1. U/ntuk mewujudkan rancangan bangunan Pusat Pendidikan dan Terapi Autis dengan menerapkan Pendekatan Perilaku (Behavior) sebagai sarana pengembangan diri anak berkebutuhan khusus 2. Untuk mewujudkan bangunan yang sesuai kebutuhan pendidikan dan terapi anak autis, menggunakan konsep persepsi manusia terhadap lingkungan. Manfaat pengkajian objek dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Bangunan yang dihasilkan diharapkan mampu merespon kebutuhan emosional dan psikologis anak autis yang menuntut kenyamanan sehingga mempercepat proses penyembuhan. Mendapatkan pengetahuan yang lebih luas mengenai autis, khususnya bagi masyarakat yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus. 1.4. Batasan Perancangan 1. Batasan Teritori Pusat Pendidikan dan Terapi Autis berlokasi di Jl. Sultan Agung 18, Batu Malang. Dengan luas lahan ±12.500 m 2, dengan kondisi tanah berkontur sedang. 2. Ruang Lingkup Objek Rancangan Bangunan didirikan untuk memfasilitasi penyandang autis di Malang pada umumnya dan Batu pada khususnya. Sarana ini tidak menutup kesempatan bagi keluarga penyandang autis dari luar daerah yang membutukan fasilitas dan layanan ini. 8

3. Sasaran Berdasarkan tingkat syndrome autis, dikelompokkan menjadi: - Autisma infantil (kelainan terberat). - Asperger s disease. - Speech Delay Berdasarkan tingkatan usia : - Anak usia dini (0-2 tahun). - Anak usia pra-tk (2-4 tahun). - Anak usia TK (4-6 tahun). - Anak usia SD (6-12 tahun). - Anak usia SLTP (12-15 tahun). - Pelatihan bagi keluarga penyandang autis yang membutuhkan informasi tentang autis 9