TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Metakognisi adalah keterampilan untuk mengontrol ranah atau aspek kognitif.

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Instrumen adalah alat yang digunkan untuk mengumpulkan data dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

I. PENDAHULUAN. untuk menghasilkan siswa yang berkualitas. Siswa yang berkualitas adalah siswa

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. ingin terus belajar. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sardiman (2007 : 76)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA

15. Metode Discovery

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. kosong dari sebagian besar pendidikan, terutama pada akhir abad ke-19

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

KERANGKA TEORETIS. Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Gita Nurliana Putri, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam memecahkan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan,

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

I. PENDAHULUAN. individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR. bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KERANGKA TEORITIS. Istilah metakognisi pertama kali diperkenalkan Flavell pada tahun 1976.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

BAB II KAJIAN TEORI. dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. kerangka pikir yang merupakan perpaduan antara variabel satu dengan variabel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

Belajar adalah perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tentang. pengertian belajar itu sendiri sudah banyak dikemukaan oleh para ahli

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi mengapa ada orang yang belajar dan mengingat lebih dari yang lainnya. Secara etimologis, istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan metacognition berasal dari dua kata yang dirangkai, yaitu meta dan kognisi (cognition). Keterampilan kognitif dan metakognisi, sekalipun berhubungan tetapi berbeda, keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan keterampilan metakognisi diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan menurut Rivers dalam Corebima (2006:10). Vacca (1989: 223) mengemukakan bahwa: Pengetahuan metakognisi merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengalaman metakognisi melibatkan strategi atau pengaturan metakognisi. Strategi metakognisi merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses ini terdiri dari: (1) Perencanaan; (2) Pemantauan; (3) Evaluasi.

Metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya 8 belajar dilakukan yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitasaktivitas sebagai berikut menurut Project (2008:1): (1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar; (2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar; (3) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar; (4) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok; (5) Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu; (6) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya. Pernyataan di atas dapat jelaskan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar dapat dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn sebagaimana disebutkan di atas maka hasil optimal akan mudah dicapai. Pengetahuan metakognisi didapat dari pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran, serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Savage dan Amstrong dalam Yamin (2012: 71) mengemukakan bahwa ada dua strategi belajar metakognitif yaitu (1) berpikir dengan keras (thinking aloud) (2) berpikir dengan membayangkan (visualizing thinking). Penjelaskan tersebut bahwa dalam pendekatan berpikir dengan keras menghendaki siswa untuk menerangkan proses berpikir adalah untuk pendekatan suatu tugas atau suatu kegiatan. Berpikir dengan membayangkan adalah teknik untuk membantu siswa memonitor proses berpikirnya dengan memfokuskan siswa tersebut pada hal-hal yang perlu untuk suatu tugas.

Menurut Blakey dalam Ibrahim (2005:12), strategi untuk mengembangkan 9 keterampilan metakognisi adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi apa yang kamu ketahui dan apa yang tidak kamu ketahui ; (2) Membahas tentang berpikir; (3) Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri; (4) Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi. Anderson dan Krathwohl (2001:1) mengemukakan bahwa: Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri. Pengetahuan kognitif cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang proses kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif. Menurut pendapat tersebut bahwa pengetahuan tentang kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang siswa tentang proses berpikirnya itu dengan pengetahuan tentang strategi strategi belajar yang digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu. Metakognisi yaitu pengetahuan dan keterampilan dapat diajarkan, dilatihkan, atau dikembangkan, jadi berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa pakar di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara sederhana metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan seseorang tentang kognisinya serta kemampuan siswa dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir. Anderson dan Krathwohl (2001:1) mengemukakan tiga aspek dari pengetahuan metakognisi, yaitu: (a) Pengetahuan strategi (strategic knowledge), (b) Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional, dan (c) Pengetahuan diri (self-knowledge).

Flavel (dalam Livingston :1997) membagi pengetahuan kognitif ke dalam tiga 10 kategori, yaitu (a) Variabel pengetahuan diri (individu), (b) Variabel tugas, dan (c) Variabel strategi. Pendekatan keterampilan metakognisi menurut Suzana (2003: 29) yaitu: Pendekatan keterampilan metakognisi sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar. Pendekatan keterampilan metakognisi menurut Wahyuni (2008: 14) adalah sebagai berikut: (1) Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami; (2) Pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah besserta alasannya; (3) Pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaan. Menurut pendapat tersebut bahwa metakognisi memainkan peran yang sangat penting dalam kesuksesan belajar siswa. Mengembangkan pengetahuan metakognisi penting sekali untuk mempelajari aktivitas dan belajar untuk membantu siswa menentukan bagaimana mereka dapat belajar lebih baik dalam memanfaatkan sumber daya kognitif mereka yaitu dengan cara meningkatkan keterampilan metakognisinya.

2. Motivasi Belajar 11 Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Menurut Eysenck dalam Slameto (2003:170): Motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap dan sebagainya. Menurut Sukmadinata (2007 : 61) mengungkapkan: Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan. Pengertian motivasi diatas, dijelaskan bahwa manusia memiliki tujuan dan harapan dari semua kegiatan yang dilakukan dalam hidupnya. Begitu pula dengan setiap siswa yang mengharapkan keberhasilan dalam proses belajarnya. Motivasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas yang

mendukung keberhasilan belajar. Motivasi berasal dari kata motive atau 12 motion yang berasal dari bahasa inggris yang berarti penggerak. Motivasi merupakan faktor penting dalam kehidupan terutama dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Hal ini dipertegas oleh Sukirman (2011: 29) beberapa peranan penting motivasi dalam proses pembelajaran, antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar. Lebih lanjut Hamalik (2004: 161), mengemukakan tentang fungsi motivasi yaitu: (a) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar; (b) motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan; (c) motivasi berfungsi sebagai penggerak, besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa siswa akan aktif yaitu dengan menumbuhkan motivasinya, diperkuat lagi dengan adanya cara untuk menumbuhkan motivasi siswa, hal ini membantu dalam proses kegiatan pembelajaran yaitu untuk mencapai hasil belajar yang baik. Proses didalam pembelajaran pelaksanaannya sangat memerlukan motivasi, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Jadi motivasi dapat berfungsi sebagai dorongan, pengarah dan penggerak siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik pada diri siswa.

Hamalik (2004: 162 163), membagi motivasi menjadi 2 jenis yaitu: 13 (1). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang sebenarnya yang timbul dalam diri siswa sendiri dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional, seperti keinginan untuk mendapatkan keinginan tertentu; (2). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor faktor dari luar situasi belajar, seperti penghargaan, persaingan dan hukuman. Bahwa keinginan, tujuan, dan kebutuhan dalam diri seseorang akan berbeda dengan yang lain. Dorongan atau motivasi yang terdapat dalam diri seseorang dapat dilihat dari karakteristik individu atau orang itu sendiri. 3. Hasil Belajar Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa besar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tersebut. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2004: 155), hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 20), hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

14 Menurut Hamalik (2004: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendapat di atas mengartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami pembelajaran dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar siswa, yaitu: (a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) meliputi kesehatan intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar; (b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa keberhasilan dari proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersal dari dalam diri siswa (faktor internal). Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, maka seorang siswa harus bisa mengelola faktor-faktor ini dengan baik terutama faktor yang berasal dari dalam dirinya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa.

Kirkpatrick dalam Harun dan Mansur (2007: 3) menyarankan tiga komponen 15 yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan dan atau perubahan sikap, dapat digunakan paper-and-pencil test (tes tertulis) sebagai alat ukurnya. Evaluasi hasil belajar untuk meningkatkan keterampilan siswa dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya. Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom, dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 26): Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu: (a) Ranah Kognitif yang terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi;(b) Ranah afektif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup;(c) Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas. Pendapat di atas, dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan, dimana hasil belajar yang dimaksud mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Arikunto (2007: 95), hasil belajar untuk ranah psikomotor dibagi menjadi beberapa aspek keterampilan pokok, yaitu melakukan percobaan, menganalisis hasil percobaan, menghubungkan percobaan dengan teori, mempresentasikan hasil, dan memecahkan prediksi pertanyaan. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar, yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar maupun

dari luar dirinya. Berdasarkan pendapat Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang 16 mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern yaitu: (1) Faktor intern: faktor jasmaniah,keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kedua, kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar dan faktor psikologis,ada tujuh faktor yang tergolong dalam faktor psikologis. Faktor- faktor itu meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan; (2) Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar antara lain: faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat. Memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-penyebab terhambatnya pembelajaran. 4. Metode Discovery Metode discovery atau pembelajaran penemuan merupakan metode mengajar yang mengatur pengajaran sehingga siswa tersebut memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery, pembelajarannya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan bimbingan serta arahan kepada siswa. Metode discovery menurut Suryosubroto (2002: 192) diartikan sebagai

suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, 17 manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Menurut Gilstrap dalam Suryosubroto (2002: 197) langkah-langkah pelaksanaan metode discovery adalah sebagai berikut: (1) Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan realistis untuk mengajar dengan penemuan; (2) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajari; (3) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam belajar dengan penemuan; (4) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan peranan penemuan;(5) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan untuk merangsang belajar dengan penemuan. Sedangkan langkah-langkah pembelajaran yang berorientasi discovery menurut Hamalik (2006: 220) adalah: (1) Mengidentifikasi dan merumuskan topic; (2) Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta; (3) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2; (4) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul; (5) Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai preposisi tentang fakta. Langkah-langkah pelaksanaan pada metode discovery ini dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar discovery tersebut. Didalam langkah-langkah pelaksanaanya dapat membimbing siswa aktif melakukan metode pembelajaran discovery, guru berperan membimbing siswa-siswa nya dalam melaksanakan metode discovery tersebut. Hamalik (2006: 187) menyatakan bahwa metode discovery paling baik bila dilaksanakan dalam kelompok belajar yang kecil, namun dapat juga dilaksanakan

18 dalam kelompok belajar yang lebih besar. Metode discovery dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah yaitu: (1) Sistem satu arah (ceramah reflektif) struktur penyajian sistem satu arah dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah tersebut melalui langkah-langkah discovery; (2) Sistem dua arah (Discovery terbimbing) sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat/benar. Gaya pengajaran demikian, oleh Cagne disebut sebagai guidd discovery. Dalam sistem ini, guru perlu memiliki keterampilan memberikan bimbingan. Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa merode discovery dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah dan dua arah. Pada komunikasi satu arah, guru memberikan masalah kepada siswa, selanjutnya guru memecahkan masalah itu dengan menggunakan langkah-langkah discovery, sedangkan pada komunikasi dua arah guru memberikan masalah dan siswa dapat memecahkan masalah dengan menggunakan langkah-langkah discovery, serta guru membimbing siswa tersebut. Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Herdy (2010: 179) sebagai berikut: (1) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir; (2) Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat; (3) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat; (4) Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks; (5) Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. Keunggulan metode discovery tersebut dapat dikatakan bahwa siswa yang aktif dalam belajar sehingga hasil belajar tersebut dapat bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajar dengan metode discovery ini mempunyai efek transfer yang

lebih baik dari pada hasil lainnya dan dapat meningkatkan penalaran siswa dan 19 kemampuan untuk berpikir. Metode discovery ini melatih keterampilanketerampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain karena metode ini melatih siswa lebih banyak belajar secara sendiri. Tetapi metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan metode ini maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dengan dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan memberikan informasi secara singkat kepada siswa. B. Kerangka Pikir Proses pembelajaran saat ini lebih menekankan pada kemampuan kognitif siswa, sedangkan kemampuan afektif siswa diabaikan. Terlebih lagi dengan cara-cara guru mengajar yang hanya mentransfer pengetahuan begitu saja tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna terlebih dahulu pengalaman belajarnya dan oleh karena itu diperlukan penerapan suatu metode pembelajaran. Metode pembelajaran tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa sehingga tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Salah satu alternatif metode yang digunakan yaitu metode discovery (pembelajaran penemuan). Metode discovery dalam proses pembelajarannya guru berperan sebagai fasilitator, dan guru memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa.

Setiap siswa yang melakukan kegiatan belajar secara aktif mempunyai 20 kesempatan untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan banyak faktor, salah satunya adalah keterampilan metakognisi siswa tersebut. Pembelajaran melalui keterampilan metakognisi dapat mengembangkan siswa dalam kemampuan berpikir. Siswa yang menggunakan keterampilan metakognisi dengan baik memiliki kepercayaan bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah didalam pelajaran dengan baik, dapat menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan belajar tersebut, dan memilih alternatif untuk mencapai tujuan belajar tersebut. Oleh karena itu, keterampilan metakognisi sangat diperlukan disini untuk mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor lain diduga ikut berpengaruh terhadap hasil belajar adalah motivasi belajar. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang mendorong siswa untuk giat belajar yang timbul dari diri siswa. Motivasi yang tinggi akan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan penuh rasa tanggung jawab, sehingga akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Dengan demikian, jika siswa memiliki keterampilan metakognisi yang baik, maka siswa akan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar dengan sungguh-sungguh sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien dan dapat menghasilkan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penggunaan metode pembelajaran discovery dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penilaian awal motivasi siswa berupa angket yang bertujuan

21 mengetahui nilai motivasi dari masing-masing siswa. Dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbandingan dengan penilaian akhir motivasi pada akhir pembelajaran. Kemudian memberikan perlakuan yaitu pembelajaran dengan metode discovery pada kelas VIII B sebagai kelas ekperimen. Pembelajaran ini menuntut siswa berinteraksi secara aktif terhadap konteks dan konten pembelajaran. Setelah dijalankan penggunaan metode pembelajaran tersebut, maka dilakukan kembali penilaian motivasi berupa angket yang dibagikan kepada masing-masing siswa. Motivasi ini nantinya sebagai acuan terhadap penilaian motivasi sebelumnya sehingga dapat terlihat seberapa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Selanjutnya kelas ekperimen diberi posttest untuk mengetahui keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa IPA fisika. Dalam hal ini keterampilan metakognisi dan hasil belajar dimaksudkan sebagai penilaian pada akhir pembelajaran. Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Keterampilan metakognisi (X 1 ) dan Motivasi belajar (X 2 ), sedangkan variabel terikatnya adalah Hasil belajar fisika (Y 1 ), dan variabel moderatornya adalah Metode discovery (Z). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya, maka dapat dijelaskan dalam paradigma pemikiran pada Gambar 2.1.

22 X 1 R 1 R 12 Y R 2 X 2 Gambar 2.1 Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat Keterangan : X 1 : Keterampilan metakognisi X 2 : Motivasi belajar Y : Hasi belajar R 1 : Keterampilan metakognisi (X 1 ) terhadap hasil belajar (Y) R 2 : Motivasi belajar (X 2 ) terhadap hasil belajar (Y) R 12 : Keterampilan metakognisi (X 1 ) dan Motivasi belajar (X 2 ) terhadap hasil belajar (Y) C. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi siswa terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.