Program Peningkatan Kemampuan Pemasok secara Efektif Nike 1. Apa persoalan yang perlu diselesaikan?

dokumen-dokumen yang mirip
Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi Kasus tentang merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM Program Kluster Tirisano UNIDO

CONTOH SARANA DAN PROGRAM ILO TINGKAT PERUSAHAAN

Pertumbuhan inklusif

KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. di bidang produksi atau pembuatan kertas rokok (cigarette paper). Produk kertas

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. output. Manajemen operasi dapat di terapkan pada perusahan manufaktur maupun jasa.

Pembahasan Materi #5

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

Profil. Yayasan Swiss untuk kerjasama Teknis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN RANCANGAN HIPOTESIS

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

1. PENDAHULUAN. Universitas Kristen Petra

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No BAB I PENDAHULUAN

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN

Profil. Yayasan Swiss untuk Kerja Sama Teknis

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

Pengembangan keterampilan melalui publicprivate partnership (PPP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

Kebijakan Pengungkap Fakta

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, persaingan di Indonesia dituntut untuk mampu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths

Australia Awards Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Audit..., Prasasti, Fakultas Ekonomi 2015

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penelitian ini untuk menguji dampak kebermanfaatan penerapan e-

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan

CHAPTER 8 PERENCANAAN STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian

KONSEP SISTEM INFORMASI

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA.

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

MRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria kepuasan konsumen seperti ketepatan dalam pengiriman, cost yang

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BAB I PENDAHULUAN. mengirimkan produk atau jasa ke pelanggan. Apapun bentuk sektor industri baik

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

Protokol Kebebasan Berserikat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kursus pelatihan untuk pembuat kebijakan tentang produktivitas dan kondisi kerja di UKM

Prinsip Pertanggungjawaban Sosial Daimler

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu

Indorama Ventures Public Company Limited

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

AKTIFITAS GUDANG & PENANGANAN BAHAN

Pembahasan Materi #8

Materi 8. deden08m.com 1

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

Inisiatif Accountability Framework

BAB II PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Apa itu Lean Manufacturing dan Bagaimana Cara Penerapannya?

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

BAB I PENDAHULUAN. Industri garmen merupakan industri yang cukup besar di Indonesia. Dengan

PENJABARAN KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA JENJANG KUALIFIKASI V KE DALAM LEARNING OUTCOMES

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING UMKM

BUDAYA KEAMANAN NUKLIR

Transkripsi:

Studi Kasus dalam merancang intervensi tingkat perusahaan mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM Program Peningkatan Kemampuan Pemasok secara Efektif Nike 1. Apa persoalan yang perlu diselesaikan? Pengolahan garmen yang dikaitkan dengan rantai suplai global adalah sumber pekerjaan yang besar di berbagai negara berkembang dan negara yang sedang berkembang dengan pesat (emerging countries). Pengolahan garmen juga sering dianggap sebagai industri perintis untuk diversifikasi yang berorientasi pada ekspor. 1 Sementara integrasi perusahaan pemasok dalam rantai suplai global melibatkan akses pasar yang luas dan dapat menawarkan kesempatan untuk melakukan peningkatan (upgrading), hal ini juga merupakan ketentuan dan tekanan yang menantang. Secara khusus, dalam industri garmen, ada kecenderungan yang semakin meningkat pada permintaan akan waktu produksi yang lebih singkat, pesanan dalam jumlah kecil, produk dan gaya yang semakin beragam, serta harga satuan yang lebih murah. Di samping itu, ada beberapa kekhawatiran bahwa kecenderungan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi kerja, terutama jam kerja yang lama, pekerjaan berbahaya dan upah kecil. Kondisi kerja yang buruk sebaliknya akan menjadi perhatian yang meningkat bagi sebagian buyer internasional, mereka mengharapkan pemasok mematuhi peraturan tenaga kerja dan lingkungan hidup tertentu, di samping mengirim barang dengan harga, jadwal waktu dan pertimbangan bisnis utama lainnya. Nike sudah memiliki beberapa program untuk menilai dan melatih pemasoknya dengan tujuan untuk mengatasi tantangan dalam pengelolaan rantai suplai dan kondisi kerja. Studi kasus ini difokuskan pada program peningkatan kapasitas untuk mempromosikan praktek manajemen Lean Manufacturing di kalangan pemasok pakaian. 1 Catatan: studi kasus ini sebagian besar didasarkan pada Distelhorst et. al. 2015 Does Lean Improve Labor Standards? Management and Social Performance in the Nike Supply Chain.

2. Apa jenis intervensi yang kita bicarakan? Nike telah memperkenalkan program kemampuan pemasok Lean manufacturing: program ini mencakup pelatihan tentang Lean manufacturing, promosi penerapan praktek Lean manufacturing, dan penilaian untuk memperkuat penerapan praktek-praktek Lean manufacturing di kalangan pemasok. Program ini bertujuan untuk mendukung pemasok dalam mengatasi masalah waktu produksi yang lebih singkat secara lebih efektif dan masalah jumlah pesanan yang kecil, serta meningkatkan efisiensi mereka secara keseluruhan, disamping juga menghasilkan peningkatan kondisi kerja. Sistem Lean Nike ini merupakan adaptasi dari sistem produksi Toyota terkenal yang diterapkan untuk industri sepatu, kemudian garmen, dan pengolahan. Sistem Lean Nike ini memiliki beberapa elemen penting, melibatkan: upaya untuk mengidentifikasi aliran nilai yang utama dan mengorientasikan produksi berdasarkan konsep ini, mengimbangi proses produksi dengan menggunakan takt-time 2, menghapus limbah dengan cara mengurangi penyangga inventaris (inventory buffer) dan pekerjaan yang sedang berlangsung (WIP); meningkatkan partisipasi operator dalam mengendalikan mutu dan menyelesaikan masalah untuk mencapai peningkatan secara berkelanjutan; meningkatkan stabilitas operasional dengan pekerjaan yang sudah distandarisasikan dan tehnik pengelolaan secara visual (Distelhorst et. al. 2015: 8). Setelah mengembangkan dan melaksanakan program ini di kalangan pemasok sepatunya, Nike mengirim program ini ke pemasok pakaiannya. Terkait target, program ini difokuskan pada pemasok yang memiliki hubungan kerja yang lama dengan Nike, dimana banyak di antaranya berasal dari negara berkembang dan negara yang sedang berkembang dengan pesat (emerging countries) antara lain Thailand, India, China, Sri Lanka, Vietnam, dan Malaysia. 2 Tak-time dihitung sebagai waktu ketersediaan untuk melaksanakan kegiatan produksi dibagi permintaan konsumen

Langkah penting dalam melaksanakan program ini di kalangan produsen pakaian disajikan di bawah ini. Nike memilih dan mengundang pemasok untuk berpartisipasi dalam pelatihan Pemasok berkomitmen untuk melaksanakan praktek lean manufacturing di pabrik mereka dan memastikan partisipasi dalam pelatihan Dengan dukungan NIKE, pemasok mengembangkan rencana untuk melaksanakan lean manufacturing di pabrik mereka Pelatihan 8 minggu diadakan untuk para manajer di balai latihan Sri Lanka Pemasok melaksanakan praktek pengolahan yang efektif NIKE mengesahkan pelaksanakan elemenelemen penting dari sistem efektif dan pemahaman manajemen tentang tehnik-tehnik yang efektif Nike melaporkan berbagai manfaat yang diperoleh dari program ini dalam hal kinerja bisnis. Sebagai contoh, untuk tahun anggaran 2010-2011, mengindikasikan hal-hal berikut: pengurangan tingkat produk cacat sebesar 50% waktu produksi 40% lebih cepat produktivitas meningkat sebesar 20% 30% pengurangan waktu yang dibutuhkan untuk memperkenalkan produksi model baru Walaupun program ini difokuskan pada sistem dan praktek Lean manufacturing, namun juga berhasil meningkatkan kondisi kerja. Para peneliti independen telah menganalisa data dari penilaian terhadap kepatuhan pekerja di 304 pemasok Nike di Negara-negara negara yang sedang berkembang dengan pesat (emerging

countries) (68 di antaranya telah mengadopsi praktek Lean manufacturing), untuk mengetahui apakah ada kaitan antara penerapan Lean manufacturing dengan peningkatan kondisi kerja seperti yang dijumpai dalam laporan pemantauan tentang kepatuhan pekerja untuk pabrik-pabrik ini. Mereka melihat data dari Negara-negara yang sedang berkembang dari waktu ke waktu tentang perusahaan yang telah melaksanakan Lean manufacturing dan yang tidak melaksanakannya, dan mereka mengontrol faktor-faktor berpengaruh lainnya. Analisa ini menunjukkan bahwa bagi perusahaan-perusahaan tersebut, penerapan praktek Lean manufacturing ini telah berhasil mengurangi tingkat ketidakpatuhan terhadap peraturan tenaga kerja sebesar 15%, terutama peraturan yang terkait dengan kompensasi dan waktu kerja. Sifat perubahan kepatuhan ini (yang difokuskan pada kompensasi dan jam kerja) menunjukkan bahwa kaitan antara penerapan praktek manajemen Lean manufacturing dengan kondisi kerja sebagian besar dapat dijelaskan melalui fakta bahwa Lean manufacturing telah menyebabkan perubahan praktek tenaga kerja dan SDM. Secara khusus, Lean manufacturing membutuhkan investasi yang lebih besar untuk mengadakan pelatihan untuk para pekerja dan kebijaksanaan yang lebih besar dari para pekerja, karena pekerja dalam sistem yang efektif diharapkan melaksanakan tugas yang berada di luar tugas yang diwajibkan dalam sistem produksi masal yang standar: sebagai contoh, pekerja dilibatkan dalam upaya untuk memecahkan masalah bersama dan ikut mengawasi mutu di area kerja mereka. Tingkat partisipasi yang lebih tinggi dari para pekerja dan investasi di bidang pelatihan pekerja menunjukkan bahwa manajer punya insentif untuk meningkatkan kondisi kerja agar dapat memberi motivasi dan mempertahankan pekerja terampil. Cara lain yang juga dapat digunakan untuk menjelaskan kaitan antara Lean manufacturing dengan peningkatan kondisi kerja adalah sistem manajemen: Lean manufacturing menghasilkan peningkatan kapasitas manajemen dan proses yang lebih efektif, yang dapat memfasilitasi kepatuhan terhadap aspek-aspek tertentu dari peraturan tenaga kerja, seperti peraturan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Analisa tentang data dalam penelitian ini tidak melihat adanya bukti bahwa mekanisme di perusahaan-perusahaan tersebut telah dikaji, namun beberapa penelitian lain mengusulkan bahwa ini adalah dimensi yang penting dari hubungan antara Lean manufacturing dengan kondisi kerja.

Fokus Nike pada upaya untuk mempromosikan Lean manufacturing dalam rantai suplainya terus dilakukan sejak program ini mulai dilaksanakan. Nike terus berupaya meningkatkan kemampuan pemasoknya dan telah merevisi dan mengembangkan program Lean Nike untuk mencakup elemen Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Di samping itu, Lean manufacturing juga telah dimasukkan dalam peraturan Code Leadership Nike. Ini adalah peraturan dimana para pemasok Nike dinilai dan diberi peringkat secara berkala, sehingga memberi implikasi terhadap hubungan bisnis mereka. Penerapan praktek Lean manufacturing merupakan salah satu syarat untuk dapat diberi peringkat yang lebih tinggi dalam skema ini. 3. Faktor keberhasilan dan pelajaran yang diperoleh Nilai bersama (Shared value) Program Lean manufacturing Nike yang difokuskan pada upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan memberi manfaat usaha serta memberi hasil sosial yang positif dalam hal kondisi kerja yang lebih baik. Program ini menciptakan nilai untuk berbagai pemangku kepentingan: ia memberi keuntungan kepada pemasok, yang menikmati produktivitas, mutu dan kemampuan yang lebih tinggi untuk memenuhi permintaan buyer, program ini juga memberi manfaat kepada para pekerja, yang melihat perubahan positif pada kondisi kerja mereka, dan program ini juga memberi manfaat kepada buyer, yang memperoleh keuntungan dari rantai suplai yang lebih efisien dan resiko reputasi yang lebih kecil akibat kondisi kerja yang buruk. Nilai bersama yang diciptakan program ini dapat menjadi faktor penting dalam memfasilitasi mekanisme penguatan diri melalui perubahan-perubahan positif yang dapat diperoleh para pemangku kepentingan. Hubungan rantai suplai dengan peran lead buyers Di sektor-sektor seperti pakaian dan sepatu, beberapa lead buyers skala besar biasanya memiliki pengaruh besar, terutama pemasok lapisan pertama. Fakta bahwa program ini ditawarkan oleh seorang buyer adalah faktor penting yang mempengaruhi partisipasi para pemasok. Di samping itu, fakta bahwa pelaksanaan praktek Lean manufacturing diverifikasi oleh buyer tersebut dan dimasukkan ke dalam formulir penilaian kemungkinan besar akan menjadi insentif dalam menerapkan praktek-praktek Lean paska pelatihan.

Dalam menetapkan target untuk program Lean-nya, Nike memfokuskan perhatiannya pada para pemasok yang telah lama menjalin hubungan kerja dengannya. Hubungan kerja yang lama dan alih daya secara berkelanjutan adalah faktor penting yang mempengaruhi komitmen para pemasok terhadap program dan upaya peningkatan. Komitmen, kapasitas dan kelangsungan Program ini adalah program yang besar. Nike sudah memiliki staf terlatih, mendirikan fasilitas pelatihan, dan stafnya memiliki partisipasi besar selama bertahun-tahun dengan para pemasok baik di tingkat pimpinan maupun operasional. Oleh karena itu, intervensi ini memperoleh manfaat dari investasi besar yang ditanamkan Nike serta dari hubungan dan pengaruhnya dalam rantai suplai. Program yang memungkinkan Lean juga membutuhkan komitmen dan investasi substantif dari para pemasok. Program ini mewajibkan partisipasi para manajer senior dalam program pelatihan residensial selama 8 minggu, mereka diharapkan untuk menutup biaya pelatihan, dan memiliki kemauan untuk melaksanakan perubahan-perubahan besar dalam organisasi kerja di pabrik masing-masing.