GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Bencana gerakan tanah pernah terjadi di Kp. Bojongsari pada tahun 1997, pada saat itu masyarakat sekitar beranggapan bahwa kejadian gerakan tanah tersebut hanya terjadi sekali saja dan lokasi tersebut sudah kembali stabil. Pada awal tahun 2008 ternyata gerakan tanah di lokasi tersebut terulang, sehingga masyarakat di lokasi yang bersangkutan menjadi resah karena teringat akan peristiwa tanah longsor sebelumnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa gerakan tanah di lokasi ini merupakan gerakan tanah susulan dan daerah ini masih tergolong labil bahkan berpeluang menimbulkan ancaman baru berupa banjir bandang sehingga perlu diwaspadai dan segera ditanggulangi. Pendahuluan Pada tahun 1997 di Kampung Bojongsari pernah terjadi bencana alam gerakan tanah diikuti dengan amblesnya sebagian lahan yang ada di daerah tersebut sehingga membentuk kolam atau danau kecil. Peristiwa ini telah menimbulkan kerusakan pada lahan pertanian, namun pada saat itu masyarakat setempat masih berharap bahwa kejadian tersebut tidak akan terulang kembali, sehingga tidak heran sebagian penduduk masih bermukim di lokasi tersebut. Pada awal tahun 2008 seiring dengan terjadinya musim hujan ternyata gerakan tanah di lokasi tersebut kembali terjadi, sehingga menimbulkan kehawatiran bagi masyarakat di sekitar lokasi terutama bagi penduduk yang masih tinggal di bawah lereng maupun mereka yang biasa bekerja pada tanah garapan. Kekhawatiran akan terjadinya gerakan tanah susulan ini cukup beralasan mengingat gerakan tanah yang pernah terjadi pada waktu itu baru meruntuhkan sebagian lereng sementara bagian lereng labil lainnya masih berada di atas. Oleh sebab itu pemeriksaan telah dilakukan di daerah ini untuk mendapatkan data/informasi tentang gerakan tanah serta dampak yang akan ditimbulkan. Dengan demikian dapat diketahui gambaran secara teknis mengenai gerakan tanah serta langkah penanggulangannya, agar dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat setempat. Lokasi Gerakan Tanah Lokasi bencana gerakan tanah terletak di Kp. Bojongsari, Desa Sedapaingan, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Gambar 1). Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Pemeriksaan. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 3, Desember 2008 :25-29 Hal :25
Metodologi Metode yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah : a. Data Awal, yang mencakup Peta topografi Peta Geologi Laporan terdahulu b. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan bersifat langsung, meliputi: pengamatan kondisi geologi setempat, tataguna lahan, kondisi keairan, serta jenis, dimensi, faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkannya. c. Koordinasi Koordinasi dengan pemerintah daerah setempat Wawancara dengan warga setempat Hasil Pemeriksaan Topografi dan Geologi Daerah bencana gerakan tanah merupakan lereng perbukitan terjal dengan kemiringan 27-30, sedangkan di bagian bawahnya yang landai terdapat alur S. Cipucung yang mengalir hampir sepanjang tahun dan masih tergolong aktif, sehingga memiliki kemampuan untuk mengikis lapisan tanah pada tebing sungai tersebut. Batuan dasar pembentuk lereng merupakan perselingan antara lapisan breksi vulkanik dan batupasir dengan lempung sebagai bagian dari Formasi Halang (Budhitrisna, 1986). Endapan breksi vulkanik yang berada di atas lapisan lempung telah mengalami pelapukan menjadi tanah pasir lempungan hingga lempung pasiran, bersifat kurang padat hingga lunak, dan sarang/porous, sedangkan lempung bersifat lunak dengan plastisitas tinggi, dan memiliki ketebalan lebih dari 5m. Tata lahan dan keairan Tata guna lahan pada lereng bukit paling atas berupa hutan pinus dan secara berangsur ke arah bawah menuju lereng bagian tengah berubah menjadi lahan kebun cengkeh kemudian dari lereng bagian tengah hingga lereng bagian bawah berubah menjadi lahan persawahan. Di lereng bagian bawah masih terdapat 4 unit rumah penduduk yang belum bersedia pindah ke tempat lain. Kondisi tanah di lereng bagian tengah menunjukkan tingkat kandungan air (keairan) yang tinggi dan merupakan tanah tergenang air akibat diolah sebagai lahan persawahan basah. Pada lereng di bagian atas lahan persawahan terdapat mata air yang memancar dengan debit ± 5-7 l/detik. Kondisi ini berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya yang menunjukan aliran lebih kecil. Hal ini mencerminkan peningkatan kandungan air tanah akibat musim hujan/meningkatnya curah hujan. Pada bagian lereng lain terdapat lokasi mata air yang sudah tidak berair dan diperkirakan mata air di lokasi tersebut sudah tertutup material longsoran akibat pergerakan tanah yang pernah terjadi tahun 1997 (informasi penduduk). Kondisi ini perlu diwaspadai karena air yang tersumbat dapat meningkatkan tekanan air pori (water pressure) pada lereng sehingga berpotensi menurunkan stabilitas lereng di lokasi tersebut. Kondisi Gerakan tanah Waktu kejadian dan akibat Bencana gerakan tanah terjadi tanggal 2 Januari 2008, menimbulkan terjadinya retakan tanah, di beberapa tempat tanah amblas dan sebagian terangkat, sehingga sekitar 0,5-0,75 Ha lahan pertanian rusak. Gerakan tanah ini berpeluang menimbun alur sungai yang ada dibawahnya, sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya banjir bandang. Hal :26 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 3, Desember 2008 :26-29
Kondisi dan Jenis Gerakan Tanah Gerakan tanah yang terjadi berupa longsoran bahan rombakan (debris slide, Schuster and Krizek, 1978) dengan masa yang bergerak berupa lapisan breksi lapuk di atas lapisan lempung yang plastis dan lunak. Panjang tanah yang bergerak berkisar antara 150-200m, dengan lebar 350m, 400m, di beberapa tempat terbentuk gawir setinggi 4-7m. Gerakan tanah yang terjadi merupakan kelanjutan dari gerakan tanah lama yang pernah terjadi tahun 1997 yang kembali aktif pada saat ini. Analisa dan Evaluasi Penyebab terjadinya gerakan tanah Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah dapat diuraikan sebagai berikut : Hujan yang turun saat itu serta lereng yang diolah sebagai lahan persawahan basah mengakibatkan tingginya rembesan air ke dalam lapisan tanah di lokasi tersebut. Hilangnya mata air di lokasi bencana akibat tertutup material longsoran pada tahun 1997 mengakibatkan tersumbatnya air di dalam lapisan tanah, sehingga terjadi peningkatan tekanan air pori yang dapat menurunkan stabilitas lereng di lokasi tersebut. Sungai Cipucung yang berada di bawah lereng bukit mengalir melalui lereng perbukitan terjal di kawasan ini, masih tergolong aktif dengan erosi ke arah lateral. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya longsoran tebing sungai. Mekanisme Gerakan Tanah Gerakan tanah di daerah ini diawali dengan kejadian tanah longsor tahun 1997. Penyebab utama terjadinya gerakan tanah pada saat itu adalah akibat erosi S. Cipucung yang memiliki daya erosi yang kuat kearah lateral, mengakibatkan runtuhnya sebagian tebing lereng. Sedangkan gerakan tanah susulan yang terjadi saat ini terutama diakibatkan oleh terbentuknya akumulasi air di dalam tanah akibat tersumbatnya mata air di lokasi tersebut, sehingga tekanan air pori pada bidang kontak antara lapisan breksi dan lempung meningkat yang berakibat turunnya stabilitas lereng di lokasi ini. Kesimpulan dan Rekomendasi Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas, maka dapat disimpulkan dan direkomendasikan sebagai berikut : Kesimpulan Bidang kontak antara lapisan breksi dan lempung merupakan bidang lemah yang berpotensi menimbulkan terbentuknya bidang gelincir gerakan tanah. Kondisi keairan yang tinggi menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah sehingga perlu dikendalikan. Lokasi ini masih labil, berpotensi untuk bergerak kembali terutama bila turun hujan dengan curah hujan yang tinggi. Rekomendasi Untuk menjaga bencana gerakan tanah lebih lanjut, maka direkomendasikan : Melakukan pengeringan di daerah permukaan, yaitu dengan membebaskan lereng bagian tengah dari genangan air permukaan sehingga air hujan bisa segera mengalir ke bawah. Untuk itu lahan kebun cengkeh yang berada di bagian atas agar dikembangkan hingga lereng bagian tengah menggantikan lahan persawahan basah di lokasi tersebut. Kolam yang terbentuk akibat kejadian gerakan tanah sebelumnya perlu dikeringkan agar tidak terjadi rembesan air ke daerah labil. Melakukan pengeringan di bawah permukaan (subsurface) yaitu mengurangi kandungan air pada lereng dengan menurap Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 3, Desember 2008 :27-29 Hal :27
lereng tersebut menggunakan pipa paralon berdiameter 2-3 inci agar muka air tanah di lokasi tersebut segera turun. Daerah ini masih memiliki potensi untuk bergerak, dengan demikian 4 unit rumah yang masih berada di daerah longsoran disarankan pindah ke lokasi lain yang aman. Pada lereng bagian atas masih perlu ditanami pohon keras yang berakar kuat dan dalam untuk mengikat tanah/batuan supaya menjadi stabil. Melakukan pembenahan di beberapa tempat pada alur S. Cipucung yang rawan terhadap erosi sungai dengan memasang bronjong ataupun krib pada tebing sungai. Pemerintah Daerah setempat perlu memberikan sosialisasi /penyuluhan kepada masyarakat di daerah bencana. Material longsoran Th 1997 Foto 1. Lereng gunung yang masih aktif bergerak. Material longsoran tahun 1997 berada di bawah lereng. Daftar Pustaka Budhitrisna, 1986,Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung Schuster and Krizek 1978, Landslides Analysis and Control, Transportation Research Board, Comission on Sociotechnical Systems, National Research Council, National Academy of Science, Washington DC Foto 2. Tanah yang turun akibat gerakan tanah telah membentuk kolam. Hal :28 Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 3, Desember 2008 :28-29
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 3, Desember 2008 :29-29 Hal :29