BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lem

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING OBAT PPK

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING OBAT PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PERALATAN BERAT PPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PP- SHEET PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING ALAT BERAT PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING ALAT KESEHATAN PPK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dalam perbaikan pengelolaan keuangan negara. Salah satu perwujudannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Ketersediaan Obat di Era JKN: e-catalogue Obat. Engko Sosialine M. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING OBAT PANITIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PPK

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN OBAT DENGAN PROSEDUR E-PURCHASING BERDASARKAN E-CATALOGUE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

PETUNJUK PENGGUNAAN BERMOTOR PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PPK

TULISAN HUKUM PENGADAAN OBAT DENGAN PROSEDUR E-PURCHASING BERDASARKAN E-CATALOGUE. Abstrak

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING ALAT KESEHATAN PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH DISTRIBUTOR/PELAKSANA PEKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e-purchasing ALAT MESIN PERTANIAN (ALSINTAN) PENYEDIA

DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e-purchasing ALAT MESIN PERTANIAN (ALSINTAN) PANITIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

-1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- CATALOGUE PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PENYEDIA

PETUNJUK PENGGUNAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PENYEDIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PENYEDIA

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PETUNJUK PENGGUNAAN BERMOTOR PANITIA

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PETUNJUK PENGGUNAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PEJABAT PENGADAAN

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PEJABAT PENGADAAN

ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA

PETUNJUK PENGGUNAAN BERMOTOR PPK

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. menyangkut Pelaksanaan Perpres Nomor 4 Tahun 2015 Tentang. Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang

2014, No Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 368, Tambah

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH PPK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETUNJUK PENGGUNAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DISTRIBUTOR/PELAKSANA PEKERJAAN

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING KENDARAAN PANITIA

Ketersediaan Obat dalam Penyelenggaraan JKN: Formularium Nasional dan. e-catalogue Obat

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam menunjang

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012

PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI e- PURCHASING PRODUK BARANG/JASA PEMERINTAH ULP/PEJABAT PENGADAAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

Petunjuk Pengoperasian SPSE 3.5 Auditor

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Petunjuk Pengoperasian SPSE Auditor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata, ketentuan ini berbunyi Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

Sosialisasi & Bimtek. Oleh: Aditya Widyawan Prima, S.Kom. Selasa, 24 Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun Tentang Rumah sakit ditegaskan bahwa Rumah Sakit adalah institusi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

PROSEDUR DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidaksetaraan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) merupakan salah satu tantangan utama bagi kesehatan masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu sistem asuransi kesehatan nasional untuk menjamin kesehatan bagi seluruh penduduk (universal coverage). Dalam upaya mewujudkan universal coverage, Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU-SJSN). Undang-undang ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan kesehatan adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (Pemerintah Negara Republik Indonesia, 2004). 1

Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan. BPJS menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pemerintah Negara Republik Indonesia, 2004). Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah aktifitas pemerintah yang paling rawan dengan korupsi (Kaufmann, 2006). Hasil kajian Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang berjudul Country Procurement Assesment Report (CPAR) tahun 2001 menyebutkan 10%-50% pengadaan barang dan jasa mengalami kebocoran dan menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah sebanyak 38% dari kasus yang ditangani oleh KPK (Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, 2012). Pengadaan barang dan jasa yang tidak sehat ini menurut (Sutedi, 2008) dapat mengakibatkan: (1) inefisiensi, dimana secara umum proses pengadaan barang dan jasa belum dapat menghasilkan harga yang kompetitif, dimana harga barang dan jasa yang diperoleh melalui proses pengadaan barang dan jasa cenderung lebih tinggi dibandingkan pembelian langsung/harga pasar, (2) Lemahnya daya saing nasional, pelaksanaan pengadaan yang tidak efisien dan iklim usaha yang tidak 2

sehat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menimbulkan ekonomi biaya tinggi sehingga harga tidak kompetitif, yang pada akhirnya menyebabkan belanja publik tidak cukup mendorong pertumbuhan industri dalam negeri untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan, (3) Pendekatan yang protektif, ditunjukkan dengan banyaknya pembatasan dalam keikutsertaan dunia usaha dalam pengadaan seperti penggolongan penyedia barang dan jasa, pembatasan wilayah operasi berdasar golongan usaha dan pembidangan usaha yang kaku dan sebagainya. Untuk mencegah/mengurangi potensi korupsi dalam sistem pengadaan barang/jasa dalam sistem jaminan kesehatan nasional, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 167 Tahun 2014, pengadaan obat pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih, prinsip keadilan, transparansi, profesional, dan akuntabel untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang wajar baik untuk program jaminan kesehatan nasional maupun program kesehatan lainnya. Untuk mempermudah pengadaan obat, Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) telah menetapkan elektronik katalog atau disingkat e-katalog obat yang berisi daftar harga, spesifikasi dan penyedia obat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014 a ). Peraturan tersebut lebih diutamakan untuk rumah sakit pemerintah sesuai dengan surat edaran nomor KF/Menkes/337/VII/2013, Berdasarkan surat edaran tersebut pengadaan obat di rumah sakit pemerintah harus 3

didasarkan pada e-katalog dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 a ). Elektronik katalog obat adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia barang/jasa tertentu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 b ). Harga yang tercantum dalam e-katalog adalah harga satuan terkecil, dimana sudah termasuk pajak dan biaya distribusi. Pengadaan obat generik yang sudah termuat dalam e-katalog dilaksanakan melalui mekanisme e-purchasing, serta bersifat penunjukkan langsung oleh satuan kerja, atau bila terdapat kendala operasional dapat dilakukan secara manual-purchasing (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 c ). Berdasarkan Perpres 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Perpres No.54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka e- Purchasing, sistem e-katalog sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga barang/jasa, dimana e-katalog diselenggarakan oleh LKPP. Barang/Jasa yang dicantumkan dalam e-katalog ditetapkan oleh Kepala LKPP, dan pengelolaannya berdasarkan kontrak payung dengan penyedia barang/jasa untuk barang/jasa tertentu. Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dibuat untuk mewujudkan harapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Layanan yang tersedia dalam SPSE saat ini adalah e-tendering, audit secara 4

online (e-audit), dan e-purchasing obat pemerintah. e-purchasing dibuat agar proses untuk pengadaan obat pemerintah dapat dilakukan secara elektronik. Dalam e-purchasing obat pemerintah, terdapat fitur untuk pembuatan paket, unduh (download) format surat pesanan, unduh format standar kontrak unggah (upload) hasil scan kontrak yang sudah ditandatangan sampai dengan cetak pesanan obat. Dengan adanya e-purchasing obat pemerintah, diharapkan proses pengadaan obat pemerintah dapat dimonitor dan lebih transparan (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia, 2013). Beberapa manfaat melalui pengadaan elektronik diantaranya yaitu mengurangi siklus waktu pemesanan, pembayaran lebih sederhana, memperluas basis pemasok, mengurangi dokumen, menghilangkan kesalahan pemesanan, pengurangan persediaan, meningkatkan produktivitas dan pelayanan, menghemat waktu, mengurangi biaya transaksi, manajemen pengadaan terdesentralisasi, meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan pemasok, meningkatkan perencanaan dan proses kontrol dan lain-lain (Calipinar dan Soysal, 2012). Proses pengadaan obat melalui elektronik selain memberi manfaat juga terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Diantaranya resiko internal bisnis (membangun integrasi dengan sistem infrastuktur seperti akuntan, sumber daya manusia, manajemen aset, manajemen persediaan, biaya hutang, perencanaan produksi, dan sistem kas manajemen), resiko eksternal bisnis (antara pembeli dan pemasok harus ada standar komunikasi dan operasi yang 5

sama), resiko teknologi (harus disesuaikan dengan kebutuhan pembeli), resiko proses pengadaan elektronik (keamanan sistem harus dijaga pembeli dan pemasok) (Calipinar dan Soysal, 2012). Sistem pelayanan kesehatan dalam era jaminan kesehatan nasional berlaku sistem rujukan berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder. Dalam sistem pelayanan sekunder ini terdiri dari pelayanan spesialistik, sehingga perbekalan farmasi harus selalu dijamin ketersediaannya sesuai kebutuhan rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien. Rumah Sakit Umum Pemerintah Daerah (RSUD) Kelas B sebagai sarana fasilitas sekunder harus berupaya keras dalam pengadaan obat agar obat tersedia dan tidak pernah kosong melalui penerapan sistem e-katalog. Staf pengadaan Rumah sakit umum perlu memahami persyaratan pelayanan medis rumah sakit dan memperoleh spesifikasi yang tepat dari obat-obatan yang memenuhi kebutuhan pasien, dari sumber yang tepat, kuantitas yang tepat, dan pengiriman pada waktu yang tepat (Bwana dkk., 2014). Hal ini dapat dicapai melalui koordinasi staf pengadaan dengan departemen terkait seperti farmasi/apotik di rumah sakit dalam memantau obat farmasi dengan permintaan tinggi dan rendah untuk merencanakan pengadaan 6

yang baik dan menghindari kehabisan stok (stockout) ataupun kelebihan stok (overstock) (Bwana dkk., 2014). Efisiensi pengadaan obat secara elektronik dapat dipengaruhi oleh persepsi dari tenaga kesehatan yang terlibat dalam pengadaan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dalam hal ini tenaga kesehatan yang terkait meliputi tenaga kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian, dan staf pengadaan yang berperan dalam menjamin ketersediaan obat di rumah sakit misalnya meminimalkan terganggunya pasokan, mencegah kelangkaan dan menghindari penggunaan obat-obat substandar. Sedangkan tenaga kesehatan yang terkait secara tidak langsung adalah perawat yang melakukan pelayanan kepada pasien secara langsung. Perawat dapat berkolaborasi dengan bagian farmasi untuk dapat mempertahankan persediaan obat dengan cara koordinasi pemberian dan distribusi obat ke depo farmasi rawat inap atau apotik sesuai tuntutan permintaan resep individu pasien sehari-hari (Colella dkk., 1999). Melihat sistem pengadaan obat berdasarkan elektronik katalog yang baru berjalan, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang Hubungan Penerapan Elektronik Katalog terhadap Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan Obat di RSUD Kelas B Yogyakarta. 7

1. Rumusan Masalah a. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara e-purchasing (persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta? b. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara manualpurchasing (persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta? c. Apakah terdapat hubungan penerapan e-katalog secara e-purchasing dan manual-purchasing (manfaat kendala) terhadap ketersediaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta? 2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan penerapan elektronik katalog terhadap efisiensi pengadaan dan ketersediaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta, belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan antara lain: a. Studi Penerapan e-procurement Pada Proses Pengadaan di Pemerintah Kota Surabaya (Wijaya dkk., 2011) b. e-procurement : A Case Study about The Health Sector in Turkey (Calipinar dan Soysal, 2012). c. Effects Of Information Communication Technology On The Procurement Of Pharmaceutical Drugs In Public Hospitals In Kenya: A Case Of Kisii County (Bwana dkk., 2014). 8

Perbedaan masing-masing penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Wijaya 2011 dkk, Calipinar dan Soysal, 2012 Bwana dkk,2014 Penelitian yang dilakukan Subyek penelitian Panitia pengadaan pada Unit layanan Pengadaan Pemerintah Kota Surabaya atau pihak-pihak yang terlibat dalam sistem e-procurement Farmasis Bagian pengadaan obat dan pemasok Farmasi dan pelaksana pengadaan yang terkait pengadaan obat dan perawat bangsal rawat inap Perbedaan Variabel penelitian Variabel bebas : kinerja yaitu manajemen kontrol data, kualitas hasil dan produksi, hubungan dengan mitra kerja, Variabel terikat : efisiensi biaya dan waktu Variabel bebas : manfaat dan halangan aplikasi e-procurement Variabel terikat : Implementasi teknologi dalam sistem pengadaan di Rumah Sakit Variabel bebas : pengaruh teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Variabel terikat : Pengadaan obat di Rumah sakit umum Variabel bebas : Persiapan, pelaksanaan manfaat & kendala pengadaan obat secara e- Purchasing dan manual- Purchasing Variabel terikat: efisiensi pengadaan dan ketersediaan obat Tempat penelitian Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kota Surabaya Rumah Sakit Swasta di Ankara, Turki Rumah Sakit Umum di Kabupaten Kisii Kenya. RSUD Kelas B Yogyakarta 3. Manfaat Penelitian a. Bagi pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan dapat memberikan masukan untuk mengevaluasi dan mengkaji kembali pengadaan obat melalui e-katalog untuk mendukung ketersediaan obat dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional kedepannya. 9

b. Bagi RSUD Kelas B Yogyakarta, penelitian ini dapat menunjukkan kondisi penerapan e-katalog dalam pengadaan obat dalam era jaminan kesehatan nasional dan mengevaluasi hambatan-hambatan yang terjadi sehingga pelayanan kesehatan dapat lebih ditingkatkan lagi. c. Bagi peneliti dan peneliti lain, hasil penelitian dapat menambah wawasan dalam pengadaan obat berdasarkan e-katalog baik secara e-purchasing maupun manual-purchasing di Rumah Sakit setelah penerapan sistem jaminan kesehatan nasional B. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui hubungan penerapan e-katalog secara e-purchasing (persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta. 2. Mengetahui hubungan penerapan e-katalog secara manual-purchasing (persiapan, pelaksanaan, manfaat kendala) terhadap efisiensi pengadaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta. 3. Mengetahui hubungan penerapan e-katalog secara e-purchasing dan manual-purchasing (manfaat kendala) terhadap ketersediaan obat di RSUD Kelas B Yogyakarta. 10