Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KERAPATAN MANGROVE TERHADAP KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS DI PESISIR DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

METODE PENELITIAN di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. penelitian dalam dilihat pada Gambar 3.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

NURUL ANDRIFA NASUTION

BAB 2 BAHAN DAN METODA

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

3. METODOLOGI PENELITAN

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

Utara, ( Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia ABSTRACT

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

BAB III METODE PENELITIAN

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

Preferensi Substrat dan Kepadatan Populasi Faunus Ater Di Perairan Ekosistem Mangrove Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB 2 BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. zona intertidal pantai Wediombo, Gunungkidul Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

III. METODE PENELITIAN

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

3. METODE PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS KEPITING BAKAU (Scylla spp.) DI PERAIRAN KAWASAN MANGROVE DESA JARING HALUS KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB 2 BAHAN DAN METODA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

MANGROVE DAN KETERKAITANNYA DENGAN POPULASI GASTROPODA

LAMPIRAN. Nama Ind plot. Lampiran 1. Data Analisis Vegetasi Mangrove. Stasiun I. Semai. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

HUBUNGAN KERAPATAN MANGROVE TERHADAP KEPADATAN KEPITING BAKAU (Scylla sp) DI KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KABUPATEN BINTAN

III. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

BAB III METODE PENELITIAN

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

DI DWERAN INTERTlDAk PBNTAI KAMAL

BAB III METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Transkripsi:

1 Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kepadatan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara 1 Icha Andari Ritonga, 2 Hasan Sitorus, 2 Yoes Soemaryono 1 Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 Email : ichaandariritonga@gmail.com 2 Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 2 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 ABSTRACT Mangroves serve as a habitat organism aquatic, one of which is Macrozoobenthos. The abundance of Macrozoobenthos are very dependent on the power of tolerance to environmental changes. This research was aimed to analyzed density of Mangrove and how a relation with abundance of macrozoobenthos in the coastal village of Jaring Halus. This research is done in December 2016 to Januari 2017. The study used purposive random sampling method by taking and observation of mangrove vegetation, abundance of macrozoobenthos, and measurement of water quality parameters. Data analysis included analysis of mangrove vegetation, analysis of macrozoobenthos, analysis of water quality and analysis of the substrate. Found 11 species of mangrove with density at Station I 5.166 ind/ha, Station II 4.066 ind/ha and Station III 1.567 ind/ha. For macrozoobenthos found 16 species are the research site at Station I 249 ind/m 2, Station II 167 ind/ m 2 and Station III 147 ind/ m 2. The Relationship of Mangrove s Density and Macrozoobenthos Abundance in the coastal village of Jaring Halus indicated by the equation y = 0,0808x + 24,225 with R 2 of 0,7526 and r = 0,867. And the Relationship of organic materials and Macrozoobenthos Abundance indicated by the equation y = 93,20 x 323,8 with R 2 of 0,776 and r = 0,881. From the result of data analysis relationship are very stong and real. Keywords : mangrove, macrozoobenthos, Jaring Halus Village, water quality

2 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Jaring Halus terletak di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini merupakan desa pesisir dengan penduduk mayoritas adalah suku Melayu dan sebagian kecil suku Banjar. Penduduk Desa Jaring Halus pada umumnya bermata pencarian sebagai nelayan yang masih menggunakan alat tangkap tradisional seperti jaring selapis, ambai, cicang rebung dan bubu. Sumber daya alam yang ada selain hasil laut adalah Mangrove. Keberadaan mangrove sangat penting dalam kelestarian sumber daya ikan karena merupakan tempat berkembang biaknya benih udang, benih kepiting, dan bibit ikan. Nelayan Desa Jaring Halus mengeluhkan hasil tangkapan yang dari waktu ke waktu semakin menurun, kemungkinan disebabkan karena kerusakan mangrove di samping adanya pergantian musim. Adapun faktor lain yaitu adanya perebutan daerah tangkapan dengan nelayan-nelayan daerah lain seperti nelayan Belawan, Sicanggang yang menggunakan alat tangkap ikan yang dilarang. Wilayah pesisir menurut UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No.27 Tahun 2007 merupakan daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain. Mangrove merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir dengan karakteristik flora fauna yang hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut (Bengen, 2004). Hal tersebut menjadikan mangrove sebagai sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, untuk semua biota yang hidup di dalamnya. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang, dan sebagainya). Banyak fauna khususnya benthos yang berkosistensi di hutan mangrove memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti kepiting bakau, beberapa jenis krustasea, kerang-kerangan, dan gastropoda (Bengen, 2004). Peran mangrove di perairan laut membantu perputaran mata rantai makanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan menyediakan makanan berupa serasah daun bagi organisme yang menetap dan secara tidak langsung sebagai tempat tinggal, pemijahan dan asuhan yang terlindung diantaranya biota penempel pada pohon, membenamkan diri dan biota yang berada di dasar perairan, semua biota ini merupakan komunitas makrozoobenthos. Peranan makrozoobenthos adalah membantu mangrove dalam mendapatkan nutrien dengan cara membantu proses dekomposisi material organik dan menjaga keseimbangan ekosistem mangrove, sehingga

3 makrozoobenthos dapat digunakan untuk keseimbangan lingkungan (Faiqoh dkk., 2016). Di Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara terdapat hutan mangrove yang telah mengalami tekanan-tekanan akibat aktivitas manusia. Untuk melihat dampak aktivitas manusia terhadap mangrove dan kepadatan makrozoobenthos, maka analisis kerapatan mangrove dan kepadatan makrozoobenthos di kawasan mangrove tersebut menjadi penting, sehingga didapatkan hubungan kerapatan mangrove terhadap METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai Januari 2017 di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System (GPS), refraktometer, termometer, ph meter, DO meter, tali rapia, meteran, pisau, tool box, toples plastik, pipet tetes, pipa paralon 4,5 inchi, papan 1m x 1m, saringan, sekop, kamera digital, alat tulis dan kertas milimeter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mangrove, sampel makrozoobenthos, tisu, kertas label, karet gelang, kantong plastik, plastik putih ukuran 5kg, lakban, alkohol 70%, akuades, dan buku penuntun identifikasi mangrove dan makrozoobenthos. kepadatan makrozoobenthos pada kawasan tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan dari penilitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hubungan kerapatan mangrove terhadap kepadatan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui hubungan kandungan C-Organik di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Deskripsi Area Penelitian Stasiun I Stasiun ini merupakan kondisi mangrove alami yang tidak ditemukan adanya kegiatan masyarakat. Stasiun ini terletak diantara daerah perbatasan antara muara dan laut. Yang secara geografis berada pada titik koordinat 03 56'21,6" LU - 03 56'21,75" LU dan 098 33'44,0" BT - 098 34'27,42" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Stasiun I Stasiun II Stasiun ini merupakan daerah muara yang dimanfaatkan

4 masyarakat untuk kegiatan penangkapan ikan. Stasiun ini berada pada titik koordinat 03 56'21,1" LU - 03 56'23,55" LU dan 098 33'58,7" BT - 098 34'13,61" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Stasiun II Stasiun III Stasiun ini merupakan stasiun yang berada dekat dengan pemukiman rumah warga dan langsung berbatasan dengan laut. Stasiun ini secara geografis berada pada titik koordinat 03 56'44,21" LU - 03 56'47,5" LU dan 098 34'09,11" BT - 098 34'12,3" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Stasiun III Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan data yang digunakan adalah purposive random sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun, berdasarkan tujuan pemanfaatan. Setiap stasiun pengamatan ditetapkan sebanyak 3 transek sepanjang garis yang dibentangkan mulai dari batas laut tumbuhnya mangrove sampai dengan batas daratan di mana mangrove masih tumbuh. Transek pada tiap stasiun dibagi masing-masing 3 plot. Pengambilan Sampel Mangrove Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan transek garis (line transect). Transek garis ditarik dari titik acuan (pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku identifikasi Noor dkk (2006). Pada transek pengamatan dan identifikasi mangrove dengan mengacu kepada Kusmana (1997) : 1. Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dan 10 cm pada petak contoh 10 x 10 meter. 2. Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contok 5 x 5 meter. 3. Semai, adalah anakan mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter pada petak contoh 2 x 2 meter..

5 Pengambilan Sampel Makrozoobenthos Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada plot/transek yang sama dengan pengambilan mangrove. Sampel makrozoobenthos diambil secara acak dengan melempar papan ukuran 1m x 1m. Substrat yang ada pada petakan tersebut diangkat dengan sekop untuk kemudian dilakukan pemisahan. Sampel makrozoobenthos yang di atas permukaan substrat maupun menempel pada pohon juga diambil. Pemisahan antara makrozoobenthos dan substrat dilakukan di lapangan. Sampel makrozoobenthos kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik yang diberi alkohol 70% untuk diidentifikasi. Metode Analisis Data Analisis Regresi Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie (1980) adalah : Y = a + bx Keterangan : Y : Kepadatan Makrozoobenthos X : Kerapatan Mangrove a : Konstanta b : Slope Analisis Korelasi Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi yang sempurna). Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi yang berlawanan arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi yang searah. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 1. No Koefisien Tingkat Hubungan 1 0,00-0,199 Sangat Rendah 2 0,20-0,399 Rendah 3 0,40-0,599 Sedang 4 0,60-0,799 Kuat 5 0,80-1,000 Tabel 1. Tingkat Hubungan Nilai Indeks Korelasi Sumber : Steel and Torrie (1980) Hasil Hubungan Mangrove terhadap Kepadatan Makrozoobenthos Model hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kepadatan makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225 dengan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,7526 dan koefisien korelasi r = 0,867. Dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik Hubungan Sangat Kuat

6 Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Hubungan Kandungan Substrat (C-Organik) terhadap Kepadatan Makrozoobenthos Model hubungan antara kandungan substrat (C-Organik) terhadap kepadatan makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x 323,8 dengan koefisien determinasi R 2 sebesar 0,776 dan koefisien korelasi r = 0,881. Dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik Hubungan Kandungan C-Organik terhadap kelimpahan Makrozoobenthos Pembahasan Hasil analisis regresi linear antara kerapatan mangrove terhadap kepadatan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara menghasilkan model hubungan antara kepadatan makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225. Koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh adalah sebesar 0,7526 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kepadatan makrozoobenthos sebesar 75,26%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r = 0,867 (Gambar 5) artinya antara kerapatan mangrove dengan kepadatan makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat. Hal ini sesuai dengan Rumalutur (2004) yang menyatakann kerapatan mangrove baik dilihat pada tingkat pohon, semai dan pancang berpengaruh signifikan terhadap kepadatan makrozoobenthos. Secara ekologi peranan mangrove di perairan laut membantu perputaran mata rantai makanan dengan menyediakan makanan berupa serasah daun bagi organisme penetap Timbal balik yang diberikan oleh komunitas makrozoobenthos adalah membantu mangrove dalam mendapatkan nutrien dengan cara membantu proses dekomposisi material organik menjaga keseimbangan ekosistem mangrove (Faiqoh dkk., 2016). Hasil analisis regresi linear antara kandungan substrat (Corganik) terhadap kepadatan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara menghasilkan model hubungan antara kepadatan makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x 323,8. Koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh adalah sebesar 0,776 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kepadatan makrozoobenthos sebesar 77,6%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r = 0,881 (Gambar 6) artinya antara kandungan C-organik dengan kepadatan makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat. Pamuji dkk (2015) menyatakan kepadatan makrozoobenthos disebabkan karena material-material padatan yang terbawa arus dan

7 mengendap mengandung tekstur yang cocok bagi organisme benthos, selain karena tekstur yang cocok faktor lain adalah karena material yang mengendap yang mengandung kadar bahan organik yang tinggi sebagai pendukung kehidupan hewan makrozoobenthos. Selanjutnya Tis in (2008) tidak semua makrozoobenthos memiliki asosiasi atau hubungan yang erat dengan vegetasi mangrove. Kerapatan mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan organik yang terdapat pada lingkungan yang mendukung pertumbuhan dekomposer untuk melakukan penguraian bahan organik, seperti oksigen terlarut (DO), salinitas dan substrat. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa kerapatan mangrove dan kandungan substrat (C-Organik) berkorelasi sangat kuat dan nyata terhadap kepadatan makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Daftar Pustaka Bengen, D. G. 2004. Pedoman Teknis: Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor. Dharma, B. 2005. Recent & Fossil Indonesian Shells. PT. Ikrar Mandiriabadi. Indonesia. Faiqoh, E., H. Hayati dan K. Yudiastuti. 2016. Studi Komunitas Makrozoobenthos di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Penyu Tanjung Benoa Bali. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Udayana. Bali. Noor, R.M, M. Khazali dan I.N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetland Programme. 227 hal. Pamuji, A., M. R. Muskananfola dan C. A in. 2015. Pengaruh Sedimentasi Terhadap Kepadatan Makrozoobenthos di Muara Sungai Betahwalang Kabupaten Demak. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang, Rumalutur, L. M. 2004. Komposisi Jenis Gastropoda pada Komunitas Hutan Mangrove di Pulau Tameni dan Pulau Raja Desa Gita, Kabupaten Halmahera Tengah Maluku Utara (Skripsi). Program Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel, G., D. Robert dan J.H. Torrie. 1980. Prinsip Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Gramesia Pustaka Utama. Jakarta. Tis in, M. 2008. Tipologi Mangrove dan Keterkaitannya dengan Populasi Gastropoda Littorina neritoides (LINNE, 1758) di Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

8