MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

Murabahah Anuitas Perspektif Baru Lembaga Keuangan Syariah

ANUITAS DI PERBANKAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

ED PSAK 102. akuntansi murabahah. exposure draft

Analisis Penerapan PSAK 102 di BMT itqan dalam Kaitannya dengan Pembiayaan Murabahah

BAB VI PENUTUP. (Akuntansi Murabahah) dan fikih muamalah. Dalam rangka meningkatkan dan

BAGIAN III AKAD JUAL BELI

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

PENERAPAN METODE PENGAKUAN KEUNTUNGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH (AT TAMWIL BI AL MURABAHAH) PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah

Rizky Andrianto. Evony Silvino Violita. Program Studi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Islam atau di Indonesia disebut perbankan syariah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

Ruang Lingkup PSAK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Terbukti dengan bermunculannya bank umum syariah lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. pada Al Qur an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain, Bank syari ah adalah

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan hidup, terutama kebutuhan

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

Analisis Penerapan PSAK 102 Untuk Akad Murabahah Dalam Pembiayaan Kepemilikan Rumah pada PT. Bank BJB Syariah KCP Tangerang

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BABl PENDAHULUAN. Lembaga keuangan syariah lahir sebagai akibat adanya rasa

BAB IV. Analisa Hukum Islam Terhadap Penentuan Margin Pembiayaan Mud{a>rabah Mikro (Study Kasus Di BMT As-Syifa Taman Sidoarjo).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Sistem perbankan ganda (sistem konvensional dan sistem syariah)

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Akuntansi Akad Murabahah pada KJKS BMT Al Fath

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bank syari ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

ANALISIS PERBEDAAN DAN DAMPAK KEUANGAN DARI PENERAPAN PSAK 102 DENGAN PSAK 50, 55, DAN 60 PADA TRANSAKSI PEMBIAYAAN MURABAHAH STUDI KASUS DI BANK XYZ

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi islam dengan konsep profit dan loss sharing yang. bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Fenomena menarik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan

No. 15/26/DPbS Jakarta, 10 Juli Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan keuangan syariah. Namun demikian, hingga saat ini market share

Analisis Tata Kelola Penyaluran Dana Berbasis Bagi Hasil pada Lembaga Keuangan Syariah

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/SEOJK.03/2015

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana bertemunya pemilik, pengguna dan pengelola modal.

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara dengan basis penduduk muslim terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH CABANG KOTA MALANG

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH ib PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

EVALUASI KESESUAIAN PSAK 102 (AKUNTANSI MURABAHAH) DENGAN MERUJUK KEPADA AL-QURAN, HADIST DAN IJMA ABSTRACT

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhankebutuhan. yang harus dipenuhi. Seluruh aktivitas ekonomi yang mengandung

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 102 AKUNTANSI MURABAHAH

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

BAB I PENDAHULUAN. dalam beberapa tahun terakhir ini. Praktek perbankan Islam sebagai alternatif

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

AKAD MURABAHAH DAN APLIKASINYA

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mendorong pengembangan bank syariah dilaksanakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB II LANDASAN TEORI

STRATEGI PENETAPAN MARGIN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT AT- TAQWA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. LELI SUWITA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

JESTTVol.1No.11November2014

Transkripsi:

MURABAHAH ANUITAS DAN PENERAPANNYA MENURUT STANDAR AKUNTANSI SYARIAH Oleh: Marita Kusuma Wardani Ibu_ayya@yahoo.co.id (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta) Abstract Praktek transaksi syariah yang dilakukan oleh perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya memunculkan Akuntansi Syariah. Hal tersebut mendorong adanya popularitas dan pertumbuhan transaksi syariah di Indonesia yang diikuti dengan tuntutan akan adanya penyempurnaan dalam Standar Akuntansi agar pencatatan yang dilakukan dapat mencerminkan substansi transaksi yang dilakukan. Salah satu transaksi yang populer adalah transaksi dengan akad Murabahah sebagaimana diatur di dalam PSAK 2 Tentang Akuntansi Murabahah. Adanya persoalan tentang penerapan PSAK 2 yang tidak diaplikasikan secara penuh oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan PSAK 2 revisi 2013 tentang Akuntansi Murabahah. Dikarenakan menganut konsep anuitas, maka PSAK 2 revisi 2013 harus dilekatkan dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK tersebut adalah PSAK 50, PSAK 55 dan juga PSAK 60. Penerapan PSAK 50, PSAK 55 dan PSAK 60 ini dilakukan untuk pembiayaan murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan asset keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Kata Kunci : Akuntansi Murabahah, Metode Anuitas, PSAK Syariah. A. Pendahuluan Berkembangnya perbankan syariah di berbagai negara, khususnya di Indonesia sebagai proses transformasi nilai-nilai Islam setidaknya dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: (1) adanya keinginan masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi termasuk transaksi perbankan yang sesuai dengan nilai dan prinsip syari ah; (2) keunggulan sistem operasional dan produk perbankan syari ah antara lain mengutamakan moralitas, keadilan, dan transparansi dalam kegiatan operasional perbankan syari ah (Karim: 2002).

Semakin banyaknya kebutuhan akan layanan jasa perbankan yang berprinsip syariah dan dengan dikeluarkannya UU No. Tahun 1998 serta dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003,banyak bank konvensional yang mendirikan biro-biro syariah maupun pendirian bank syariah itu sendiri. Hal tersebut menuntut pula adanya kesesuaian di dalam melakukan proses pencatatan transaksi yang dilakukan secara prinsip syariah. Kepatuhan syariah (shari a compliance) saat ini menjadi isu penting bagi stakeholders bank syariah di Indonesia. Banyak kritikan tajam dari masyarakat tentang kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah, bahwa bank syariah di Indonesia saat ini kurang sesuai syariah. Kondisi tersebut boleh jadi sebagai dampak positif dari semakin masifnya sosialisasi tentang perbankan syariah ke masyarakat sehingga masyarakat mulai sadar dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang perbankan syariah. Kritikan tajam mulai muncul ketika masyarakat merasa bahwa terjadi perbedaan antara teori dan praktek. Laporan atau opini Dewan Pengawas Syariah yang selalu dilampirkan dalam laporan keuangan bank syariah seakan-akan belum mampu menjawab kritikan dan rasa penasaran masyarakat tentang sejauh mana praktek perbankan syariah di Indonesia saat ini apakah telah sesuai syariah? Sehingga informasi tentang kepatuhan syariah (shari a compliance) seakan-akan menjadi misteri bagi masyarakat yang menyebabkan semakin runcing perdebatan tentang aspek kepatuhan syariah di bank syariah saat ini (Suprayogi, 2013). Untuk mengetahui apakah operasional bisnis dan transaksi bank syariah di Indonesia sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, maka kegiatan bank syariah dapat mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah. Berdasarkan PSAK Syariah dijelaskan bahwa tujuan penyusunan laporan keuangan syariah yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah paragraf (a) menyebutkan bahwa tujuan lainnya dari laporan keuangan syariah adalah meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha entitas syariah.

PSAK Syariah telah mengidentifikasi ada 12 ciri/karakteristik transaksi syariah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah paragraf 27 yang harus tercermin dalam laporan keuangan syariah di bank syariah sebagai entitas syariah. Dari keduabelas ciri tersebut paling tidak ada tiga ciri yang bisa dianalisis langsung dalam laporan keuangan syariah oleh masyarakat (Suprayogi, 2013), yaitu: tidak mengandung unsur riba, tidak mengandung unsur gharar, tidak mengandung unsur haram, dan tidak menganut prinsip nilai waktu uang (time value of money). Praktek transaksi syariah yang dilakukan oleh perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya memunculkan Akuntansi Syariah. Transaksi syariah merupakan transaksi yang didasari oleh nilai-nilai dalam Islam. Di Indonesia, perkembangan transaksi syariah didukung fakta bahwa selama krisis keuangan pada tahun 2008, perbankan syariah, sebagai pelaku utama transaksi syariah, tetap menunjukkan kinerja yang tangguh dengan mempertahankan non performing financing di bawah 5% (dari www.deloitte.com). Berdasarkan data statistik perbankan syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2007 s/d 2012, terdapat beberapa kegiatan transaksi syariah yang dilakukan oleh perbankan syariah antara lain: mudharabah, musyarakah,murabahah, istishna, dan ijarah. Komposisi pembiayaan pada bank umum syariah dan unit usaha syariah dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1 Komposisi Pembiayaan Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Milyar Rupiah) Akad 2007 2008 2009 20 2011 2012 Mudharabah 5.578 6.205 6.597 8.631.229 12.023 Musyarakah 4.406 7.411.412 14.624 18.960 27.667 Murabahah 16.533 22.486 26.321 37.508 56.365 88.004 Istishna 351 369 423 347 326 376 Ijarah 516 765 1.5 2.341 3.839 7.345 Qardh 540 959 1.829 4.731 12.937 12.090 Total 27.994 38.195 46.886 68.181 2.655 147.505 Sumber Data: Statistik Perbankan Syariah-Bank Indonesia

Melihat data transaksi syariah yang disajikan dalam tabel 1 di atas dapat ditunjukkan bahwa salah satu skema pembiayaan yang mendominasi dalam penyaluran dana masyarakat adalah melalui akad Murabahah. Rahmawaty (2007: 193) menyatakan bahwa meskipun banyak kritik yang diarahkan kepada praktik murabahah di perbankan syariah, namun hal ini mengindikasikan bahwa produk murabahah direspon secara luas. Beberapa karakteristik berkaitan dengan konsep murabahah yang merupakan akad di bank syariah (Heykal, 2014) adalah: 1. Murabahah, yang dimaksudkan dengan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, pihak penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 2. Murabahah. Menurut fatwa dari Dewan Syariah Nasional, yang dimaksudkan dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pihak pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba. 3. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Fatwa DSN MUI nomor 4 tahun 2000, ketentuan umum yang ada pada murabahah adalah sebagai berikut : a. Akad murabahah bebas riba; b. Barang yang diperdagangkan bukan barang yang diharamkan; c. Bank membiayai sebagian atau seluruh pembelian barang; d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan juga pembelian ini harus bebas riba; e. Bank menjual barang kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Secara penerapannya, praktek murabahah mengindikasikan adanya duplikasi kredit atau pinjaman dari bank konvensional dengan realisasi perhitungan marjinnya (keuntungan) mengacu ke bunga bank konvensional (Widodo. 20:34). Sebagaimana yang ditegaskan dalam Fatwa N0. 84/DSN-MUI/XII/2012 yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 21 Desember 2012 mengenai metode pengakuan keuntungan tamwil bi al-murabahah. Fatwa tersebut menyatakan bahwa pengakuan keuntungan

murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang (al-tujjar) boleh dilakukan secara proporsional (thariqah mubasyirah), yaitu telah dicantumkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 2) tentang Akuntansi Murabahah, dan anuitas (thariqah al-hisab al-anazuliyyah/thariqah tanaqushiyyah) selama sesuai dengan urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan lembaga keuangan syariah. Menurut Widodo (20: 44), dengan memperhatikan cara perhitungan imbalan dalam murabahah tersebut, tampak jelas bahwa metode perhitungan demikian telah mengalami pergeseran fondasi transaksi atau akad murabahah yang hakekatnya adalah jual-beli dengan objek barang menjadi utang-piutang dengan objek uang dengan wujud yang dinamakan pembiayaan. Oleh karena adanya popularitas dan pertumbuhan transaksi syariah di Indonesia menuntut adanya penyempurnaan dalam Standar Akuntansi agar pencatatan yang dilakukan dapat mencerminkan substansi transaksi yang dilakukan. Salah satu transaksi yang populer adalah transaksi dengan akad Murabahah. (Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012, Bank Indonesia). B. Murabahah Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 2 PSAK 2 mengenai Akuntansi Murabahah memberikan pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi Murabahah baik bagi pihak penjual maupun pembeli. Berdasarkan PSAK 2 paragraf 5, pengertian dari Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli. PSAK 2 menyatakan bahwa harga jual dalam akad Murabahah merupakan biaya perolehan ditambah marjin keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam praktiknya, pada transaksi Murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (bertindak sebagai penjual) dapat menerima pendapatan diluar marjin keuntungan seperti biaya administrasi dan biaya lain yang dapat dikaitkan langsung dengan pembiayaan Murabahah., Selain menerima pendapatan tersebut, Lembaga Keuangan Syariah juga mungkin menanggung beban yang terkait langsung dengan pembiayaan

Murabahah, seperti biaya komisi, biaya survei, dan biaya lain. Perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah atas komponen beban tersebut beragam, sebagian mengakui secara langsung sebagai beban pada periode berjalan, sebagian yang lain mengakui sebagai beban selama masa/periode akad. Buletin teknis (Bultek) 5 diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) dengan tujuan untuk menyeragamkan perlakuan akuntansi atas pendapatan serta biaya yang timbul dari transaksi Murabahah di luar biaya perolehan barang dan marjin keuntungan. Ketika timbul pendapatan dan biaya yang terkait langsung dengan transaksi Murabahah, maka Lembaga Keuangan Syariah (dalam hal ini bertindak sebagai penjual) mengakui seluruh pendapatan dan biaya tersebut selaras dengan pengakuan keuntungan Murabahah yang diatur dalam PSAK 2, seperti tabel 2, yaitu: Penyelesaian Transaksi Tunai atau Tangguh Tidak Melebihi Satu Tahun Ditangguhkan Lebih Dari Satu Tahun Tabel 2. Pengakuan Keuntungan Murabahah Risiko Piutang Beban Pengelolaan Pengakuan dan Penagihan Keuntungan Piutang Murabahah - - Saat Penyerahan Barang Kecil Kecil Saat Penyerahan Barang Relatif Besar Kecil Kecil Relatif Besar Proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari Piutang Murabahah Relatif Besar Relatif Besar Besar Besar Saat seluruh Piutang Murabahah berhasil ditagih* Sumber dari: www.deloitte.com *) metode ini jarang dipakai karena transaksi Murabahah tangguh kemungkinan besar tidak akan terjadi jika tidak terdapat kepastian yang memadai atas penagihan kas.

Ketentuan bagi nasabah (dalam hal ini bertindak sebagai pembeli), biaya transaksi yang timbul dari transaksi Murabahah diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset, sesuai dengan ketentuan di PSAK 16 Aset Tetap paragraf 16. C. Murabahah Anuitas Menurut Standar Akuntansi Syariah Berdasarkan Fatwa N0. 84/DSN-MUI/XII/2012 yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 21 Desember 2012 mengenai metode pengakuan keuntungan tamwil bi al-murabahah yang menyatakan bahwa pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang (al-tujjar) boleh dilakukan secara proporsional (thariqah mubasyirah) dan anuitas (thariqah al-hisab al-anazuliyyah/thariqah tanaqushiyyah) selama sesuai dengan urf (kebiasaan) yang berlaku di kalangan lembaga keuangan syariah, selanjutnya fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI mengundang reaksi Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengeluarkan Buletin Teknis No. 9 pada tanggal 16 Januari 2013. Buletin teknis ini menjelaskan bahwa fatwa mengenai metode anuitas yang dikeluarkan DSN MUI disebabkan karena pembiayaan murabahah yang keuntungannya diakui secara anuitas menurut substansinya dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan (financing). Akuntansi untuk pembiayaan Murabahah yang substansinya dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan mengacu pada PSAK 50 (Revisi 20) Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK 55 (Revisi 2011) Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, serta PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan. Termasuk dalam pengaturan pada PSAK tersebut adalah akuntansi penurunan nilai, pengungkapan risiko secara kualitatif dan kuantitatif yang timbul dari pembiayaan Murabahah. Fakta yang ada membuktikan bahwa bank syariah di Indonesia banyak menerapkan konsep murabahah dalam bentuk pembiayaan murabahah, atau tamwil bil murabahah. Karena itulah ketika DSAS IAI mengeluarkan PSAK 2 tentang murabahah dimana dalam PSAK tersebut merujuk pada pengertian murabahah secara umum dan diterima dalam konsep fiqh muamalah, maka PSAK 2 tersebut menjadi banyak tidak diaplikasikan secara penuh oleh perbankan syariah (Heykal, 2014).

Berdasarkan persoalan tentang penerapan PSAK 2 yang tidak diaplikasikan secara penuh oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan kembali PSAK 2 tahun 2013 tentang Akuntansi Murabahah. PSAK ini digunakan untuk pembiayaan murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan aset keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Karena PSAK tersebut menganut konsep anuitas, maka PSAK 2 tahun 2013 harus dihubungkan dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK tersebut adalah PSAK 50, 55 dan juga PSAK 60. Meskipun demikian perlu adanya penyesuaian yang harus dilakukan terhadap PSAK 50, 55, dan 60 dikarenakan di dalam gabungan PSAK tersebut terdapat elemen yang belum sesuai dengan karakteristik syariah. Beberapa penyesuaian tersebut (Heykal, 2014), dijelaskan sebagai berikut: 1. Istilah Effective Interest Rate menjadi rate of return; 2. Effective Rate of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang tidak sama dengan rate of return dalam bank konvensional; 3. Ketika masa akad murabahah selesai tidak ada tambahan keuntungan murabahah karena keuntungan murabahah bersifat tetap; 4. Tidak ada off market interest rate. D. Pembahasan Dalam kasus pembiayaan murabahah, Suprayogi (2013) mengidentifikasi apakah dalam bank syariah terdapat unsur time value of money dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan tentang metode akuntansi yang digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Berdasarkan PSAK Syariah 2 tentang Akuntansi Murabahah paragraph 23 samapai dengan 25 menyebutkan bahwa pengakuan pendapatan margin murabahah yang diperkenankan adalah secara proporsional. Berdasarkan prakteknya saat ini masih banyak bank syariah yang menggunakan metode anuitas dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Metode anuitas akan menguntungkan bagi bank syariah karena margin murabahah diakui diawal lebih besar dan akan menurun terus sampai pada angsuran terakhir. Sehingga jika metode anuitas masih digunakan dalam pengakuan pendapatan

margin murabahah maka bank syariah masih memegang prinsip-prinsip time value of money. Adanya ketidaksesuaian praktek dan pencatatan transaksi syariah khususnya pembiayaan murabahah, maka Dewan Standart Akuntansi Syariah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Syariah (PSAK) 2 tahun 2013 yang mengatur tentang Akuntansi Murabahah dengan metode anuitas dalam menentukan marjin (keuntungan) murabahah. Perbedaan penerapan PSAK 2 dengan PSAK 2 tahun 2013 dapat dijelaskan (DSAS-IAI: 2013), sebagai berikut: a. PSAK 2 Tahun 2013 1. Lembaga Keuangan Syariah sebagai posisi penjual yang tidak memiliki risiko yang signifikan terkait dengan kepemilikan persediaan untuk transaksi murabahah merupakan penjual yang melaksanakan transaksi pembiayaan murabahah akan menggunakan PSAK 50,55 dan 60. PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengungkapan, dan PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan yang terkait asset keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang, yang dalam penerapannya disesuaikan dengan prinsip, karakteristik, dan istilah transaksi syariah. 2. Transaksi pembiayaan murabahah berbasis jual beli. 3. Pengakuan pendapatan Murabahah mengenai tingkat imbal hasil efektif yang ditentukan berdasarkan arus kas masa depan harus mengikuti PSAK 50,55 dan 60. 4. Pada awal penerapan PSAK 50,55 dan 60, entitas menentukan penurunan asset keuangan dari transaksi murabahah berdasarkan kondisi pada saat itu. Selisih antara penurunan nilai tersebut dengan penurunan nilai yang ditentukan berdasarkan kebijakan akuntansi sebelumnya diakui langsung ke saldo laba awal. Sementara jika penentuan penurunan nilai tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan PSAK 50,55 dan 60, maka entitas memisahkan penurunan nilai yang berasal dari periode berjalan yang diakui di laba rugi dan periode sebelumnya yang diakui langsung ke saldo laba.

b. PSAK 2 1. Lembaga Keuangan Syariah sebagai posisi penjual memiliki risiko yang terkait dengan kepemilikan persediaan antara lain: (a) Risiko perubahan harga persediaan; (b) Keuasangan dan kerusakan persediaan; (c) Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan; (d) Risiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak. 2. Murabahah yang merupakan jual beli (penggunaan akad jual beli). 3. Pengakuan pendapatan Murabahah diatur berbasis risk and reward. 4. Tidak dilakukan pengaturan tentang cadangan penurunan nilai. Berikut ini contoh simulasi atas transaksi murabahah dengan penerapan PSAK 2 dan PSAK 2 revisi 2013 (PSAK 2: 2013), adalah: Kasus Transaksi: Pada akhir tahun 20X0 Bank Syariah Z melakukan transaksi murabahah secara tangguh dengan nasabah. Biaya perolehan persediaan murabahah adalah Rp. 0,-, margin murabahah Rp. 50,- dan angsuran Rp.,- per tahun selama lima tahun. Penerapan PSAK 2 Mengacu pada PSAK 2 paragraf 23(b)(ii) yaitu keuntungan murabahah diakui secara proporsional. Angsuran dan pengakuan pendapatan murabahah dalam kasus transaksi di atas dapat dihitung dan dicatat dalam jurnal sebagai berikut: Tabel 3. Perhitungan Angsuran dan Pengakuan Tahun Angsuran Pendapatan Pokok (Rp) (Rp) Murabahah (Rp) 20X1 20X2 20X3 20X4 20X5 20 20 20 20 20 TOTAL 50 0

Tabel 4. Jurnal Tahun Rekening Debit Kredit 20X0 150 Persediaan 0 50 20X1 Kas 20X2 Kas 20X3 Kas 20X4 Kas 20X5 Kas Penerapan PSAK 2 Revisi 2013 Transaksi murabahah yang tidak memenuhi kriteria untuk menerapkan PSAK 2, maka akan menerapkan PSAK 50, 55, dan 60. Berdasarkan arus kas masuk dari angsuran dan arus kas keluar untuk pembelian persediaan murabahah diperoleh tingkat imbal hasil efektif (effective rate of return) sebesar 15,24%. Angsuran dan pengakuan pendapatan murabahah dalam kasus transaksi tersebut dapat dihitung dan dicatat dalam jurnal sebagai berikut:

Tabel 5. Perhitungan Angsuran dan Pengakuan Tahun Angsuran Pendapatan Pokok (Rp) (Rp) Murabahah (Rp) 20X1 20X2 20X3 20X4 20X5 15,24 12,99,40 7,41 3,97 14,76 17,01 19,60 22,59 26,03 TOTAL 50 0 Tabel 6. Jurnal Tahun Rekening Debit Kredit 20X0 150 Persediaan 0 50 20X1 Kas 15,24 15,24 20X2 Kas 12,99 12,99 20X3 Kas,40,40 20X4 Kas 7,41 7,41 20X5 Kas 3,97 3,97

E. Kesimpulan Pengakuan keuntungan murabahah secara proporsional dan metode anuitas sebagaimana yang diatur dalam Fatwa N0. 84/DSN-MUI/XII/2012 memunculkan pendapat bahwa kedua metode tersebut seharusnya diatur dalam PSAK 2. Namun secara penerapannya PSAK 2 memiliki konsep akuntansi yang berbeda dengan metode anuitas. PSAK 2 menggunakan konsep jual beli yang tidak memisahkannya menjadi transaksi jual beli dan transaksi pembiayaan. Sementara metode anuitas dalam murabahah merupakan konsep pembiayaan berbasis jual beli. Kedua konsep tersebut tidak dapat digabungkan karena akan menghasilkan informasi keuangan yang berbeda secara signifikan. Sehingga transaksi murabahah dengan metode anuitas yang diakui sebagai pembiayaan berbasis jual beli penerapannya harus menggunakan PSAK 50, PSAK 55, dan PSAK 60 dengan keharusan memperhatikan karakteristik transaksi syariah secara umum dan transaksi murabahah secara khusus seperti yang diatur di dalam PSAK 2 Revisi 2013 Tentang Akuntansi Murabahah. DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia, dari http://www.bi.go.id/web/ Statistik/Statistik+Perbankan/Statistik+Perbankan+Indonesia. Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syariah Nasional Metode Pengakuan Keuntungan Tanwil Bi Al-Murabahah Di Lembaga Keuangan Syariah, Fatwa N0. 84/DSN-MUI/XII/2012, Jakarta, 2012. Deloitte, Murabahah Anuitas Perspektif Baru Lembaga Keuangan Syariah, dari www.deloitte.com DSAK IAI. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 2 tentang Akuntansi Murabahah. Jakarta: IAI. DSAK IAI. 2013. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 2 (2013) tentang Akuntansi Murabahah. Jakarta: IAI DSAS-IAI. 2013. Revisi PSAK 2 Akuntansi Murabahah, dari http://akuntanonline.com

Heykal, Mohamad. 2014. PSAK 2 ( Revisi 2013 ) Tentang Murabahah, dari http://accounting.binus.ac.id. Ikatan Akuntan Indonesia, Buletin Teknis 9 Penerapan Metode Anuitas Dalam Murabahah, dari http://www.iaiglobal.or.id. Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islam: The International Institute of Islamic Thouht Indonesia (IIITI). Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012, Bank Indonesia, dari www.bi.go.id. Rahmawaty, Anita. "Ekonomi Syariah : Tinjauan Kritis Produk Murabahah Dalam Perbankan Syari ah Di Indonesia", Jurnal Ekonomi Islam La Riba Vol. 1 No. 2, Jakarta, 2007. Suprayogi, Noven, Menyingkap Shari a Compliance Bank Syariah Dari Laporan Keuangan, Majalah Sharing Edisi Januari 2013, dari http://noven-suprayogifeb.web.unair.ac.id. Widodo, Sugeng. "Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif", Asgard Chapter, Yogyakarta 20.