BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dianalisis dengan uji one way ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test membuktikan bahwa adanya perbedaan pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak terhadap kerusakan alveolus paru tikus yang dipapar asap rokok antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kerusakan alveolus paru tikus pada penelitian ini dinilai berdasarkan adanya oedema paru, infiltrasi sel radang, destruksi septum alveolar. Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol normal (Kkn) dan kelompok kontrol negatif (Kk-), kelompok kontrol negatif (Kk-) dan kelompok perlakuan III (PIII). Kelompok kontrol normal yang tidak mendapatkan paparan asap rokok maupun tidak biberikan ekstrak daun sirsak dengan 3 ekor tikus mempunyai gambaran kerusakan alveolus ringan. Gambaran seperti ini didapatkan disebabkan variabel luar yang tidak bisa dikendalikan seperti kondisi psikologik tikus, imunitas tikus, pathogenesis suatu zat yang dapat merusak struktur histologis paru, regenerasi masing-masing tikus dan keadaan lingkungan sekitar. Perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol normal dan kelompok kontrol negatif disebabkan pada kelompok kontrol negatif mendapat paparan asap rokok yang mengandung radikal bebas yang menyebabkan stress oksidatif sehingga menimbulkan kerusakan pada muccociliary clearance. Bulu-bulu getar, reflek 44
45 batuk, dan makrofag alveolar tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga tidak dapat membuang artikel atau bakteri yang masuk ke dalam paru kondisi ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang masuk ke dalam paru. Makrofag dan neutrofil yang berkumpul membebaskan granulanya yang kaya akan beragam protease sel sehingga meningkatkan aktivitas protease dan menyebabkan pelepasan neutrofil elastase. Peningkatan neutrofil elastase akan menyebabkan ketidakseimbangan antara enzim α1-antitripsin dengan neutrofil elastase dan penurunan kadar α1-antitripsin menyebabkan proteksi terhadap jaringan parenkim paru berkurang sehingga terjadi destruksi dinding alveoli. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2014), asap rokok menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan peroksidasi lipid yang akan menimbulkan kerusakan sel, inflamasi, dan faktor kemotatik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotriene B 4 yang merangsang neutrofil melepaskan protease yang dapat merusak jaringan ikat parenkim paru dengan menyebabkan terjadinya elastisitas berlebihan pada paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar.
46 A B Gambar 5.9. Gambaran mikroskopi struktur alveolus pada kelompok kontrol normal (A) dan kelompok kontrol negatif (B) dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (400x) Keterangan: Edema Infiltrasi Sel Radang Destruksi Septum Alveolar Penelitian ini juga didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan III. Ekstrak daun sirsak diberikan pada kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II, dan kelompok perlakuan III dengan dosis yang berbeda untuk mengetahui pengaruh zat zat yang terkandung dalam ekstrak daun sirsak terhadap kerusakan alveolus paru tikus, karena pada ekstrak daun sirsak memiliki kandungan annonaceous acetogenin, flavonoid, terpenoid, alkaloid, polifenol, saponin, dan tanin yang berperan sebagai anti tumor, anti mikroba, anti parasit, dan anti virus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irfan (2014) seiring peningkatan dosis perlakuan ekstrak etanol daun sirsak, jumlah nilai kerusakan paru mencit semakin menurun. Penelitian ini didapatkan hasil bahwa ekstrak daun sirsak tidak dapat mengurangi kerusakan alveolus paru tikus. Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak daun sirsak dengan dosis paling tinggi mempunyai gambaran mikroskopik
47 alveolus paru paling rusak, yaitu pada kelompok perlakuan III. Terdapat kerusakan ringan 1 ekor dan kerusakan sedang 4 ekor. Perbedaan pada penelitian ini terjadi kemungkinan dipengaruh oleh beberapa faktor. Pertama, daun sirsak diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%, etanol merupakan pelarut yang memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang beragam dapat terekstraksi lebih sempurna, etanol memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah pemisahannya dengan komponen aktif dalam daun sirsak. Jika etanol pada penelitian ini tidak dipisah dengan komponen aktif dalam daun sirsak secara sempurna akan mempengaruhi pada hasil kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak. Kedua, pada proses pengenceran ekstrak daun sirsak memakai pelarut PEG (polietilen glikol). PEG sebagai pelarut yang dapat meningkatkan penyebaran obat di dalam tubuh dan tidak beracun, tetapi pada PEG membutuhkan perhatian ketika menyimpan ekstrak yang sudah diencerkan, jika disimpan pada ruang dengan suhu terlalu tinggi kemungkinan ekstrak akan rusak dan memberikan efek yang tidak diharapkan. Ketiga, dosis ekstrak daun sirsak pada kelompok perlakuan III ini terlalu tinggi dan menjadi bahan toksik. Terakhir, faktor yang tidak bisa dikendalikan seperti kondisi psikologik tikus, imunitas tikus, patogenesis suatu zat yang dapat merusak struktur histologis paru, regenerasi masing-masing tikus dan keadaan lingkungan sekitar.
48 B C Gambar 5.10. Gambaran mikroskopi struktur alveolus pada kelompok kontrol negatif (B) dan kelompok perlakuan III (C) dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (400x) Keterangan: Edema Infiltrasi Sel Radang Destruksi Septum Alveolar Penelitan ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif (Kk-) dan kelompok perlakuan I (PI), kelompok perlakuan I (PI) dan kelompok perlakuan II (PII), kelompok perlakuan II (PII) dan kelompok perlakuan III (PIII). Pada kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan I tidak didapatkan perbedaan yang bermakna disebabkan karena dosis ekstrak daun sirsak 3,06 mg/200 g BB yang diberikan adalah dosis minimal sehingga efek dari ekstrak terhadap kerusakan alveolus paru belum maksimal. Analisis data perbandingan antara kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan I, perlakuan II dan perlakuan III mendapatkan hasil perbedaan yang tidak signifikan pada rata-rata kerusakan alveolus paru. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun sirsak dengan dosis 3,06 mg/ 200 g BB, 6,12 mg/200 g BB dan 12,24 mg/200 g
49 BB memiliki selisih yang tidak jauh berbeda terhadap kerusakan alveolus paru tikus. Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan, baik itu keterbatasan waktu dan tempat melakukan ekstrak daun sirsak maupun alat yang dipakai, untuk melakukan penelitian dan analisa data juga memerlukan waktu yang cukup lama.